1
SELASA 18 JUNI 2013 NO.0140 | TAHUN II Koran Madura
SELASA
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
18 JUNI 2013
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
g PAMANGGHI
PLN Tambah Utang untuk Investasi
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN, Nur Pamudji menyatakan penambahan utang melalui penerbitan obligasi merupakan hal positif karena digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur jangka panjang seperti jaringan transmisi dan distribusi. “Utangnya memang bertambah, tapi utang ini untuk investasi, jadi penggunaannya sangat positif untuk jangka panjang bukan untuk modal kerja atau kebutuhan jangka pendek,” kata Nur Pamudji usai paparan publik di Jakarta, Senin. Pada Senin ini PT PLN menerbitkan obligasi dan sukuk ijarah berkelanjutan tahap I yang masing-masing sebesar Rp2,5 triliun dan Rp500 miliar. Obligasi ini merupakan tahap awal dari rencana total penerbitan obligasi dan sukuk ijarah sebesar Rp12 triliun dengan rincian Rp10 triliun untuk obligasi konvensional dan Rp2 triliun untuk sukuk ijarah. Dana tersebut akan dialokasikan untuk kegiatan investasi jaringan transmisi dan distribusi di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku dan Papua. Hal tersebut sesuai dengan konsistensi PLN untuk terus membangun infrastruktur kelistrikan dalam rangka meningkatkan kemudahan mendapatkan sambungan listrik. Sebelumnya PLN telah menerbitkan obligasi konvensional sebanyak 12 kali dan obligasi syariah (sukuk) sebanyak lima kali dengan nilai total Rp18,7 triliun. Sementara penerbitan obligasi international telah dilakukan sebanyak enam kali dengan nilai enam miliar dolar AS atau sekitar Rp60 triliun. BUMN itu menyatakan hingga saat ini kewajiban pembayaran pokok serta bunganya selalu tepat waktu. “Sampai saat ini kewajiban pembayaran pokok dan bunganya selalu tepat waktu,” tegas Nur Pamudji. (ant/nit/abe)
Direktur Utama PLN Nur Pamudji (keempat kanan) bertumpu tangan bersama Direktur PLN Bagiyo Riawan (kiri), Direktur PLN M Harry Jaya Pahlawan (kedua kiri), Direktur PLN Eddy Denastiadi Erningpraja (ketiga kiri), Direktur PLN I Gusti Agung Adnyana (keempat kiri), Direktur PLN Setio Anggoro Dewo (ketiga kanan), Direktur PLN Murtaqi Syamsudin (kedua kanan) dan Direktur PLN Vickner Sinaga (kanan) disela penerbitan Obligasi dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan di Jakarta, Senin (17/6).
Piye toh Oleh : Miqddad Husein
Kolumnis, tinggal di Jakarta
ant/andika wahyu
VOTING PENGESAHAN APBNP 2013. Sejumlah anggota DPR berdiri sebagai tanda penolakan terhadap pengesahan RAPBNP 2013 pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6). Pengambilan keputusan pada rapat yang mengagendakan pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013 ditempuh melalui voting per fraksi.
Sikap DPR Terbelah Saat Memutus APBN-P 2013 181 Orang Menolak, 338 Orang Menerima JAKARTA- Rapat Paripurna DPR RI tentang pengambilan keputusan terhadap Rencana Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 1012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 dilakukan dengan pemungutan suara atau voting. “Ini persoalannya tidak ada titik temu antara yang menolak dan menerima, karena ini menyangkut hal prinsip. Karena itu kita akan ambil keputusan melalui voting,” kata Ketua DPR RI Marzuki Alie
pada rapat paripurna di DPR RI Senayan Jakarta, Senin malam. Rapat paripurna yang sempat diskorsing selama dua kali terjadi hujan interupsi terkait soal voting. “Kepada fraksi-fraksi yang menolak APBN-P ini diberikan waktu untuk menjelaskan kenapa menolak. Begitupun kepada Fraksi yang setuju juga diberikan waktu untuk menjelaskan alasan menerima,” kata Marzuki. Namun penjelasan Marzuki ini tetap mendapatkan hujan interupsi dari para anggota. Beberapa anggota mempersoalkan agar penjelasan alasan dilakukan sebelum voting bukan setelah voting. Dari sembilan fraksi yang ada di DPR RI, empat fraksi menolak Rencana Un-
dang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 19 Tahun 1012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 karena di dalamnya terdapat item tentang kenian harga BBM. Empat fraksi tersebut adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PKS, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura. Sementara lima fraksi lainnya, yakni Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi Amanat Nasional dan Fraksi PPP menerima. Saat dilakukan voting, tidak ada satupun anggota fraksi yang keluar dari sikap fraksi dimaksud. Hasil akhir voting sebanyak 338 orang menerima, dan 181 orang menolak. (ant/ sur/beth)
TOLAK KENAIKAN BBM
Massa Membakar Bendera Partai-partai Koalisi JAKARTA-Demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar (BBM) dilakukan secara serempak di beberapa daerah. Di Jakarta, aksi tolak kenaikkan BBM diwarnai dengan pembakaran sejumlah bendera parpol koalisi pendukung kenaikan harga BBM seperti bendera Partai Demokrat, Golkar, dan PPP. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang membakar bendera parpol menilai langkah tersebut sebagai bentuk kekecewaan karena parpol tersebut mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi. Massa membakar bendera itu di depan Gedung Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat. Namun langkah massa bergerak ke Istana tertahan oleh barikade polisi. Massa KAMMI yang juga bersitegang dan saling dorong antara mahasiswa dengan polisi yang membarikade jalan. Sebab, mahasiswa ingin melakukan aksi tepat di depan Istana Merdeka. Syukurnya, aksi ini tidak berujung ke hal-hal yang tidak diinginkan. Karena tidak dapat menembus ke depan Istana, akhirnya para pengunjuk rasa membubarkan diri sekitar pukul 15.20, Senin (17/6). Sementara Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol mengatakan aparat mengahalangi para
pengunjuk rasa mendekat ke Istana karena masih ada tamu negara. Dari DPR, anggota DPR dari Fraksi Partai
PDI Perjuangan Aria Bima Trihastoto menegaskan BBM merupakan hak masyarakat untuk menggunakannya. Oleh karena itu,
tidak seharusnya BBM menjadi biaya sekaligus beban negara. “Jadi BBM itu juga hak rakyat. Jangan dianggap biaya dan beban negara,” ujarnya dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR Jakarta, Senin (17/6) Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR ini, hal itulah yang menjadi alasan bagi fraksi PDIP untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Fraksi PDIP juga sekaligus menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP 2013). “Sesuai bunyi Pasal 33 UUD 1945 yaitu bumi, air dan seisinya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tambahnya Lebih jauh kata Aria, pemerintah hanya berdalih ingin menyelamatkan anggaran negara, bukan malah menyelamatkan masyarakat miskin yang selama ini terpinggirkan dan tidak menikmati anggaran subsidi BBM ini. Di sisi lain, Aria juga menilai anggaran BBM bersubsidi bukan tidak dinikmati oleh masyarakat miskin. Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penikmat BBM bersubsidi sebesar 40 % berasal dari pengguna sepeda motor. “Jadi BBM ini mesti diatur, tapi kami tidak setuju adanya kenaikan harga BBM bersubsidi,” tambahnya. (gam/cea)
“Piye kabare? Enak jamanku toh.” Begitu plesetan yang seakan dilontarkan mantan Presiden Soehato yang belakangan banyak beredar. Di Yogyakarta misalnya, hampir seluruh kios menjual kaos bertulisan sejenis. Beberapa truk pengangkut barang, memajanh foto pak Harto tersenyum, disertai kalimat ledekan itu. Siapa yang pertama melempar sindiran itu? Tak jelas dan bisa jadi tak terlalu penting. Mungkin orang iseng, yang merasakan situasi saat Pak Harto, dianggap lebih enak dibanding saat ini. Bisa jadi juga, kalimat itu sengaja dilontarkan pengikut Soeharto. Sebut saja, sebagai serangan balik melalui perbandingan situasi. Lepas dari siapa dan tujuannya apa, kalimat yang makin meluas itu merupakan ekspresi protes, sindiran, ledekan atau apalah, yang mencoba menyentak kesadaran masyarakat bahwa situasi saat ini, tak lebih baik dari situasi masa Orde Baru. Yang lebih ekstrim menegaskan bahwa situasi saat ini jauh lebih buruk dibanding era Soeharto. Penilaian itu bisa benar, bisa salah. Yang pasti begitulah ekspresi murni masyarakat tentang sitasi Seandainya belakangan ini. Masyarakat saja, BBM mulai memlangsung banding kedinaikkan tika perubahan dua tahun yang istilah lalu, bisa jadi kerennya disharga tak ebut reformasi akan setinggi itu, ternyata sekarang. tak banyak merobah situasi kehidupan riil. Dan ketika naluri membandingkan itu muncul, berarti sudah ada semacam titik jenuh, kecewa. Kalau diibaratkan hubungan cinta manusia, ketika sudah membanding-bandingkan, berarti ada pertanda kurang baik. Apalagi bila perbandinga ke arah masa lalu, yang dianggap lebih baik. Itu artinya ada kekecewaan luar biasa pada situasi masa kini. Mungkin ini sebuah tesis sangat sederhana. Ya memang masyarakat berpikirnya tak ruwet. Standarnya kadang sangat elementer. Yang dirasakan langsung. Misalnya, barang-barang naik serta susah didapat, bisa menjadi pijakan sikap dan penilaian masyarakat. Dengan informasi mudah serta melimpah seperti sekarang ini, memang ada varian baru standar masyarakat dalam menilai situasi sekarang ini. Tetapi tetap saja, yang masih terkait langsung dengan kebutuhan hidup masyarakat. Harga barang kebutuhan naik, naik dan naik. Masyarakat dengan akses informasi yang makin luas itu mulai berpikir lebih jeli. Naiknya barang, yang berkali-kali terjadi itu, jelas tak bisa lepas dari ketaktegasan sikap pemerintah. “Lha, BBM mau naik berkali-kali diberitakan. Tapi tak ada kejelasan kapan naik. Yang di atas itu (para pemimpin.red) ngerti ngak, ada berita saja akan ada kenaikan BBM, harga lebih cepat bergerak naik,” kata Paijo, yang karena sering minum jamu anti masuk angin, bertambah pintar. Itu artinya, sejak lebih dari dua tahun lalu perbincangan rencana kenaikan BBM, entah berapa kali harga kebutuhan pokok naik. Seandainya saja, ini menurut analisa Paijo, BBM langsung dinaikkan dua tahun lalu, bisa jadi harga tak akan setinggi sekarang. Harga hanya naik sekali, saat pengumuman kenaikan BBM. Tentu ini perbandingan sedikit ngawur. Sekarang pemerintah kan harus berunding dengan DPR. Perlu didiskusikan dulu untung ruginya. Diwacanakan dan disosialisakan ke masyarakat. “Wacana, diskusi, dihitung silahkan. Tapi harus ada keputusan. Lha ini, dua tahun lebih, baru ada keputusan. Harga sudah naik berkali-kali. Piyo toh,” teriak Paijo, yang makin pinter itu. =
Cak Munali