e Paper Koran Madura 4 Oktober 2013

Page 1

1

JUMAT 4 OKTOBER 2013 NO.0213 | TAHUN II Koran Madura

g PAMANGGHI

Sumarwi

ant/ronald

PENYITAAN ASET PENYUAPAN. Suasana rumah milik tersangka Tugabus Chaeri Wardana alias Wawan di Jalan Denpasar IV, 35, Jakarta Selatan, Kamis (3/10). Rumah ini digeledah KPK karena dugaan penyuapan pada Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Lebak. Menanggapi tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi ini, Jimly Assiddiqi yang juga pernah memimpin MK mengatakan, sebaiknya KPK menuntut hukuman mati atas kasus ini.

Oleh : Abrari Alzael

Wartawan senior di Madura

Sumarwi, penggali batu bata di desa Blumbungan Kecamatan Larangan Pamekasan, setiap hari memiliki penghasilan sebesar Rp. 30.000. Jika ia bekerja selama 100 ribu hari, Sumarwi bisa mengumpulkan uang senilai Rp. 3 miliar. Itu pun jika biaya makan setiap hari sudah ada yang nanggung. Tetapi, mungkinkah ia bekerja sampai 100 ribu hari, bila 100 ribu hari setara dengan 274 tahun? Bagi manusia Indonesia lainnya, tidak perlu bekerja sampai 274 tahun untuk mendapatkan uang senilai Rp. 3 miliar. Akil Mochtar, menjadi contoh bahwa uang miliaran rupiah hanya didapat dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dari mana uang-uang itu, pasti bukan berasal dari pekerjaan berat sebagaimana penggali batu bata. Sebagai warga republiken, hanya bisa berseru. Jika semahkamah Akil seperti itu, bagaimana dengan yang lain? Bisa jadi Akil hanya ketiban sial. Tetapi pantas diduga, Akil tidak kali ini saja. Jauh sebelum ini, tertiup kabar gratifikasi bernilai puluhan miliar untuk sengketa pemilukada Jabar dan Bali. Dalam konteks ini, bukan soal Rp 3 miliarnya saja. Namun penistaan terhadap hukum dan pelukaan terhadap masyarakat republik, ini yang menjadi masalah besar. Oknum penyelenggara negara seolah-olah main-main dalam memangku kewenangan di bidangnya, dalam kasus Akil tentu di bidang hukum yang sejauh ini diragukan ketegasannya. Oleh karena itu semakin Jika mendekati kebenaran ketika suatu ketika, Mahfud MD, semahkamah pernah mengatakan bahwa Akil seperti di republik ini seperti masjid itu, bagaimana besar yang menampung jutaan dengan yang jemaah. Pada jutaan jemaah, lain? Bisa jadi hanya beberapa orang saja Akil hanya yang memiliki keinginan unketiban sial tuk membersihkan yang kotor. Tetapi berlipat-lipat jemaah lainnya senang membuat kotor di dalam dan sekitar masjid. Bisa dibayangkan, betapa tidak bersihnya masjid karena populasi manusia yang senang mengotori jauh lebih banyak dari yang gemar bersih-bersih. Dalam kasus korupsi ini, Indonesia yang memulai reformasi pada 1998, layak mengadaptasi China dalam memberantas korupsi sejak masa Zhu Rongji pada 1997, satu tahun sebelum reformasi di Indonesia. Zhu melontarkan ucapan yang melegenda, “Beri saya 100 peti mati, 99 akan saya gunakan untuk mengubur koruptor, dan 1 untuk saya kalau terbukti korupsi”. Banyak yang tahu hukuman keras dan tegas yang diterapkan Zhu tak pandang bulu. Sejumlah pejabat pemerintah, orang kaya dan berkuasa yang terbukti korupsi dihukum mati. Diantaranya, Wakil Walikota Hangzhou, Xu Maiyong Xu Maiyong. Dia dianggap Mahkamah Agung China terbukti menerima suap jutaan dollar. Meski meminta pengampunan kepada Presiden Zhu Rongji, namun upaya tak digubris, hukuman mati tetap dieksekusi. Jika Indonesia belum memulai tradisi ini, saatnya hari ini memulai, dari Akil, setidaknya di-euthanasia, untuk penyakit yang dideritanya, hiperkinesis, gangguan fungsi otak yang menjadikan akil tidak berakal. =

Menyelesaikan Persoalan Hari ini giliran Matrahem yang terlihat murung. Ia duduk termangu di gardu pertigaan ujung kampung. Sangat jelas terlihat, persoalan sedang berkecamuk dalam kepalanya. Matrawi : Kemaren aku susah kau senang, Sekarang kau yang susah, aku dapat BB baru. Matrahem : Jangan meledek lah kau Kang. Aku sedang berantem sama istriku. Matrawi : Begitu saja susah. Selesaikan dengan duduk bersama, bicara dari hati ke hati. Matrahem : Sudah kang, tapi malah makin kacau. Matrawi : O, kalau tidak bisa diselesaikan dengan duduk bersama dan bicara dari hati ke hati, selesaikan saja dengan tidur bersama dan tanpa bicara apa pun... Cak Munali

Akil, Kenapa tak Berakal KPK Menetapkan Akil Mochtar Sebagai Tersangka JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/10) sore menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, anggota DPR Chairun Nisa, calon incumbent Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, dan pengusaha Cornelis sebagai tersangka. Menurut Ketua KPK Abraham Samad, penyidik menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan keempatnya sebagai tersangka. Akil dan Chairun yang menerima suap diduga melanggar Pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. “Dari hasil penyelidikan KPK disimpulkan bahwa ditemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi. Kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ujar Ketua KPK Abraham Samad dalam konferensi pers, Rabu (3/10). Sementara Hambit dan Cornelis sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Sebelumnya, KPK menangkap tangan Akil bersama dengan anggota DPR, Chairun Nisa, dan seorang pengusaha bernama Cornelis di kediaman Akil di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, pada Rabu (2/10) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih

serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah nilainya sekitar Rp 2,5-3 miliar. Pemberian BERITA uang itu diduga TERKAIT terkait dengan penyelesaian Halaman 2&3 perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana di MK. Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil. KPK sudah memantau pergerakan

Akil sejak beberapa hari lalu. KPK sebelumnya menerima informasi dari masyarakat yang menyebutkan bahwa ada rencana pemberian uang untuk Akil pada Selasa (1/10). Namun, rupanya pemberian uang itu bergeser waktunya menjadi Rabu malam. Selain sebagai tersangka dalam kasus Pilkada Gunung Mas, Akil juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, Banten. Politisi Golkar ini diduga menerima suap bersama STA. Dia dijerat pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP atau pasal 6 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sebagai pemberi suap, KPK menetapkan pengusaha Tubagus Chaery Wardana alias W. Ia diduga melanggar pasal 6 ayat 1huruf a UU TPK jo pasal 55 ayat 1ke 1 KUHP. (gam/aji)

SKANDAL SUAP MK

Hukum Mati

M

antan Ketua MK periode periode 20032006 dan 2006-2009 Jimly Asshiddiqie tak mau berkomentar banyak terkait penangkapan Ketua MK saat ini, Akil Mochtar. Namun dia menegaskan, pejabat yang rakus, perlu diganjar hukuman setimpal, yakni hukuman mati. “Bangsa Indonesia memang sudah melewati “batas”. Akil Mochtar merupakan contohnya. “Inilah contoh pejabat tinggi yang rakus,” tulis Jimly Kamis (3/10). Sosiolog Universitas Indonesia Tamrin Tomagola menegaskan Ketua MK Akil Mochtar harus dihukum mati. Hukuman itu harus diberikan karena Akil terlibat kasus dugaan suap sengketa Pemilu Kada. Menurut Tamrin, hukuman itu wajar diberikan karena MK sebagai lembaga hasil reformasi yang ditetapkan sebagai lembaga hukum konstitusional tertinggi. Harapan masyarakat, mereka yang menjabat di MK memiliki integritas dan tidak bisa tergoda apapun. Di atas MK tidak ada lagi, kecuali Tuhan. Hukuman berat, kembali ditegaskan Tamrin, sangat pantas bagi mereka yang sudah dianggap sebagai Wakil Tuhan. “Karena paling tinggi sebagai lembaga hukum konstitusional, hukumannya harus dobel-dobel,” tegas dia. (gam/aji)

KONSTITUSI

DPD Usulkan MK tak Adili Sengketa Pilkada

JAKARTA- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida mengusulkan agar Mahkamah Konstitusi tidak diberikan kewenangan mengadili sengketa pemilihan kepala daerah menyusul tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mocthar. “Sudah saatnya MK tak lagi dipercaya dan diberi kewenangan untuk menangani sengketa pilkada. Setidaknya, harus dievaluasi, apakah masih afdol MK sebagai pemutus final seperti sekarang ini,” kata DPD Laode Ida di Jakarta, Kamis. Laode mengatakan tertangkap tangannya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK terkait dengann pilkada kabupaten Lebak dan Gunung Mas, sekaligus meneguhkan bahwa

negara ini sudah jatuh ke tangan para koruptor. “Wajah bangsa ini seolah dilumuri kotoran, sangat terhina. Betapa tidak, seorang Ketua MK, posisi yang sangat mulia karena sebagai pimpinan hakim penjaga konstitusi di negeri ini, ternyata sangat menjijikkan kelakuannya,” kata Laode. Laode mengaku hal ini sungguh memalukan, sekaligus menyedihkan. Menurut Laode, bukan mustahil kelakuan seperti

itu sudah menjadi bagian dari tradisi busuk di MK yang selama ini selalu ditutup-tutupi, dengan alasan menjaga kepercayaan MK, atau orangorangnya yang dianggap mulia. “Bau busuk itu kini terbongkar. Kondisi memprihatinkan ini, sebenarnya sudah pernah dicoba dibongkar oleh Refli Harun sekitar dua tahun lalu. Tapi justru pada saat itu Refli hampir saja jadi korban, karena Akil Mochtar dan Mahfud MD menyangkal habishabisan,” katanya. Namun, tambah Laode, sekarang apa yang disinyalir Refli ternyata benar. Karena itu, Laode menyarankan ke depan harus dilakukan penelitian tentang kelayakan harta milik para mantan anggota/ketua MK. Dalam konteks ini, KPK tak boleh percaya lagi dengan laporan formal di atas kertas, melainkan harus masuk menggeledah tempat kerja dan kediaman setiap pejabat MK yang dicurigai. (ant/ jak/beth)

Ronaldo dan Di Maria Gemilang Berita di halaman 8


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.