4 minute read
Konseling KIPAS: Jalan Baru Pemberdayaan Peserta Didik
Oleh: Masbahur Roziqi
Murid seharusnya bukan lagi objek pendidikan. Pada kurikulum merdeka ini, merekalah subjeknya. Artinya, segala kegiatan pendidikan di sekolah ujungnya berpihak pada murid. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Satu nafas. Pendidikan yang menghargai dan memberdayakan murid. Pelibatan mereka menjadi subjek pendidikan menjadi ciri khas penyelenggaraan pendidikan persekolahan.
Advertisement
Pendampingan murid menjadi salah satu hal penting. Perkembangan mental dan perilaku murid berkembang sesuai tahap perkembangan. Tiap murid unik. Walau tahapan perkembangan dapat dipelajari, tetapi apa yang terjadi pada tiap murid itu berbeda. Mereka memiliki kekhasan tersendiri. Maka memberi label atau sebutan semau orang dewasa pada murid tentu tidak tepat. Misalnya, jika ada anak yang menyandarkan kepalanya ke meja saat pembelajaran klasikal, guru langsung menyebutkan pemalas. Ini yang bernama sebutan (labelling) negatif. Khawatirnya akan berdampak pada sikap dan perilaku anak. Termasuk juga pengalaman hidup lain di sekitar kehidupan anak. Tentu akan sangat berpengaruh.
Di sinilah peran guru bimbingan dan konseling (BK) sangat besar. Sebagai bagian dari komponen pendidikan selain guru mata pelajaran dan tim manajemen sekolah, guru BK menjadi pemimpin dalam hal penciptaan kesejahteraan well being para murid. Ada empat komponen layanan utama yang guru BK harus lakukan di sekolah. Pertama layanan dasar, kedua layanan responsif, ketiga perencanaan dan peminatan individual, dan keempat dukungan sistem. Keempat layanan ini saling berkaitan dan mendukung. Berkelindan untuk mewujudkan murid yang mampu mandiri mengambil keputusan dalam hidupnya baik pada bidang pribadi, belajar, sosial, dan karier.
Semakin terdisrupsinya berbagai hal saat ini dengan digital tentu membawa konsekuensi pula pada anak, notabene mereka yang saat ini telah menjadi pelajar pada sekolah. Ada banyak hal yang pasti mereka alami. Mulai dari membentuk pertemanan, berinteraksi dengan berbagai orang pada kehidupan di sekolah maupun luar sekolah, mulai menetapkan batas privasi dengan keluarga seiring perkembangan usia, dan keputusan mengikuti berbagai kegiatan yang mampu mengembangkan diri murid. Selama menjalani itu tentu akan ada kondisi ketika murid mengalami hambatan. Dan terkadang ketika tidak mampu mengelolanya, maka mereka (baik secara sadar maupun mereka dalam tahap sadar samar-samar) akan kesulitan memaknai kegiatan tersebut dengan hal positif. Inilah yang biasanya muncul menjadi suatu masalah, seperti munculnya perundungan, menarik diri dari kegiatan belajar sekolah, kekerasan seksual, hingga pengabaian terhadap etika sekolah maupun masyarakat.
Salah satu layanan yang dapat menfasilitasi murid untuk mengentaskan masalah atau problematika tersebut adalah layanan responsif. Layanan responsif yang menjadi alat utama untuk membantu murid dalam kondisi tersebut yakni layanan konseling. Banyak pendekatan konseling yang telah guru BK pakai untuk menjembatani murid yang mengalami hambatan ketika mereka mencoba menyelesaikan tugas perkembangan hidupnya. Rata-rata pendekatan tersebut memakai landasan teori dari dunia barat. Baik teori yang berasal dari para ilmuwan wilayah Amerika Utara hingga Eropa. Tentu, pemikiran para ilmuwan tersebut berangkat dari norma dan etika yang hidup pada kawasan tersebut. Dengan demikian, penerapannya pun menjadi lebih khas barat, seperti adanya tahapan konseling yang terlalu panjang dan berbelit-belit.
Nah, saat ini telah muncul gagasan pendekatan konseling model KIPAS. Pendekatan konseling ini berasal dari gagasan khas nusantara, yakni budaya kita sebagai bangsa Indonesia. Pendekatan KIPAS ini tidak lagi kebarat-baratan. Langkahnya juga tidak panjang. Simpel dan tidak membutuhkan pertemuan hingga belasan sesi, asalkan pelaksanaannya sesuai dengan hakikat dari pendekatan ini. Lantas seperti apakah pendekatan konseling model KIPAS ini?
Akronim KIPAS sendiri berasal dari Konseling Intensif Progresif Adaptif terhadap Struktur. Konseling jenis ini tidak lagi memusingkan diri dengan konsep konseli/murid harus diketahui dulu sebab masalahnya mendalam dan hingga menganalisis mimpinya, atau harus lingkungan menyesuaikan dulu dengan konseli/murid, atau bahkan lingkungan yang harus mengatur murid. Tidak lagi berprinsip seperti itu. Konseling ini mengajak konseli untuk tidak fokus pada masalah yang dia alami. Guru BK mengajak konseli mengidentifikasi dirinya dengan keberhargaan dirinya. Bagaimana langkahnya?
Ada beberapa tahapan konseling KIPAS yang guru BK harus lakukan ketika melaksanakan layanan konseling dengan pendekatan ini. Tahapan konseling ini pun mendasarkan pada akronimnya. Tahap pertama yaitu Kabar gembira. Konselor menciptakan suasana gembira baik pada bahasa tubuh, penyambutan murid secara penuh kebahagian, dan guru BK berupaya menggali kelebihan dan potensi murid. Ada dua setting dari pemberian kabar gembira ini. Setting pertama kabar gembira diberikan ketika mengundang murid untuk melaksanakan konseling dengan misalnya mengundangnya dengan tidak panggilan kop sekolah an sich, melainkan melalui surat undangan yang dibuat dengan Canva. Dengan begitu, tampilannya lebih indah dan menarik bagi murid. Tentu dengan kata-kata positif yang mengajak murid untuk bertemu dan bersama menggali kelebihan murid. Setting kedua yakni saat proses wawancara konseling dengan menunjukkan kata-kata dan bahasa tubuh yang menunjukkan antusias dan bahagia saat bersama murid.
Tahap kedua, integrasi data dan internalisasi. Pada tahap ini, guru BK dan murid bersama mengidentifikasi dan mengelola problematika inti yang sedang konseli hadapi. Ada beberapa hal yang bisa guru BK dan murid bicarakan bersama, antara lain keterampilan terpendam dan tersia-siakan serta intelek terpendam atau tersia-siakan.
Tahap ketiga, perencanaan tindakan. Guru BK membantu murid menata rencana tindakannya dengan matang. Perencanaan menyangkut penetapan pilihan beberapa strategi modifikasi KIPAS, di antaranya: kelola diri dan rekonstruksi pribadi, immunisasi diri dan internalisasi nilai-budaya, pemberdayaan, analisis diri dan situasi, serta sesitisasi sosial-sarasehan (Mappiare, 2017). Dengan demikian, murid dapat menyusun rencana tindakan sesuai pemberdayaan dirinya.
Tahap keempat, aktualisasi tindakan. Tahap ini berisi pelaksanaan tindakan atas rencana tindakan yang telah dirancang pada tahap sebelumnya. Harapannya, murid yang sebelumnya masih aset terabaikan mulai tinggal landas menuju keadaan aset ideal/terbarukan.
Tahap kelima, selebrasi/sertifikat untuk konseli. Pemberdayaan bagi murid berujung pada tahap ini. Ketika murid mampu melaksanakan aktualisasi tindakan dengan segenap kekuatan dirinya dan mulai memunculkan kemampuan terpendamnya untuk menyelesaikan masalah dengan positif dan mandiri, maka saat itu lah keberhasilan itu patut mendapat apresiasi berupa sertifikat konseling. Sertifikat ini nantinya dapat berisi kata-kata dan mungkin skala nilai pribadi yang menunjukkan murid telah menjadi individu dengan kemampuan terpendam positif yang mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan mandiri. Guru BK sebagai fasilitator dan pemantik hanyalah bagian dari jembatan murid untuk sukses tersebut.
Alhasil, kelima tahapan itu tidak akan berhasil jika guru BK belum pula memiliki kualitas pribadi KIPAS. Apa saja itu? Guru BK menjadi sosok K (kawan), I (inovator), P (pamong), A (abdi), dan S (suporter). Semoga.
Penulis adalah mahasiswa S2 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang