17 minute read

3. Isu/Tematik dan Situasi Negara

3. Isu/Tematik dan Situasi Negara

Resolusi di Dewan HAM PBB juga terbagi atas dua akar permasalahan, yaitu permasalahan berbasis isu/tematik HAM secara global, serta permasalahan berbasis situasi HAM di sebuah negara. Seluruh 511 resolusi yang dibuat sepanjang 2009 –2019 terdiri dari resolusi atas situasi HAM beberapa negara dan resolusi yang berkaitan dengan isu/tematik hak asasi manusia. Dalam laporan ini akan dijelaskan tentang resolusi arbitrary and torture; combating intolerance and discrimination; counter violence extremism (CVE) and terrorism; freedom of expression (FoE) and privacy; FoAA; FoRB; death penalty; family; situation of human rights in Myanmar; traditional values and cultural rights; adequate housing, sanitation and water; human trafficking and trafficking; justice, judicial system and transitional justice; dan migrants and slavery. Resolusi ini dipilih berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh Tim Peneliti tentang isu-isu yang memang berkaitan dengan kepentingan nasional dan kiprah yang dimainkan oleh Indonesia di level internasional, termasuk pula kaitannya dengan situasi HAM di tingkat nasional.

Advertisement

a. Arbitrary Detention & Torture

Di antara resolusi yang menjadi fokus dalam Laporan ini adalah terkait dengan isu arbitrary detention and torture, karena berangkat dari posisi Indonesia saat ini sebagai salah satu anggota CTI atau Convention Anti Torture Initiative, sebuah koalisi internasional yang dibentuk oleh 6 Negara, salah satunya adalah Indonesia. Secara nasional, isu penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang memang seringkali menjadi perhatian publik, namun hal ini tidak kemudian bisa dikaitkan secara langsung dengan kiprah Indonesia. Sebaliknya, keterlibatan Indonesia di forum internasional, terutama

salah satu inisiator CTI justru seyogyanya berkaitan erat dengan posisi Indonesia di Dewan HAM PBB, karena CTI bertujuan untuk mendorong ratifikasi universal terhadap CAT bagi seluruh negara di dunia.

Dari total resolusi yang dibahas oleh Dewan HAM PBB pada masa satu dekade, terdapat 3 resolusi yang berkaitan dengan tema ini. Sedikitnya jumlah resolusi tersebut menggambarkan bahwa isu ini tidak begitu menjadi permasalahan dalam perdebatan internasional, namun peneliti memandang bahwa ketiganya perlu ditinjau secara lebih terperinci dan bagaimana sikap Indonesia terhadap resolusi tersebut juga perlu dipertegas dengan kewajiban internasional HAM pemerintah. Dari total 3 resolusi, setidaknya 2 di antaranya dilakukan melalu voting, 1 di antaranya diadopsi melalui konsensus.

Grafik di atas menggembarkan permasalahan mengenai arbitrary and torture sepanjang 2009 – 2019, mewujud menjadi tiga buah resolusi, baik bersifat konsensus maupun voting. Grafik di bawah ini

Tabel 3.5: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu Arbitrary & Torture periode 2009-2019

menggambarkan posisi Indonesia yang mendukung seluruh resolusi mengenai arbitrary and torture ini.

b. Combating Intolerance and Discrimination

Salah satu tema perdebatan internasional yang banyak mendapatkan perhatian komunitas global, baik dari Negara-negara di dunia maupun dari organisasi masyarakat sipil internasional adalah Resolusi tentang Combating intolerance, negative stereotyping and stigmatization of, and discrimination, incitement to violence and violence against, persons based on religion or belief (selanjutnya disingkat Combating Intolerance and Disrimination). Ditinjau dari dokumen pertemuan dan catatan pertemuan tentang resolusi, resolusi ini diusulkan oleh Pakistan pada tahun 2011 yang saat itu menjadi juru bicara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Adalah penting untuk meninjau kembali Resolusi ini secara lebih terperinci karena kedudukan Indonesia sebagai Negara Anggota OKI dan secara praktis Indonesia merupakan Negara yang memiliki tingkat demokrasi paling tinggi dibandingkan dengan OKI lainnya dan sekaligus pula paling maju di bidang HAM. Kondisi sosial, budaya, dan politik lokal yang ada di Indonesia seringkali memengaruhi kebijakan luar negeri dan sikap politik Pemerintah Indonesia di forum internasional. Hal ini pula yang menjadikan resolusi ini relevan untuk kajian lebih lanjut dalam riset ini. Sejak tahun 2009 hingga 2019, tercatat setidaknya 9 Resolusi yang diadopsi oleh Dewan HAM. Namun, terdapat 6 Resolusi yang diadopsi oleh Dewan HAM PBB yang di dalamnya Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM, selebihnya diadopsi saat Indonesia tidak sebagai Anggota. Dari 6 Resolusi tersebut, setidaknya 5 Resolusi diadopsi secara konsensus dan 1 di antaranya diadopsi melalui voting atau pemungutan suara.

Tabel 3.6: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam isu Combating Intolerance and Discrimination periode 2009-2019

Sebagaimana seperti pada tabel sebelumnya, Indonesia mendukung seluruh resolusi Dewan HAM PBB mengenai combating intolerance and discrimination. Ada 6 resolusi mengenai isu ini, dengan 5 di antaranya adalah resolusi berjenis konsensus, dan satu lainnya adalah voting.

c. Counter Violence Extremism (CVE) and Terrorism

Selama 10 tahun sejak 2009 hingga 2019, setidaknya ada 3 resolusi utama yang membahas tentang terorisme, yaitu: Resolusi Protection of human rights and fundamental freedoms while countering terrorism, Resolusi Effects of terrorism on the enjoyment of all human rights, dan Resolusi Ensuring use of remotely piloted aircraft or armed drones in counter- terrorism and military operations in accordance with international law, including international human rights and

humanitarian law. Ketigaresolusidiadopsi oleh Dewan HAM melalui voting sejak 2014 hingga 2019. Resolusi Protection of human rights and fundamental freedoms while countering terrorism merupakan Resolusi yang diusulkan oleh Meksiko dengan 30 Negara sebagai co-sponsor per 2017, yang lebih banyak didominasi oleh Negara-negara Eropa. Resolusi Effects of terrorism on the enjoyment of all human rights merupakan Resolusi yang diadopsi sejak tahun 2015 yang diusulkan oleh Algeria, Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan Maroko. Terdapat 20 Negara sebagai co-sponsor, yang lebih didominasi oleh Negaranegara OKI. Selama tiga tahun, Resolusi ini diadopsi melalui voting dan pada ketiganya pula Indonesia pada posisi mendukung. Sementara itu, terdapat 16 Negara yang menolak dan 6 Negara abstain (tahun 2015). Pada 2016, Negara yang menolak Resolusi menjadi 14 Negara dan pada 2017 menjadi 15 Negara.

Tabel 3.7: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu CVE and Terrorism periode 2009-2019

Sementara itu, Resolusi lain yang juga diputuskan secara voting di Dewan HAM terkait terorisme adalah Resolusi Ensuring use of remotely piloted aircraft or armed drones in counter- terrorism and

military operations in accordance with international law, including international human rights and humanitarian law yang diusulkan oleh Pakistan sebagai Sponsor dan didukung oleh 14 Negara sebagai co-sponsor, yang terdiri dari Negara OKI, Latin Amerika, dan satu negara Eropa yaitu Swiss. Resolusi diadopsi melalui voting 2014 dan 2015, dengan Negara yang menolak secara konsisten 6 Negara, yaitu Prancis, Jepang, Korea Utara, Macedonia Utara, Inggris, dan Amerika Serikat. Indonesia mendukung resolusi ini pada 2014 dan 2015 bersama negara-negara OKI, Asia, dan Afrika. Sementara Negaranegara Eropa mayoritas bersikap abstain. Secara substantif, Resolusi ini mendorong agar Negara memastikan penggunaan segala upaya dalam pemberantasan terorisme, termasuk penggunaan pesawat tanpa awak dan drone, sesuai dengan standar hukum internasional.

d. Freedom of Assembly and Association (FoAA) and Right to

Peaceful Assembly and Association

Resolusi The rights to freedom of peaceful assembly and of association adalah resolusi yang diusulkan oleh 7 Negara, salah satunya adalah Indonesia, selain dari Czechia, Lithuania, Nigeria, Maldives, Mexico, dan United States. Resolusi didukung oleh 57 Negara sebagai cosponsor pada saat pertama kali dibahas di Dewan HAM PBB Sesi Sidang ke-15 pada September 2010, serta diadopsi secara voting.74 Resolusi terkait dengan pembentukan mandat Pelapor Khusus dan merinci tugas dan fungsi yang diemban oleh Pelapor Khusus.

74 Lihat Resolusi https://ap.ohchr.org/documents/dpage_e.aspx?si=A%2FHRC%2FRES%2F15%2F21 61

Tabel 3.8: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu FoAA dan Right to Peaceful Assembly and Association periode 2009-2019

Selanjutnya, pada September 2012, Resolusi kembali dibahas dan diadopsi secara voting, pada Sesi ke-21 Dewan HAM. Negara Sponsor resolusi bertambah menjadi 52 Negara termasuk Indonesia dan cosponsor menjadi 13 Negara. Pada 2013, Resolusi tentang FoAA dibahas kembali merespon Laporan yang dibuat oleh Pelapor Khusus PBB dengan mencatat beberapa hal dalam laporan. Pada 2016, Resolusi kembali diadopsi untuk melanjutkan mandat yang dimiliki Pelapor Khusus pada Sesi ke-32 Dewan HAM, Juni 2016.

e. Death Penalty

Hukuman mati merupakan salah satu isuinternasional yang menjadi diskusi panjang di antara Negara-negara di dunia. Tidak hanya di Dewan HAM, namun juga di Majelis Umum PBB. Selama satu dekade sejak 2009 hingga 2019, setidaknya terdapat 4 Resolusi terkait dengan hukuman mati, 3 di antaranya diadopsi melalui voting, yaitu

Resolusi The question of death penalty. Resolusi ini diusung oleh 8 Negara, yaitu Belgia, Benin, Costa Rica, Prancis, Meksiko, Moldova, Mongolia, dan Swiss. Sementara itu, terdapat 76 Negara sebagai cosponsor.

Resolusi ini menegaskan tentang perlindungan hak-hak terpidana mati, terutama anak-anak (Resolusi 2014), pelarangan penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi (Resolusi 2015), pelaksanaan prinsip persamaan di hadapan hukum dan non-diskriminasi (Resolusi 2016), bagi negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati. Resolusi juga meminta agar Majelis Umum PBB menyediakan bahan-bahan terkait dampak hukuman mati pada penikmatan HAM, serta memutuskan adanya forum yang membahas hukuman mati dua tahunan. Resolusi diadopsi secara voting pada tahun 2014 (dengan hasil 29 mendukung, 8 abstain, dan 10 menolak), juga pada 2015 (dengan hasil 26 mendukung, 8 abstain, dan 13 menolak), serta voting pada tahun 2017 (dengan hasil 27 mendukung, 7 abstain, dan 13 menolak).

Hasil Voting Resolusi The Question of Death Penalty (2014, 2015, dan 2017)

29

8

2014

10 26 8 13 27

2015

Mendukung Abstain Menolak

7

2017

13

Tabel 3.9: Posisi Negara-negara dalam Voting Resolusi DEHAM PBB dalam Isu The Question of Dearh Penalty tahun 2014, 2015, dan 2017

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menolak kedua resolusi yang diadopsi oleh Dewan HAM PBB pada tahun 2014 dan 2015. Sementara pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia mengubah posisi menjadi abstain. Sementara itu, Negara co-sponsor pada tahun 2017 menjadi 63 Negara, dan Negara-negara yang menolak resolusi pada tahun 2017 sebanyak 13 Negara, yaitu Bangladesh, Botswana, Burundi, Tiongkok, Mesir, Ethiopia, India, Irak, Jepang, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.

Dalam isu hukuman mati, tak ada satupun dukungan dari Indonesia atas tiga resolusi yang dikeluarkan Dewan HAM PBB. Ketiga resolusi itu dilahirkan dengan jalan pemungutan suara, dan Indonesia memilih untuk mengeluarkan penolakan atas 2 resolusi dan abstain atas 1 resolusi lainnya.

Tabel 3.10: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu Death Penalty periode 2009-2019

f. Protection of the Family

Isu keluarga menjadi salah satu isu yang disoroti dalam penelitian ini. Sebagaimana dapat dilihat di tabel di atas, seluruh resolusi mengenai keluarga ini diproses dengan jalan voting yang berarti selalu mengandung dinamika di dalamnya. Resolui pertama kali dibahas di Dewan HAM PBB pada tahun 2014 dan dilanjutkan hingga tahun 2017. Atas 4 resolusi mengenai keluarga ini, Indonesia selalu

bersikap mendukung. Resolusi ini diusung oleh 12 Negara sebagai Sponsor utama, yaitu: Bangladesh, Belarus, China, Pantai Gading, Mesir, El Savador, Mauritania, Maroko, Qatar, Rusia, Arab Saudi, dan Tunisia.

Menurut sejumlah catatan organisasi internasional, Resolusi ini memunculkan diskusi dan perdebatan panjang terkait dengan hakhak perempuan, kesetaraan gender, dan tantangan pada streotype dan norma, yang diidentifikasi terkait pula dengan karakter dari Negara-negara pengusung. Pertama kali dibahas di Dewan HAM pada tahun 2014, Resolusi ini memiliki 91 Negara sebagai co-sponsor, termasuk Indonesia, dan divoting di Dewan HAM dengan hasil 26 negara mendukung, 6 Negara abstain, dan 14 Negara menolak.

Di antara isu yang menjadi perhatian serius komunitas internasional adalah terkait dengan keberagaman keluarga yang dimaksud di dalam resolusi. Negara pengusung menolak pengakuan adanya keragaman keluarga yang ada sebagaimana pula disampaikan oleh Dewan HAM. Hal ini menyebabkan terjadinya penolakan terhadap

Tabel 3.11: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu Family periode 2009-2019

realitas sosial keluarga yang ada dari pelbagai budaya, politik, dan sistem sosial di dunia. Atas dasar ini, salah satu organisasi internasional seperti ISHR merekomendasikan Negara Anggota Dewan HAM untuk menolak resolusi tersebut.75

Pada tahun 2015, Resolusi kembali dibahas oleh Dewan HAM PBB,76 dengan 12 Negara sebagai sponsor dan 95 sebagai co-sponsor.

Kembali Dewan HAM memutuskan melalui voting dengan hasil 29

100

80

60

40

20

0 Dukungan terhadap Resolusi Protection of the Family Dewan HAM PBB (2014 - 2017)

2014 2015 2016 2017

Sponsor co-sponsor Mendukung Abstain Menolak

Tabel 3.12: Status Sponsorship dan Posisi negara-negara terhadap Resolusi DEHAM PBB Protection of The Family periode 2014-2017

75 Pooja Patel and Sarah Brooks,

“Protection of the Family resolution increases vulnerabilities and exacerbates inequalities”, ISHR, 19 June 2015, diakses dari laman https://www.ishr.ch/news/protection-family-resolution-increases-vulnerabilities-andexacerbates-inequalities 76 Judul Resolusi menjadi Protection of the Family: contribution of the family to the realization of the right to an adequate standard of living for its members, particularly through its role in poverty eradication and achieving sustainable development

Negara mendukung, 4 abstain, dan 14 menolak. Pada tahun 2016,77 13 sebagai sponsor, 72 sebagai co-sponsor, dan diputuskan melalui voting dengan 32 mendukung, 3 abstain, dan 12 menolak. Terakhir pada 2017,78 Negara sponsor menjadi 28 Negara, 8 Negara menjadi co-sponsor, dan diputuskan melalui voting dengan hasil 30 mendukung, 5 abstain, dan 12 menolak. Dalam rentang waktu sejak 2014 hingga 2017, dukungan terhadap resolusi mengalami fluktuasi signifikan, selain dari beberapa perubahan yang muncul dalam naskah Resolusi. Indonesia secara konsisten memberikan dukungan terhadap Resolusi-resolusi tersebut sebagai co-sponsor. Sementara itu, Korea Selatan dan Jepang merupakan dua Negara Asia yang secara konsisten menolak resolusi dalam proses pengambilan keputusan, selain Amerika Serikan dan Negara-negara Eropa.

g. Situation of Human Rights in Myanmar

Setiap tahunnya Dewan HAM PBB mengeluarkan Resolusi terkait Myanmar, pertama kali pada tahun 2010. Secara total terdapat 18 Resolusi sejak Dewan HAM berdiri, dengan tema-tema: Situation of human rights in Myanmar, Situation of human rights of Rohingya Muslism and other Minorities in Myanmar, Resolusi Aung San Suu Kyi and other political prisoners in Myanmar.

77 Judul Resolusi pada 2016 menjadi: Protection of the family: role of the family in supporting the protection and promotion of human rights of persons with disabilities 78 Judul Resolusi pada tahun 2017 menjadi: Protection of the family: role of the family in supporting the protection and promotion of human rights of older persons 67

Pertama kali resolusi Situation of Myanmar diusulkan oleh Czechia dan didukung oleh 44 Negara.79 Pada 2010, Resolusi diusung oleh 28 sebagai Sponsor didominasi oleh Negara-negara Eropa, dengan 12 Negara co-sponsor. Resolusi berfokus pada desakan kepada Pemerintah Myanmar untuk bekerjasama dengan PBB dan sekaligus juga menunjuk Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar. Hingga tahun 2017, Resolusi diadopsi melalui konsensus,dengan jumlah Sponsor pada 2017 sebanyak 28 Negara dan sebagai co-Sponsor sebanyak 42 Negara. 80 Pada tahun 2018, Resolusi terkait Myanmar kembali dibahas dengan dukungan dari 28 Negara Sponsor dan 78 Negara co-Sponsor, diputuskan melalui voting dengan hasil 32 mendukung, 10 Negara abstain, dan 5 Negara menolak. Pada tahun ini, Indonesia sedang tidak menjadi Dewan HAM karena pergantian waktu. Sementara pada tahun 2019, ketika Resolusi dibahas kembali, dengan 28 Negara Sponsor dan 29 Negara co-Sponsor, Indonesia juga tidak sebagai Anggota Dewan HAM. Beberapa Negara seperti China, Cuba, dan Filipina merupakan Negara yang konsisten menolak Resolusi.81 Pada tahun 2018, Indonesia menjadi co-sponsor Resolusi, namun pada 2019 Indonesia tidak lagi menjadi co-Sponsor.82 Data berikut ini menggambarkan sikap Indonesia dalam pengambilan keputusan terkait Myanmar di Dewan HAM, namun pada posisi Indonesia menjadi sponsor, co-sponsor, maupun dalam

79 Lihat, https://www.right-docs.org/doc/a-hrc-res-10-27/ 80 Lihat, https://www.right-docs.org/doc/a-hrc-res-13-25/ 81 Resolusi A/HRC/RES/40/29 Situation of Human Rights in Myanmar, dapat diakses pada laman https://ap.ohchr.org/documents/dpage_e.aspx?si=A/HRC/RES/40/29 82 Resolusi Situation of human rights in Myanmar, lihat https://www.rightdocs.org/doc/a-hrc-res-37-32/

proses voting, yaitu: Situation of human rights of Rohingya Muslims and other minorities in Myanmar pada tahun 2018, Situation of human rights of Rohingya Muslims and otherminorities in Myanmar, dan Situation of human rights in Myanmar (Sesi Sidang ke-37, tahun 2018) yang

diadopsi secara voting. Resolusi Situation of human rights in Myanmar tahun 2018 menjadi perdebatan serius di Dewan HAM karena beberapa situasi yang terus memanas di Myanmar, terutama di kawasan Rakhine State. Resolusi ini secara khusus memperhatikan situasi pelanggaran HAM di Rakhine dan menegaskan kembali mandat-mandat khusus yang telah dibentuk PBB terhadap Myanmar, termasuk pula pembentukan Independent Commission of Enquiryyang dibentuk oleh Pemerintah Myanmar pada 30 Juli 2018. Dalam Resolusi, Dewan HAM PBB mencatat pelanggaran HAM yang terus-menerus terjadi dan meminta pemerintah Myanmar, terutama militer, untuk segera menghentikan kekerasan yang terjadi, serta meminta Pemerintah Myanmar untuk melinduhi hak-hak semua warga negara. Resolusi

Tabel 3.13: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu Situation of Human Rights in Myanmar periode 2009-2019

juga mencatat tentang pembatasan akses bantuan kemanusiaan ke Negara tersebut, meminta Pemerintah Myanmar menangani pelanggaran HAM yang terjadi, serta membebaskan tahanantahanan politik.83

Pada Februari 2019, Resolusi Situation of Human Rights in Myanmar kembali dibahas di Dewan HAM, Sesi ke-40 Dewan HAM.84 Laporan ini menyatakan penerimaan terhadap Laporan Pelapor Khusus PBB dan meminta laporan tentang situasi pelanggaran HAM di Myanmar, memberikan perhatian terhadap eskalasi kekerasan di Rakhine, serta adanya perpindahan penduduk di beberapa wilayah. Resolusi ini diadopsi secara voting dengan 37 Negara yang mendukung, 3 abstain, dan 7 abstain. Pada Resolusi ini, Indonesia tidak sebagai sponsor, tidak sebagai co-sponsor, dan tidak pula sebagai agenda Dewan HAM.

Sementara Resolusi lain yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia terkait Myanmar adalah terkait Situation of human rights of Rohingya Muslims and other minorities in Myanmar yang diadopsi secara konsensus pada tahun 2015 dan Indonesia menjadi salah satu Negara main-sponsor, yang terdiri dari Negara-negara OKI. Terdapat 2 Negara sebagai co-sponsor, yaitu Amerika Serikat dan Tunisia.85

h. Cultural Rights and Traditional Values

Terdapat 3 Resolusi yang terkait dengan nilai-nilai tradisional yang dibahas oleh Dewan HAM PBB selama 10 tahun sejak 2009 hingga 2019, yang ketiganya diadopsi melalui voting. Resolusi ini pertama kali dibahas pada tahun 2009 atas usulan Rusia dengan 29 negara co-

83 Resolusi Situation of human rights in Myanmar, lihat https://www.rightdocs.org/doc/a-hrc-res-37-32/ 84 Resolusi Nomor A/HRC/RES/40/29 85 Lihat, https://www.right-docs.org/doc/a-hrc-res-29-21/ 70

Sponsor. Indonesia tidak termasuk sebagai co-sponsor. Resolusi diadopsi pada 2 Oktober 2009 melalui voting, dengan hasil 26 mendukung, 6 abstain, dan 15 menolak.86 Indonesia adalah salah satu Negara yang mendukung. Resolusi yang diusung oleh Rusia ini mendasarkan argumentasinya pada perlunya mempertimbangkan nilai-nilai tradisional dalam penerapan hak asasi manusia, yang secara konseptual berada pada diskusi tentang partikularitas dan universalitas. Negara-negara yang menolak klaim partikularitas menolak adanya penggunaan nilai tradisional sebagai dasar pelaksanaan HAM karena berpotensi melanggar prinsip-prinsip universalitas. Merespon resolusi yang diusung oleh Rusia dan sejumlah Negara co-sponsor ini, OHCHR mengadakan Seminar pada Oktober 2010 di Jenewa, Swiss. Dalam sambutannya, Komisioner Tinggi HAM, Navi Pillay menyampaikan bahwa HAM diadopsi dari nilai-nilai budaya yang beragam, namun di sisi yang lain terdapat pula pimpinan politik di suatu Negara, dengan pelbagai alasan, menolak universalitas HAM tersebut, bahkan menggunakan nilai-nilai budaya untuk menentangnya.87 Hal ini pula

86 Yaitu, mendukung (In favour): ngola, Bahrain, Bangladesh, Bolivia (Plurinational State of), Burkina Faso, Cameroon, China, Cuba, Djibouti, Egypt, Gabon, India, Indonesia, Jordan, Kyrgyzstan, Madagascar, Nicaragua, Nigeria, Pakistan, Philippines, Qatar, Russian Federation, Saudi Arabia, Senegal, South Africa, Zambia; Against: Belgium, Chile, France, Hungary, Italy, Japan, Mauritius, Mexico, Netherlands, Norway, Republic of Korea, Slovakia, Slovenia, United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland, United States of America; Abstaining: Argentina, Bosnia and Herzegovina, Brazil, Ghana, Ukraine, Uruguay. Lihat lebih lanjut pada laman, https://www.right-docs.org/doc/a-hrc-res-12-21/ 87 Lihat lebih lanjut diskursus tema ini dalam Seminar yang dibuat oleh OHCHR pada laman ISHR: Seminar on the traditional values and human rights, 22 Oktober 2010, https://www.ishr.ch/news/seminar-traditional-values-and-human-rights 71

yang kemudian menjadi salah satu alasan utama bagi negara-negara yang menolak resolusi. Pada tahun 2011, Resolusi kembali dibahas dengan judul yang sama, yaitu “Promoting human rights and fundamental freedoms through a better understanding of traditional values of humankind”, dengan dukungan 77 Negara sebagai co-sponsor. Juga diadopsi melalui Voting pada 22 Maret 2011 dengan hasil 24 Negara menerima, 7 abstain, dan 14 menolak.88 Indonesia tidak pada posisi mendukung Resolusi (karena sedang tidak menjadi Anggota Dewan HAM pada sesi tersebut), namun menjadi co-sponsor Resolusi. Pada tahun 2012, kembali Dewan HAM PBB membahas Resolusi tersebut dengan Rusia sebagai sponsor utama dan 75 Negara sebagai co-sponsor, termasuk Indonesia. Dalam proses adopsi Resolusi A/HRC/RES/21/3 tersebut pada 27 September 2012, Dewan HAM melakukan voting dengan hasil 25 mendukung, 7 abstain, dan 15 negara menolak.89 Terdapat 14 resolusi terkait hak budaya dan nilai-niali tradisional. Langkah voting diambil dalam pembuatan 3 resolusi, sementara 11 lainnya merupakan resolusi yang disepakati secara konsensus. Indonesia mendukung seluruhnya. Seperti halnya isu keluarga, isu nilai-nilai trdisional juga kerap dianggap problematik karena secara substansi gagasan ini kerap potensial melanggar norma-norma HAM.

88 Lihat, https://www.right-docs.org/doc/a-hrc-res-16-3/ 89 Dengan hasil voting yang mendukung (In favour): Angola, Bangladesh, Burkina Faso, Cameroon, China, Congo, Cuba, Djibouti, Ecuador, India, Indonesia, Jordan, Kuwait, Kyrgyzstan, Libya, Malaysia, Maldives, Mauritania, Philippines, Qatar, Russian Federation, Saudi Arabia, Senegal, Thailand, Uganda; Against: Austria, Belgium, Botswana, Costa Rica, Czech Republic, Hungary, Italy, Mauritius, Mexico, Norway, Poland, Romania, Spain, Switzerland, United States of America; Abstaining: Benin, Chile, Guatemala, Nigeria, Peru, Republic of Moldova, Uruguay. 72

Tabel 3.14: Jenis Resolusi DEHAM PBB dalam Isu Cultural Rights and Traditional Values periode 2009-2019

i. Freedom of Expression (FoE) and Privacy Peaceful Protest

Terdapat sembilan resolusi mengenai isu kebebasan berekspresi dan peaceful protests. Tujuh di antaranya bersifat konsensus, artinya disepakati oleh semua negara tanpa ada penolakan. Dua lainnya mengambil langkah voting, dan Indonesia mengambil sikap yang sepenuhnya mendukung resolusi mengenai isu ini.

Resolusi-resolusi terkait dengan Freedom of Expression diadopsi secara konsensus setiap tahunnya oleh Dewan HAM PBB sejak 2009. Dalam penelitian ini, setidaknya terdapat 7 Resolusi yang di dalamnya Indonesia sebagai co-sponsor. Sponsor utama Resolusi ini adalah Amerika Serikat, dengan 71 Negara co-sponsor pada tahun 2017. Resolusi terkait dengan mandat Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berekspresi. Sementara itu, terdapat 2 resolusi yang berkaitan dengan peaceful protests yang diadopsi melalui voting, yaitu Resolusi pada tahun 2016 dan tahun 2014. Sementara pada

This article is from: