1
JUMAT 21 JUNI 2013 NO.0143 | TAHUN II Koran Madura
JUMAT
Harga Eceran Rp 2500,- Langganan Rp 50.000,-
21 JUNI 2013
g PAMANGGHI
Post Factum Oleh : Abrari Alzael
Pemimpin Redaksi Koran Madura
Warga Syiah Direlokasi ke Sidoarjo SAMPANG – Warga syiah di Kabupaten Sampang yang selama ini tinggal di Gor Tenis Indoor setempat, Kamis (20/6) direlokasinya ke Puspo Agro, Sidoarjo. Relokasi tersebut dilakukan setelah proses negosiasi antara tokoh Ulama seMadura, jajaran Pemkab Sampang, aparat kepolisian, TNI dengan pengungsi warga syiah. Pantauan Koran Madura, mereka direlokasi ke Sidoarjo menggunakan lima unit mini bus, satu bus milik Pemkab Sampang, dan dua truk. Proses relokasi tersebut dijaga ketat aparat keamanan. 162 warga syiah tersebut akan menempati 72 kamar di Puspo Agro, Sidoarjo. Di tempat yang baru dilengkapi fasilitas dan kebutuhan pengungsi. Wakil Bupati Sampang Fadhilah Budiono menuturkan, pemindahan tersebut butuh waktu lama karena menunggu
Iklil, koordinator pengungsi, yang kesehatannya terganggu. Proses penandatangan surat pernyataan yang diwakili Iklil membutuhkan waktu lama. “Tadi karena lama kita nunggu Iklil sakit dan sempat
BERITA
TERKAIT Halaman 6
di lakukan perawatan, makanya sempat lama dalam penandatangan suratnya. Tadi juga asetnya minta untuk diamankan, sewaktu-waktu jika kembali ke sini masih ada yang bisa dikerjakan,” ucapnya usai evakuasi, Kamis
(20/6). Orang nomor dua di Kabupaten Sampang itu menjelaskan, pengungsi bisa kembali lagi ke daerahnya dengan syarat yang disepakati dalam surat pernyataaan tersebut. Salah satu isi kesepakatannya adalah harus berubah keyakinan atau aliran. Proses evakuasi tersebut sempat memanas saat ribuan warga berbaju muslim berteriak agar warga syiah di Kota Bahari segera dipindahkan. Massa sempat hendak menerobos polisi yang berjaga-jaga di pintu gerbang sebelah timur Gor Tenis Indoor. Tak berhasil penerobos polisi, massa mencoba menerobos memasuki lapangan dengan menaiki pagar tembok milik Dinas Kebudayaan Pariwisayata dan Olahraga (Dishubparpora) yang bersebelahan dengan lokasi pengikut Tajul Muluk itu. Aksi tersebut berakhir setelah polisi menghampiri ribuan massa menghadang agar kembali ke barisannya sembari menunggu perwakilan dari kiai yang masuk menyampaikan keinginannya. (ryn/mk)
KASUS PENEMBAKAN PREMAN
Sidang Berkas Empat Kasus Cebongan Berlangsung Singkat YOGYAKARTA- Sidang berkas ke empat kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Kamis, berlangsung singkat. Sidang berkas ke empat yang berlangsung di ruang sidang dua tersebut menghadirkan tiga terdakwa, yaitu Sersan Mayor Rokhmadi, Sersan Mayor Muhammad Zaenuri, dan Sersan Kepala Sutar dengan Majelis Hakim yang memimpin persidangan Letkol Chk (K) Faridah Faisal, Mayor Laut KH Hari Aji S, dan Mayor Sus M. Idris. Oditur Militer dalam surat dakwaannya menjerat tiga terdakwa dengan Pasal 121 ayat (1) KUHP Militer jo 55 (1) ke-1 KUHP. Pasal ini berisi tidak memberitahukan atau meneruskan informasi situasi keamanan kepada atasannya. Dalam pembacaan dakwaan yang dilakukan oleh Oditur Militer (Otmil), diketahui, terdakwa satu dan dua, sempat mencari dua mobil anggota Kopassus yang keluar pada Jumat (22/3/2013) malam. Keduanya mencari di Polres Sleman dan Polda DIY. Namun, apa yang dilakukan keduanya tidak berhasil karena tidak menemukan.
mengajukan eksepsi (pembelaan). “Ada hal-hal yang perlu diluruskan terkait fakta-fakta yang dibacakan tadi. Akan sangat berpengaruh dalam kesimpulannya nanti,” kata Supriadi. Sidang akan kembali digelar pada Senin (24/6/2013) nanti dengan agenda pembacaan pembelaan. “Sidang kami tunda pada Senin nanti, dengan agenda pembacaan eksepsi,” ucap Ketua Majelis Hakim, Letkol Chk (K) Faridah Faisal,” katanya.
Kemudian, keduanya melaporkan ke terdakwa tiga bahwa situasi aman-aman saja, pada Sabtu (23/3/2013) pagi.
Setelah dibacakan dakwaannya, kemudian melalui penasihat hukum para terdakwa, yaitu Letkol (Chk) Yaya Supriadi akan
Jangan Dihukum Mati Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) minta agar terdakwa kasus penyerangan Lapas Cebongan tidak dihukum mati demi perlindungan hak asasi manusia. “Ancamannya hukuman mati, padahal rumusnya itu tidak ada pelanggaran HAM dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar di Jakarta, Kamis. Menurut dia, Oditur Militer diharapkan tidak menuntut terdakwa dengan hukuman mati, melainkan hukuman paling tinggi seumur hidup. (ant/vic/ade/beth)
Dulu, sewaktu belajar di pondok, guru menjelaskan banyak hal. Tetapi hanya satu hal yang masih lekat dalam ingatan ini. “Jika ingin mengikuti nabi, jangan setengahsetengah,” begitulah yang teringat. Dalam cerita disebutkan, nabi seorang yang demokratis, menghargai perbedaan bahkan pada keragaman keyakinan di jamannya. Kepada yang berbeda agama pun, nabi cukup toleran karena ia memberi contoh melalui perbuatan; santun dan berbudi luhur. Inilah yang disesalkan pada umatnya saat ini yang merasa lebih benar dari kelompok lain. Mereka itu, menyebut pihak lain sesat. Situasi ini mengingatkan pada sosok Gus Dur. Suatu ketika, pada kelompok yang berbeda, seseorang yang mengatakan sesat perlu diragukan kebenarannya. Sebab bisa jadi yang menyebut sesat pada seseorang justru sang penyebut sesatlah yang lebih sesat tanpa disadari. Tatakrama hidup yang berada diantara kelompok yang sama atau berbeda sekalipun, perlu kesantunan berkomunikasi. Keributan yang terjadi secara umum karena ketidaksantuna berhubunCobalah gan sesama mengerti bahwa makhluk perbedaan itu tuhan. Pola selalu ada. hubungan yang paling narsis manakala menyebut dirinya sebagai kelompok yang paling benar dengan menyebut pihak lain yang sesat. Padahal, kitab suci apapun, semua menggurui kesantunan. Seorang tokoh, atau yang dianggap tokoh dan mengabarkan sesuatu yang tidak anggun, secara tidak langsung ketokohannya tidak kokoh. Nabi dulu berdarah-darah untuk mewujudkan demokrasi dan arif perbedaan tanpa saling mengganggu. Maka apabila terdapat kelompok yang merasa paling oke dibanding yang lain, situasi ini menjelaskan ada tokoh mutakhir yang melampaui nabinya sendiri. Tidakkah bila ada yang melampaui nabi justru inilah sebenarnya sebagai kesesatan yang nyata? Cobalah mengerti bahwa perbedaan itu selalu ada. Berusahalah memahami bahwa yang tidak sama belum tentu sebagai sesuatu yang sesat dan salah. Berikhtiarrah bahwa bila mengerjakan pekerjaannya dan menempati lokasinya maka inilah yang paling adil. Agama itu tidak menakutkan dan olehkarenanya tidak menjadikan agama seberapapun bedanya sebagai sesuatu yang pantas dimusuhi. Kita bersaudara apapun suku dan agamanya. Karena itu sedih rasanya apabila pemeluk agama tertentu dikawal ratusan serdadu di bawah kokang senjata. Agama itu memberi kedamaian. Bila agama tidak memberikan kedamaian, inilah yang perlu diwaspadai bahwa sebenarnya bisa jadi telah muncul penunggang agama. Seakan-akan, menunggangi agama merasa paling benar dan menguntungkan. Cuma sadisnya, pemeluk agama justru menjadikan pemilik keyakinan yang belum tentu berbeda sebagai yang sesat. Jika ini yang terjadi, teringat kembali kata guru, jangan setengah-setengah jika ingin menjadikan nabi sebagai teladan. Sebenarnya, tuhan tidak perlu dibela sebagaimana waliyullah Gus Dur mengabadikan itu saat ia masih hidup. Pluralisme dan keberagaman adalah niscaya pada ranah keyakinan yang berdimensi ilahiah. Tetapi, terlalu horor bila ada yang melampaui nabinya dan berusaha sok pahlawan di depan tuhannya. =
BBM Naik “Mat Besok Kalo BBM sudah naik, bensinmu mau kau ecer berapa?” tanya Sakir sama Matrawi “ya tetap lah saya jual Rp 5000,-” Jawab matrawi sambil terus mengisi bensi ke dalam botol “Apa tidak rugi, bila seliter kau jual Rp 5000,- sementara di SPBU kau beli Rp 6.500,- ?” “Siapa bilang aku mau jual Rp 5000,- per liter?” “Lalu?” tanya Sakir tak mengerti. “Saya tetap jual Rp 5000,- tapi setengah botol” jawab matrawi enteng.
Cak Munali