e Paper Koran Madura 02 September 2014

Page 1

RABU

3 SEPTEMBER 2014 | No. 0433 | TAHUN III ECERAN Rp 3.500 LANGGANAN Rp 70.000

KORAN MADURA

1

0328-6770024 RABU 3 SEPTEMBER 2014 | No. 0433 | TAHUN III www.koranmadura.com

KPK Tak Rekomendasikan Pembebasan Hartati Nasional hal 3

Dominasi Parlemen Belum Tentu Hambat Jokowi ant/andika wahyu

PRESIDEN BERTEMU KOALISI MERAH PUTIH. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) meninggalkan podium seusai memberikan keterangan pers disaksikan politisi dari partai anggota Koalisi Merah Putih di kediamannya Puri Cikeas, Bogor, Jabar, Selasa (2/9). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi sikap Koalisi Merah Putih yang mengakui hasil Pilpres 2014 yang telah menentukan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.

Analis politik Universitas Diponegoro Semarang Susilo Utomo berpendapat dominasi Koalisi Merah Putih dalam parlemen belum tentu akan menghambat program-program pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ke depan. “Apabila Joko Widodo-Jusuf Kalla menyajikan profil kabinet sesuai dengan harapan publik, visi dan misi, transparan, dan sesuai dengan harapan publik maka parlemen tentu tidak berani menghambat,” katanya di Semarang, Selasa. Kalau sampai parlemen menghambat, kata dia, kekuatan publik yang akan melakukan “pressure” terhadap DPR yang didominasi Koalisi Merah Putih atau partai-

partai politik pendukung Prabowo-Hatta. Menurut pengajar FISIP Undip itu, secara umum keberadaan Koalisi Merah Putih yang mendominasi di parlemen memang dikhawatirkan akan menjadi tantangan berat bagi Jokowi-JK dalam memimpin ke depan. “Namun, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) kan sedang diuji (judicial review) oleh Mahkamah Konstitusi. Ya, tunggu saja putusan MK nantinya seperti apa,” katanya. Ia menjelaskan skenario yang diinginkan dengan UU MD3 itu sebenarnya sama dengan Pemilihan Umum 1999 yang ketika itu dimenangkan PDI Perjuangan, tetapi parlemen ketika itu bukan diketuai kader parpol tersebut. “Yang menjadi Ketua DPR kala itu

malah Pak Akbar Tanjung dari Partai Golkar, sementara Ketua MPR dijabat oleh Amien Rais dari PAN. Namun, pada Pemilu 2004 dan 2009 kan tidak lagi seperti itu,” katanya. Pada Pemilu 2004, kata dia, ketua DPR ditempati oleh parpol pemenang pemilu, yakni Partai Golkar, sementara pada Pemilu 2009 ditempati Demokrat yang memenangi pemilu, dan seharusnya memang seperti itu. “Penempatan ketua DPR semestinya berdasarkan representasi suara rakyat atau parpol yang menang pemilu. Namun, UU MD3 yang baru disahkan 8 Juli 2014 justru mengembalikan seperti Pemilu 1999,” katanya. Dengan keberadaan UU MD3, kata dia, koalisi parpol pendukung Jokowi-JK bisa saja tidak memperoleh posisi apa-apa di

parlemen, terutama ketua DPR, karena mekanisme pemilihannya lewat suara terbanyak. Meski tidak bisa dijadikan sebagai pembanding yang ideal dan proporsional, kata dia, kondisi perpolitikan di Amerika Serikat bisa dijadikan pelajaran bagi perjalanan sistem perpolitikan di Indonesia. “Di AS, sudah menjadi hal yang biasa jika jabatan presiden dipegang Partai Republik, Kongres dikuasai oleh Partai Demokrat, demikian sebaliknya. Untuk menciptakan ‘check and balance’,” katanya. Apalagi dalam sistem pemerintahan presidensial, kata Susilo, belum tentu juga jika dikalkulasi kalah jumlah dalam parlemen akan membuat “kalah” presiden, berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer. =ANT/ZUHDIAR


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
e Paper Koran Madura 02 September 2014 by koran madura - Issuu