1
SELASA 7 MEI 2013 NO. 00112 | TAHUN II Koran Madura
SELASA
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
7 MEI 2013
SISWA MAN 2, PAMEKASAN, MOGOK BELAJAR Mereka berunjuk rasa menolak mutasi terhadap tiga guru mereka yang dimutasi oleh mantan bupati KH. Kholilurrahman sebelum Bupati baru setelahnya dilantik oleh Gubernur Jatim. ant/saiful bahri
>> halaman 5
LEBRON JAMES PEMAIN TERBAIK NBA Forward Miami Heat LeBron James mendapat penghargaan sebagai pemain terbaik (Most Valuable Player) NBA untuk musim 2012/2013 pada Minggu. >> halaman 16
Anas Penuhi Panggilan KPK JAKARTA-Mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Senin, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat. “Saya sehat, saya bisa memenuhi panggilan untuk menjadi saksi atas Pak Andi (Mallarangeng), Pak Deddy (Kusdinar) dan Pak (Teuku) Bagus, saya tidak tahu mengapa saya dijadikan saksi tapi saya sebagai Anas siap hadir untuk memberikan keterangan,” kata Anas yang datang ke gedung KPK Jakarta pada pukul 12.45 WIB, Senin. Anas seharusnya menjalani pemeriksaan pada Senin
(29/4) tapi pengacaranya Firman Wijaya mengatakan Anas tidak bisa datang karena mengalami gangguan kesehatan akibat makan nasi kucing. “Hari ini saya sehat karena tadi malam saya makan nasi kucing, jadi kalau minggu lalu saya tidak hadir karena tidak sehat sama sekali, bukan karena makan nasi kucing, nasi kucing justru membuat saya sehat,” tambah Anas. Ia bahkan menganjurkan agar lapak nasi kucing semakin banyak, tapi Anas menolak menjawab pertanyaan terkait kasus. “Nanti ya kalau ada pertanyaan, mudah-mudahan ada pertanyaan yang sama dengan pertanyaan sampean,” kata Anas saat ditanya mengenai sertifikat tanah Hambalang. Anas datang ke KPK did-
ampingin Wakil Sekretaris Jenderal I Partai Demokrat Saan Mustafa serta pengacaranya Firman Wijaya. Anas terakhir memberikan kesaksian dalam kasus Hambalang pada 4 Juli 2012 sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dan dalam pemeriksaan tersebut Anas mengaku bahwa tidak pernah bertemu dengan pihak PT Adhi Karya selaku konsorsium pemenang tender Hambalang. Pada Jumat (22/2), KPK secara resmi mengumumkan Anas Urbaningrum melanggar pasal penerimaan suap atau gratifikasi oleh penyelenggara negara berdasarkan Undangundang Tindak Pidana Korupsi yaitu pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidana pelanggar pasal tersebut adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar. Sedangkan tersangka lain mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen saat proyek Hambalang dilaksanakan dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor juga disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP. Proyek Hambalang pada 2009 diusulkan sebesar Rp1,25 triliun sedangkan pada 2010 kembali diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu. Dari kebutuhan anggaran sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-Perubahan 2010. Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa. Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar. (ant/beth)
PEDULI WARGA
Said Abdullah Bantu Anak Penderita Meningokel
SUMENEP-Rifqi Riyanto warga Kecamatan Guluk-Guluk ini masih berumur dua tahun. Seharusnya di usianya ini ia cukup ceria dan selalu asyik bermain. Namun penyakit meningokel
yang dideritanya membuat ia tidak seceria teman-teman sebayanya. Di antara dua matanya muncul benjolan yang membuatnya cukup menderita dan terlihat selalu murung. Ibunya, Maemunah mengatakan
bahwa ia sudah beberapakali berusaha mengobati anaknya di puskesmas kecamatan Ganding, namun usaha tersebut tidak membuahkan hasil. “Kemampuan kami sangat terbatas. Karenanya selama ini kami hanya membawanya ke puskesmas. Untuk membawanya ke rumah sakit, kami jelas tidak mampu” terang Maemunah. Kondisi Rifqi ini membuat MH. Said Adullah, Anggota DPR RI dari Fraksi PDI P tergugah. Saat datang ke Kecamatan Guluk-Guluk, ia menjenguk Rifqi dan memberinya sedikit bantuan agar Rifqi bisa dibawa ke rumah sakit untuk diobati. “Kondisi Rifqi ini sangat memprihatinkan, harus segera diobati sebelum semakin parah”, ujar Said. Selain Rifqi, Said juga memberikan bantuan kepada Ahmad Faiq yang menderita pembengkakan pada otaknya. Said berharap anak ini bisa diobati dan bisa beraktifitas seperti anak-anak seusianya. (syam/beth)
g PAMANGGHI
Legitimasi Oleh : Miqdad Husein
Kolumnis tinggal di Jakarta
K
etika agama sekedar jadi legitimasi, saat itu agama kehilangan subtansi dan tujuan keberadaannya. Agama berubah fungsi sekedar sebagai pembenaran tindakan syahwat manusia. Agama lalu berada di luar kerangka dasar pikiran dan perilaku manusia. Hanya simbol. Kepentingan yang menjadi nawaitu beragama bukan berangkat dari kesadaran, pemahaman dan keyakinan. Tak usah heran jika sekali waktu agama yang diyakini diletakkan disudut-sudut sempit, lalu di saat lain didekap erat, seakan tak boleh lepas. Standarnya kepentingan. Jika diperlukan untuk mengamankan kepentingan, diperlihatkan simbolsimbol agama yang dipeluknya. Politik, areal paling sering memanfaatkan agama sebagai legitimasi. Muatan moral pada ajaran agama memang sangat menarik dijadikan alat menghimpun kekuatan. Muatan emosi yang ditumbuhkan dari keterikatan keagamaan, dapat dengan mudah menjadi ideologi pengikat mencapai tujuan politik atau kekuasaan. Simpati, empati, rasa kebersamaan, ikatan persaudaraan yang memang kental sebagai ajaran agama, diplesetkan pada penggalangan kekuatan. Secara objektif pe- para politisi yang m a n f a a t a n sebatas berbaju agama di agama itu tidak pentas polimenyadari bahwa tik masih masyarakat saat tetap berini makin cerdas langsung. Sebagian politisi di negeri ini masih beranggapan bahwa agama bisa menjadi alat menggapai kepentingan bernama kekuasaan. Bahwa gaya berpolitik sejenis itu laku atau tidak laku, agaknya masih menjadi tanda tanya, terutama di pemilu tahun 2014. Sebenarnya sah saja menjadikan agama sebagai legitimasi, menjadi simbol atau identitas politik. Yang menjadi masalah apakah ada kesesuaian nilai, sikap dan perilaku politik yang sejalan agama bersangkutan atau tidak. Jika ada konsistensi antara kebenaran dan pembenaran (legitimasi) tentu terbuka posisi agama dalam format seperti itu untuk menjadi alternatif solusi pilihan masyarakat. Sebaliknya jika agama sebatas legitimasi, apalagi berkembang paradok pemikiran dan sikap politik, tingkat resistensi bahkan hujatan masyarakat akan jauh lebih dasyat dibanding yang diarahkan pada politisi yang tidak menggunakan agama sebagai identitas perjuangan politik. Karena itu penting disadari kekuatan politik yang ingin menjadikan agama sebagai simbol, legitimasi atau pun elan utama perjuangan politik bahwa muatan moral dan identitas suci agama, di samping dapat menjadi magnet, bisa berbalik membentuk tsunami hujatan. Pilihan identitas agama jangan hanya sekedar mempertimbangkan daya tarik, kekuatan jual tapi juga konsekuensi arus dasyat resistensi bila ternya-ta masyarakat mengetahui manipulasi subtansi dan tujuan agama. Ada beban berbeda yang jauh lebih berat, harus siap ditanggung pada setiap pemanfaatan agama dalam wilayah politik. Sayangnya, kesadaran ini belum berkembang sebagaimana di era Orde Lama, ketika moralitas politik politisi Islam menjadi panutan moral. Saat ini yang mekar lebih banyak, lagi-lagi hanya menjadikan agama sekedar alat menarik meraih kepentingan. Ironisnya, para politisi yang sebatas berbaju agama itu tidak menyadari bahwa masyarakat saat ini makin cerdas. Masyarakat lebih membutuhkan aplikasi moral agama, yang objektif, yang mampu mewujudkan keadilan, pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan, bukan hiburan memabukkan berupa janji-janji moral berbungkus agama. =
Melanggar Teritorial Suatu hari Matrawi ditangkap seorang polisi Malaysia saat melaut di perairan yang jauh dari kampungnya. “Kamu telah melanggar teritorial, kamu menangkap ikan di perairan kami” ujar sang polisi. Mendengar itu Matrawi mengerutkan kening dan protes. “Enak saja, anda tahu tidak, ikan yang saya tangkap ini sebenarnya ikan Madura yang saya kejar karena lari kemari” ucap Matrawi enteng.
Cak Munali