Membangun Sistem Informasi Desa
1
Membangun Sistem Informasi Desa
2
Membangun Sistem Informasi Desa
MEMBANGUN SISTEM INFORMASI DESA
3
Membangun Sistem Informasi Desa
Dokumen ini, baik sebagian maupun keseluruhan, dapat digunakan, dimodifikasi, dan disebarluaskan secara bebas, melalui semua bentuk media, untuk tujuan bukan komersial (non-profit) dengan syarat tidak menghapus atau mengubah atribut penulis dan pernyataan hak cipta yang disertakan dalam dokumen ini.
4
Membangun Sistem Informasi Desa
MEMBANGUN SISTEM INFORMASI DESA
Ambar Sari Dewi Muhammad Amrun
COMBINE Resource Institution 2010
5
Membangun Sistem Informasi Desa
Membangun Sistem Informasi Desa Penulis Ambar Sari Dewi Muhammad Amrun Penyunting Yossy Suparyo Edisi 1, Juli 2010 Penerbit COMBINE Resource Institution Jl KH Ali Maksum 183 Pelemsewu Panggungharjo, Sewon, Bantul Telp/Fax.0274-411123 E-mail: redaksi@kombinasinet http://combine.or.id KATALOG DALAM TERBITAN (KDT) Dewi, Ambar Sari Membangun Sistem Informasi Desa--Dewi, Ambar Sari dan Muhammad Amrun--Yossy Suparyo (peny)--Yogyakarta, COMBINE Resource Instittion: 2010 13,5 x 20 cm; 64 halaman ISBN: 979-97983968 1. Judul
2. Pengarang
3. Subjek
6
Membangun Sistem Informasi Desa
Daftar Isi
Daftar Isi ~ 5 BAB 1 Ketika Data Tak Sekadar Kumpulan Angka ~ 7 Perencanaan Pembangunan dan Pemerintahan Elektronik ~ 9 Pengalaman Desa Balerante dan Terong~ 16 Desa Balerante ~ 17 Desa Terong ~20 Sistem Informasi Desa Terong ~21 BAB 2 Mengumpulkan Data dan Informasi yang Berserak ~ 26 Proses Penerapan SID ~ 26 Persiapan Data: Data dasar dan keluarannya ~ 30 Persiapan Sumber Daya Manusia: Tim Pendataan dan Tim Lema ~ 35 Aplikasi SID: Pengembangan dan Instalasi ~ 39 Pemanfaatan SID ~ 41 7
Membangun Sistem Informasi Desa Faktor pendukung SID ~ 42 Faktor penghambat SID ~ 46 BAB 3 Sembilan Langkah Membangun Sistem Informasi Desa Kebutuhan Dasar ~ 48 Sembilan Langkah Membangun SID ~ 52 BAB 4 Belajar Mengelola Informasi dari Desa ~ 59 SID untuk Keterbukaan Informasi Publik ~ 61 SID dan Pengentasan Kemiskinan ~63 Daftar Rujukan ~ 64
8
Membangun Sistem Informasi Desa
BAB 1 Ketika Data Tak Sekadar Kumpulan Angka Pono (52) duduk termenung. Ia tak habis pikir, mengapa keluarganya tidak menerima bantuan Raskin dari pemerintah. Padahal keluarga Pono merupakan keluarga paling miskin di desanya. Pono semakin tak mengerti, mengapa Wiryo justru mendapat bantuan. Padahal Wiryo memiliki sebuah sepeda motor dan rumahnya berdinding batu bata.
CERITA DI ATAS hanyalah sebuah ilustrasi mengenai carut-marutnya praktik pendataan dalam program jaringan pengaman sosial beras untuk warga miskin. Kesalahan dalam proses pendataan mengakibatkan warga miskin yang seharusnya mendapatkan jatah beras tersingkir, sementara warga kaya justru mendapatkannya. Akhirnya, program ini dianggap salah sasaran. Hingga saat ini persoalan kemiskinan menjadi masaah yang tak kunjung mendapat titik terang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 32,53 juta atau 14,15 prosen dari jumlah penduduk Indonesia. Data ini cenderung tidak berubah, bahkan berkemungkinan bertambah pada 2010 (BPS, 2009). 9
Membangun Sistem Informasi Desa BPS telah memperkirakan data penduduk miskin melalui pelbagai metode, namun kondisi kemiskinan yang sesungguhnya tidaklah semulus yang dibayangkan. Data dan informasi BPS tidak mampu mencerminkan tingkat keragaman dan kerumitan kemiskinan yang ada di Indonesia. Sebagai negara yang memunyai tingkat keragaman dan kerumitan yang tinggi—ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku—data dan informasi yang tunggal jelas tidak dapat mencerminkan keseluruhan wilayah. Angka-angka kemiskinan ala BPS tidak mampu menjawab kepentingan lokal, bahkan justru membingungkan penentu kebijakan pemerintah kabupaten atau kota. Sebaliknya, keragaman data yang dibuat dengan skala indikator yang berbeda juga dapat menimbulkan masalah. Ada peristiwa di Kabupaten Sumba Timur yang bisa membuktikan adanya perbedaan data antarlembaga pemerintah. Berdasarkan penelitian Edi Suharto, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur sulit menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) pada waktu itu. Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada 1999 adalah 27 prosen, sementara angka kemiskinan (keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 prosen1.
1 Suharto, Edi dkk. 2002, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Keluarga Miskin di Indonesia, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan (LSP) STKS
10
Membangun Sistem Informasi Desa Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten atau kota, maupun di tingkat komunitas. Tentu saja data dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi yang sesungguhnya. Data dan informasi di satu wilayah belum tentu sesuai dan bermanfaat bagi wilayah lainnya. Seperti apakah sistem pengelolaan data dan informasi yang mampu menunjukkan fakta kemiskinan yang sesungguhnya? Bagaimana cara menerapkan sistem tersebut? Bagaimana pengaruh penggunaan sistem pengelolaan data dan informasi tersebut bagi pihak yang terkait? Buku saku ini ditulis untuk menunjukkan sistem pengelolaan data dan informasi yang telah diterapkan di wilayah Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Provinsi DI. Yogyakarta dan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Buku saku ini merupakan secuil rekaman perjalanan kedua desa tersebut dalam mengelola sistem informasi dan data desa yang disebut sebagai Sistem Informasi Desa (SID)
Perencanaan Pembangunan dan Pemerintahan Elektronik Persoalan kesalahan data yang terjadi tentu tidak berdiri sendiri. Ada banyak faktor yang memengaruhi perbedaan data, mulai di tingkat desa, daerah, hingga pusat. Faktor tersebut di antaranya adalah adanya perbedaan va11
Membangun Sistem Informasi Desa riabel ukuran kemiskinan, keterlambatan pembaruan data kemiskinan dalam rentang waktu yang lama, hingga perbedaan cara padang tentang kemiskinan antara daerah dan pusat. Menilik hal tersebut, upaya sinergi kerjasama antarpemangku kepentingan perlu dilakukan agar persoalan carutmarut data kemiskinan dapat dikurangi. Ritonga menuliskan bahwa ukuran-ukuran kemiskinan yang dirancang di pusat belum sepenuhnya memadai dalam upaya pengentasan kemiskinan secara operasional di daerah (Kompas, 04/02/10). Sebaliknya, informasi-informasi yang dihasilkan dari pusat tersebut dapat menjadikan kebijakan salah arah karena data tersebut tidak dapat mengidentifikasikan kemiskinan sebenarnya yang terjadi di tingkat daerah yang lebih kecil. Menurutnya, di samping data kemiskinan makro yang diperlukan dalam sistem statistik nasional, pemerintah perlu memiliki data kemiskinan (mikro) yang lebih rinci di daerah. Selanjutnya, sistem statistik yang dikumpulkan secara lokal tersebut diintegrasikan dengan sistem statistik nasional sehingga keterbandingan antarwilayah, khususnya keterbandingan antarkabupaten dan provinsi tetap terjaga. Upaya untuk mensinergikan data tersebut saat ini sangat dimungkinkan dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah segenap aspek kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam pelbagai cara. Teknologi informasi 12
Membangun Sistem Informasi Desa dipakai untuk menghasilkan informasi yang bermutu, yaitu informasi yang tepat, teliti, dan tepat waktu. Informasi tersebut dapat berguna bagi keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan. Pemerintah perlu informasi strategis untuk mengambil keputusan. Dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pemerintahan umumnya dikenal dengan sebutan pemerintahan elektronik (electronic-Government atau e-govt). Bank Dunia mengartikan pemerintahan elektronik sebagai penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan pemerintahan yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan hubungan dengan warga negara, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga pemerintahan yang lain. Tujuannya agar hubungan-hubungan tata pemerintahan (governance) yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat tercipta sedemikian rupa sehingga lebih efisien, efektif, produktif, dan responsif. Intinya, pemerintahan elektronik adalah penggunaan teknologi internet yang diharapkan dapat menjadi wahana untuk mempercepat pertukaran informasi, menyediakan sarana layanan, dan kegiatan transaksi dengan warga masyarakat, pelaku bisnis, dan tentunya pihak pemerintah sendiri 2. Perkembangan Telekomunikasi, Media, dan Informatika (Telematika) sebagai inisiatif awal penerapan pemerintahan
2 Wahyudi Kumorotomo, Kegagalan Penerapan e-Government dan Kegiatan Tidak Produktif dengan Internet, diakses dari: http:// kumoro.staff.ugm.ac.id/?act=daftar&id=18&mulai=10 , Juli 2010.
13
Membangun Sistem Informasi Desa elektronik di Indonesia telah dimulai sejak awal 2005 dengan digabungkannya Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi yang sebelumnya berada di bawah Departemen Perhubungan ke dalam Departemen Komikasi dan Informasi. Selanjutnya, muncul Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang Telematika dan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government, sebagai dasar acuan bagi penyelenggaraan pemerintahan elektronik di pusat dan daerah. Meski telah mendapat dukungan dan payung hukum dari pemerintah, penerapan pemerintahan elektronik di Indonesia tetap memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan Donny B.U mengenai penerapan pemerintahan elektronik di Indonesia pada 2004, menunjukkan buruknya tata layanan pemerintahan elektronik saat itu3. Menurut Donny, ada 468 pemerintah daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten atau kota di Indonesia, tapi baru 214 Pemda yang telah memiliki situs sebagai tahap pertama pembangunan pemerintahan elektronik. Dari 214 situs tersebut, 186 buah dapat dibuka, sedangkan 28 buah sisanya tidak dapat dibuka (dalam perbaikan atau tidak diketemukan). Temuan Donny di atas menguatkan data Pemeringkatan e-Government di Indonesia (PeGI) yang dilakukan oleh Direktorat e-Government Direktorat Jenderal Aplikasi dan
3 Donny B.U. , Fakta & Kondisi e-Government di Indonesia, makalah pada Seminar Teknologi Informasi “�Solusi Permasalahan Social Engineering dalam penerapan E-Government� – Bandung (9 Maret 2004).
14
Membangun Sistem Informasi Desa Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika 20074. Berdasarkan pemeringkatan tersebut, dapat dikatakan penerapan pemerintahan elektronik di Indonesia masih tergolong kurang. Hal ini ditunjukkan melalui nilai rata-rata keseluruhan provinsi yang rendah, yaitu 2,32. Pemeringkatan ini dilakukan pada 11 situs milik pemerintah setingkat provinsi se-Indonesia. Dari hasil pemeringkatan tersebut, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi tertinggi dengan skor rata-rata 2,90. Posisi terendah ditempati oleh Provinsi Lampung dengan skor 1,89. Masih rendahnya penerapan dan kinerja pemerintahan elektronik di Indonesia tersebut, memiliki dampak yang cukup sistemik terhadap keakuratan data dan informasi. Bila kinerjanya demikian, agaknya sulit untuk mengharapkan data dan informasi dapat dikumpulkan dengan akurat. Terlebih, hingga saat ini batas penerapan pemerintahan elektronik berada pada tingkat pemerintah kota atau kabupaten. Kalaupun ada pemerintahan elektronik pada tingkat yang lebih rendah (kecamatan dan desa), umumnya hanya sebagian kecil dari seluruh aspek yang mendukung pemerintahan elektronik. Padahal data kependudukan, misalnya data Jumlah Penduduk, Kartu Keluarga, Data Penduduk Wajib KTP, Kelahiran dan Kematian, Perpindahan dan data kepen-
4
Pemeringkatan e-Government di Indonesia (PeGI), Direktorat eGovernment Direktorat Jenderal Aplikasi dan Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tahun 2007 , diakses di: http://www.aptel.depkominfo.go.id/content/view/103/27//
15
Membangun Sistem Informasi Desa dudukan lainnya disimpan secara manual dan umumnya berada di kantor desa. Kondisi di atas semakin diperparah dengan kenyataan belum semua desa di Indonesia memiliki komputer yang dapat mempermudah pekerjaan perangkat desa. Untuk mengetahui data kependudukan di tingkat desa, perangkat desa umumnya melakukan penghitungan secara manual. Data penduduk yang tercantum dalam kartu keluarga, dijumlah atau ditulis ulang ke dalam sebuah buku induk desa. Dapat dibayangkan kerja keras yang dilakukan oleh perangkat tersebut untuk mendata seluruh penduduk desanya. Kondisi-kondisi dan masalah-masalah yang telah diuraikan di atas mendorong COMBINE Resource Institution (CRI), perangkat Pemerintah Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul dan Perangkat Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Jawa Tengah untuk membangun sebuah sistem pengelolaan data dan informasi desa. Sistem tersebut kemudian diberi nama Sistem Informasi Desa (SID). Hingga buku ini disusun belum ada pengertian yang baku mengenai SID. Berdasarkan hasil diskusi kelompok terarah mengenai SID, Sistem Informasi Desa adalah sistem pemetaan potensi desa (kependudukan, sumber daya desa, transparansi seperti keuangan desa) yang akan dikemas dalam sebuah aplikasi perangkat lunak5. Sedangkan SID menurut pemahaman perangkat desa merupakan sebuah media
5
Hasil Diskusi Kelompok Terarah di CRI
16
Membangun Sistem Informasi Desa atau sistem informasi yang memberikan informasi kepada masyarakat 6. Lebih tepatnya, SID merupakan : “ ... segala sesuatu yang berkaitan dengan desa, tidak hanya data kependudukan, tanah, pendidikan, dan lainya. Namun, SID ini merupakan data dari seluruh yang ada di desa, mulai dari kegiatan, laporan-laporan, dan masih banyak lagi...�7.
Bentuk nyata dari Sistem Informasi Desa (SID) adalah rangkaian dari sejumlah perangkat teknologi informasi dan aplikasi perangkat lunak yang dioperasikan oleh perangkat desa. Sistem ini yang dibangun sejak 2009 ini digunakan untuk mendukung percepatan peningkatan mutu kerja pelayanan publik oleh perangkat desa kepada masyarakat desa setempat. Masyarakat desa dapat pula mengakses data dan informasi publik melalui beragam perangkat teknologi informasi, baik di wilayah desa setempat maupun di luar wilayah desa. Pemanfaatan sistem ini akan memperkuat dasardasar perencanaan dan pengambilan keputusan dalam proses pembangun desa. Strategi pengembangan dan pemanfaatan SID ini menjadikan desa siap menjadi desa yang maju, terbuka, dan tanggung gugat. Pengembangan aplikasi SID dilakukan oleh Tim ICT (Information and Communication Technology) di CRI. CRI adalah sebuah lembaga yang mendukung penguatan ko-
6
Sugiyanto, Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Bantul. 7 Nuryanto, Kepala Tata Usaha Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Bantul.
17
Membangun Sistem Informasi Desa munitas akar rumput melalui jaringan informasi 8. Menurut pandangan CRI, desa adalah unit terdekat dengan komunitas akar rumput. Dengan demikian, “..desa memiliki posisi yang strategis untuk menguatkan masyarakat. Kenyataannya, selama ini desa diposisikan menjadi objek pendataan. Banyak pihak dari luar yang melakukan pendataan dengan cara, metode, dan sesuai dengan kepentingan masing-masing. Akibatnya, data memiliki banyak versi dan terpisah-pisah.... 9
Perangkat dari kenyataan tersebut, CRI kemudian bersedia membantu pemerintah desa dalam menyatukan data dan informasi. Lisensi SID dikembangkan dalam platform sistem perangkat lunak bebas dan terbuka (free and open source software). SID ini merupakan sistem aplikasi yang berbasis web dan telah dikembangkan sejak 2005, namun sistem ini baru diterapkan secara nyata untuk membantu kinerja desa pada 2009.
Pengalaman Desa Terong dan Balerante Aplikasi SID telah diterapkan di dua desa, yaitu Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul dan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Khusus untuk Kecamatan Kemalang, Sebenarnya terdapat 9 desa di Kecamatan Kemalang yang telah mendapatkan dan mene-
8
Profil lengkap CRI dapat dilihat melalui http://combine.or.id. Hasil wawancara dengan Akhmad Nasir, Direktur CRI, 7 Juli 2010.
9
18
Membangun Sistem Informasi Desa rapkan SID ini, yaitu Desa Balerante, Desa Kendalsari, Desa Panggang, Desa Sidorejo, Desa Tangkil, Desa Talun, Desa Tegalmulyo, dan Desa Tlogowatu. Pada penulisan buku, Desa Balerante dipilih karena menurut penulis, pengembangan SID di Kecamatan Kemalang berawal dari sini10. Oleh karena Desa Terong dan Balerante memiliki karakteristiknya sendiri, maka penerapan SID di dua lokasi tersebut memiliki kisah dan suka dukanya masing-masing. Kisah kedua lokasi tersebut akan dibahas pada bab berikutnya. Pada bagian ini akan memaparkan profil masing-masing desa untuk memberikan gambaran kondisi desa tersebut.
Desa Balerante Gunung Merapi merupakan gunung berapi yang paling aktif di Indonesia. Sejak 1958, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letak gunung ini cukup unik, karena lerengnya melingkupi tiga kabupaten di Jawa Tengah (Klaten, Boyolali, Magelang) dan satu Kabupaten di Yogyakarta (Sleman). Salah satu desa yang berada di lereng gunung ini adalah Desa Balerante. Secara administratif, Balerante adalah desa yang terletak di Kecamatan Kemalang, Kabupaten, Jawa Tengah. Desa ini terletak pada ketinggian 900-1.050 di atas permukaan laut (dpl). Luas wilayah Balerante 831.1230 Ha dan berbatasan:
10 Wawancara dengan Jainu, Kepala Urusan Pembangunan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang.
19
Membangun Sistem Informasi Desa Utara : Taman Nasional Gunung Merapi (Gunung Merapi) Selatan : Desa Panggang (Kecamatan Kemalang) Timur : Desa Sidorejo (Kecamatan Kemalang) Barat : Desa Glagaharjo (Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY) Wilayah paling utara Desa Balerante, yaitu Dusun Sambungrejo, berada di 4 km dari Puncak Gunung Merapi. Sebagai gunung berapi yang paling aktif, Merapi membawa berkah bagi mereka yang berada di sekitarnya. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir. Setiap kali terjadi erupsi, Merapi memuntahkan ribuan kubik pasir. Pasir tersebut kemudian ditambang untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Desa Balerante dengan jumlah penduduk1.672 jiwa, merupakan desa yang mendapatkan berkah tersebut. Kurang lebih 60 prosen dari jumlah penduduknya memilik mata pencarian sebagai penambang pasir tradisional. Disebut tradisional, karena penduduk mengambil pasir dengan alatalat dan cara yang sederhana, misalnya pacul, keranjang, dan lain sebagainya. Istilah ini dipakai untuk membedakan penambang pasir yang menggunakan alat-alat berat seperti backhoe dan truk untuk mengangkut pasir tersebut. Penambangan tradisional dilakukan di aliran Sungai Woro, yaitu daerah aliran lahar muntahan gunung Merapi. Sayangnya, berkah tersebut pada saat yang bersamaan menjadi musibah bagi pengembangan sumber daya manusia di Desa Balerante. Dari sektor pendidikan, sebagian besar 20
Membangun Sistem Informasi Desa penduduk desa adalah lulusan SD. Selepas SD, umumnya warga desa enggan untuk meneruskan sekolah. Selain karena faktor biaya, mereka cenderung untuk ‘segera terjun ke sungai’ untuk menambang pasir. Bagi penduduk desa ini, memperoleh penghasilan Rp 50.000,00 sehari lebih baik dibanding menghabiskan waktu berjam-jam di sekolah. Menurut Jainu, upaya untuk ‘mengalihkan’ perhatian masyarakat, khususnya kaum muda dari pertambangan pasir ke sektor lain, telah dilakukan oleh sejumlah organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lebih jauh Jainu mengatakan: “Upaya untuk menangani penambangan pasir, LSM dan pemerintah, kemarin ada di wilayah atas itu dari taman nasional memberikan fasilitas pelatihan penanaman jamur kuping, dan bantuan bibit untuk di pelihara masyarakat. Itu juga cuma sekali, setelah itu mereka tidak ingin mengembangkan lagi, jadi tidak ada tindak lanjut lagi atau keinginan untuk mengembangkan.” 11
Sebagai desa yang memiliki potensi bencana yang cukup tinggi (bencana gunung meletus) Desa Balerante sangat memerlukan adanya data yang akurat dan terintegrasi. Data yang akurat dan terintegrasi akan sangat membantu ketika terjadi bencana. Misalnya, untuk mengetahui jumlah korban, penyaluran bantuan, dan lain sebagainya. Pengalaman pada saat terjadi erupsi Merapi 2006, telah membuktikan hal ini. Saat itu, Pemerintah Desa Balerante
11
Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010.
21
Membangun Sistem Informasi Desa mengalami kesulitan dalam memberikan data yang sahih kepada Dinas Kesbanglingmas Kabupaten Klaten. Padahal sebagai lembaga yang memiliki tanggung jawab untuk menyalurkan bantuan, Kesbanglingmas memerlukan data yang tepat dan teliti. Akibatnya, bantuan untuk Desa Balerante tidak tersalurkan dengan maksimal. Oleh karena itulah, menurut Jainu, keberadaan SID menjadi sangat penting.
Desa Terong Desa Terong secara administratif merupakan satu dari enam desa yang berada di wilayah Kecamatan Dlingo, Bantul. Desa ini berada di kawasan perbukitan dengan ketinggian antara 325–350 meter dari permukaan laut. Desa yang terletak sejauh 25 km dari ibukota Kabupaten Bantul ini memiliki luas wilayah 775, 8615 Ha dan berbatasan dengan: Sebelah utara: Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul Sebelah timur laut: Desa Semoyo, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul Sebelah timur: Desa Jatimulyo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Sebelah selatan: Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Sebelah barat: Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul Wilayah Desa Terong ini terbagi dalam sembilan pedukuhan yang terbagi lagi dalam satuan wilayah yang lebih kecil, yaitu Rukun Tetangga (RT). Tidak ada pembagian wila22
Membangun Sistem Informasi Desa yah dalam tingkat Rukun Warga (RW) di Desa Terong. Terdapat sejumlah 40 RT di wilayah Desa Terong. Walaupun berada di wilayah pelosok perbukitan, tetapi akses dari desa menuju pusat pemerintahan di kecamatan, kabupaten, dan provinsi tidak terkendala. Kondisi jalan aspalnya baik. Berdasarkan data desa pada Februari 2010, jumlah penduduk Desa Terong sebanyak 6.484 orang. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 1.605 KK. Jumlah penduduk Desa Terong usia produktif pada 2009 adalah 4.746 orang.
Sistem Informasi Desa Terong SID dibangun pada sistem komputerisasi dan berbasis internet. Berbeda dengan Desa Balerante, Desa Terong telah memiliki media komunitas sendiri, yaitu Radio Komunitas Menara Siar Pedesaan. Keberadaan radio komunitas ini sangat penting dalam memuluskan pengembangan SID di Desa Terong. Peran rakom di sini secara aktif menyampaikan ada pendataan, promosi SID, dan menyampaikan informasi yang ada dalam SID..12
Dalam pemanfaatannya, SID tersebut didukung dengan penggunaan beragam media lain dalam sebuah kerangka perkawinan media. Strategi konvergensi media ini diterapkan untuk memudahkan warga mengakses data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan media yang dikuasai-
12
Wawancara dengan Nuryanto, 7 Juli 2010.
23
Membangun Sistem Informasi Desa nya. Ragam media yang dibangun dan membentuk SID Terong ini meliputi: - Portal Desa Terong - Radio Komunitas Menara Siar Pedesaan (MSP FM) - Buletin Warta Terong - Poster dan Papan Informasi - Layar Sentuh (Touchscreen) Keterangan profil sistem setiap media yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Portal Desa Terong Portal ini beralamat di http://terong-bantul.web.id aktif sejak Maret 2010. Media ini menjadi alat penyampai informasi mengenai Desa Terong kepada khalayak luas di seluruh dunia. Seluruh data dan informasi tentang Desa Terong terkumpulkan dan tersimpan di sistem ini yang bisa diakses dengan beragam media lain pula. Informasi berupa berita, baik berita tertulis (teks), suara, foto, dan gambar bergerak, serta laporan tersimpan dalam halaman dinamis portal ini. Informasi berupa profil wilayah desa dan profil lembaga desa tersimpan dalam halaman statis portal ini. Fitur SMS Gateway di nomor 0812 1551 4000 yang terpasang di server jaringan dapat menampilkan pesan SMS dari warga ke halaman muka portal ini. Pengirim pesan dapat mengirimkan pesan ke nomor di atas dengan format isi pesan DESA <spasi> isi pesan. Pesan dapat langsung tampil di beranda portal tanpa disunting dan tersampaikan 24
Membangun Sistem Informasi Desa secara otomatis ke telepon selular perangkat desa. 2. Radio Komunitas Menara Siar Pedesaan (MSP FM) Radio siaran komunitas yang mengudara di frekuensi 87.1 MHz dan 107.7 Mhz ini telah dikenal luas oleh masyarakat Desa Terong. Letak studionya yang berada di lingkungan Kantor Desa Terong menjadikannya mudah mengakses beragam informasi yang berasal dari pemerintah desa. Komputer di studio siaran radio ini terhubungkan ke jaringan komputer dan internet. Dengan fasilitas SMS Gateway, pesan dari dan ke layanan pesan singkat (SMS) dapat dikelola oleh radio untuk disiarkan ke publik. Radio ini dapat melayani fungsi berikut: Menyiarkan isi berita yang dibuat melalui proses liputan. Berita yang disiarkan dapat diambil dari berita yang terunggah di portal Desa Terong. Sebaliknya, berita yang disiarkan di radio dapat diunggah ke portal Desa Terong. Radio dapat memutar isi suara yang terkait dengan tata kelola pemerintah Desa Terong yang diminta oleh masyarakat melalui SMS. Pendengar radio dapat mengirimkan pesan melalui telepon selular ke nomor 0812 1551 4000 dengan format pesan RADIO <spasi> isi pesan. Pengelola radio komunitas MSP FM dapat memutarkan berita dan panduan dalam bentuk suara yang telah dibuat untuk disiarkan ke publik sesuai dengan permintaan pendengar.
25
Membangun Sistem Informasi Desa 3.
Buletin Warta Terong Buletin cetak ini digagaskan dalam sesi pelatihan Pengelolaan Media Komunitas di Desa Terong pada akhir Maret 2010. Buletin cetak dalam format 4 halaman ukuran A5 (14 x 21 cm) ini bernama Warta Terong. Buletin Warta Terong terbit setiap dua minggu sekali dan diedarkan ke kelompok masyarakat di seluruh wilayah Desa Terong. Versi dijital buletin cetak ini termuat di portal Desa Terong yang dapat diunduh langsung. 4.
Poster dan Papan Informasi Media penyampai pesan yang lazim digunakan di lapangan juga dimanfaatkan, yakni poster dan papan informasi. Ada beberapa jenis media cetak yang dibuat sebagai poster, spanduk, dan media cetak lain yang akan ditempelkan di papan-papan informasi di beberapa titik ruang publik di wilayah Desa Terong. Media tersebut meliputi: 1. Poster panduan mengurus berkas administrasi di tingkat desa. Berkas poster ini juga tertampilkan di portal Desa Terong. 2. Spanduk (banner) sosialisasi nomor SMS 0812 1551 4000. Format yang disosialisasikan meliputi: DESA <spasi> isi pesan: Format ini untuk pesan yang terkait dengan usul, laporan, dan informasi warga mengenai situasi desa kepada perangkat desa. RADIO <spasi> isi pesan: Format ini untuk pesan yang akan diteruskan ke studio radio komunitas MSP FM untuk disiarkan ke publik. 26
Membangun Sistem Informasi Desa 5.
Layar Sentuh Satu unit komputer dengan monitor layar sentuh (touchscreen) telah terpasang di ruang tunggu kantor Desa Terong. Dengan perangkat ini, masyarakat Desa Terong dapat mengakses beragam informasi tentang Desa Terong secara langsung tanpa harus memiliki komputer dan jaringan internet sendiri. Isi data dan informasi dalam perangkat ini meliputi: a) Profil Desa Terong b) Profil Perangkat Desa Terong c) Profil Lembaga Kemasyarakatan Desa Terong d) Berkas Laporan Desa Terong e) Berkas Panduan untuk urusan administrasi di Desa Terong f) Tampilan pesan SMS dari warga (melalui layanan SMS Gateway).
27
Membangun Sistem Informasi Desa
BAB 2 Mengumpulkan Data dan Informasi yang Berserak
Proses Penerapan SID Sistem Informasi Desa (SID) yang telah diterapkan di Desa Terong dan Desa Balerante, berawal dari kegelisahan para perangkat desa tersebut terkait dengan tugas-tugas mereka. Sebagai bagian dari perangkat pemerintahan, pemerintah desa sering kali mendapat permintaan data kependudukan dari perangkat pemerintah yang berada di atas desa seperti kecamatan atau kabupaten atau provinsi atau unit teknis lainnya. Persoalannya, permintaan tersebut datang tiba-tiba dan harus dipenuhi saat itu juga. Bagi perangkat desa, hal ini sangat memberatkan karena mereka mengalami kesulitan menghitung jumlah penduduk kemudian mengelompokkannya berdasar umur. Data kependudukan yang mereka miliki adalah data di simpan di buku data kependudukan desa yang cukup tebal. Menjumlah data tersebut sudah cukup menyusahkan, apalagi jika diminta untuk mengelompokkan berdasar kategori tertentu. Sebagaimana disampaikan oleh Jainu, Kepala Urus28
Membangun Sistem Informasi Desa an Pemerintahan Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten: â&#x20AC;&#x153;...setiap bulan pemerintahan di atas desa meminta data penduduk dengan segera dan harus sahih. Kami sulit untuk mewujudkan permintaan tersebut. Karena dia (pemerintahan di atas desa-pen) datang ke kantor minta data sekarang juga. (permintaan) Itu butuh waktu seminggu juga belum tentu selesai. Kemudian dia (pemerintahan di atas desa-pen) minta data berdasar kelompok umur, (permintaan) itu tambah tidak bisa (kami penuhi), pusing itu... â&#x20AC;&#x153;13
Apa yang disampaikan oleh Jainu tersebut diamini oleh Nuryanto, Teknisi SID Desa Terong. Bahkan agar dapat memenuhi permintaan tersebut, pemerintah desa (khususnya Desa Terong) melakukan sistem indeks, yaitu: â&#x20AC;&#x153;ngitung lanange piro, wedhoke piro [....] Kadang rentang umur yang diminta itu tidak sesuai dengan data tertulis. Jadi kita harus ngolak-alik (mengutak-utik).. kira-kira umur sekian berapa, umur sekian berapa, sesuai permintaan tadi [...] Karena masing-masing instansi itu nek golek data itu berbeda-beda (data yang diminta berbeda). Rentang umurnya, ada yang (meminta) rentang 3 tahun ada yang rentang 5 tahun...â&#x20AC;?14
Data yang dihasilkan melalui sistem indeks ini tentu saja tidak akurat karena masih bersifat perkiraan. Untuk mengatasi hal tersebut, para perangkat desa tersebut mulai menggagas sebuah sistem yang berfungsi untuk memudahkan
13 14
Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010. Wawancara dengan Nuryanto, 7 Juli 2010.
29
Membangun Sistem Informasi Desa kinerja mereka. Gagasan itu memang tidak muncul begitu saja. Gagasan untuk membuat sistem ini berangkat dari inspirasi yang berbeda. Pengalaman dan pengamatan atas jenis sistem informasi serupa yang telah diterapkan di bidang lain, mendorong timbulnya gagasan tersebut. Dari pihak CRI sebagai lembaga pendamping, gagasan itu muncul setelah Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi dari COMBINE Resource Institution melihat belum semua perangkat desa memunyai kemampuan dalam mengoperasikan komputer, bahkan sekadar untuk mengetik. Tim CRI kemudian memberikan pelatihan penggunaan komputer kepada mereka pada Desember 2008 untuk perangkat pemerintah di 9 desa di kecamatan Kemalang. Dari hasil pelatihan tersebut, muncullah gagasan untuk mengembangkan sebuah sistem informasi data. Namun, gagasan tersebut tidak dapat direalisasikan dengan segera karena pelbagai persoalan. Dari pihak perangkat desa, Jainu menyatakan bahwa inspirasi mengenai sistem informasi data tersebut datang setelah ia mengamati sistem serupa di rumah sakit. Katanya: â&#x20AC;&#x153;...saya terinspirasi dari rumah sakit, yang selalu bisa memberi jawaban ketika kita mau menjenguk orang sakit. Seorang petugas langsung bisa memberitahu (di mana) kamar orang yang sakit yang mau kita jenguk. Mengapa di rumah sakit yang besar itu bisa, (sedangkan) di desa yang jumlah penduduknya sedikit, kok ga bisa...â&#x20AC;?15
15 Wawancara dengan Jainu, 8 Juli 2010. Cetak tebal dan katakata dalam kurung adalah tambahan penulis.
30
Membangun Sistem Informasi Desa Jainu kemudian mencoba membuat sendiri sistem informasi tersebut. Namun apa yang ia lakukan belum maksimal dan memberikan hasil memuaskan. Apa yang terjadi di Balerante, berbeda dengan di Desa Terong. Sebuah tim KKN dari sebuah universitas di Yogyakarta, telah membantu desa tersebut mengembangkan sistem informasi data ini. Namun, sistem yang dikembang oleh tim KKN ini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena adanya perbedaan aplikasi16. Selain itu, durasi KKN yang terbatas, ternyata meninggalkan pekerjaan rumah bagi perangkat desa. Sistem yang sudah dibuat, belum bisa diterapkan karena perangkat desa belum dilatih bagaimana menggunakan sistem tersebut. Akibatnya, sistem tersebut mangkrak. Meski menghadapi pelbagai kendala, gagasan tentang sebuah sistem informasi data tersebut tidaklah mati. Pihak CRI memandang bahwa pangkalan data yang akurat dan mudah serta cepat untuk diakses merupakan modal besar bagi lembaga pemerintah sebagai dasar pengambilan keputusan. Pemerintah Desa Terong dan Balerante pun berkeyakinan untuk dapat menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan tanggung gugat, diperlukan penyediaan data yang baik17. Oleh karena itu,
16 Menurut Nuryanto, program atau aplikasi yang dibuat oleh mahasiswa KKN dibuat di spreadsheet milik Windows, ada juga yang dibuat dengan menggunakan Microsoft Acess. Perbedaan ini cukup membingungkan perangkat desa. Wawancara , 7 Juli 2010. 17 Wawancara dengan Sudirman Alfian, Kepala Desa Terong (7 Juli 2010) dan Jainu, Kaur Pemerintahan Desa Balerante (8 Juli 2010).
31
Membangun Sistem Informasi Desa ketiga pihak tersebut kemudian bertemu untuk berdiskusi dan merumuskan bagaimana sistem informasi data yang baik, murah dan mudah digunakan. Maka pada September 2009 dilakukan pertemuan dengan agenda utama bagaimana merapikan data desa sehingga bisa digunakan untuk pelbagai keperluan. Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan sebuah agenda bersama yaitu membangun sistem informasi desa atau SID. Dalam pertemuan tersebut, dicapai kesepakatan tugas antara kedua belah pihak yaitu pihak pemerintah desa menyiapkan data desa termasuk sumber daya manusia yang akan bekerja dalam proses ini. Sementara, CRI mulai analisis kebutuhan untuk membangun sistem tersebut 18. Secara umum, terdapat 4 tahap penerapan SID di Desa Balerante dan Desa Terong yang berjalan secara paralel di tiap tahap. Paralelitas tiap tahap ini dimungkinkan karena setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, bekerja keras menyelesaikan tugasnya masing. Adapun 4 tahap penerapan SID ini adalah Persiapan data, Persiapan Sumber Daya Manusia, Instalasi aplikasi SID, Pemanfaatan SID. Bagian ini akan memaparkan bagaimana proses dari masing-masing tahap berjalan di Desa Terong dan Balerante.
Persiapan Data: Data dasar dan keluarannya Sistem informasi secanggih apapun, tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung oleh ketersediaan data yang
18
Wawancara dengan Mart Widarto, Staf CRI, 6 Juli 2010.
32
Membangun Sistem Informasi Desa selalu up date. Berangkat dari keyakinan ini, Tim CRI dan pemerintah ke dua desa sangat bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan dan menyediakan data. Sumber data dalam SID ini berasal dari tiga hal, yaitu data kependudukan yang berasal dari Kartu Keluarga, data profil desa yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri dan data sumber daya komunitas yang dikembangkan sendiri oleh tim CRI dan pemerintah desa. Dari ketiga sumber data tersebut, data dari Kartu Keluarga adalah sumber data utama yang menjadi pijakan bagi tim pengembang aplikasi SID untuk membangun sistem ini. Data yang telah dikumpulkan kemudian digunakan oleh tim ICT CRI untuk mengembangkan aplikasi SID. Sebagaimana telah disinggung diawal, SID dikembangkan dengan berbasis pada teknologi web. Tujuannya agar data dapat diakses oleh siapapun dari luar desa (jika desa memiliki jaringan internet) atau oleh seluruh perangkat desa melalui Local Area Network/LAN (jika desa tidak memiliki jaringan internet). Selain itu, sistem yang berbasis web memungkinkan kerja sama secara serentak atau kolaboratif. Dengan demikian, data yang tersimpan data segera diperbarui sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Keluaran dari SID yang telah berjalan cukup bagus adalah Portal Desa Terong (www.terong-bantul.web.id). Portal desa ini terhubungkan dengan mesin pangkalan data Sistem Informasi Desa Terong yang menyimpan pangkalan data, yakni:
33
Membangun Sistem Informasi Desa a.
Pangkalan data kependudukan desa Pangkalan data ini menyimpan data dasar keluarga yang mencakup data kependudukan berdasarkan data Kartu Keluarga (KK) dan data individu per Nomor Induk Kependudukan (NIK). Data di dalamnya dapat diolah secara statistik, sehingga menghasilkan beberapa tabel data, seperti: jumlah total penduduk jumlah total kepala keluarga jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan jumlah penduduk berdasarkan status perkawinan jumlah penduduk berdasarkan agama jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk berdasarkan golongan darah. Berdasarkan data yang ada, sistem ini dapat melakukan proses pembuatan berkas atau surat-surat kependudukan. Berkas yang dapat dicetak secara langsung dari aplikasi ini dapat digunakan baik sebagai berkas resmi untuk proses administrasi maupun sebagai arsip desa. Berkas kependudukan yang dapat dicetak secara langsung dari aplikasi SID meliputi: Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) Surat Keterangan Penduduk Surat Pernyataan Keterangan Tidak Mampu Berkas kependudukan yang bisa dibuat format suratnya, tapi hanya diarsipkan dalam sistem (tidak dicetak), 34
Membangun Sistem Informasi Desa meliputi: Surat Keterangan Tentang Orangtua Surat Keterangan Nikah Surat Keterangan Asal Usul Surat Pengantar Pengurusan KTP Surat Pengantar Pembuatan Kartu Keluarga Surat Kematian Surat Kelahiran b.
Pangkalan data keuangan desa Catatan bukti kegiatan administrasi dan transaksi keuangan di tingkat desa terekam pula dalam sistem ini. Kegiatan urusan keuangan desa yang bersifat harian, bulanan, dan tahunan dapat disimpan dan dipanggil kembali datanya dalam format standar yang telah diatur oleh pemerintah kabupaten. Aplikasi SID ini dapat mencetak secara langsung laporan kas buku kecil sebagai bukti transaksi keuangan desa. c.
Pangkalan data sumber daya desa Sumber daya desa yang melimpah di Desa Terong meliputi bentuknya yang teraga (tangible) maupun yang tak teraga (intangible). Secara bertahap, data potensi sumber daya itu akan dikumpulkan dalam pangkalan data ini. Setiap data yang dikumpulkan didasarkan pada pangkalan data kependudukan pada tingkat Kepala Keluarga (KK). Pada tahap ini, mesin pangkalan data SID dapat menyimpan dan mengolah data sumber daya berikut ini:
35
Membangun Sistem Informasi Desa -
-
-
-
Sumber daya komunikasi dan informasi keluarga desa (kepemilikan telepon, akses internet, kepemilikan TV, kepemilikan radio, dan lain-lain) Sumber daya ekonomi keluarga desa (jenis usaha keluarga, keahlian atau keterampilan, jumlah modal, sumber modal, pasar) Sumber daya penanggulangan bencana keluarga desa (kelompok rentan, keahlian, kepemilikan alat transportasi, dan lain-lain) Sumber daya jaminan sosial keluarga desa (penerima raskin, penerima gas, penerima Jamkesmas, penerima BLT, terdaftar DPT)
Dari ketiga data yang ditampilkan di webste desa tersebut, pangkalan data sumberdaya desa merupakan ide asli yang berasal dari kebutuhan desa dan CRI. Data yang telah dikumpulkan tersebut merupakan upaya desa dan CRI untuk mengetahui potensi desa. Jika terjadi bencana misalnya, data mengenai kepemilikan alat trasnportasi, akan sangat bermanfaat untuk membantu evakuasi korban. Data mengenai sumber daya informasi dan komunikasi akan membantu untuk merumuskan media apa yang paling tepat untuk menyampaikan informasi bagi warga setempat. Namun, karena ide ini adalah ide yang orisinil, tim CRI dan desa merasa belum yakin apakah pertanyaan yang diajukan dalam lembar isian ini cukup mudah untuk dipahami oleh warga desa. Untuk itu, sebelum lembar isian tersebut diisi oleh warga, tim CRI melakukan ujicoba lembar isian pendataan sumber daya komunitas. Dari hasil ujicoba, ter36
Membangun Sistem Informasi Desa bukti ada beberapa pertanyaan yang cukup membingungkan pengisi lembar isian. Untuk itu tim CRI segera merubah pertanyaan tersebut sehingga warga desa mampu menjawabnya.
Persiapan Sumber Daya Manusia: Tim Pendataan dan Tim Lema Sementara tim CRI menyiapkan alat-alat pendataan (angket atau lembar isian pendataan), desa menyiapkan SDM yang akan mencari data tersebut. Desa Terong dan Desa Balerante memunyai kisah penyiapan SDM yang berbeda. Di Balerante, perangkat desa yang terkait dengan SID, langsung menghubungi ketua-ketua RT dan meminta mereka untuk mengumpulkan salinan Kartu Keluarga milik warganya. Setelah salinan tersebut dikumpulkan, barulah perangkat desa yang berwenang, mengisi data yang sudah diinstall di komputer19. Di Desa Terong, prosesnya berjalan cukup panjang. Sebelum melakukan pendataan, pemerintah desa berinisiatif untuk mengumpulkan seluruh stakeholder (warga, Badan Permusyawaratan Desa, Karang Taruna, Radio komunitas) yang ada di desa tersebut dan melakukan rembug warga. Rembug warga tersebut menghasilkan kesepakatan sebagai berikut20 :
19 20
Wawancara dengan Jainu dan Lisno Wawancara dengan Sudirman Alfian,
37
Membangun Sistem Informasi Desa 1.
2.
3.
Sistem Informasi Desa merupakan proyek yang resmi dan legal. Pihak BPD dan Pemerintah desa akan membuat payung hukum berupa peraturan desa. Perlu dibentuk satuan tugas (satgas) yang bertugas untuk mengoperasionalkan SID, mulai dari pendataan hingga operasional sehari-hari. Satgas ini terdiri dari perangkat pemerintah desa, Kepala Dukuh, Ketua RT, Karang Taruna dan pegiat radio komunitas. Sebagian dari Alokasi Dana Desa (ADD) digunakan untuk memperlancar penerapan SID. Dana ini digunakan untuk menunjang operasional selama persiapan hingga SID siap digunakan. BPD dan pemerintah desa merancang peraturan desa yang terkait dengan penggunaan dana ADD tersebut.
Terkait dengan tim pendataan, diputuskan bahwa tim pencari data (tim pendataan) adalah para ketua RT. Mereka dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka telah mengenal warganya dengan baik dan mengetahui kondisi riil di lapangan. Agar data yang dikumpulkan oleh para ketua RT tersebut valid dan akurat, para ketua RT mendapat pelatihan pendataan. Pelatihan dilakukan oleh Tim CRI kepada perangkat desa di Balai Desa Terong. Para perangkat desa teserbut kemudian melatih tim pendataan. Dalam pelatihan tersebut, para ketua RT diajari bagaimana mengisi angket atau lembar isian pendataan. Para ketua RT juga mendapatkan penjelasan tambahan mengenai item-item pertanyaan dalam angket tersebut. Harapannya, ketika para 38
Membangun Sistem Informasi Desa ketua RT berhadapan dengan warganya, mereka mampu memberikan penjelasan. Para ketua RT yang telah mendapat pelatihan kemudian diminta untuk menemui semua kepala keluarga (kk) di wilayahnya, satu persatu. Ketua RT akan menjelaskan apa dan bagaimana mengisi lembar isian pendataan. Lembar isian yang sudah dibawa kemudian diserahkan kepada kk untuk diisi. Ketua RT lalu membuat janji dengan warga, kapan lembar isian akan diambil. Pada waktu yang telah ditentukan, ketua RT mengambil lembar isian yang sudah diisi warga untuk kemudian langsung disampaikan kepada tim lema data di tingkat desa. Proses pendataan ini memerlukan waktu kurang lebih 2 minggu. Sementara para ketua RT menjalankan tugasnya dalam mengumpulkan data, satgas SID Desa Terong mulai melakukan perekrutan tin lema data. Tim ini bertugas untuk memasukkan data yang sudah dikumpulkan oleh ketua RT ke dalam mesin pangkalan data SID. Sebelum menjalankan tugasnya, tim lema data mendapatkan pelatihan. Adapun pesertanya terdiri dari karang taruna dan relawan dari jaringan SIAR. Dalam pelatihan ini, tim lema data mendapatkan materi mengenai bagaimana memasukkan data yang dikumpulkan oleh RT ke dalam sistem, misalnya poin-poin apa yang dimasukkan (data dasar sesuai KK, data sumber daya komunitas), bagaimana membaca kode-kode dalam lembar isian dan memasukkannya ke dalam mesin pangkalan data dan lain-lain. Usai mendapatkan pelatihan, para petugas tim lema data pun mulai bekerja. Data yang telah terisi dan terkumpul langsung di lema. Proses lema 39
Membangun Sistem Informasi Desa data dilakukan oleh 6 orang anggota Karang Taruna Desa Terong dan 4 orang relawan anggota SIAR. Untuk memperlancar dan mempercepat proses, CRI meminjamkan 10 buah komputer yang tersambung secara N computing21. Banyaknya data yang harus dilemakan, menyebabkan tim ini harus bekerja keras siang dan malam. Data dari 1605 Kepala Keluarga yang telah mendapatkan lembar isian pendataan harus segera di lema ke dalam mesin. Namun proses lemadata tidak semulus yang dibayangkan. Pelbagai kendala muncul selama proses ini berlangsung. Data yang kurang lengkap adalah kendala terbesar yang dihadapi oleh tim ini. Jika tim menemukan data yang kurang lengkap, lembar isian tersebut segera dikembalikan kepada tim pendataan agar dapat segera dilengkapi. Hal-hal sepele seperti nomor KK atau nomor handphone yang dimiliki oleh anggota keluarga, sering kali berakibat fatal karena sistem tidak mau melanjutkan proses lema. Banyaknya data yang harus dilemakan pada saat bersamaan juga memunculkan masalah teknis. Sistem N-computing memang sangat efesien dalam menekan biaya dan listrik. Akan tetapi, ketika ribuan data harus dimasukkan dalam waktu bersamaan, komputer mengalami masalah (hang atau ngadat). Ibarat ribuan orang yang hendak menuju tujuan yang sama, pada saat bersamaan, melewati jalan yang sama, tentu saja akan menimbulkan kemacetan luar biasa. Komputer yang hang menimbulkan problem
21
satu CPU terhubung dengan beberapa monitor
40
Membangun Sistem Informasi Desa serius bagi tim lema. Sering terjadi, komputer yang hang menyebabkan semua data yang sudah dimasukkan, terpaksa tidak tersimpan. Akibatnya, tim lema harus mengulangi proses lema dari awal. Selain itu apabila monitor seorang petugas lema mengalami masalah sehingga harus di restart, maka 9 monitor yang lain harus ikut restart.
Aplikasi SID: Pengembangan dan Instalasi Proses pengembangan dan instalasi aplikasi SID oleh tim CRI, merupakan sebuah proses yang sangat panjang. Pada 2009 tim CRI mulai mengembangkan versi awal SID ini. Banyaknya modul aplikasi yang akan dikembangkan, membuat CRI memutuskan untuk menyewa programer. Tugas programer ini adalah membuat modul aplikasi keuangan22. Pada akhir 2009 versi awal aplikasi ini sudah selesai dikembangkan dan siap diujicobakan. Untuk itu, CRI mulai mengujicoba kehandalan aplikasi ini secara internal. Setelah dirasa cukup, tim CRI mulai melakukan ujicoba pemasangan aplikasi sistem pangkalan data kependudukan desa di Desa Balerante, Desa Panggang, dan Desa Talun di Kemalang, Klaten, Jawa Tengah. Proses ini adalah proses pemasangan pertama aplikasi SID versi terbaru 2010. Proses dijalankan oleh tim dari CRI yang terdiri Elanto Wijoyono, Novi Erisa, dan Mart Widarto. Proses di kantor Desa Balerante diikuti oleh Jainu (Kepala Urusan Pemerintahan Desa Balerante). Namun, proses in-
22
Diskusi Kelompok Terarah dengan Tim ICT di CRI, 11 Juli 2010
41
Membangun Sistem Informasi Desa stall ini terkendala oleh kondisi komputer desa yang tidak memadai yaitu spesifikasi RAM terlalu kecil. Tak lama berselang, Desa Balerante menemukan masalah dalam SID. Untuk itu Desa Balerante meminta tim CRI untuk melakukan pemeriksaan aplikasi SID yang telah terpasang sejak akhir Januari 2010. Pemeriksaan ulang ini dilakukan untuk melihat apakah adalah kelemahan atau kesalahan sistem yang terjadi dalam aplikasi terpasang. Tim CRI kemudian melakukan instalasi ulang karena komputer di kantor Desa Balerante diformat seluruh isi dan program di dalamnya, sehingga aplikasi dan database SID yang telah ada sebelumnya terhapus. Instalasi ulang telah dilakukan, sekaligus memasukkan salinan (back up) database kependudukan Desa Balerante yang disimpan oleh Tim CRI. Tim CRI kemudian diantarkan oleh Jainu menuju kantor Desa Panggang. Proses di kantor Desa Panggang diikuti oleh Lisno (staf Desa Panggang). Beberapa perangkat Desa Panggang yang lain ada di kantor desa, tetapi yang mengikuti proses instal aplikasi hanya Lisno. Tim CRI kemudian diantarkan oleh Jainu hingga rumah kepala Desa Talun pula dan melakukan proses pemasangan aplikasi SID. Proses di rumah Kepala Desa Talun diikuti oleh Kepala Desa Talun. Di Desa Terong, proses pemasangan aplikasi dilakukan dengan cara yang sama. Proses dijalankan oleh tim CRI yang terdiri dari Elanto Wijoyono, Novi Erisa, dan Mart Widarto. Proses diikuti oleh Nuryanto (Kepala TU Badan Perwakilan Desa Terong). Tim juga bertemu dengan perangkat desa 42
Membangun Sistem Informasi Desa yang lain, tetapi urusan teknis pada pemasangan install aplikasi hanya dilakukan bersama Nuryanto.
Pemanfaatan SID Setelah SID terpasang di Desa Terong dan Balerante, perangkat desa pun mulai menggunakan sistem ini untuk memperlancar kinerja mereka. Selain untuk administrasi data kependudukan SID digunakan untuk membuat surat-surat yang lain, seperti SKCK, KTP, dan lain-lain. SID akan mempercepat proses-proses pelayanan. sehingga warga yang memerlukan surat dapat dengan cepat dapat dilayani. Bahkan waktu pelayanan hanya memerlukaan waktu kurang lebih 5 menit. Di Desa Balerante, keberadaan SID sangat membantu dalam hal penyimpanan berkas (arsip) Kartu Keluarga. Menurut penuturan Jainu, selama ini Desa tidak pernah memiliki arsip KK. Pihak kecamatan sebagai lembaga yang mengotorisasi berkas ini hanya mencetak 1 lembar salinan untuk disimpan oleh yang bersangkutan. Padahal desa sebenarnya juga memunyai hak untuk menyimpan salinan kartu ini. Melalui SID, data yang ada di dalam KK kemudian di lema dan disimpan secara dijital di pangkalan data SID. Jika suatu saat ada warga masyarakat yang kehilangan KK, mereka tidak lagi repot mencari pengganti karena semua data telah di back-up di pangkalan data SID. Salah satu hal yang sudah dirasakan manfaatnya sejak SID diterapkan di Desa Terong adalah adanya pangkalan data golongan darah. Sudah jamak dipahami, setiap kali situasi darurat terjadi (kecelakaan, operasi besar), seseorang kesulitan mencari golongan darah yang cocok. Dengan ada43
Membangun Sistem Informasi Desa nya pangkalan data golongan darah ini akan sangat memudahkan pencari donor darah. Beberapa kasus permintaan golongan darah di Desa Terong, dapat segera di atas berkat adanya pangkalan data ini 23. Pemanfaatan SID yang terkait dalam bidang politik adalah kemampuannya untuk mengelompokkan penduduk berdasar kelompok umur. Di wilayah Jawa Tengah saat ini sedang hangat-hangatnya dengan pemilihan kepala daerah. Untuk mengetahui penduduk yang telah memenuhi syarat untuk memilih, pemerintah desa tinggal mencari dan mengelompokkan datanya sesuai kebutuhan. Proses pengelompokan kelompok masyarakat yang sudah memenuhi hak pilih dalam pemilu akan mudah di cek dengan data yang sudah tersimpan dalam pangkalan data desa. Sistem ini akan mengurangi resiko terjadinya pemilih ganda. Selain itu untuk mengecek kelompok masyarakat yang tidak tercantum dalam daftar pemilih juga akan lebih mudah tidak perlu mendatangi warga masyarkat dari rumah ke rumah. Pemilukada 24.
2. Faktor pendukung SID Keberhasilan penerapan SID dipengaruhi oleh pelbagai hal. Secara umum, terdapat 2 faktor yaitu pendukung dan faktor penghambat. Dari masing-masing faktor tersebut, terdapat persoalan teknis dan non teknis. Bagian ini akan
23 24
Wawancara dengan Sugiyanto Wawancara dengan Jainu
44
Membangun Sistem Informasi Desa menjelaskan faktor teknis dan non-teknis yang mendukung dan menghambat penerapan SID. Faktor teknis yang mendukung penerapan SID adalah faktor-faktor yang terkait dengan teknologi yang digunakan dalam SID. Untuk bisa menggunakan SID, pemerintah desa tidak memerlukan perangkat komputer dengan kemampuan atau spesifikasi yang canggih. Sebuah komputer dengan kemampuan standar Prosesor Pentium 3 RAM 256 sudah memadai untuk diisi aplikasi SID. Faktor teknis lainnya adalah, aplikasi SID ini dikembangkan dengan menggunakan sistem operasi bebas-terbuka (free-open source). Sistem operasi bebas-terbuka dipilih agar siapapun yang ingin mengembangkan SID, dapat memodifikasinya sesuai kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. Sebagai contoh, di Desa Terong, data mengenai kepemilikan alat transportasi sangat penting karena letak Desa Terong yang cukup jauh dari pusat kota. Jika terjadi situasi darurat, desa dapat dengan mudah memobilisasi pemilik alat transportasi tersebut untuk keperluan darurat. Data tersebut mungkin sesuai bagi Desa Terong. Akan tetapi, belum tentu sesuai bagi desa atau wilayah yang tidak memunyai kendala jarak dengan pusat kota atau pemerintahan. Atau data pemilik alat transportasi dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi setempat. Selain kedua hal tersebut, SID adalah sebuah sistem yang berbasis web (web-based). Sengaja dipilih sistem yang berbasis web, agar data dapat diakses dan diperbarui oleh siapapun (khususnya yang telah memiliki otorisasi). Apabila suatu wilayah atau desa memiliki jaringan internet, maka 45
Membangun Sistem Informasi Desa siapapun, dari belahan dunia manapun dapat mengaksesnya. Bagi wilayah atau desa yang belum memiliki jaringan internet, sistem yang berbasis web memungkinkan data dapat diakses melalui jaringan lokal. Sistem yang berbasis web juga memungkinkan terjadinya kerjasama atau gotong royong, sehingga data dapat selalu diperbarui. Teknologi sebagai alat, tidak akan dapat digunakan kalau pemakai alat tersebut tidak mempersiapkan diri. Pelbagai penelitian telah membuktikan bahwa kegagalan penerapan pemerintahan elektronik di negara berkembang, 80% disebabkan oleh faktor non-teknis seperti inisiatif yang top-down atau masalah SDM25. Di Desa Terong dan Desa Balerante inisiatif berasal dari desa dan pengalaman nyata perangkat desa. memang, untuk hal-hal yang lebih teknis, desa memerlukan bantuan dari pihak lain, dalam hal ini adalah CRI. Akan tetapi, sistem yang dikembangkan seluruhnya adalah hasil pengolahan gagasan dari semua pihak yang terlibat. Sebagaimana telah diuraikan di awal, di Desa Terong penerapan SID mendapat dukungan dari seluruh elemen desa. Kerjasama yang solid ini membuahkan hasil yang cukup memuaskan. BPD selaku DPR nya desa, memberikan dukungan dalam bentuk pembuatan peraturan desa (Perdes) yang memayungi kegiatan ini. BPD juga memberikan restu untuk pengalokasian dana ADD bagi kegiatan ini.
25 Wahyudi Kumorotomo, Kegagalan Penerapan e-Government dan Kegiatan Tidak Produktif dengan Internet, diakses dari: http:// kumoro.staff.ugm.ac.id/?act=daftar&id=18&mulai=10 , Juli 2010.
46
Membangun Sistem Informasi Desa Menyadari kemampuan SDM desa yang kurang, pemerintah desa kemudian melibatkan karang taruna dan pegiat radio komunitas dalam proyek ini. Anggota Karang Taruna dan radio komunitas yang berusia muda, dapat dengan cepat menyerap dan mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan baru dibanding generasi yang lebih tua. Hal inilah yang mendorong cepatnya pengumpulan dan lema data di Desa Terong. Namun kinerja anak-anak muda tersebut tidak akan berarti jika pihak perangkat desa sendiri tidak turut andil dalam proyek ini. perangkat pemerintah desa dari tingkat pedukuhan hingga RT, memunyai jasa yang besar dalam mengumpulkan data. Berkat kerja keras mereka, data dari penduduk dapat dikumpulkan dan di lema pada mesin SID. Hal yang sama juga terjadi di Desa Balerante, meski dilakukan dalam ritme kerja yang berbeda. Secara eksternal, faktor pendukung lainnya adalah adanya keharusan atau kewajiban setiap badan publik untuk menyediakan informasi bagi warga (baik diminta atau tidak) sesuai amanat UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Keberadaan UU tersebut, sedikit banyak telah mendorong desa untuk selalu siap dengan pelbagai data dan informasi. Khusus untuk Desa Terong, faktor eksternal yang cukup ampuh mendorong penerapan SID adalah adanya kegiatan Lomba Desa. Pada Mei sampai Juni 2010 di Kabupaten Bantul diadakan lomba desa. Namun, lomba desa kali ini tidak seperti lomba desa umunya, karena salah satu aspek yang dinilai kesiapan desa dalam hal KIP. Dengan 47
Membangun Sistem Informasi Desa adanya SID, desa terong berhak mewakili Kabupaten Bantul ke tingkat provinsi. Sayangnya, Desa Terong belum berhasil menempati posisi puncak dalam Lomba Desa tingkat provinsi, dan harus puas pada urutan kedua.
3. Faktor penghambat SID SID yang telah diterapkan di Desa Terong dan Desa Balerante, bukanlah sistem yang telah selesai dikembangkan dengan sempurna. Secara teknis, sistem ini masih memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah ketidakmampuan aplikasi ini untuk memanggil kembali data yang sudah dihapus. Menurut penuturan Tumijo Mulyono, salah satu data yang paling dinamis adalah data kependudukan. data kependudukan memerlukan update yang cukup. Misalnya data kelahiran atau kematian penduduk. Untuk memperbarui data kelahiran, SID sudah memadai. Persoalannya, jika ada penduduk yang meninggal dunia, perangkat desa tidak dapat memanggil kembali nama orang yang sudah dihapus 26. Persoalan ini tentu saja bukanlah persoalan besar mengingat sistem ini memang masih terus dikembangkan. Terkait dengan masalah teknis, persoalan kemampuan SDM dirasa cukup menghambat penerapan SID. Di Desa
26
Dalam SID, jika desa mendapat laporan kematian, petugas biasanya menghapus nama orang yang telah meninggal dunia. persoalannya, jika ahli waris membutuhkan kembali data orang yang meninggal tersebut, petugas tidak dapat memanggil lagi data tersebut, alias sudah hilang. Wawancara dengan Tumijo, desa Terong
48
Membangun Sistem Informasi Desa Balerante khususnya dan Kecamatan Kemalang umumnya, hanya sedikit perangkat desa yang mampu mengoperasikan komputer. Hal ini makin diperparah lagi dengan kenyataaan bahwa di setiap desa di Kecamatan Kemalang, hanya memiliki satu komputer. Akibatnya proses lemadata berjalan lambat. Sedikitnya personel yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang teknologi informasi cukup merepotkan ketika sistem mengalami masalah. Tiap desa hanya memiliki satu personal yang menguasai teknologi informasi sehingga jika terjadi kerusakan atau masalah, perangkat hanya mengandalkan pada personal tersebut.
49
Membangun Sistem Informasi Desa
BAB 3 Sembilan Langkah Membangun Sistem Informasi Desa
Apa yang telah dilakukan di Desa Terong dan Desa Balerante -termasuk beberapa hal yang mempercepat atau memperlambat prosesnya- bukanlah sesuatu hal yang luar biasa sehingga tidak ada yang bisa mengulanginya. Pembangunan SID adalah sebuah proses kerja sama antara pelbagai pihak dengan komitmen yang kuat. Dari hasil pengalaman di kedua desa tersebut, berikut ringkasan langkah-langkah membangun SID:
Kebutuhan Dasar Beberapa hal yang harus tersedia sebelum menerapkan SID adalah: a. Kebijakan atau keputusan dari pengelola pemerintahan desa Penerapan suatu sistem untuk menunjang kelancaran pelaksanaan atau operasional suatu instansi atau lembaga sangat bergantung dari kebijakan/kesepakatan bersama di 50
Membangun Sistem Informasi Desa dalam internal organisasi instansi atau lembaga tersebut. Kebijakan atau kesepakatan tersebut akan berdampak sistemik, sehingga perlu dirumuskan dengan sungguhsungguh. Terkait dengan SID, sebuah keputusan bersama, yang diambil sebagai bentuk komitmen pemerintah desa dalam melayani warganya, adalah sebuah keharusan. Berkaca dari pengalaman di Desa Terong dan Desa Balerante ditambah pengalaman dari pelbagai negara lain, salah satu faktor yang dapat mempercepat pembangunan sistem informasi adalah komitmen dan kepemimpinan yang kuat dari pemimpin, mulai dari presiden, gubernur hingga kepala desa. Untuk itu, seorang pemimpin yang memiliki visi dan kepemimpinan yang kuat, mutlak diperlukan. b.
Kesiapan sumber daya manusia Kesiapan sumber daya manusia sangatlah penting dalam membangun SID. Kebijakan atau keputusan desa yang mendukung SID saja tidak cukup jika SDM yang mengoperasikan SID tidak siap atau tidak memiliki kemampuan yang memadai. Terkait dengan kesiapan SDM, terdapat dua bagian SDM yang akan berperan penting, yaitu: 1. SDM non-TIK, yaitu sumber daya manusia yang akan bertanggung jawab atas ketersediaan data mentah dari warga. SDM bagian ini akan berkutat dengan tugas-tugas pencarian data seperti meminta salinan kartu keluarga (kasus Balerante) atau mengajari warga mengisi angket pendataan yang telah disiapkan oleh desa (kasus Terong). SDM nonteknis juga akan bertanggung jawab untuk memasukkan data tadi ke dalam 51
Membangun Sistem Informasi Desa
2.
mesin pangkalan data SID. Terkait dengan tugas dan tanggung jawab SDM non-teknis, SDM pada bagian ini sebaiknya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan survei dan bisa mengoperasikan komputer. Kemampuan survei diperlukan agar dalam pencarian data, pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam angket atau lembar isian dapat terisi atau terjawab dengan lengkap. Sedangkan kemampuan mengoperasikan komputer diperlukan agar dalam proses memasukkan data, data yang dimasukkan tidak salah dan lebih memudahkan pekerjaan. SDM TIK, yaitu sumber daya manusia yang bertanggung jawab terhadap pengoperasian aplikasi SID. Perlu dipahami bahwa SID adalah aplikasi komputer. Pelaku operasional SID (teknisi atau pengelola) wajib memiliki pengetahuan dasar tentang komputer. Ada dua tingkatan keahlian atau pengetahuan tentang komputer untuk menjalankan aplikasi SID ini. -
Administrator Sistem Keahlian yang harus dimiliki untuk bisa menjadi Administrator Sistem pada SID adalah: * memiliki pemahaman tentang pasang atau lepas aplikasi komputer. * memiliki pengetahuan dan kemampuan berinternet (browsing)
52
Membangun Sistem Informasi Desa -
Petugas atau Pengelola SID Siapapun dapat menggunakan aplikasi SID asal memiliki pengetahuan yang cukup mengenai komputer, misalnya: * menghidupkan dan mematikan komputer * menjalankan program atau aplikasi yang terpasang dalam komputer Jika SDM di lingkup pemerintahan desa dirasa tidak memenuhi syarat-syarat di atas, pemerintah desa dapat bekerja sama dari pihak lain yang dianggap memiliki kemampuan tersebut di atas. Misalnya dengan karang taruna, atau perkumpulan pemuda, atau kelompok perempuan, dan lain sebagainya. Dengan melibatkan elemen desa lain, diharapkan muncul rasa memiliki sehingga SID ini dapat berjalan dan berkembang dengan baik. c.
Kesiapan perangkat keras atau infrastruktur SID dapat dipasang pada satu komputer (stand alone) atau dipasang dalam jaringan komputer. SID yang berbasis web sangat mendukung untuk dimanfaatkan dalam jaringan komputer. Untuk mendukung kinerja aplikasi SID, perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi ini adalah satu komputer dengan spesifikasi minimal memiliki 64 MB RAM (recommended), 200 MB ruang harddisk, sistem operasi Windows 98, ME, XP Home Windows NT, 2000, XP Professional. Tim CRI sangat menyarankan untuk menggunakan sistem operasi sumber terbuka, seperti Ubuntu, Blankon, 53
Membangun Sistem Informasi Desa Redhat, dan lain sebagainya. Sebab, sistem operasi terbuka terbukti ampuh dalam menghadapi virus komputer. Serangan virus ini perlu dipertimbangkan dengan baik mengingat komputer yang telah terinstal SID menyimpan data desa yang sangat besar dan banyak. Jika terserang virus, dapat dibayangkan kerja keras yang harus dilakukan untuk merestore data tersebut. Selain itu, sistem operasi terbuka adalah salah satu cara untuk berhemat dan menambah devisa negara.
Sembilan Langkah Membangun SID Pengalaman dari Desa Terong dan Balerante yang telah diuraikan di muka, adalah pengalaman yang dapat direplikasi atau diterapkan ulang di pelbagai wilayah lain di Indonesia. Tentu saja pengalaman tersebut memerlukan penyesuaian di wilayah yang akan menerapkan SID. Untuk memberikan gambaran apa saja yang dapat dilakukan untuk membangun SID, di bawah ini adalah langkah-langkah atau tahap-tahap untuk menerapkan SID. 1.
Persiapan: Membuat daftar kebutuhan dasar Tahapan persiapan adalah tahap penting yang harus dilakukan oleh siapapun yang ingin membangun SID. Uraian mengenai tahap ini telah disampaikan di bagian sebelumnya. 2.
Pemetaan kebutuhan data dasar Setiap bagian atau pihak yang berada dalam lingkup pemerintahan pasti memiliki pengalaman dan kebutuhannya sendiri terkait dengan sistem informasi. Akan tetapi 54
Membangun Sistem Informasi Desa memenuhi semua keinginan adalah hal yang bukan saja memboroskan dana dan tenaga, namun juga berpotensi memunculkan ketidakefisienan. Ujung-ujungnya, data kembali tersebar dan sulit untuk diperiksa keakuratannya. Oleh karena itu, menentukan data apa saja yang akan dimasukkan ke dalam SID adalah hal yang harus disiapkan sejak awal. Pengalaman dari Balerante dan Terong menyebutkan bahwa kebutuhan akan sistem informasi data kependudukan adalah hal mendasar yang harus disiapkan. Kebutuhan ini berangkat dari pengalaman perangkat di kedua desa tersebut sebagaimana telah di uraikan di awal. Seiring perjalanan waktu, data kependudukan ini kemudian berkembang dengan adanya penambahan data sumber daya desa dan data keuangan. 3.
Sosialisasi: Untuk memperbesar peran serta masyarakat Setelah seluruh semuanya selesai disiapkan, tahap berikutnya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pihak terkait di desa. Sosialisasi ini sangat penting mengingat salah satu sumber data adalah masyarakat atau warga desa. Dari merekalah data mengenai kependudukan berasal. Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan masyarakat mengerti maksud dan tujuan SID dan bersedia bekerjasama. Dengan demikian, proses pembangunan SID dapat berjalan lebih lancar.
55
Membangun Sistem Informasi Desa 4.
Pendataan: Pemilihan dan pemilahan data dasar dan data yang termodifikasi. Tahap berikutnya dari pembangunan SID adalah tahap pendataan. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pemetaan kebutuhan data dasar. Pada tahap ini, dilakukan pemilihan dan pemilahan data berdasar kategori yang telah disepakati. Perangkat desa yang bertugas bagian ini harus memahami kebutuhan dan ketersediaan data. Pada proses ini, sebuah tim yang bertugas untuk mencari data dibentuk. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan data yang masih berada di masyarakat. Data yang ada di masyarakat dapat berupa data yang sudah terdokumentasi, misalnya berupa berkas kependudukan (kartu keluarga, akte kelahiran, dan lain-lain). Namun dapat juga berupa data yang belum terdokumentasi, misalnya data mengenai perilaku media. Data yang belum terdokumentasi dapat diperoleh dengan cara melakukan survei atau wawancara. Untuk memudahkan survei atau wawancara, petugas dibekali angket atau lembar isian yang berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh warga masyarakat. 5.
Peningkatan Kemampuan: pelatihan untuk tim pendataan dan tim lema Meskipun tidak semua, namun umumnya kemampuan sumber daya manusia di desa belum sepenuhnya maksimal. Oleh karena itu, jika dirasa kemampuan tim SID kurang, perlu dilakukan peningkatan kemampuan. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan adalah dengan memberikan pelatihan dengan topik atau tema tertentu. 56
Membangun Sistem Informasi Desa Terkait dengan SID, proses pencarian data (pendataan) mungkin adalah hal baru bagi perangkat desa. Oleh karena itu, pelatihan mengenai pendataan perlu dilakukan agar dalam menjalankan tugasnya dapat berjalan dengan lancar. Materi dalam pelatihan ini mencakup apa dan bagaimana SID, apa itu data, bagaimana mengisi angket yang benar, dan lain sebagainya. Materi pelatihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan. Selain tim pendataan, terdapat satu tim lain yang memerlukan perhatian, yaitu tim lema data. Tim inilah yang bertugas untuk memasukkan data yang sudah dikumpulkan oleh tim pendataan ke dalam mesin pangkalan data SID. Untuk menunjang kinerjanya, tim ini memerlukan pelatihan sebagaimana tim pendataan. Adapun materi dalam pelatihan tim lema data misalnya mengenai apa itu data, bagaimana membaca kode-kode dalam angket, bagaimana memasukkan data ke dalam mesin pangkalan data, dan lain sebagainya. 6.
Lema data: Proses memasukkan data Tahap berikutnya dalam pembangunan SID adalah lema data. Sebagaimana telah diuraikan di awal, data yang telah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam mesin pangkalan data SID. Tahap ini disebut sebagai tahap lema data. Pada tahap ini, tim atau petugas yang telah ditunjuk bertanggung jawab untuk memasukkan data dengan baik dan benar, sehingga keakuratan data dapat dipertanggungjawabkan. Dalam tahap ini, penting untuk selalu melakukan pemeriksaan data, terutama jika terdapat angket atau lem57
Membangun Sistem Informasi Desa bar isian atau berkas yang belum jelas kebenaran datanya. 7.
Instalasi: Pemasangan aplikasi Tahap instalasi atau pemasangan aplikasi, adalah tahap di mana aplikasi SID dipasang di komputer milik desa. Tahap ini sebaiknya selesai sebelum tahap lema data dilakukan. Jika tidak, maka data yang sudah terkumpul akan sia-sia. Tahap instalasi di Desa Terong dan Balerante, dilakukan oleh Tim CRI. Hal ini dilakukan karena aplikasi ini masih dalam taraf pengembangan, sehingga pengawasan dan pendampingan dari pengembang masih sangat diperlukan. Saat ini aplikasi SID sudah memasuki versi stabil, di mana kemungkinan terjadi gangguan sudah makin kecil. Dengan demikian, bagi siapapun yang ingin memasang aplikasi ini, sangat diperbolehkan. Tim CRI telah membuat panduan tentang bagaimana memasang dan menggunakan aplikasi ini. 8.
Pemanfaatan: Penggunaan SID sesuai kebutuhan Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan. SID yang sudah dilengkapi dengan pangkalan data dan telah terpasang dengan baik, sudah siap digunakan. SID yang digunakan di Desa Terong, dapat digunakan untuk mencetak berkas. Adapun berkas kependudukan yang dapat dicetak secara langsung dari aplikasi SID meliputi: - Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) - Surat Keterangan Penduduk - Surat Pernyataan Keterangan Tidak Mampu 58
Membangun Sistem Informasi Desa Berkas kependudukan yang bisa dibuat format suratnya, tapi hanya diarsipkan dalam sistem (tidak dicetak), meliputi: - Surat Keterangan Tentang Orangtua - Surat Keterangan NIkah - Surat Keterangan Asal Usul - Surat Pengantar Pengurusan KTP - Surat Pengantar Pembuatan KK - Surat Kematian - Surat Kelahiran 9.
Rencana Pengembangan SID: Mencari peluang pemanfaatan SID Tahap terakhir dalam pembangunan SID adalah tahap membuat perencanaan pengembangan. Pada tahap ini, yang perlu dilakukan lebih dulu adalah melakukan evaluasi atas kinerja SID. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas SID dalam membantu kenierja pemerintah desa. Setelah diketahui efektifitasnya, perlu disusun rencana pengembangan SID. Misalnya, data apa yang perlu dimasukkan ke dalam SID, terutama yang terkait dengan desa. Rencana pengembangan ini umumnya baru dapat ditentukan setelah semua pihak yang terkait dalam SID ini memunyai pengalaman menggunakannya. Sebagai contoh, Desa Terong bermimpi untuk memasukkan data tentang kepemilikan tanah. Impian ini muncul setelah melihat fenomena perpindahan kepemilikan tanah di desa tetangga yang sangat tinggi. Desa tidak lagi memiliki kemampuan 59
Membangun Sistem Informasi Desa untuk mengelola tanah sebagai aset desa. Pelbagai kekhawatiran terkait dengan kepemilikan tanah tersebut, yang memunculkan mimpi adanya sebuah sistem informasi kepemilikan tanah 27.
1
Wawancara dengan Sudirman Alfian, 7 Juli 2010
60
Membangun Sistem Informasi Desa
BAB 4 Belajar Mengelola Informasi dari Desa
â&#x20AC;&#x153;Kamu boleh tinggal di desa, tapi kemajuan bukan hanya milik orang kota...â&#x20AC;?28
Ungkapan Sudirman di atas agaknya cukup mewakili apa yang dirasakan oleh warga dan perangkat Desa Terong. Anggapan bahwa desa dan penduduknya selalu terbelakang dalam pelbagai hal tampaknya perlu diperiksa ulang dan diperbaiki. Penerapan SID di Desa Terong dan Desa Balerante merupakan bukti nyata kemajuan tak hanya milik orang kota. Pemerintah Desa Terong memiliki pengalaman membangun gagasan dan langkah mewujudkan sistem informasi desa yang mendukung prinsip keterbukaan informasi publik. Sejak 2008 ketika gagasan mulai dirumuskan secara lebih
28
Wawancara Sudirman Alfian, 8 Juli 2010
61
Membangun Sistem Informasi Desa terstruktur, pemerintah desa yang terletak di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, ini mulai membangun jaringan kerja untuk mewujudkan mimpi mengelola sebuah pangkalan data administrasi kependudukan yang terbuka, dimulai dari tingkat desa. Pangkalan data ini terbuka baik bagi warga desanya sendiri maupun bagi para pihak lain di luar desa, yang tak terbatas oleh ruang dan waktu pelayanan. Konsekuensinya, sistem manual dan elektronis, offline dan online, bahkan siaran pun dikembangkan sebagai bagian dari sistem informasi tersebut. Memasuki 2010 ini, Pemerintah Desa Terong telah berhasil membangun satu tahap dari impian tersebut, yakni sebuah pangkalan dataadministrasi kependudukan yang telah terkumpulkan dan terolah secara dijital dan siap digunakan sebagai informasi dasar pengambil keputusan untuk pembangunan desa. Secara teoritis, pengembangan pemerintahan elektronik dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerumitan pengembangan dan fasilitas yang disediakan untuk melayani masyarakat. Beberapa institusi dan pakar telah mengemukakan pendapat tentang tingkat pengembangan pemerintahan elektronik, namun pada intinya tingkat pengembangan pemerintahan elektronik terdiri dari empat tingkat, yaitu29 :
29 Ali Rokhman, Potret Dan Hambatan E-Government Indonesia, Inovasi Online, Edisi Vol.11/XX/Juli 2008, http://io.ppijepang.org/ article.php?id=263, diakses pada Juli 2010
62
Membangun Sistem Informasi Desa 1.
2.
3.
4.
Tingkat informasi, di mana pemerintahan elektronik hanya digunakan untuk sarana publikasi informasi pemerintah secara on-line, misalnya profil daerah, peraturan, berkas, dan formulir. Tingkat interaksi, di mana pemerintahan elektronik sudah menyediakan sarana untuk interaksi dua arah antara pejabat pemerintah dengan masyarakat sebagai pengguna layanan publik, misalnya dalam bentuk sarana untuk menampung keluhan, forum diskusi, atau hotline nomor telepon atau surat elektronik pejabat. Tingkat transaksi, di mana pemerintahan elektronik sudah menyediakan sarana untuk bertransaksi bagi masyarakat dalam menggunakan layanan publik, yakni transaksi yang melahirkan kesepakatan yang dapat disertai dengan pembayaran sebagai akibat dinikmatinya layanan publik yang telah digunakan. Misalnya, transaksi untuk pembayaran pajak atau retribusi. Tingkat integrasi, di mana semua pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah disamping disediakan secara konvensional juga disediakan secara online melalui pemerintahan elektronik.
Meski masih belum sempurna, penerapan SID di Desa Terong telah memenuhi aspek-aspek tersebut.
SID untuk Keterbukaan Informasi Publik Untuk mewujudkan pembangunan iklim pemerintahan yang demokratis, keterbukaan informasi yang ditunjang oleh kemajuan teknologi adalah kunci suksesnya. Karena, pada 63
Membangun Sistem Informasi Desa akhirnya, transparansi tak hanya mendukung peningkatan kepercayaan masyarakat tetapi berujung pada peningkatan investasi daerah secara keseluruhan. Untuk mendukung hal ini, Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang ini meyakini dengan dibukanya akses informasi masyarakat terhadap informasi publik yang dikelola oleh badan publik, seperti dalam lembaga pemerintah, maka kesempatan bagi berkembangnya pribadi dan lingkungan sosial warga negara yang merupakan bagian penting bagi pembentukan ketahanan nasional itu dapat terwujud. Mensikapi Undang-undang tersebut, pemerintah Desa Terong berkomitmen untuk menerapkan sistem informasi desa. Menurut Sudirman Alfian, â&#x20AC;&#x153;Keterbukaan informasi merupakan pilar penting tata pemerintahan yang baik. Sebaliknya, ketertutupan hanya menghasilkan pemerintahan yang seolah-olah kuat padahal keropos,â&#x20AC;? 30
Pemerintah Desa Terong menyadari sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan informasi, dan adalah hak warga masyarakat untuk mendapatkan informasi. Untuk itulah pelbagai media (radio komunitas, portal, pusat layanan pesan singkat (SMS center), dan papan informasi) digunakan di Desa Terong untuk mewujudkan hal ini.
30
Wawancara Sudirman Alfian, 8 Juli 2010
64
Membangun Sistem Informasi Desa
SID dan Pengentasan Kemiskinan Perdebatan mengenai jumlah penduduk miskin di Indonesia, tampaknya tidak akan selesai jika persoalan data dan informasi yang akurat dan terkini tidak segera diselesaikan. Semakin panjang perdebatan ini, maka makin panjang pula derita masyarakat miskin akibat bantuan yang salah sasaran atau program yang tidak sesuai kebutuhan. Menurut James Scott, kondisi masyarakat miskin di Indonesia kini ibarat seseorang yang tenggelam sebatas leher di samudra yang luas. Sebuah riak yang menerpa wajah, akan menenggelamkan mereka. Oleh karena itu, penyediaan data dan informasi yang akurat dari lini terendah dalam pemerintahan adalah sebuah keharusan.
65
Membangun Sistem Informasi Desa
Daftar Rujukan Donny B.U., Fakta & Kondisi e-Government di Indonesia, makalah pada Seminar Teknologi Informasi â&#x20AC;?Solusi Permasalahan Social Engineering dalam penerapan EGovernmentâ&#x20AC;? Bandung (9 Maret 2004). Rokhman, Ali, Potret Dan Hambatan E-Government Indonesia, Inovasi Online, Edisi Vol.11/XX/Juli 2008, http:// io.ppijepang.org/article.php?id=263, diakses pada Juli 2010 Suharto, Edi dkk. 2002, Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Keluarga Miskin di
66
Membangun Sistem Informasi Desa
67
Membangun Sistem Informasi Desa
ISBN 979979839-6
68
9 789799 798398