koran madura 130213

Page 1

RABU

1

RABU 13 PEBRUARI 2013 NO.0055 | TAHUN II

@KoranMadura

Koran Madura

Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-

13 PEBRUARI 2013

g PAMANGGHI

Mr. President Oleh : Esa Arief

Penggemar Musik Jazz di Madura

D

ant/wahyu putro a

PEMERIKSAAN CHOEL MALLARANGENG. CEO FOX Indonesia, Andi Zulkarnain Mallarangeng (Choel Mallarangeng) memberi keterangan kepada wartawan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/2). Choel diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi proyek sarana olahraga Hambalang dengan tersangka Andi Alfian Mallarangeng dan Deddy Kusdinar

KISRUH DEMOKRAT

Anas Tak Mau Jadi ‘Boneka’ SBY JAKARTA-Pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat oleh Ketua Majelis Tinggi, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat Partai yang mengklaim diri sebagai partai modern ini harusdipertanyakan. “Struktur pembina dalam partai hanya ada dalam sistem kepartaian Indonesia yang dimulai oleh Soeharto dengan mengendalikan Golkar. Sementara Ketua Umum hanya boneka. Karena Anas Urbaningrum tidak mau menjadi boneka SBY, maka tidak heran kalau SBY mengambil langkah ini,” jelas Ketua Setara Institute, Hendardi di Jakarta, Selasa (12/2). Menurut dia, tindakan SBY yang mengambil alih kepemimpinan PD tanpa menunggu keputusan KPK soal status Anas menjadi preseden buruk tata kelola partai di Indonesia. Kecenderungan elit partai untuk terus mengokohkan otoritasnya terjadi juga di partai lain. Bahkan kata dia, SBY menampilkan dirinya sebagai sosok yang paranoid menghadapi rendahnya elektabilitas PD sehingga rela mengorbankan kepentingan negara. “Perlu diingat, SBY adalah presiden dan tidak tepat kalau harus memimpin penataan partai. Bagaimana para menteri bisa dituntut untuk fokus kerja, sementara presidennya juga sibuk urus partainya sendiri,” jelasnya. Soal elektabilitas yang turun ujarnya memang PD tidak dibangun menjadi partai tapi SBY Fans Club. Faktanya, kader-kader Partai Demokrat mentah dalam politik karenanya banyak yang terlibat kasus hukum dan tidak profesional membangun partai. “Itulah penyebab turunnya elektabilitas suara, jadi bukan semata soal Anas. Kalau Anas dinilai tidak becus, karena mesin partai utamanya dijalankan oleh Ketua dan Sekjen, SBY juga mesti memberikan penilaian yang sama dan adil di publik terhadap Ibas sebagai Sekjen dan menyadari sebagai bagian kekeliruannya berjudi menaruh anaknya yang masih belia untnk urusan penting dalam politik.. Senada dengan Hendardi, pengamat hukum, Todung Mulya Lubis menilai langkah majelis tinggi Partai Demokrat terhadap Anas Urbaningrum sangat tidak mendidik. Menurutnya, ketua terpilih di dalam partai tidak bisa diturunkan begitu saja walaupun terkena masalah. Seharusnya penurunan atau pelucutan kewenangan terhadap ketua partai harus sesuai dengan tatanan organisasi. “Seharusnya melalui tatanan organisasi, yakni kongres luar biasa,” katanya. Todung juga mengusulkan agar semua masalah yang ada di setiap partai itu diselesaikan secara proporsional agar tidak terjadi disintegrasi. “Tidak semua persoalan diambil dewan pembina karena bisa menyebabkan disharmonisasii,” tambahnya. (gam/ beth/abe)

Kader Demokrat Ragukan Kompetensi Mahfud MD JAKARTA- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD ditawari menggantikan posisi Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Tawaran itu datang dari Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat SH Sarundajang. SH Sarundajang menilai Mahfud cocok menggantikan Anas Urbaningrum. Namun wacana tersebut justru ditertawakan internal kader Partai Demokrat. Alasannya, PD tak kehabisan sumber daya manusia. Bahkan parpol ini tak butuh orang luar. “Emang nggak ada orang lain di internal? Apa hebatnya Mahfud MD?” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Max Sopacua di Jakarta, Selasa (12/2). Lebih jauh kata Max, Sarundajang, anggota Dewan Pembina PD yang menawari Mahfud MD, tak memiliki kapasitas untuk menawarkan posisi Ketum. Karena Ketua Umum PD diputuskan melalui Kongres atau Kongres Luar Biasa PD. “Dia kan nggak punya kapasitas,” tegasnya. Bahkan anggota dewan Pembina PD

yang lainnya, Ahmad Mubarok juga membantah dengan keras pernyataan Ketua MK ini. “Nggak mungkin. Itu pikiran yang terlintas dan nggak konseptual,” katanya Menurut Mubarok, kemungkinan besar tawaran posisi Ketum PD kepada Mahfud MD hanyalah guyonan yang tak serius. “Itu pasti cuma bercanda saja,” tegasnya. Sementara itu, Mahfud mengaku mendapat tawaran untuk menggantikan Anas Urbaningrum. Tawaran tersebut datang setelah Anas diminta konsentrasi pada kasus hukumnya. “Saya memang mendapat tawaran itu (menggantikan Anas-red) dari Pak Sarundajang (anggota dewan Pembina PD),” katanya di Jombang, Selasa (12/2). Meski Demikian Mahfud mengaku tidak akan memberikan ko- mentar terkait tawaran tersebut. Sebab tawaran menggantikan Anas yang disampaikan salah satu dewan pembina Partai Demokrat, Sarundajang saat berada di Manado, masih sebatas pembicaraan biasa. Bahkan Mahfud menegaskan tak tertarik dengan

tawaran itu. Itu masalah internal Partai Demokrat, saya tidak berhak ikut campur,” katanya. Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat SH Sarundajang mengusulkan untuk membentuk Komite Penyelamat Partai yang beranggotakan kader-kader partai yang bersih dari berbagai kasus korupsi. Komite ini bertanggung jawab langsung pada SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ia juga mengusulkan, untuk jangka menengah Partai Demokrat merekrut tokohtokoh antikorupsi, seperti Mahfud. (gam/cea/ abe)

BUNTUT KASUS LHI

KPK Mulai Sentuh Dirjen Peternakan JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memeriksa satu persatu pejabat Kementerian Pertanian. Kali ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Pertenakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kemtan), Sukur Iwantoro terkait kasus dugaan suap pengurusan impor daging sapi tahun 2013. “Dia diperiksa untuk LHI, JE, AAE dan AF,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Selasa (12/2).

Menurut Priharsa, Syukur diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka dalam kasus ini, yaitu Luthfi Hasan Ishaaq, Arya Arbi Effendi, Ahmad Fathanah dan Juard Effendi. Selain itu, lanjut Priharsa, KPK juga memeriksa Ahmad Junaedi yang merupakan Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen. Dua orang pegawai negeri juga diperiksa untuk perkara yang sama, yaitu Agun dan Soearso Martomihardjo.

Seperti diketahui Selasa (29/1/2013) KPK melakukan operasi tangkap tangan(OTT) terhadap dua direktur PT Indoguna, yaitu Juard Effendi dan Arya Arbi Effendi. Keduanya ditangkap di rumah Arya karena telah memberikan uang Rp1 miliar kepada Ahmad Fathanah. Saat itu, Ahmad juga ikut ditangkap KPK di lokasi berbeda, yaitu Hotel Le Meridien. Karena Ahmad ditangkap setelah menerima uang imbalan pengurusan kouta impor daging sapi di kantor PT Indoguna pada siang hari. Sehari setelah penangkapan Juard, Arya dan Ahmad, KPK juga menangkap Mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Lutfhi diduga ikut terlibat dalam suap ini. Uang Rp1 miliar yang diberikan kepada Ahmad sesungguhnya ditujukan kepada Luthfi. KPK kemudian menetapkan keempatnya sebagai tersangka. Juard dan Arya disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 dan atau pasal 13 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. Sementara untuk Lutfi dan Ahmad, KPK menersangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b dan atau pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. (cea/beth/abe)

ulu saya bangga karena memiliki presiden yang menurut subyektif saya, gagah dan serdadu pula di jamannya. Secara fisik, ketika bersanding dengan presiden dari negara lain, tidak kalah. Gaya bicaranya yang lugas dengan kemampuan bahasa Inggris yang dalam keyakinan saya, melebihi Soeharto. Tetapi akhirnya saya paham, presiden saat ini serupa Soeharto; sama-sama militer dan memiliki syahwat berkuasa, setidaknya di dalam partainya sendiri. Kesamaan ini membuat saya ragu, apakah presiden benar-benar seorang negarawan atau ia hanya ingin menyelamatkan kelompoknya. Ia menjadi pembina pada awalnya dan akhirnya ketua kelas meski dengan bahasa yang berbeda. Pada episode Bila di pertama, SBY bekalangan gitu berwibawa. terbatas Kata-kata yang tidak disampaikan berberwibawa, tuah dan bertaji dapat pula. Tetapi dibalik dipastikan kewibawaannya, ia di atmosfer seorang yang ragu yang lebih dan retorik. Agak lamban dalam luas tidak mengambil kebiberkharisma. jakan karena hatihati yang agak berlebihan. Pada waktu itu, presiden kalah gesit dengan wakilnya, Jusuf Kalla yang memiliki slogan lebih cepat lebih baik. Dari kegesitan Mr Vice President, presiden merasa dilangkahi dan sedikit terganggu. Ketergangguan ini terbukti pada saat pilpres 2009, Mr President dan Mr Vice President pecah kongsi. Di etape kedua, SBY kehilangan aura. Dari sisi psikologis, presiden galau. Ia terganggu dengan lingkungannya di Demokrat yang tidak satu kata. Suatu tampilan berbeda dengan lingkungan serdadu, satu komando, satu barisan. Sementara di politik, komando boleh satu namun yang dikomando serupa permen, manis asam asin rasanya. Lalu di puncak kegaduhan Demokrat, presiden mengambil alih dengan cara kudeta peran-struktural dan menampilkan dirinya sebagai komandan. Presiden lupa bahwa partai politik bukan sekumpulan dewan jenderal yang semuanya mengerti bahasa militer. Dalam konteks pengambilalihan kekuasaan politik di internal Demokrat, ini menegaskan bahwa SBY telah melawan dirinya sendiri. Pada awal kelahiran Demokrat, kata kuncinya adalah demokrasi. Demokrasi berarti musyawarah dan reposisi secara konstitusional bukan mufakat dulu baru musyawarah. Case ini menunjukkan akhir masa jabatan SBY sebagai Mr President, tidak lagi berwibawa, terutama di lingkaran Demokrat yang terbatas. Bila di kalangan terbatas tidak berwibawa, dapat dipastikan di atmosfer yang lebih luas tidak berkharisma. SBY saat ini lupa pada leluhur yang mengatakan siapapun yang berada di puncak, perlahan ia akan turun. Begitu SBY berada di puncak dimana tak ada yang menyamainya, ia lupa bahwa seharusnya hukum alam sedang menurunkannya. Tetapi SBY belum mau turun dan realitas ini melawan hukum alam. Siapapun yang melawan hukum alam, ia tidak lebih sebagai sosok yang panik. Dalam semesta kepanikan, yang tidak rasional seringkali dilakukan juga. Sebagai pembina, SBY pasti benar karena ia menggunakan kacamatanya sendiri dan kacamata orang lain yang sudah distandarisasi SBY. Perseteruan di Demokrat sebenarnya terkait dengan masalah internal. Tetapi ini menjadi tidak semata-mata internal karena SBY menjabat sebagai presiden. Dari visualisasi Mr President, urusan internal memberi kesan dominan dan mengalpakan domain eksternal sebagai presiden yang seharusnya tidak hanya mementingkan habitatnya melainkan komunalisme sebagai bangsa dan negarawan. (*)

Kumis Melihat halaman rumah masih kotor Maemunah, menegor anak gadisnya yang beranjak dewasa. “Kamu katanya menyapu halaman. Tapi kok masih terlihat kotor.” “Sengaja bu. Biar sesuai harapan,” jawab si anak santai. “Kok sengaja. Harapan apa maksudnya?” “Anu bu. Bapak bilang, kalau menyapu kurang bersih ntar dapat suami pakai kumis dan berbulu lebat,” kata si anak tersipu. Ibu: dasar anak sekarang....

Cak Munali


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.
koran madura 130213 by koran madura - Issuu