Persekusi 9 pertanyaan

Page 1

PERSEKUSI: 9 PERTANYAAN Human Right Working Group (HRWG): Indonesia’s NGOs Coalition for International Human Rights Advocacy

Mengapa persekusi harus dilarang? Semua manusia menolak untuk disakiti, tidak hanya fisik, psikis juga demikian, apalagi sampai kehilangan pekerjaan atau sumber ekonomi. Semua orang berjuang untuk kehidupan yang bahagia. Maka itu, merampas kebebasan orang, menyerang fisik atau mengintimidasi secara psikologis, serta merampas hak-hak ekonomi seseorang sama halnya mengingkari sifat alamiah semua manusia. Tindakan-tindakan itu tak sejalan dengan nilai moral kemanusiaan, bahkan nilai keagamaan. Apalagi, bila tindakan perampasan hak itu sengaja diniatkan, dilakukan secara sistematis dan massif. Pelarangan terhadap persekusi sebetulnya upaya untuk menjaga harkat dan integritas pribadi seseorang atau kelompok agar tidak dengan mudah orang dapat menerima perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, dan sewenang-wenang. Melarang persekusi berarti melindungi hak setiap orang untuk hidup aman, damai dan layak. Sebaliknya, membiarkan tindakan-tindakan yang mengarah pada persekusi dapat menyebabkan persekusi serius sebagaimana terjadi pada komunitas Muslim di Bosnia, Yahudi oleh Nazi, serta etnis Rohingya di Myanmar. Untuk itu pula, persekusi sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan dilarang oleh hukum internasional, sebagaimana pula ditegaskan di dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.


Human Rights Working Group (HRWG)

Juli 2017

Mengapa orang atau kelompok dipersekusi? Persekusi berbeda dengan kejahatan biasa karena di antaranya adanya unsur identitas yang dimiliki oleh korban dan karenanya pula korban menjadi sasaran persekusi. Identitas ini beragam, mulai dari agama, etnis, suku, ras, politik, jenis kelamin, hingga identitas kolektif, bahkan kesamaan pandangan atau pendapat yang dimiliki oleh sekelompok orang dapat pula menjadi alasan mengapa orang dipersekusi. Siapapun bisa menjadi sasaran persekusi dengan alasan yang dimunculkan secara subyektif oleh pelaku.

Adakah trend baru persekusi yang terjadi saat ini? Secara praktik, persekusi dilakukan secara berulang-ulang dengan bentuk yang tidak jauh berbeda, mulai dari kekerasan fisik atau psikis, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, hingga pembunuhan, yang dilakukan secara sistematis dan meluas. Secara praktik, persekusi dilakukan secara berulang-ulang dengan bentuk yang tidak jauh berbeda, mulai dari kekerasan fisik atau psikis, penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, hingga pembunuhan, yang dilakukan secara sistematis dan meluas. Hanya saja, seiring dengan bejalannya waktu, bagaimana persekusi dijalankan, hal itu berbeda sesuai dengan konteks masyarakat dan perkembangan waktu. Pada saat kekerasan massal terhadap suku Tutsi di Rwanda, misalnya, radio yang – menjadi media massa yang paling popular saat itu – biasanya memutar lagulagu pop justru memasukkan propaganda-propaganda untuk melakukan kekerasan terhadap etnis Tutsi yang dianggap patut dimusnahkan. Secara bergantian, radio ini memutar lagu-lagu popular dan propaganda kebencian hingga akhirnya pembantaian terhadap etnis Hutu terjadi di seantero Rwanda. Saat ini, mungkin hanya sepersekian persen orang yang mendengarkan radio. Sebaliknya, media sosial yang paling banyak digandrungi berbasis pada internet (hingga 2016 mencapai 132 juta jiwa), seperti facebook yang digunakan oleh 88 juta jiwa penduduk Indonesia. Ketika terjadi perubahan tingkah laku masyarakat dalam menggunakan media informasi dan komunikasi, maka pada saat itu pula terjadi pergeseran interaksi antarindividu, sehingga persekusi memunculkan bentuk-bentuknya yang baru. Saat ini, facebook menjadi sarana untuk melakukan persekusi. Praktiknya, bila ada seorang pengguna media sosial yang diketahui masuk dalam kriteria sasaran pelaku, para pelaku akan mengumpulkan informasi terkait dengan sasaran tersebut, menyimpan profil dan informasi tentang apa yang dinyatakannya, serta memburu sasaran melalui akun yang telah disiapkan, serta memviralkannya ke publik luas.

2


Human Rights Working Group (HRWG)

Juli 2017

Apakah tindakan yang dilakuan pelaku sesuai dengan hukum bukan termasuk persekusi? Menurut pengalaman di banyak negara dan hal ini ditegaskan di dalam hukum internasional, pelaku utama dari persekusi utama adalah negara. Untuk itu, adanya pemberlakuan hukum bukan berarti menjadi jaminan tidak terjadinya persekusi. Di sejumlah kasus, hukum atau aturan di sebuah negara justru dijadikan alat untuk melakukan persekusi, sehingga persekusi dilakukan dengan sangat sistematis dan terstruktur. Dalam kasus persekusi terhadap Rohingya di Myanmar, misalkan, justru dilakukan secara sistematis melalui Konstitusi dan aturan-aturan lain yang lebih rendah. Dalam kasus yang berbeda, kejahatan HAM yang dilakukan terhadap Yahudi di Jerman juga ditegaskan di dalam Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Karena adanya potensi terjadinya kejahatan yang diatur oleh hukum nasional ini pula kemudian mekanisme hukum internasional tidak mengenal batas-batas wilayah negara dan penerapannya berlaku meskipun menurut hukum nasional kejahatan tersebut diperbolehkan.

Apakah ukuran sebuah perbuatan bisa dikategorikan sebagai persekusi? Persekusi pada dasarnya sebuah konsep hukum yang ketat, terdiri dari beberapa unsur elemen kejahatan, yang penerapannya dilaksanakan melalui proses pengadilan. Di Indonesia, persekusi sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan hanya bisa diterapkan melalui prosedur pengadilan HAM berat yang diatur di dalam UU No. 26/2000. Ada ukuran-ukuran yang detail dan jelas bagaimana sebuah operasi dapat dikategorikan sebagai persekusi, yang meskipun bila tidak terpenuhi bukan berarti kejahatan-kejahatan biasa tidak terjadi. Keseluruhan kejadian dalam persekusi harus dilihat secara gradual, mulai dari tindakan yang paling ringan hingga terpenuhinya semua unsur terjadinya kejahatan kemanusiaan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya sebuah kejahatan yang lebih besar.

3


Human Rights Working Group (HRWG)

Juli 2017

Apa yang dialami oleh korban dan tindakan apa biasanya yang digunakan dalam persekusi? Persekusi dilakukan dengan niat untuk menyerang hak-hak fundamental seseorang atau kelompok. Ketika tindakan muncul dan menimbulkan dampak pada korban, persekusi terjadi. Berdasarkan praktik, persekusi menimbulkan setidaknya tiga dampak pada korban, yaitu fisik, psikis dan ekonomi. Dampak fisik adalah setiap penderitaan yang menyerang diri pribadi seseorang, mulai dari penganiyaan, penyiksaan, penyerangan, penahanan dan pemenjaraan sewenang-wenang, pengusiran dari tempat tinggal, penghilangan paksa atau penculikan, hingga pembunuhan. Dalam kasus MRA, sebagai contoh, terlihat jelas bagaimana seorang anak yang masih berusia 15 tahun diintimidasi, ditampar, dan dipaksa untuk meminta maaf. Dampak psikis biasanya muncul karena adanya intimidasi, ancaman, bullying, atau propaganda kekerasan yang diarahkan kepada korban. Dampak psikis memang sangat subyektif, tergantung dari pribadi korban. Bisa jadi, korban yang lebih rentan, seperti anak dan perempuan, memiliki tingkat sensitifitas yang berbeda dibandingkan dengan laki-laki. Untuk itu, persekusi dapat terjadi ketika korban telah merasakan langsung dari tindakan pelaku. Hingga saat ini, sejumlah korban persekusi masih mengalami shock berat, takut dan belum mampu berhubungan dengan pihak luar selain keluarga, sebuah dampak psikologi serius dari persekusi, bahkan dampak psikis ini juga dapat menyerang anggota keluarga korban. Dampak ekonomi adalah derita yang dialami langsung oleh korban akibat dari serangan pelaku persekusi, misalnya, pemecatan dari tempat kerja, larangan untuk menduduki sebuah jabatan atau pekerjaan, serta adanya diskriminasi serius dalam bidang pekerjaan atau sumber-sumber ekonomi. Ada beberapa kasus persekusi akhirakhir ini yang korbannya dipecat dari tempat ia bekerja dan akhirnya harus kehilangan sumber ekonomi.

4

Apakah istilah persekusi terlalu berlebihan? Ada beberapa pandangan yang menyebutkan bahwa istilah persekusi terlalu berlebihan untuk menggambarkan situasi kekerasan yang terjadi akhirakhir ini. Ada pula yang menganalisa menggunaan istilah persekusi dengan penafsiran yang bersumber dari bermacam-macam rujukan. Melihat kecenderungan yang terjadi saat ini, istilah persekusi sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sejumlah kekerasan yang terjadi akhirakhir ini yang telah memunculkan korban hingga 88 orang. Bukan hanya karena tindakan-tindakan tersebut dilakukan secara sewenangwenang, namun juga karena adanya pola yang sistematis dan meluas, termasuk pula kesamaan alasan (komunalitas) untuk menyerang korban.


1 2

Human Rights Working Group (HRWG)

Juli 2017

Apakah gerakan anti persekusi menyerang umat Islam?

Apa yang harus dilakukan ketika melihat atau mengetahui terjadinya persekusi?

Gerakan anti persekusi ditujukan untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap para korban, terutama korban yang selama ini menyampaikan pendapat atau opininya di media sosial terhadap suatu masalah di Indonesia. Harus dibedakan antara amar makruf nahi munkar yang ditujukan untuk menyebarkan ajaran dan nilai-nilai Islam, karena dakwah dalam Islam tidak pernah menggunakan kekerasan, ancaman, atau intimidasi.

Persekusi terjadi tidak langsung dalam satu kejadian yang utuh, tetapi dimulai dengan proses dan bertahap, mulai dari penentuan target korban, propaganda, hingga aksi untuk melakukan tindakan-tindakan yang memberikan menderitakan kepada korban. Untuk itu, ketika menemukan tindakan-tindakan yang potensial terjadinya persekusi, maka hendaknya langsung melaporkan situasi tersebut kepada pihak yang berwajib (kepolisian) atau dapat pula meminta asistensi dari Koalisi Anti-Persekusi melalui nomor telpon: 081286938292 atau melalui email: antipersekusi@gmail.com.

Agama Islam menegaskan bahwa dakwah seharusnya dilakukan secara ramah dan baik, dengan mau’izhah hasanah. Maka dari itu, menjustifikasi kekerasan dengan dakwah justru mengingkari nilai-nilai luhur ajaran agama itu sendiri. Untuk itu, tuduhan bahwa gerakan anti persekusi justru menghalangi dakwah Islam merupakan propaganda dari para pelaku persekusi agar tetap dapat melakukan tindakan secara sewenang-wenang tanpa diatur oleh hukum yang berlaku.

Mencegah sedini mungkin terjadinya persekusi menjadi jalan masuk untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak yang lebih luas, terutama bagi korban dan orang yang ada di sekitarnya, seperti keluarga. Selain itu, penyelesaian penyelesaian masalah dengan persekusi justru tidak sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku di Indonesia, yang menyebabkan pelaku dapat dijerat hukum. Dalam hal ini, siapapun yang melihat potensi terjadinya persekusi dan melaporkannya, laporan ini tidak hanya menyelamatkan korban, namun juga pelaku berhadapan dengan hukum dan sadar dengan apa yang dilakukannya. Mencegah terjadinya persekusi merupakan bagian penting membangun masyarakat Indonesia yang damai dan toleran, taat hukum dan mengedepankan dialog dalam penyelesaian masalah yang terjadi di tengah masyarakat.

5


Lorem Ipsum Dolor

Spring 2016

HRWG adalah sebuah Koalisi NGO HAM untuk advokasi HAM internasional. Fokus advokasi HRWG adalah advokasi nasional untuk sejumlah isu, dengan memperkuat advokasi di level ASEAN dan internasional PBB. HRWG terdiri dari 42 lembaga masyarakat sipil di Indonesia yang bekerja untuk pelbagai isu HAM, mulai dari hak asasi manusia secara umum, lingkungan, anak, perempuan, masyarakat adat, buruh, kebebasan beragama, ekspresi, Aceh dan Papua, serta isu-isu HAM lainnya. HRWG merupakan bagian dari Koalisi Anti Persekusi

Sekretariat HRWG Gedung Yarnati 2nd Floor, Jl. Proklamasi No.44, Menteng, Jakarta Pusat 10320 | Telp/Fax: +62213902579 T: HRWG_Indonesia E: hrwg.indonesia@gmail.com W: www.hrwg.org


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.