1
RABU 10 JULI 2013 NO.0156 | TAHUN II Koran Madura
RABU
Harga Eceran Rp 3.500,- Langganan Rp 70.000,-
10 JULI 2013
g PAMANGGHI
Berbeda
Pengungsi Rohingnya di LBHI
Oleh : Benazir Nafilah
Penulis perempuan, di Madura
Jakarta- Saat umat Islam di Indonesia semua pada bahagia dan sibuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, Pengungsi Rohingya menempati salah satu sudut di Gedung LBH Jakarta, Selasa (9/7). Delapan belas korban kerusuhan etnis di Rohingnya, Myammar (sebagian besar perempuan dan anak-anak) meminta bantuan dan tinggal sementara di LBH Jakarta untuk mencari suaka ke Australia. Hanif salah satu dari 18 pengungsi di YLBHI ini mengaku sangat membutuhkan bantuan untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Menurutnya ia baru saja tertipu dan kehilangan uangnya sebesar Rp 124 Juta setelah sebelumnya sempat terlunta-lunta di Malaysia.. Ia berharap bisa sampai di Australia sebelum Hari Raya Idul Fitri. Ia mengaku ingin merayakan hari raya tersebut bersama keluarganya yang sudah terlibih dahulu sampai di Australia. ant/reno esnir
Jadwal 1434 H Maghrib
Isya
Imsak
Subuh
17:28
18:43
04:12
04:22
*Untuk Surabaya dan sekitarnya
MH. Said Abdullah Calon Wakil Gubernur Reng Madura
SEPAK BOLA
Pemain Persebaya DU Libur Sepekan SURABAYA- Pemain Persebaya Surabaya mendapatkan jatah libur latihan selama satu pekan pada awal bulan Ramadhan setelah menyelesaikan laga putaran pertama babak 12 besar kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia 2013. Manajer Persebaya Divisi Utama (DU) Bambang Pramukantoro kepada wartawan di Surabaya, Selasa, mengatakan selama menjalani libur satu pekan, para pemain diminta tetap menjaga kondisi kebugaran tubuh, termasuk mereka yang menjalankan ibadah puasa. “Seluruh pemain harus sudah kembali berkumpul dan berlatih pada tanggal 17 Juli dengan menu latihan yang disiapkan tim pelatih,” katanya. (ant/dik/beth)
Konvensi Capres Mirip Idol Jussuf Kalla Mengaku tidak Tertarik untuk Ikut Serta
JAKARTA-Wacana konvensi calon presiden yang digagas Partai Demokrat ternyata tidak mampu memikat beberapa tokoh politik nasional. Bahkan Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku sama sekali tidak tertarik mengikuti konvensi capres yang dilakukan Partai Demokrat. Sebab, sepengetahuannya, konvensi tersebut hanya untuk para kader dari partai berlambang mercy itu saja. “Manfaatnya untuk partai (Demokrat),” kata Jusuf Kalla di kantor sekretariat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Menteng, Jakarta, Selasa (9/7). Sebelumnya, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menolak ajakan untuk ikut konvensi Demokrat karena tidak cocok untuk nyapres. Apalagi, kata dia, saat ini dirinya menjabat sebagai Ketua DKPP. “Enggak kalau saya kan enggak, saya kan harus ngukur baju. Baju saya enggak pas untuk nyapres di Demokrat. Lagipula saya ketua dewan kehormatan nyalon. Kan saya harus netral,” jelas Jimly. Menurut JK, konvensi tersebut hanya untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat. Apalagi, saat ini, popularitas Demokrat memang jeblok. “Konvensi hanya untuk meningkatkan citra atau perhatian orang kepada partai Demokrat, itu terjadi dulu di Golkar juga. Bagaimana meningkatkan perhatian orang,” ujar JK. Selain itu JK mengatakan konvensi tersebut ibarat seperti seseorang sedang mengikuti ajang pencarian bakat Indonesian Idol. “Kalau saya sendiri masak ikut Indonesian Idol. Saya sudah senior begini masa ikut penyisihan lagi. Masa saya yang sudah pernah duduk di pemerintahan masih ikut penyisihan,” imbuh dia. Kendati banyak tokoh yang menolak
ikut konvensi, Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menyebut konvensi capres sebagai gerbang emas (golden gate) untuk mencari pemimpin idaman rakyat. Sejauh ini, Demokrat telah mengantongi tiga nama yang bakal diundang ikut konvensi. Ketiganya berasal dari internal partai, eksekutif, dan legislatif. “Baru tiga yang diusulkan. Dari Demokrat Marzuki Alie. Dari luar Gita Wirjawan dan Irman Gusman,” kata Sutan yang juga Ket-
saja, kayak pepatah, kalau kita tanam padi, ilalang pasti ikut, jadi tidak ada kita tanam ilalang, padi pasti ikut tumbuh,” ujarnya. Terkait nama mantan Kasad Jenderal (Purn) Pramono Edhie yang santer digadang-gadang, Sutan menjelaskan hingga saat ini belum ada pernyataan pasti dari adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. “Pak Pramono enggak ada,” kata Sutan. Berbeda dengan Sutan, politikus Partai
ua Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7). Sutan tak membantah kalau pada akhirnya nanti Partai Demokrat akan kecipratan berkah dari konvensi capres ini. Artinya, elektabilitas partai akan kembali naik seperti posisi sebelum diterpa isu korupsi. “Kalau Demokrat terangkat, itu urusan kedua. Kalau itu, ya Alhamdulillah. Bisa
Demokrat Ingrid Kansil mendorong muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Yenny Wahid untuk ikut konvensi itu. “Kami mendorong dari kader maupun dari luar partai bisa beranikan diri. Kenapa tidak? Banyak nama-nama, ada Mba Yenny Wahid ,” kata Ingrid yang juga anggota Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7). (gam/abd)
PERJALANAN SPIRITUAL KORAN MADURA MENYAMBUT RAMADHAN (5)
Gelombang Massa Berusaha Mendekati Tuhan Kecenderungan menyambut ramadalam dengan semangat yang lebih bersifat simbolik ternyata tidak hanya terjadi di negeri-negeri ajamy seperti kita di Indonesia. Di Makkah fenomena tersebut juga terjadi, apalagi Makkah sudah nyaris menjadi tak ubahnya kota Metropolis. Berikut Abrari Alzael menulis dari Masjidil Haram, Mekkah. Banyak yang menduga imam Masjidil Haram pada malam Selasa akan mengumumkan awal Ramadhan, namun ternyata pengumuman itu tidak terjadi. Padahal gelombang massa yang memasuki Masjidil Haram membuncah, melebihi hari-hari biasanya. Kendaraan yang hendak memasuki areal Masjidil Haram padat merayap. Usai shalat Isya`, massa menanti dan yang ditunggu tidak terjadi. Ini artinya awal Ramadhan jatuh pada hari Rabu sama de-
ngan pemerintah Indonesia. Menyimak terjadinya eskalasi peningkatan kehendak beribadah, mengingatkan pada suasana di Indonesia. Kehendak
beribadah di Ramadhan juga menguat secara simbolik. Pengertian terbaliknya, pada hari-hari biasa umat cenderung konstan. Bahkan tayangan televisi seolah-olah Islam
banget di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, Ramadhan menjadi ajang entertainment dimana semua akting menggambarkan sosok yang religius. Sebagai sebuah akting, di sinetron umumnya tidak memerankan diri yang sebenarnya dalam lalu watu hari-hari. Jelang Ramadhan di Mekkah suasananya lebih terasa. Ini bukan hal yang baru karena ka`bah ada di kota. Tetapi metropolitanisme Mekkah juga menggerus spiritualitas dan subsantasi beramadhan. Ramadhan sebagai trend lama yang dibuat seolah-olah lebih baru dengan melipatgandakan perbuatan baik. Padahal, Ramadhan ini sebagai stimulus agar di luar Ramadhan setiap jiwa memiliki semangat yang tidak berbeda. Fakta di Mekkah maupun di Indonesia menunjukkan gejala yang sama dan beragama seolah-olah terjebak pada kerangka simbolik. (bersambung)
Tak sama berarti berbeda. Mungkin itu yang layak dikatakan mengenai awal puasa yang berbeda. Lalu masalahnya? Bagaimana menyatukan perbedaan? Perlukah? Hem. Bukankah indah berbeda dalam kebersamaan. Bayangkan jika semua warna adalah satu. Jika manusia berjenis kelamin sama. Jelas tak akan menarik. Akan menjemukan. Maka perbedaan dianggap perlu untuk mewarnai dunia ini. Berbeda tak harus bertengkar dan pecah, tentu. Apalagi sampai ngotot dan melakukan hal yang memalukan. Haduhhh... Untuk hal tertentu sah saja diupayakan kesamaan seperti menentukan awal puasa. Maka pemerintah merasa perlu pada tanggal 8 Juli lalu menggelar sidang isbat. Memang sih, rata-rata setiap menjelang puasa bahkan mendekati Hari Raya selalu menggelar sidang isbat. Sebuah upaya untuk membangun kebersamaan dan kesamaan. Namun ternyata, sidang yang kemarin digelar, yang katanya menelan biaya sampai 9 M itu tidak menjadikan awal puasa secara bersama. Angka fantastik yang menggelontor begitu saja tidak dapat mengubah perbedaan Memang yang ada. tak mudah Tetap saja ada menyamakan perbedaan. sesuatu, Mungkin kaapalagi terkait rena hilal soal keyakinan tidak muncul yang entah pergi kemana. Memang tak mudah menyamakan sesuatu, apalagi terkait soal keyakinan. Dan keyakinan itu merupakan percaya terhadap suatu hal, semacam keteguhan hati terhadap suatu hal sehingga tidak bisa berpaling lagi selain kepada keyakinannya dalam melaksanakan apa yang telah tertanam di kepala dan hatinya. Di sinilah kemudian terasa bahwa perbedaan itu ada untuk menguji siapakah yang benar-benar beriman kepada Allah, yang bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah. Salahkah berbeda, jika dilihat dari tata krama bernegara? Jelas tidak. Bukankah telah tegas tercantum dalam Undang-Undang 1945 pasal 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. Ada jaminan untuk berbeda. Seharusnya pemerintah jangan terlalu jauh ikut campur. Karena ini sudah menyangkut wilayah hati nurani; pilihan sikap beragama. Seperti halnya apakah shalat tarawih 8 atau 20 (rakaat). Apa juga harus diatur oleh Negara? Jadi, biarkan ini menjadi pemikiran dan pilihan sikap masing-masing yang dijamin konstitusi kita bahwa warga negara punya kebebasan menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Itu yang harus dihargai oleh pejabat tinggi Kementerian Agama. Jadi, berbeda sesungguhnya bukan hanya tak sama, tapi bagaimana membuat kita saling mengerti dan menjaga toleransi. Tentu saja dengan menjaga perasaan orang lain yang berbeda pandangan atau keyakinan dengan kita. Bijak menyikapi perbedaan, itu indah. Dan lebih indah lagi bila ini tidak hanya menjadi jargon, tapi benarbenar menjadi spirit dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.=
Ban Mobil Sambil menunggu adzan maghrib Matrawi ngobrol dengan beberapa santri di teras masjid sambil mengamati mobil yang lalu lalang. “Saya punya tebakan bagi kalian yang ahli fisika di kelas” kata Matrawi pada santri-santri junior yang berkumpul mengerumuninya. “Begini” lanjutnya “Bila mobil melaju dengan kecepatan 30 km/jam, kemudian menikung tiba-tiba sekitar 20 derajat, yang manakah ban mobil tersebut yang tidak menyentuh tanah?” “Ah, itu gampang, pasti dua ban sebelah kiri depan belakang.” jawab salah satu santri. “Salah” tukas Matrawi “yang bener, ban yang tidak menyentuh tanah adalah ban serep(cadangan)nya” Santri-Santri pun pada melongo merasa ditipu Matrawi.
Cak Munali