e Paper Koran Madura 1 Juli 2012

Page 1

1

SENIN 1 JULI 2013 NO.0149 | TAHUN II Koran Madura

SENIN

Harga Eceran Rp 3.500,- Langganan Rp 70.000,-

1 JULI 2013

PURO PAKUALAMAN YOGYAKARTA

g PAMANGGHI

Kirab Adeging Projo ke-201

Memberi Oleh : MH. Said Abdullah

Anggota DPR RI asal Madura

“Manusia, jika tidak dilatih akan memiliki kecenderungan bakat untuk menerima, bukan memberi. Semangat memberi atau berbagi harus diasah sejak anak-anak,” tutur seorang kawan. Jika sejak kecil tak ada upaya menumbuhkan semangat memberi, lanjutnya, kecenderungan menerima berpeluang berkembang lebih buruk hingga lebih ekspansif menjadi bersemangat meminta-minta. Perilaku manusia ini tak terkait pada kepemilikan harta. Bisa terjadi pada kalangan miskin, sedang dan mereka yang bahkan memiliki kemampuan lebih. Tentu saja jangan membayangkan mereka berjalan membawa mangkok kecil di pinggir jalan atau di lampu merah. Cara mereka jelas berbeda dan bisa jadi sangat canggih. Kesan menerima dan meminta tak terlihat di permukaan. Namun secara subtantif sesungguhnya tak berbeda dengan mereka yang berada di pinggir jalan sambil membawa mangkok kumuh. Sudah sering terdengar cerita di tengah masyarakat kebiasaan ironis tentang sikap menerima ini. KeSemangat tika terdengar memberi atau ada program berbagi harus pembagian diasah sejak bantuan kaanak-anak dang mereka yang sebenarnya tak memiliki hak memoles diri agar terkesan layk menerima. Mereka secara diam-diam atau terang-terangan berupaya mencari cara mendapat bagian. Masih ingat saat pembagian tabung dan kompor gas gratis? Mereka yang sudah mampu membeli bahkan sudah memiliki yang jauh lebih besarpun tetap meminta. Ada yang lebih halus dengan tidak meminta tetapi ketika diberi diterima juga. Bisa jadi hampir tak ada yang mengatakan, “Maaf, saya tidak berhak menerimanya. Berikan saja, kepada yang lebih berhak.” Alihalih bersikap kesatria seperti itu, jika ada kesempatan berusaha mendapatkan lebih. Secara alamiah karakter minus ini akan makin mekar bila tidak diupayakan mengembangkan dan melatih potensi memberi dari sejak dini. Pararel dengan karakter egois pada fase perkembangan anak; jika karakteritu dibiarkan tanpa ada upaya pembinaan, sikap mementingkan diri sendiri itu akan terbawa sampai dewasa. Yang menarik semua agama di dunia ini mengajarkan sikap memberi. Bahkan bila dikaji lebih dalam ternyata pesan semua agama terkait dorongan kepedulian kepada sesama; semangat kemanusiaan, memberi makna dan manfaat pada orang-orang sekitar. Seremoni semua agama juga merupakan simbol yang mengajarkan tentang kepedulian. Bagaimana mengedepankan kepentingan orang lain, membantu sesama. Agama tampaknya memahami kebiasaan meminta manusia itu. Beberapa ajaran agama menegaskan, “Bukanlah seorang penganut agama jika bersikap pelit.” Ajaran agama lain menyebutkan, “Mereka yang buta mata hatinya pada orang-orang miskin, sebenarnya seorang pendusta agama. Sesungguhnya secara subtantif ia tidak beragama.” Sangat luar biasa ajaran agama tentang semangat memberi ini. =

Kali Dua “Mat, kau sekarang berumur berapa, apa kamu sudah beristeri?” tanyak Pak Kiai saat Matrawi sowan ke tempat dia mondok dahulu. “Sudah 30 tahun kiai, dan saya sudah beristeri” jawab matrawi sopan. “Alhamdulillah, berapa umur isterimu” lanjut sang Kiai “Lima puluh tahun” Matrawi tersipu “Wah kok lebih tua jauh darimu Mat, seneng yang tua ya? Sang Kiai agak heran. “Tidak Pak kiai, tapi kali dua” “Maksudmu?” Sang Kiai makin heran. “Maksudnya yang satu 25 tahun, satunya lagi 25 tahun” “Oooooo” Sang kiai mengangguk tanpa sanggup mengatakan apa-apa lagi.

Cak Munali

ant/wahyu putro a

GO RIGHTS KONTRAS. Pengunjungmengunjungi salah satu stan saat kegiatan “Go Rights 2013” yang diprakarsai oleh Kontras di Taman Menteng Jakarta, Minggu (30/6). Kegiatan yang melibatkan berbagai komunitas tersebut untuk mengajak masyarakat belajar tentang HAM serta untuk melakukan perubahan positif dalam rangka membangun kehidupan yang lebih terbuka.

YOGYAKARTA- Puro Pakualaman menyelenggarakan kirab Adeging Projo, Minggu sore, dalam rangka memperingati hari berdirinya Kadipaten Pakualaman ke-201 tahun. Ketua Panitia kirab Adeging Projo Kadipaten Pakualaman ke- 201, KPH Kusumo Parastho di sela-sela acara kirab di Yogyakarta, Minggu mengatakan selain memperingati berdirinya Kadipaten Pakualaman, acara tahunan tersebut dalam rangka membangun integritas Puro Pakualaman serta menjaga kearifan lokal. “Kirab ini diselenggarakan untuk turut menjaga kearifan lokal selain juga membangun integritas Puro Pakualaman yang belakangan belum banyak dikenal khalayak secara nasional,” katanya. Selain itu, upaya untuk menjaga budaya atau kearifan lokal lebih ditekankan seiring dengan disahkannya Undang-Undang Keistimewaan (UUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Setelah UUK disahkan, maka pemeliharaan dan pembangunan kebudayaan di DIY menjadi tanggungjawab Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat serta Puro Pakualaman,” katanya. Ia mengatakan, kirab untuk tahun 2013 ini lebih menekankan simbol dukungan terhap negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu, kirab lebih dikemas secara formal dibanding tahun sebelumnya. “Kali ini kami menekankan tema dukungan terhadap NKRI.Sehingga lebih formal dan diawali dengan barisan paskibraka,”katanya.

Koalisi PDI P-Golkar Ideal Duet Jokowi-Ical untuk Pemilu Presiden Kurang Cocok JAKARTA-Koalisi PDI Perjuangan dengan Partai Golkar dianggap paling ideal ke depan. Namun wacana capres JokowiAburizal Bakrie (ARB) tidak cocok sehingga harus dicari tokoh lain di luar Ical. “Kalau memang menduetkan Jokowi, maka harus dicari tokoh (Golkar) yang punya karakter kuat,” kata Direktur Eksekutif Institute for Transformation Studies, Andi Saiful Haq di Jakarta, Sabtu, (29/6). Kendati demikian, Saiful Haq mengaku, upaya menggandeng tokoh Golkar selain Ical memang tidak mudah. Sebab pasti terganjal figur Aburizal Bakrie yang sudah ditetapkan sebagai calon presiden.“Tokoh itu, punya dua tugas berat sekaligus, mendampingi Jokowi dan memenangkan Munas Golkar 2015,” ujarnya Sebenarnya kata Saiful Haq, Golkar tidak kehabisan stok figur potensial.

Terutama, tokoh yang ada di luar Jawa. Setidaknya berkarakter seperti Bung Hatta. “Karena pasangan paling ideal dalam politik nasional adalah SoekarnoHatta. Soekarno asal Jawa, nasionalis, mengurus urusan dalam negeri sampai ke hati rakyat Indonesia. Mungkin figur Bung Hatta inilah yang harus ditemukan,” paparnya. Lebih jauh, Saiful menilai, koalisi PDI Perjuangan-Golkar sangat positif bagi kemajuan demokrasi di Indonesia. Sebab akan ada koalisi pemerintahan dan oposisi yang sederhana dan efektif. Ini membuat demokrasi akan berjalan lebih stabil hingga 2019,” tuturnya Sementara Board of Advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS), Jeffrie Geovanie menilai, koalisi PDI Perjuangan harus mencari tokoh di luar Aburizal Bakrie usai pelaksanaan Munas Golkar 2015. “Kalau itu terjadi, partai penguasa pasca-2014 adalah PDI Perjuangan didukung Golkar dengan partai penyeimbang pemerintahan yang dipimpin Demokrat,” ujarnya Mantan Kader Golkar ini mengaku optimis wacana PDI Perjuangan dan Golkar akan terwujud. “ Kita lihat saja, tidak lama lagi, satu tahun lagi,” tegasnya.

Ditempat terpisah, Ketua DPP Nasdem Engartiasto Lukito mengungkapkan Partai Nasional Demokrat berharap semua pemimpin dari semua lini mampu menyadari keinginan masyarakat. “Kita masih berproses, yang jelas kalau kami jika masuk 3 besar maka kita lihat siapa yang akan maju yang bisa memimpin dengan ketulusan di Nasdem,” imbuhnya. Apalagi, kata Jeffrie, rakyat rindu pemimpin yang tegas, bukan pemimpin yang ragu-ragu. Rakyat juga rindu pemimpin yang bekerja dengan sentuhan ikhlas dari hati. “Partai Nasdem berharap pemimpin dari semua lini mampu menyadari keinginan masyarakat,” tegasnya. Soal calon pemimpin yang akan diusung Partai Nasem pada Pilpres 2014, Engartiasto tidak ingin berspekulasi. “Saat ini yang kita pikirkan bagaimana mencapai posisi tiga besar dalam Pileg mendatang,” tuturnya Yang jelas, sambung Jeffrie, rakyat sudah pandai memilih calon presiden yang memiliki wawasan ke depan. “Rakyat punya penilaian sendiri, mereka akan melihat dan menetapkan. Nasdem tidak akan mencalonkan presiden kalau tidak masuk 3 besar, ini pendidikan politik juga bagi rakyat,” pungkasnya. (gam/cea)

Adapun urutan kirab diawali barisan Paskibraka, pasukan gajah, Suronggomo atau abdi dalem kaji, Manggoloyudo, pasukan Lombok Abang, kereta Paku Alam, Pandego Manggolo, Plangkir, Kavaleri Paku Alama, Bregodo Sholawatan, Brogodo Surengpati, Bregodo Gunung Saren, Bregodo Bada Kupat Pandeyan serta Bregodo Dipowinatan. Mengawali pelaksanaan kirab, satu persatu barisan kirab tersebut melakukan formasi memberi penghormatan di depan KGPAA Paku Alam IX beserta kerabat dan tamu kehormatan yang hadir di Bangsal Sewotomo. Selanjutnya, kirab yang disambut meriah oleh masyarakat sekitar Puro Pakualaman tersebut berlangusng mengelilingi Puro Pakualaman menuju Jalan Sultan Agung-Jl.Gajah Mada-Jl. Bausasran-Jl.Suryo Pranoto, kemudian kembali ke Puro Pakualaman. (ant/luq/beth)

PERUNDANG-UNDANGAN

Adnan Buyung: Paradigma RUU Ormas Salah Kaprah JAKARTA- Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Adnan Buyung Nasution menilai kerangka berpikir yang dijadikan dasar perumusan RUU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) salah dengan mengekang kehidupan bermasyarakat warga Negara Indonesia. “Ini paradigmanya terbalik. Seharusnya rakyat yang curiga terhadap kekuasaan, tetapi ini malah Negara yang curiga terhadap rakyatnya,” kata Adnan di Kantor YLBHI Jakarta, Minggu. Esensi dalam pembentukan RUU Ormas tersebut hanya akan mengatur kehidupan warga dan mengekang kebebasan masyarakat dalam berdemokrasi. Oleh karena itu, dia meminta Pemerintah dan DPR untuk mencabut UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan membatalkan RUU Ormas. “UU yang muncul sejak zaman otoriter peninggalan masa orde lama dan orde baru itu harus dibuang. UU Nomor 8 Tahun 185 itu seharusnya dicabut daripada diperbaiki,” kata Adnan.

Bertentangan Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi mengatakan dasar hukum dan substansi di dalam RUU Ormas bertentangan, sehingga itu tidak diperlukan bagi kehidupan bermasyarakat di Tanah Air.

“Masyarakat tidak butuh UU Ormas. Dari segi yuridis dasar hukumnya memang memberikan jaminan, tetapi batang tubuh di dalamnya bertentangan dengan dasar hukum itu,” tegasnya. Sebagai gantinya, Pemerintah dan DPR

dapat memperbaiki UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan. Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) terus menyatakan penolakan mereka terhadap rencana pengesahan RUU Ormas yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR pada 2 Juli. Sebelumnya, RUU Ormas kembali ditunda persetujuannya untuk pengesahannya karena rapat paripurna di DPR pada 25 Juli memutuskan untuk melakukan sosialisasi sebelum RUU itu diketok palu. Pemerintah sendiri beranggapan bahwa RUU Ormas tersebut tidak akan mengekang hak warga negara dalam berorganisasi sebagai upaya demokratisasi. “Kami jamin karena kami bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) sebagai pedoman RUU itu, yaitu pasal 28j yang menjamin bahwa itu harus ada pembatasan untuk menjamin hak orang lain,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. (ant/beth/nin)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
e Paper Koran Madura 1 Juli 2012 by koran madura - Issuu