1
JUMAT 18 OKTOBER 2013 NO.0221 | TAHUN II Koran Madura
JUMAT
18 OKTOBER 2013
g PAMANGGHI
Trias Koruptika Oleh : Abrari Alzael
Wartawan senior di Madura
Baron de La Brède et de Montesquieu atau lebih populer dengan sapaan Montesquieu, pemikir politik Perancis yang pernah hidup di era pencerahan. Ia masyhur dengan teori pemisahan yang terbagi atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif atau trias politika. Ia juga dikenal bukan hanya sebagai pemikir dan filosof politik, melainkan sebagai sosiolog mendahului August Comte. Ia sejarawan dan novelis. Ia dihormati perumus konstitusi Amerika serupa George Washington dan Thomas Jefferson karena mempengaruhi perumusan konstitusi Amerika di abad XVIII. Montesquieu banyak membaca karya Polybius yang mendedahkan konstitusi (UUD) bisa menyelamatkan suatu negara, apapun bentuk negara tersebut. Di negeri ini, Montesquieu juga dipakai pemikirannya dalam konsep trias politika. Tetapi, tokoh di tiga kekuasaan yang dipisah tersebut lupa pada pandangan Montesquieu lainnya yang mengadaptasi Polybius. Karena itu oknum tokoh di trias politika membuat konstitusi yang seharusnya tegak menjadi lemah syahwat. Akibat inversifnya, negara tidak bisa diselamatkan karena konstitusi yang terdapat di dalamnya diabaikan. Montesquieu menekankan setiap kekuasaan yang terbelah tiga, masing-masing saling mengawasi dan menghambat kemungkinan penyelewengan. Tetapi di republik ini, masing-masIndonesia, ing kekuasaan justru saling apalagi yang memberi jalan dan bahkan ditunggu melindungi untuk menguntuk sekedar gerogoti uang negara. berbenah, Ada mantan menteri, berubah kepala daerah, petinggi partai politik, hakim, polisi hingga ketua mahkamah konstitusi. Mereka ditangkap KPK karena diduga menyesap uang negara. Dan kemudian, konsep trias politika Montesquieu itu menjelma dengan wajah lain berupa trias koruptika. Sungguh ironis. Dari kuburnya, Montesquieu barangkali geleng-geleng kepala menyaksikan konsepnya tentang pengelolaan negara dimodifikasi sedemikian rupa oleh para koruptor di negeri ini. Bisa jadi, saat menyusun konsep trias politika, Montesquieu merasa sudah cukup puas dan menganggapnya sudah sempurna. Ia tidak tahu, koruptor di negeri ini lebih ganas dari pada tikus pengerat. Selain prilaku dalam trias koruptika, bangsa ini tergerus bukan saja dari sisi geografis. Tetapi dari aspek etis juga berubah. Sekedar menyebut contoh, amandemen terhadap UUD 1945 menjadi salah satu hulu kerusakan paling nagras. Ini muncul karena perubahan mengarah pada radikalisme dalam sistem politik hatta ekonomi yang menjadi sangat kapitalisliberal. Bahkan, perubahan ultra radikal pada sistem di Indonesia lebih bebas dari Amerika di tengah masyarakat yang tidak siap dan gagap. Dampak dari perubahan itu, menyebabkan pergantian perilaku dan gaya hidup rakyat yang menjadi sangat materialis-hedonis dimana uang dijadikan acuan utama seolah-olah semuanya mau mati besok hari. Pola pikir masyarakat pun berubah secara massif untuk menjadi kaya dan terkooptasi mendapatkan uang dengan cara instan. Apa yang terjadi pada trias koruptika semakin menunjukkan bahwa negara tidak hanya dirusak kaum muda. Tetapi kalangan yang tidak muda, bahkan kakek-nenek, memiliki hobi baru sebagai pemangsa harta yang bukan miliknya, penderita kleptomania. Tanpa disadari, apa yang telah dilakukan para pemimpin negeri justru menjadikan alasan penegas bagi kaum muda untuk mengerjakan sesuatu yang sama dari perspektif anak muda. Seperti nyanyian Ahmad Band, yang muda mabuk, yang tua korup ; distorsi. Indonesia, apalagi yang ditunggu untuk sekedar berbenah, berubah, tanpa harus alam yang akan membuat negeri ini lebih mengerti soal bahaya kleptomania dan trias koruptika itu. =
ant/puspa perwitasari
ANDI MALLARANGENG DITAHAN. Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang Andi Alfian Mallarangeng (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (17/10). Mantan Menpora tersebut ditahan di Rutan Jakarta Timur cabang KPK karena diduga menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,66 miliar.
Di Balik Jeruji, Masihkah Andi Bertaji JAKARTA-Teka-teki terkait status hukum Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng akhirnya terjawab sudah. Kamis (17/10), mantan Menteri Olahraga itu ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam dugaan korupsi pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Penahanan itu dilakukan setelah lelaki yang disebut anak kesayangan SBY itu diperiksa secara intensif KPK selama hampir enam jam. Andi ditahan di Rumah Tahanan KPK. “Ditahan terkait kepentingan penyidikan selama 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta. Seperti diketahui, dalam penyidikan korupsi proyek Hambalang, KPK telah menetapkan tiga tersangka yaitu mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen, mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng selaku Pengguna Anggaran dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Sementara itu Andi Mallarangeng sendiri menerima langkah hukum KPK tersebut. Bahkan dia mengaku sudah siap ditahan sejak pemeriksaan beberapa waktu lalu. “Saya menerima ini sebagai sebuah proses untuk mempercepat penuntasan kasus ini,” kata Andi kepada para wartawan seusai diperiksa KPK kemarin.
Harapan saya, kasusnya segera masuk pengadilan. Nanti akan terungkap kebenaran, yang salah, salah, yang tidak salah tidak salah
Andi Mallarangeng Tahanan KPK
Andi juga berharap, berkas perkaranya segera bisa dilimpahkan ke pengadilan sehingga keadilan dan kebenaran terungkap. KPK sudah mengumumkan penetapan tersangka Andi pada Desember 2012. Hingga hari ini, Andi sudah tiga kali diperiksa sebagai tersangka. Namun, pada dua pemeriksaan sebelumnya, KPK menilai belum perlu untuk menahan Andi.
Andi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga mengakibatkan kerugian negara. Menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai kerugian negara dalam proyek Hambalang yang menjerat Andi sekitar Rp 463,6 miliar. Selain Andi, KPK menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar serta mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Sementara itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Ketiganya disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 Tahun 2001 joPasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara. (gam/aji/abd)
PENYELAMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Kadaluarsa Sumpek berhari-hari kehabisan uang belanja, Matrawi mencoba jalan-jalan ke sekitar balai desa. Ia berharap bisa bertemu Pak Kades. Namun rupanya nasib tak selalu sesuai harapan. Bukannya Pak Kades, ia justru menjumpai warung kecil baru menjual gorengan. Matrawi pun mencoba mendekat untuk sekedar ingin tahu siapa yang jualan. “Ayo mas silahkan dicoba, tidak mahal kok” sapa seorang perempuan muda sambil tersenyum. Kontan Matrawi salah tingkah. Sebab pedagang itu ternyata orang pendatang yang belum ia kenal. “Oh, baik, apa saja yang sampean jual” kata Matrawi menutupi kegugupannya. Ia malu melongokkan kepala ke sebuah warung padalah ia tidak punya uang. Tapi ia tetap berusaha tampil layaknya pria tajir berkantong tebal. Matrawi : Berapaan gorenganya?? Pedagang : Yang mana aja boleh bang, cuman 2000 tiga kok, murah aja. Matrawi : Wah pantesan murah, dah basi semua ya mbak?? Pedagang : Heeeh…,kalau ngomong hati-hati ya, gorengan masih anget baru di angkat sampeyan bilang basi..!!(sambil melotot) Matrawi : Tadi kan mbak bilang 2003, sekrang udah 2013, berarti kan basi mbak..!! Cak Munali
Presiden Tandatangani Perppu MK
YOGYAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Yogyakarta, Kamis malam, menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi atau Perppu MK.
Hal itu disampaikan oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto di Istana Kepresidenan Gedung Agung dengan didampingi oleh Mensesneg Sudi Silalahi dan Wakil Menhukham Denny Indrayana. “Substandi inti dari PerpPu MK yang baru ditandatangani Presiden ada tiga hal utama yaitu penambahan persyaratan untuk
menjadi hakim konstitusi, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi,” katanya. “Substansi dua, ... adalah respons dari opini publik yang berkembang selama ini,” katanya. Ia mengatakan berdasarkan Perppu MK itu mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sesuai dengan harapan dan opini publik yang tercantum dalam pasal 19 UU MK. Sedangkan substansi ketiga, kata Menko Polhukam merujuk pada perbaikan sistem pengawasan yang lebih efektif yang dilakukan dengan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen. (ant/ani/beth)
Romario Kritik
Sekjen FIFA Berita di halaman 8
JELANG PEMILU 2014
DPR Desak Batalkan MoU KPU-Lemsaneg JAKARTA- Nota kesepahaman (MoU) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) terkait penyelenggaraan Pemilu 2014 kembali ditolak. Penolakan ini mencuat saat Komisi II menggelar Rapat Kerja tertutup dengan KPU, Bawaslu, Perwakilan Mendagri dan Lemsaneg di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (17/10). Bahkan, sejumlah anggota Komisi II DPR meminta perwakilan KPU dan Lemsaneg yang hadir dalam rapat itu membatalkan kerjasama itu. Beberapa waktu yang lalu, Ketua Lemsaneg, Mayjen TNI Djoko Setiadi meyakinkan jika kerja sama antara KPU dalam penyelenggaraan pemilu dengan Lemsaneg akan berjalan dengan baik. Menurut dia, pihaknya tidak akan mencampuri urusan teknis pemilu. Anggota Komisi II, Rahadi Zakaria, menilai akan ada tumpang tindih tugas pokok kedua lembaga jika kerjasama itu dilakukan. Di satu sisi, KPU dituntut bekerja secara terbuka dan memberi akses luas kepada masyarakat. Di sisi lain, Lemsaneg justru sebaliknya. Tumpang tindih ini yang dikhawatirkan akan mengganggu jalannya pemilu tahun depan. Alasan lain, Rahadi melanjutkan, KPU memiliki jaringan sampai ke tingkat daerah di seluruh wilayah Indonesia. Tapi hal itu tidak dimiliki oleh Lemsaneg. Berdasarkan data yang sudah difinalisasi, kata Rahadi, KPU akan bekerja di 27.000 desa di seluruh Indonesia. Dia ragu jika Lemsaneg mampu menyaingi kekuatan jaringan KPU dalam penyelenggaraan pemilu nanti. (gam/abd)