80
th.XIII/25 April 2015
edisi elektronik
Dalam pidato di lustrum pertama ‘Prapanca’, sebuah perhimpunan mahasiswa Indonesia di masa itu, Mgr. Albertus Soegijapranata SJ mengungkapkan: “...Para mahasiswa pada umumnja dan mereka jang beladjar di luar negeri pada chususnja kami harap, supaja kelak kemudian hari mendjadi hoi Aristoi umat Katolik Indonesia. Hendaknja mereka sungguh-sungguh mewudjudkan aristokrasi, tiada menurut asal dan aslinja, akan tetapi menurut budi dan hatinja...” Mgr. Soegija berharap agar para mahasiswa menjadi hoi Aristoi. Kata ‘hoi Aristoi’ berasal dari istilah Yunani Kuno yang berarti bangsawan, orang terbaik, cendekiawan. Menjadi seorang ‘hoi Aristoi’ yang berkarakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia dilahirkan, dibesarkan dan dididik. Di sanalah keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam pendidikan anak, sebagaimana dialami Mgr. Soegija sendiri. Keluarga Membentuk Pribadi Soegija Mgr. Soegijapranata lahir di Surakarta, 25 November 1896. Nama aslinya Soegija. Soegija mendapatkan tambahan nama Albertus Magnus setelah dibaptis oleh Pastor Mertens, SJ tanggal 24 Desember 1910 ketika ia bersekolah di Kolose Xaverius Muntilan. Pada tanggal 15 Agustus 1931, Albertus Magnus Soegija ditahbiskan menjadi imam oleh Mgr. Schrijnen, Uskup Roermond di kota
KRONIK EDISI 80/TH.XIII
25 April 2015
1