1
SELASA 4 JUNI 2013 NO.0131 | TAHUN II Koran Madura
SELASA
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
4 JUNI 2013
g PAMANGGHI
Ambivalen Oleh : Miqdad Husein
KLARIFIKASI PRIYO BUDI SANTOSO. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso menjawab pertanyaan wartawan soal kunjungannya ke Lapas Sukamiskin, Bandung di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (3/6). Priyo Budi Santoso memastikan kunjungannya ke Lapas Sukamiskin, Sabtu (1/6) bukanlah bagian dari inspeksi mendadak, termasuk tudingan khusus menemui Fahd El Fouz, terpidana kasus penyuapan alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang merupakan kader Partai Golkar.
Kolumnis, tinggal di Jakarta
ant/widodo s. jusuf
KASUS IMPOR DAGING
Ambil Paksa Mobil KPU Dinas Masa Lalu JAKARTA–Kalangan DPR mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta kembali sejumlah mobil dinas yang masih dikuasai bekas para komisioner KPU saat Pemilu 1999. “Setuju itu kan aset negara, sama dengan rumah dinas, ditempati lalu dialihkan jadi hak milik,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo di, Senin (3/6). Menurut Arif, DPR mendapat laporan dari Sekjen KPU dan saat ini melakukan pendekatan persuasif kepada mantan komisioner yang belum mengembalikan aset negara. “Itu salah satu penyebab laporan keuangan KPU tidak kunjung wajar tanpa pengecualian karena aset negara tidak kembali,” tambahnya Lebih jauh kata Arief, KPU diminta bekerjasama dengan kepolisian guna mengusut kasus tersebut.”Apakah deal tertentu antar komisioner KPU dulu dengan staff,. Kalau tidak dikembalikan pidana, bukan barang miliknya. Tidak diatur di peraturan KPU tapi ketegasan KPU. Memang harus menggandeng kepolisian,” tegasnya Sementara itu, Kepala Biro Logistik KPU, Boradi mengatakan, 24 bekas komisioner KPU ini terdiri dari bekas unsur partai politik. Saat pemilu demokratis pertama pascareformasi, unsur komisioner KPU terdiri dari parpol dan pemerintah. “Mobil yang masih berplat merah tersebut, masih berada di tangan 24 mantan anggota KPU periode 1999 dari unsur partai politik,” katanya Menurut Boradi, KPU kesulitan menarik 24 mobil operasional dari 24 bekas komisioner KPU. Bahkan, KPU sudah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari jalan menarik mobil dinas berpelat merah milik KPU tersebut. Salah satu upaya KPU melakukan penarikan adalah dengan mengirimkan surat berkali- kali kepada 24 mantan anggota KPU 1999 tersebut. Sampai sejauh ini, mereka tidak memberikan respon apapun terhadap permintaan KPU. Sedangkan, Kepala Biro Umum KPU Abner Nadeak mengatakan mantan komisioner diharap sadar untuk segera mengembalikan mobil tersebut. “Walaupun kondisi sudah dalam keadaan rusak, harus tetap dikembalikan,” ujar Nadaek sambil menambahkan, bahwa mobil tersebut masuk dalam aset negara sehingga harus dikembalikan kepada KPU. (gam/abd)
Perlu Aturan Tegas Dana Kampanye Parpol JAKARTA-Pengaturan dana kampanye partai politik harus dibuat secara tegas dan ketat untuk memastikan dana kampanye partai politik berasal dari sumber yang halal. Sebab tanpa mengatur itu maka selamanya publik tak dapat mengetahui dari mana sebenarnya dana yang didapatkan partai politik untuk kampanye. “Kita tidak lagi dapat membiarkan caleg-caleg yang mengumbar besaran dana yang dikeluarkannya, seperti misalnya menyatakan mengeluarkan sampai 6 miliar rupiah, tanpa tercatat sebagai bagian dari pembelanjaan kampanye partai politik. Untuk itu harus diatur soal dana kampanye ini agar tidak ada dana haram yang masuk,” ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti dalam keterangan pers, Senin (03/06). Menurut dia, salah satu elemen penting pemilu adalah memastikan pelaksanaan pemilu berjalan jujur, adil dan bersih. Karena itu, KPU dapat membuat norma-norma teknis yang menjamin bahwa prinsip-prinsip pengelolaan dana kampanye ini dapat dilakukan dengan lebih baik. Langkah ini sekaligus untuk memastikan tak ada dana haram masuk ke dana kampanye partai politik. “Hendaknya KPU memastikan dana partai politik dan dana kampanye partai politik berasal dari dana halal,” kata dia. Dia menjelaskan, masyarakat perlu mengetahui dari mana partai politik mendapatkan dana kampanye. Inilah hal yang urgent. Selain bahwa UU telah menetapkan sumbersumber yang diperkenan partai politik menerima dana kampanye, juga karena masalah terpenting dari dana ini adalah siapa dan bagaimana dana itu ada. “Inilah yang selama menjadi sumber karut marut dalam pengawasan dana kampanye. Orientasi pengaturan dan pengawasan pada pembelajaan dana kampanye harus dirubah menjadi orientasi dari mana dan bagaimana dana kampanye sampai ke buku rekening dana kampanye partai politik,” beber dia.
Dia berpendapat akibat orientasi melihat ke mana belanja dana kampanye dan melupakan dari mana sumber dana kampanye membuat praktek-praktek menyimpang oknum-oknum partai politik merajalela. “Berbagai kasus korupsi atau suap oleh oknum-oknum partai saat ini dirasakan erat kaitannya dengan soal pencarian dana kampanye partai politik. Partai politik seolah berlomba mencari dengan berbagai cara untuk menumpuk dana kampanye karena memang pengawasan atas sumber dana ini terasa longgar,” kata Ray. Ray juga menilai pengawasan atas dari mana sumber dana kampanye partai politik ini tidak cukup semata menjadi kerja institusi di luar penyelenggara pemilu. Kerjakerja insidental seperti yang dilakukan oleh KPK misalnya selamanya tidak dapat diandalkan. Kerja-kerja insidental tersebut hanya memberi efek jangka pendek dan terisolir. “Untuk itulah keterlibatan KPU dan Bawaslu (sebelum dibubarkan) menjadi sangat urgen. Dimulai dengan membuat aturan yang memastikan bahwa semua dana yang masuk ke rekening dana kampanye partai politik bersumber dari dana halal, juga memastikan bahwa tak ada ampun bagi partai politik yang terbukti dana kampanyenya berasal dari sumber haram,” cetusnya. Ditambahkan Ray bahwa diskualifikasi dari tahapan pelaksanaan pemilu adalah keniscayaan. KPU dan Bawaslu adalah lembaga yang paling bertanggungjawab untuk memastkan bahwa dana kampanye partai politik bersumber dari dana halal. “KPU dan Bawaslu jangan seolah sangat sibuk urusan tekhnis
pelaksanaan tahapan pemilu untuk melupakan hal yang sangat urgen ini,” tegas Ray. Berantas Manipulasi Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merespon positif putusan DPR yang mewajiban Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu segera mempublikasikan hasil perhitungan suara di tiap TPS. Pengumuman ini harus secepatnya setelah penghitungan suara selesai. “Tentu saja itu sangat melegakan,” kata Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron, di Jakarta, Senin (3/6). Menurut Daniel, persoalan pemilu nasional seringkali bertolak belakang dengan harapannya, sehingga sering berakhir dan berujung pada sengketa. “Bahwa suara yang diberikan warga negara di TPS harus terangkat secara konsisten dan nyata di tingkat rekapitulasi. Tidak ada manipulasi suara di dalamnya,”tambanya Daniel menambahkan, langkah ini untuk menjaga kemurnian suara rakyat di TPS itu jelas universal, dan legitimisasinya tinggi atas proses pemilu. “ R a k y a tlah pemilik k e -
daulatan ini dengan secara langsung memilih kandidat dan jangan dimanipulasi lagi,” tuturnya Menyinggung soal dukungan proses pemilu yang jujur dan adil dengan menyediakan pembiayaan mitra pengawas pemilu, Daniel menambahkan pihaknya sangat mendukung ide dari DPR itu dan berharap APBN bisa memenuhinya. “APBN harus menjadi satu instrumen strategis dan final. Karena penyelenggara pemilu tidak boleh mencari sumber lain,” paparnya Melalui pengawasan partisipatif, lanjut Daniel, maka mitra pengawas pemilu adalah gagasan memanggil sumber daya terbaik dari masyarakat untuk peduli dan aktif mengikuti tahapan pemilu. (gam/ abd/ cea)
Mendua, ambivalen, main dua kaki atau yang paling ekstrim disebut oportunis merupakan sikap paling dibenci dalam dunia politik. Mau enak sendiri. Jika enak ikut menikmati, jika pahit lari mencari kenikmatan dari tempat lain, dengan tetap bersikap formal berada dalam barisan sama. Politik memang seni berkuasa. Permainan strategi dalam meraih kekuasaan. Namun sekalipun disebut seni, yang mencerminkan kemungkinan fluktuasi –kemungkinan naik turun, ke kiri ke kanan- ada batas antara kawan dan lawan. Bahkan sekalipun dalam dunia politik ada diktum tak ada kawan dan lawan abadi, yang ada kepentingan abadi, ada batas tegas di mana politisi itu berada dan bersikap. Bisa jadi hari ini berkawan partai A dan di lain waktu berlawanan. Secara politik sikap itu sah, betapapun mungkin disebut kutu loncat. Berubah-ubah sikap. Tetapi di sini masih terlihat kejelasan berada dimana politisi itu. Warna hitam putihnya terlihat jelas. Namun ada perilaku politik yang mencermin kelakuan amat sangat buruk hingga begitu buruknya hampir tak ada di dunia ini. Sikap itu adalah berpolitik dengan berada dalam satu peKesepakatan rahu namun kebersamaan, bersikap berdilanggar tapi beda. Berada ironisnya tetap dalam barisan berada dalam yang sama, nawadah dan mun bersuara tempat yang beda hingga sama. ibarat lagu, membuat koor menjadi sumbang. Politisi dan partai itu, ikut menikmati kue kekuasaan dalam koalisi tapi tak mau menerima resiko dari kekuasaan. Kesepakatan kebersamaan, dilanggar tapi ironisnya tetap berada dalam wadah dan tempat yang sama. Di luar berteriak lantang mementahkan kesepakatan bersama. Ia menikam dari belakang. Menjadi musuh dalam selimut. Jika sikap berbeda muncul dari kekuatan oposisi atau yang berada di luar kekuasaan, bisa dipahami. Wajar dan sah bahkan harus kekuatan opisisi, atau orang-orang yang berada di luar barisan memiliki sikap berbeda dengan pemegang kekuasaan. Katakanlah sebagai penyeimbang agar pemerintah tak kebablasan. Namun merupakan sikap “mengerikan” jika ada kekuatan atau partai politik berada dalam kekuasaan lalu menyuarakan sikap berbeda. Lalu apa berarti semua yang berada dalam koalisi harus selalu sama, tertutup kemungkinan bersika berbeda? Sebebenarnya ada ruang berbeda. Pertama, berbeda sebelum ada keputusan jika berada dalam satu kelompok. Di sana siapapun berhak bertarung adu gagasan, argumentasi serta berbagai hal lainnya. Namun ketika kemudian diputuskan, siapa pun jika tetap ingin berada dalam barisan sama, harus mentaati keputusan itu. Kemungkinn kedua, jika ingin berbeda sah saja, tentu saja dengan konsekwensi harus keluar dari barisan koalisi. Tak ada dasar moral, kekuatan politik berada dalam satu barisan kekuasaan lalu bersikap berbeda dengan keputusan kekuasaan. Masyarakat negeri ini dan dimanapun di dunia, yang masih menghargai akal sehat tentu jengah dan muak bila menyaksikan perilaku politik yang dari perspektif agama disebut kemunafikan itu. Apapun alasannya, perilaku politik seperti itu adalah kemunafikan terbuka, yang mencerminkan kehausan kekuasan namun tak mau menerima resiko dari keputusan kekuasaan. Tetap ingin mendapat porsi kekuasaan tapi tak mau menerima resiko kekuasaan bahkan melawan keputusan kekuasaan. Tragis. =
Ditilang Matrawi protes saat ditilang seorang polisi “Apa salah saya Pak? Saya pake helm, pake jaket, punya SIM, STNK bawa, kenapa saya di tilang ?” Polisi menjawab dengan enteng : “Sebel aja gw liat lo… muter2 pake jaket dan pake helm tapi nggak pake motor”
Cak Munali