SENIN
KORAN MADURA
0328-6770024 SENIN 13 APRIL 2015 | No. 0585 | TAHUN IV13
13 APRIL 2015 | No. 0585 | TAHUN IV ECERAN Rp 3.500 LANGGANAN Rp 70.000
Pilkada Masih Rawan Politik Uang Dari Jual-beli Suara hingga Nominasi Calon
nTujuh Rekomegdasi dari Kon res PDIP l Berita Nasiona hal 3
JAKARTA-Indonesian Corruption Watch (ICW) mulai memetakan sejumlah titik rawan kecurangan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015. Salah satunya yang paling mencolok adalah praktik jual-beli nominasi calon kepala daerah.
”Pada proses jual-beli nominasi calon. Mereka (calonkepala daerah) harus saling berkompetisi, untuk dipilih partai menjadi kandidat,” ujar Deputi Koordinator ICW Ade Irawan dalam diskusi ‘Pilkada Langsung dan Praktek Bandit Anggaran’ di Aula Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Menteng,
Jakarta Pusat, Minggu (12/4). Dalam riset yang dilakukan ICW, politik uang kerap terjadi di penyelenggara negara. “Selama ini yang diawasi politik uang kepada pemilih, padahal yang berbahaya adalah kepada penyelenggara,” katanya. Disebut Ade, salah satu pihak kecamatan mengaku mendapat uang dari kandidat. “Bahkan ada yang mengaku, mereka harus menempatkan orangorang mereka (kandidat) di penyelenggara,” ucapnya. Guna meraih kemenangan dalam Pilkada, setiap calon diwajibkan memiliki dana yang luar biasa banyak. Selain untuk menarik pemilih untuk memilihnya, dana itu juga digunakan untuk ‘bermain’ dengan penyelenggara negara. “Itu untuk biaya proses pemenangan. Ini makanya dibutuhkan uang yang banyak untuk memenangkan persaingan,” jelasnya. Dia menyakini, politik uang masih
1
koranmadura@gmail.com
bisa terjadi saat Pilkada 2015. Praktek suap ini lebih besar terjadi ke penyelenggara negara bukan pemilih. Anggaran dana bantuan sosial sering digunakan sebagai alat kampanye calon peserta Pilkada. Karena itu, penyelenggara pemilu harus melakukan pengawasan ekstra. Menurutnya, pengawasan penyalahgunaan fasilitas negara harus dioptimalkan. Sebab, di beberapa daerah masih sangat banyak praktek penggunaan fasilitas negara sebagai kepentingan kampanye calon. “Banyak gedung milik pemerintah dijadikan alat kampanye. Ini titik rawan yang akan terjadi dalam Pilkada,” ujarnya. Selain itu, politik uang dapat menimbulkan kerentanan penyalahgunaan anggaran negara. Apalagi, sistim Pemilu
yang diterapkan membutuhkan dana yang besar. “Paling bahaya (politik uang) kepada penyelenggara. Hasil riset kami, beberapa penyelenggara mengaku mendapat uang. Ini yang membuat diperlukan uang banyak untuk memenangkan persaingan,” katanya. Sementara itu, Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai peraturan undang-undang yang melarang pemberian mahar pada partai politik pengusung calon kepala daerah tidak akan efektif, jika pada prakteknya aturan ini tidak benar-benar diawasi. Selain dalam hal penegakan hukum, Dahnil juga menyebut bahwa satuan penyelenggara pemilu seperti KPUD dan Panwas juga rawan melakukan praktik curang dalam gelaran pilkada. “Jadi pengawasan ini bukan hanya pada pelaksanaan peraturan tapi juga pada penyelenggara, seperti KPUD dan Panwasnya. ” jelas Dahnil. =GAM/ABD