1
SELASA 5 MARET 2013 NO.0069 | TAHUN II Koran Madura
SELASA
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
5 MARET 2013
g PAMANGGHI
Psywar Oleh : Ariz Elma Dores
Pemerhati Politik di Madura
P
ant/asep fathulrahman
SEKOLAH KEBANJIRAN. Sejumlah murid SD Negeri Lopangdomba, Serang, Banten, mengikuti kegiatan belajar di kelas yang tergenang banjir, Senin (4/3). Banjir terjadi akibat saluran drainase rusak parah sejak setahun terakhir namun tak kunjung diperbaiki Pemda setempat.
MAHKAMAH KONSTITUSI
Arif Hidayat Gantikan Mahfud MD JAKARTA-Komisi III DPR RI akhirnya memilih Prof Arief Hidayat sebagai calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan ketua MK Mahfud MD. Dalam pemungutan suara secara langsung alias voting di Komisi III DPR, Senin (4/3), malam, Arief Hidayat mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan 42 suara. Disusul Dr Sugianto dengan perolehan 5 suara. Kemudian Dr Djafar Albram dengan 1 suara. “Dengan demikian penetapan hakim konstitusi berdasarkan suara terbanyak adalah Prof Arief Hidayat,” kata Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika di Jakarta, Senin (4/3). Dalam voting itu Komisi III DPR hanya memilih 3 calon hakim MK yakni Prof Dr Arief Hidayat, Dr Sugianto, dan Dr Djafar Albram. Ketiganya telah mengikuti fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) di Komisi III pagi hingga sore tadi. Ada 6 anggota Komisi III tidak menggunakan hak suara karena tidak hadir dalam rapat. Sidang yang dihadiri oleh 48 orang dari total 54 anggota Komisi III DPR. Sebelum fit and proper test, tiga calon hakim MK mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Mereka, antara lain, mantan Menteri Hukum dan HAM Patralis Akbar, Rektor Universitas Krisnadwipayana Lodewijk Gultom, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Ni’matul Huda. Namun sebelumnya anggota Komisi III Ahmad Yani sempat meminta penundaan proses voting. Sebab, menurutnya belum ada sosok yang pas dari ketiga orang tersebut. “Saya belum menemukan sikap-sikap kenegarawanan dari ketiga orang tadi. Jadi lebih baik kita kembalikan, dan kita pilih lagi. Kita rundingkan lagi,” ujar Ahmad Yani. Namun, pimpinan sidang memutuskan untuk tetap meneruskan proses pemilihan. Arief akan menggantikan Mahfud yang masa jabatannya akan habis masa jabatannya pada 1 April 2013 nanti. Arief Hidayat selama ini berprofesi sebagai Guru besar dan Ketua Program Magister ilmu hukum Undip Semarang. ia pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia. (gam/cea/abe)
Kemungkinan Memang “Ada” SBY di Century JAKARTA-Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta Tim Pengawas kasus Bank Century mengkaji kembali pengakuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menegaskan tidak pernah tahu rencana dana talangan (bail out) Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Anas meminta tim untuk membuka lagi dokumen dan risalah-risalah rapat yang ada. “Jadi ada fakta yang terlewatkan, yang oleh timwas tidak dianggap penting tapi ternyata dengan cara pandang berbeda itu sedikit penting,” kata anggota Timwas Century dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno di Jakarta,Senin, (4/3). Seperti diketahui, kedatangan tim kecil Century ke kediaman Anas ini sebagai tindak lanjut pengakuan Ketua Bapilu Partai Hanura Yuddy Chrisnandi yang juga rekan Anas. Yuddy menjelaskan isi pertemuan para politisi lintas partai pada Minggu (24/2) lalu di kediaman Anas, Duren Sawit, Jakarta Timur adalah niat Anas untuk membongkar skandal Century. Dari pantauan di lapangan, Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR mengunjungi rumah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (4/3) pagi. Tim mulai berdatangan sekitar pukul 09.30 WIB. Anggota tim kecil yang pertama kali datang adalah Fahri Hamzah, anggota DPR F-PKS, Ahmad Yani Fraksi PPP, Syarifuddin Suding Fraksi Hanura, dan Hendrawan Supratikno Fraksi PDI-Perjuangan. Yang menarik dalam pertemuan dengan Anas, kata Hendrawan lagi, terkait pertanyaan publik apakah Presiden SBY tak memperoleh informasi soal bail out itu. “Nah, Anas minta hal ini untuk dikaji lagi fakta-faktanya mulai dari surat-surat, risalah rapat, dan dokumen lainnya,” jelasnya. Meski begitu, kata Guru Besar FE Universitas Kristen Satya Wacana ini, Timwas Century akan tetap bekerja secara hatihati. “Kami juga bukan anak kecil yang dicekoki terima begitu saja. Kami juga
minta bukti yang katanya masih dihimpun,” tuturnya. Dirinya, kata Hendrawan, tidak mengetahui secara pasti, apakah Anas mempunyai keyakinan Presiden turut mengetahui pencairan dana bail out Bank Century. “Kami paham kalau dia (Anas) banyak tahu karena dia kan mantan anggota Pansus, mantan Ketua Fraksi, dan mantan petinggi partai,” ucapnya Sementara itu, anggota Timwas lainnya, Ahmad Yani mengungkapkan ada beberapa nama baru yang disebutkan Anas Urbaningrum dalam kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp6,7 trilun itu. “Pokoknya ada nama baru yang muncul, yang sebelumnya orang-orang tidak akan menyangka,” ungkapnya Namun demikian, Yani tidak mau membeberkan sejumkah nama itu meski inisial sekalipun. Karena ini permintaan Anas, agar informasi tersebut jangan sampai dikemukakan ke publik terlebih dahulu. “Makanya, KPK harus didorong untuk menuntaskan ini (kasus bailout bank Century). Kalau soal nama, biar dia (Anas) yang mengungkapkan nanti di KPK,” jelasnya Sedangkan Anas Urbaningrum sendiri meminta agar timwas menghormati dan melindungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jangan sampai SBY yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tidak diobok-obok. “Anas tadi sempat mengatakan berulang kali ke Fahri (Hamzah), tolong lindungi SBY,” katanya Politikus PPP itu juga menyampaikan, Anas tidak bermaksud meny-
erang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. “Dia masih menghormati Pak SBY,” tukasnya Tidak hanya itu, Anas juga sempat mengatakan bahwa SBY adalah pemimpin yang harus dijaga. “Makanya dia minta tolong agar dijaga. Anas mengatakan, saya tidak pernah menyerang secara personal, kalau pemimpin diobok-obok terus kan ‘gimana’ gitu,” imbuhnya (cea/abe)
residen Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan ada laporan Badan Intelijen Nasional (BIN) tentang adanya upaya kelompok yang hendak menimbulkan gonjangganjing. Dulu, ada pernyataan sejenis meski kalimatnya tidak sama persis. Biasanya, kalimat itu terlontar ketika negara dalam keadaan genting. Genting yang seperti apa, siapa yang menyebabkan, mengapa genting, hanya SBY yang tahu. Ia pasti memiliki kecerdasan rata-rata. Termasuk cerdas menutupi kekurangannya dan mengalihkan isu yang mungkin saja menyudutkannya. Tetapi benarkah segenting itu? Ada dua kemungkinan yang terjadi mengapa SBY mengatakan seperti itu. Pertama, kondisi memang begitu genting dan mengancam stabilitas. Kedua, situasi sebenarnya tidak genting dan kalimat SBY muncul karena merasa terdesak sebab tubuh internalnya terguncang. Publik tahu internal Demokrat SBY saat ini mengalami krisis kepercayaan. Itu terjadi karena Demokrat pada awalnya begitu yakin sebagai partai yang bersih dari kader yang kotor. Di televisi, sejumlah kader mengiklankan diri untuk mengatakan “tidak pada korupsi”. Saat hari-hari berlalu, sebagian kader Demokrat memang mengatakan tidak kepada korupsi namun melakukannya meski tidak harus dikatakan. Pada mulanya, Nazaruddin yang bertindak sebagai bendahara umum, saat itu. Lalu disusul Angelina Sondakh dan Andi Malarangeng. Terakhir (jika tidak ada lagi), Anas Urbaningrum yang bertindak sebagai ketua umum saat kasus korupsi ditersangkakan kepadanya. Nah, di sinilah layak dikupas, dan dikaitkan dengan sulit diterima pernyataan SBY, akal sehat jika ada yang ingin ketua umum membuat netidak tahu gara ini goncang dengan apa sesuai dengan yang dilakukan laporan BIN. bendahara Saat pertama Nazarudumum din tersangka, sebagai bendahara umum rasanya agak sulit diterima akal sehat jika ia hanya bertindak sendirian. Pasti ia memiliki mitra baik dari dalam maupun luar Demokrat. Selain itu, ketua umum yang memiliki ikatan organisasional dengan bendahara umum, juga agak sulit diterima akal sehat jika ketua umum tidak tahu dengan apa yang dilakukan bendahara umum. Begitu juga dewan pembina juga agak sulit diterima akal sehat jika tidak mendengar apa yang dilakukan bendahara umum yang menjati “ATM” partai. Namun bisa juga memang tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu. Apa yang terjadi di internal Demokrat ini berdampak psikologis bagi kader-kadernya. Anas, secara psikologis, mengalami tekanan dan sampai mengatakan gantung di tiang Monas bila terbukti korupsi. Anas kemudian menjadi tersangka dan publik mengingatkan Anas soal Monas. Begitu pula, SBY melontarkan ada yang sengaja ingin membuat republik gonjang-ganjing. Secara psikologis pula, SBY tertekan, tidak bisa dipungkiri. Sebab, seharusnya presiden tidak mengumumkan temuan BIN ke hadapan umum kecuali dalam posisi yang sangat terpaksa. Cuma, publik sudah terlalu sering mendengar pernyataan petinggi negara yang seolah-olah sesuatu sedang terjadi untuk menutupi sesuatu yang sudah terjadi. Semoga petinggi lebih jujur dengan mengatakan sebenarnya apa yang tengah terjadi. Untuk negara, rakyat pasti bersatu. Untuk sekedar Demokrat, rakyat akan berujar tunggu dulu. =
Soto “Kenapa kamu mandi tak pakai sabun?”, tanya Matrawi pada anaknya. “Saya tak mau bau kayak soto madura pak,” jawab sang anak. “Memangnya kenapa?” “Anu pak, sabunnya aromanya jeruk nipis. Soto madura kan selalu pakai jeruk nipis. Ntar saya disangka ketumpahan soto madura.” Matrawi: Oh.. Besok kalau begitu bapak beli sabun yang aroma kacang. Biar bau badan kamu kayak rujak.
Cak Munali