1
KAMIS 14 MARET 2013 NO.0075 | TAHUN II Koran Madura
KAMIS
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
14 MARET 2013
g PAMANGGHI
Mark Up Logistik UN
BPK Diminta Audit Investigasi JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan audit investigasi terhadap proyek penggandaan dan distribusi bahan Ujian Nasional (UN) Tahun 2013. Audit ini sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya potensi kerugian dari proyek pengadaan logistik UN ini. “Dari audit inilah nanti akan ketahuan, bagaimana potensi dugaan korupsinya. Seperti audit kasus proyek Hambalang, dari hasil audit itulah kemudian KPK bisa bergerak,” kata anggota Komisi X DPR, F-PDI Perjuangan, Dedi S Gumelar saat dihubungi KORAN MADURA di Jakarta,Rabu, (13/3). Menurut Miing, proyek penggandaan dan distribusi bahan Ujian Nasional (UN) adalah proyek nasional. Karena itu, penggunaan dananya memang harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. “Kalau menunggu audit biasa, tentu lama, karena harus menunggu dulu anggaran Kemendikbud 2013 selesai, baru bisa diaudit BPK, makanya perlu audit investigasi,” tambahnya. Namun demikian, kata Miing lagi, juga tak ada salahnya mendesak Inspektorat Jenderal Kemendikbud untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan potensi korupsi tadi. “Yang penting data yang diserahkan kepada itjen itu benar, bukan fitnah. Toh disitu ada Harjono Umar, mantan Wakil Ketua KPK,” terangnya. Hanya saja, lanjut kader partai banteng ini, dalam melaporkan dugaan kasus korupsi ini tak boleh emosional. Perlu data yang valid. Oleh karena itu, DPR mendukung Fitra sebaiknya juga melaporkan data-data temuanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kita dorong juga temuan Fitra ini agar secepatnya diserahkan ke KPK,” tegasnya. Sebelumnya, Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi mensinyalir dugaan mark up dalam proyek penggandaan dan distribusi bahan UN Tahun 2013 yang menghabiskan uang negara sebesar Rp.94.8 miliar. Menurut dia, negara menyediakan anggaran penggandaan dan distribusi bahan UN sebesar Rp.120.457.937.603. Dan Badan Penelitian dan pengembangaan (Balitbang) hanya menghabiskan sebesar Rp.94.885.352.747. Ini artinya Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa menghemat anggaran sampai sebesar Rp.25.572.584.856. Namun berdasarkan analisa Seknas FITRA, anggaran yang bisa dihemat sebesar Rp.25.5 miliar oleh Balitbang Kementerian Pendidikan dan kebudayaan ini terlalu kecil. Angka ini hanya untuk mengelabui publik. Muncul dugaan pemborosan anggaran hingga Rp 7,2 miliar dalam lelang ini. Anggota Komisi X DPR, Akbar Zulfakar mengatakan tidak akan memberikan persetujuan terhadap anggaran UN dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bila masih menimbulkan masalah. (gam/cea)
Kemendiknas: Akan Kita Telusuri Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Haryono Umar segera mengkaji dugaan penggelembungan anggaran pengadaan dan distribusi soal UN. Umar mengatakan, akan mengumpulkan keterangan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. Balitbang Kemendikbud menjadi pusat pengatur proyek bernilai hampir seratus miliar rupiah tersebut. “Penentuan pemenangan lelang itu tentu ada evaluasinya. Ini yang kemudian menjadi satu, ini yang kemudian menjadi pilihan-pilihan. Bagaimana nanti semuanya, nanti kita lihat dulu, karena saya belum tahu persis duduk perkaranya seperti apa,” katanya. Selain itu dia juga meminta aparat penegak hukum menelusuri potensi pemborosan anggaran ini. Umar membenarkan jika lelang untuk enam paket pengadaan dan pendistribusian logistik UN 2013 sudah rampung. Dia mengatakan jika penawaran seluruh peserta lelang yang dinyatakan menang sudah di bawah harga perkiraan sementara (HPS) yang ditetapkan Kemendikbud. “Memang benar juga ada pemenang lelang yang harga penawarannya tinggi,” jelasnya. Meskipun begitu Haryono mengatakan panitia lelang memiliki kriteria teknis tersendiri untuk menetapkan pemenang lelang. Haryono menjelaskan pengadaan dan distribusi logistik UN 2013 memiliki standar teknis khusus. Diantaranya urusan keamanan dan kriteria security printing. “Jadi tolong dibedakan angara tender logistik UN ini dengan tender-tender pengadaan fisik lainnya,” kata dia. (gam/cea)
Ujian Oleh : A. Taufadi
S
ant/basri marzuki
PAWAI PEREMPUAN. Sejumlah perempuan membawa poster saat mengikuti Pawai Perempuan di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (13/3). Pawai yang dikoordinir oleh Komunitas Perempuan dan Anak (KPPA) Sulteng dan masih merupakan rangkaian dari peringatan Hari Perempuan Internasional itu menyerukan perlindungan terhadap perempuan, pendidikan dan penolakan perlakuan diskriminatif.
Anas Diduga Juga Ada di Kasus Simulator SIM
Disebut-sebut Menikmati Jatah Hingga Rp 3,8 miliar. JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar serius mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan Anas Urbaningrum. Selain menjerat dalam kasus gratifitasi Toyota Harier, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, juga akan diperiksa dalam kasus proyek simulator SIM dengan tersangka mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo. “Memang ada rencana KPK meminta keterangan Anas sebagai saksi kasus simulator SIM, hari Jumat,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Rabu (13/3). Sebelum Anas, KPK sudah memeriksa empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait Simulator. Mereka adalah Bambang Soesatyo (Partai Golkar), Aziz Syamsuddin (Partai Golkar), Herman Hery (Partai PDI-Perjuangan), Benny K Harman (Partai Demokrat), dan Dasrul Djabbar (Partai Demokrat). Keempat anggota dewan itu diperiksa berdasarkan keterangan Muhammad Nazaruddin yang menuding sebagai anggota dewan, mereka ikut menikmati proyek
Simulator. Para anggota dewan itu membantah tudingan Nazar tersebut. Dalam kasus Simulator, Anas Urbaningrum disebut-sebut menikmati jatah hingga Rp 3,8 miliar. Namun, Johan Budi, mengaku tidak mengetahui informasi tersebut. “Itu sudah materi. saya tidak tahu,” terangnya. Dalam kasus ini, Djoko Susilo dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU No 8 Tahun 2010, kemudian Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut Johan, Anas diperiksa dalam kasus ini karena keterangannya diperlukan penyidik. Mantan ketua umum Partai Demokrat dan Ketua F-PD DPR ini dianggap tahu seputar proyek simulator SIM. Nama Anas disebut karena diduga terlibat dalam suatu pertemuan yang membahas kepengurusan anggaran Kepolisian. Pertemuan yang berlangsung di luar Gedung DPR ini, juga dihadiri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, anggota DPR lainnya, pihak rekanan proyek, dan pihak Kepolisian. Seperti diketahui, KPK sudah KPK menetapkan empat tersangka, dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM ini, diantaranya mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, pemilik
PT CMMA Budi Susanto, dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S Bambang. Mereka diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, yang merugikan keuangan negara. Dalam pengembangannya, KPK menjerat Djoko dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. Menyinggung soal jumlah properti Irjen Djoko Susilo yang disita KPK, Johan mengakui ada penambahan lagi menjadi 26 aset. Itu belum termasuk, tiga SPBU dan empat mobil milik jenderal bintang dua itu. Untuk sementara totalnya 33 aset. “Tercatat 26 aset ada dalam bentuk tanah dan bangunan yang tersebar di beberapa kota,” tuturnya Jumlah aset tersebut belum termasuk empat mobil yang disita KPK. Selain itu juga ada 3 SPBU yang dilakukan penyegelan. “Ada juga empat mobil yang kemarin sudah disampaikan. Terus ada 3 SPBU yang belum dipasang plang (penyitaan),” kata Johan. Namun Johan mengaku belum mengetahui berapa jumlah nilai dari kekayaan Djoko yang disita KPK itu. Penyidik juga masih terus menelusuri kemungkinan penyitaan aset-aset lainnya. “Masih ditelusuri apakah ada kaitan tambahan atau tidak,” pungkasnya. (gam/cea)
RUU PEMILUKADA
Perlu Revisi untuk Mencegah “Pecah Kongsi” JAKARTA-Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepakat wakil kepala daerah berasal dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) yang diajukan oleh kepala daerah terpilih untuk kemudian dipilih DPRD. Ini berlaku untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Cara ini untuk menghindari pecah kongsi di tengah atau akhir jabatan dalam pencalonan kembali sebagai kepala daerah, karena ini sangat mengganggu proses pembangunan di daerah. Bahkan menimbulkan konflik dan perpecahan di kantor pemerintahan daerah sendiri. “Pecah kongsi di Pilgub, Pilbub dan Pilwalkot itu biasa karena pasangan itu dicalonkan oleh parpol yang berbeda, dan satunya mereka karena dipaksa oleh situasi dan kondisi politik yang memang pragmatis politik. Misalnya, karena kekurangan jumlah kursi DPRD sebagai syarat pencalonan dengan visi, misi dan ideologi politik yang berbeda pula,” kata anggota Komite I DPD RI Dani Anwar, dalam dialog kenegaraan “Kepala Daerah Pecah Kongsi dan Imbasnya ke Pembangunan Daerah” bersama Dirjen Otonomi daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, dan pengamat psikologi politik UI Hamdi Muluk di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3). Karena itu perlu dibuat teorbosan-terobosan baru dengan merevisi UU Pilkada misalnya pemenang pemilu legislatif itu
Penyayang Anak, di Pamekasan
etelah dipikir panjang, unas, ujian nasional benar-benar ujian bagi generasi bangsa secara nasional. Ujian ini tidak saja menyangkut naskah soal yang diujikan kepada peserta didik. Tetapi kehadirannya memang sebagai ujian bagi kejujuran untuk menjawab soal. Pejabat juga diuji apakah akan memanfaatkan peluang untuk mengorupsi dana unas senilai Rp. 94,8 miliar. Secara prinsip, unas memiliki substansi yang penting. Ia bisa menjadi indikator dari kualitas peserta didik. Indikator akan memunculkan sinyal yang baik bila operatornya bekerja dengan baik. Sebaliknya, operator yang tidak bekerja dengan baik, maka indikator dengan sendirinya akan gugur untuk dan atas nama survey. Mungkin masih ingat saat seorang siswa kelas VI SD yang merasa galau saat itu. Ia menyuarakan kejujuran bahwa pelaksanaan ujian akhir sekolah tidak dikerjakan secara jujur dan membodohkan. Sebab, pekerjaan siswa justru diselesaikan guru karena pimpinan sekolah takut dan malu bila peserta didiknya tidak lulus. Dus, siswa yang jujur itu, yang memberitahu publik bahwa guru memberi kunci jawaban dianggap memiliki kelainan. Fenomena unas yang seperti itu, pasti juga terjadi di sekolah yang lain. Pasca pengumuman, civitas sekolah senang karena tingkat kelulusan dicapai seratus persen, dengan cara seperti itu. Tetapi ada yang dilupakan dan hal ini jauh lebih penting. Saat anak jujur dianggap memiliki kelainan, ini berdampak pada ranah psikologi. Peserta didik pada akhirnya takut berkata jujur. Ketakutan ini berlangsung secara terus-menerus sampai pada akhirnya anak ini menjadi anggota dewan yang terhormat maupun pejabat. Bila melihat atasannya korupsi, ia pasti takut mengatakannya karena memiliki pengalaman siswa yang masa lalu yang jujur itu, yang buruk. Ujian namemberitahu sional ini juga publik bahwa menjadi ujian guru memberi bagi peserta kunci jawaban didik di daerah dianggap terpencil. Tanmemiliki pa bermaksud kelainan “merendahkan” kualitas pembelajaran di daerah pelosok, peserta didik di sana akan mengalami hambatan. Pertama, fasilitas pendidikan tidak seperti sarana pembelajaran di pusat. Kedua, umumnya, guru yang bertugas di daerah terpencil datang lebih lambat tetapi pulang lebih cepat. Namun dengan situasi seperti itu, peserta didik di desa terpencil dituntut bersaing dengan peserta didik di pusat, setidaknya pada saat unas. Dalam situasi seperti itu, baik peserta didik di kota dan daerah terpencil setara, sama-sama lulus, dengan caranya masing-masing. Tetapi di saat yang lain, pendidikan di tempat terpencil dan kota besar berbeda. Yang membuat risau setelah mereka lulus, atau lebih tepat dinyatakan lulus. Ruas jalan raya penuh sesak dengan peserta didik yang berkonvoi. Mereka aksi corat-coret baju. Ini memang hak segala bangsa tetapi pertanyaan sederhananya, apakah harus seperti itu dalam hal melaksanakan hak sebagai warga negara. Padahal, pada saat mereka dinyatakan lulus dan jenjang pendidikannya berakhir di strata itu, sesungguhnya pendidikan yang sebenarnya baru dimulai. Dalam konteks seperti unas, serupa pelulusan, dan bagaimana caranya guru mendidik siswa di republik ini, tanpa disadari ketika itu pula pendidikan kita sedang diuji. Anak-anak yang enggan belajar jangan disalahkan karena mereka tahu pada ujian akhir, mereka yakin guru akan memebritahu dan anak menganggap pendidikan tak penting lagi. =
ant/rosa panggabean
RUU PEMILUKADA. Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan (kiri) berbincang dengan anggota DPR sebelum rapat panitia kerja di Komisi II Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Rapat tersebut membahas substansi RUU tentang pemilukada. secara otomatis sebagai pemenang eksekutif dengan pertimbangan agar ada proses kesinambungan pembangunan. Sebab bagaimanapun, bila tak bersesuaian jalan politiknya, maka pecah kongsi tak bisa dihindari. “Apalagi terjadi dua komando dalam pemerintahan daerah sehingga mengakibatkan terjadinya kubukubuan, maka inilah yang menghambat pembangunan di daerah, kata politisi PKS ini. RUU Pilkada kini sedang dibahas antara pemerintah, DPD dan Komisi II DPR RI di mana pemerintah dan DPD RI sepakat
bahwa dalam Pilkada itu tidak satu paket, yakni kepala daerah dan wakilnya. Hanya kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan wakilnya bisa lebih dari dua orang, ditunjuk oleh kepala daerah terpilih, dan selanjutnya dipilih oleh DPRD. Dengan begitu diharapkan, wakil kepala daerah tidak membangkang terhadap kepala daerah. “Hanya saja hal itu bertentangan dengan paradigma parpol yang tetap mempertahankan satu paket dari parpol, karena itu jabatan politik, bukan birokratis,” demikian Dani Anwar. (cea)
Mati Matrawi sedang menawarkan alat penghisap debu. Sampai di sebuah rumah, untuk meyakinkan tuan rumah, dia ambil tong sampah lalu dituang di ruang tamu. “Jangan khawatir bu, jika tidak bersih dalam lima menit menggunakan alat ini, akan saya ambil pakai mulut,” katanya meyakinkan. “Silahkan sampeyan ambil pakai mulut sekarang juga. Soalnya listrik sedang mati,” kata si ibu sambil berkacak pinggang.
Cak Munali