e Paper Koran Madura 24 September 2013

Page 1

1

SELASA 24 SEPTEMBER 2013 NO.0205 | TAHUN II Koran Madura

SELASA

24 SEPTEMBER 2013

g PAMANGGHI

Si Dul Oleh : Miqdad Husein

Kolumnis, tinggal di Jakarta

Seperti Si Doel Anak Sekolahan yang populer, si Dul anak musisi Ahmad Dhani memang fenomenal. Ia tak hanya menghiasi pemberitaan setelah kecelakaan berkendara menewaskan tujuh orang. Anak bernama lengkap Abdul Qodir Jaelani itu mampu menyentakkan kesadaran, menggugah kerja aparat kepolisian serta mengingatkan sebagian orang tua tentang bagaimana memperlakukan anak terkait mengendarai mobil maupun motor. Usai kecelakaan aparat kepolisian bergegas melakukan razia pada anakanak sekolah yang membawa sepeda motor dan mobil. Sekolah-sekolah juga sepertibaru menyadari ada yang salah dalam kebijakannya membiarkan anakanak yang belum berusia 17 tahun mengendarai kendaraan bermotor. Semua seperti baru bangun tidur dan terperangah bahwa ada sesuatu yang salah dalam tatanan pendidikan keseharian pada anak-anak. Secara formal aparat kepolisian lalu lintas memang merupakan pihak yang berseberapa jauh tanggungjawab aparat memiliki m e m b i a r k a n anak-anak kemampuan berkeliaran memonitor anak-anak yang di jalan-jalan mengendarai mengendarai kendaraan berkendaraan motor, termasbermotor? uk anak yang kakinya belum sepenuhnya kokoh menyentuh tanah saat mengendarai sepeda motor. Belum lagi perlengkapan keselamatan seperti helm yang cenderung diabaikan terutama di jalan-jalan yang tak terlalu besar. Itu dari segi formal; kepolisian yang bertanggungjawab. Pertanyaannya, seberapa jauh aparat memiliki kemampuan memonitor anak-anak yang mengendarai kendaraan bermotor? Alih-alih kendaraan bermotor, yang di Jakarta mendekati jumlah penduduk; dalam mengatasi tindak kriminal biasa saja, aparat kepolisian sangat terbatas baik rasio jumlah maupun ketersedian perlengkapannya. Jadi tidak adil jika soal ini, ditimpakan sepenuhnya pada aparat kepolisian. Sejatinya para orang tua yang seharusnya memiliki kepekaan dan kesadaran pemikiran kapan anakanak boleh mengendarai sepeda motor dan mobil. Pada kasus Si Dul, apapun alasannya, membiarkan anak usia 13 tahun mengendarai mobil atau dibiarkan tanpa ada pengawasan, apalagi pada jam-jam orang dewasa -di atas jam 10 malam- merupakan keteledoran orang tua. Dan pekan-pekan ini, di wilayah Jabotabek yang dihiasi kecelakaan terutama pada malam Sabtu dan Minggu hingga dini hari, yang melibatkan anak-anak belia, sangat jelas menggambarkan betapa mekanisme kontrol internal keluarga sedang jebol. Ada kecenderungan masyarakat lebih melihat persoalan dari perspektif dan pemberlakuan aturan formal lalu membebankan pada aparat hukum. Padahal, penerapan aturan formal tetap harus berangkat dari kesadaran informal alias internal masyarakat sendiri. Aparat hanya bisa bertindak dari yang terlihat; apalagi terkait berlalu lintas yang bersifat massal. Tak mungkin aparat bisa mengawasi cara berlalu lintas setiap saat, apalagi memeriksa pada setiap orang yang berlalu lintas Lagi-lagi di sini terlihat jelas, persoalan tertib berlalu lintas pada anakanak, jauh lebih besar berada pada tanggungjawab orang tua. Mereka yang bisa mengontrol, mengawasi dan mencegah mengendarai bila memang belum wakt u - nya, baik segi umur maupun kematangan psikisnya. =

Saat Matrawi Dilamar Pada suatu malam istri matrawi marah-marah, setelah selesai bicara dengan matrawi. Istrinya : Bang, kamu bener sayang sama aku? Matrawi : Iya dong, Istrinya : Abang juga cinta sama aku? Matrawi : Buktinya sampai sekarang kita masih langgeng. Istrinya : terus kenapa abang mau, aku kan jelek banget. Matrawi : Dulu waktu melamarku, bapakmu bawa celurit. Istrinya : Apaaaaa… Cak Munali

ant/eric ireng

ISLAH SYIAH-SUNNI. Sejumlah warga Syiah dan Sunni asal Sampang Madura, saling bermaafan usai pembacaan surat kesepakatan damai, saat Islah Warga Sunni-Syiah Sampang Madura, di pengungsian warga Syiah di Rusunawa Kompleks Puspa Agro Jemundo Sidoarjo, Senin (23/9). Islah tersebut, menandai berakhirnya perselisihan dan konflik antara warga Syiah dan Sunni di Sampang Madura pada khususnya, serta di Indonesia pada umumnya.

LHI Terima Rp740 Juta

JAKARTA- Gaya hidup mewah dan glamor mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq kembali terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap pengurusan penambahan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian dan pencucian uang dengan terdakwa, Ahmad Fathanah.

Saksi Ahmad Maulana mengaku membayarkan pembelian mobil Mazda CX-9 untuk Luthfi Hasan Ishaaq seharga Rp 740 juta. Ahmad Maulana yang mengaku rekan bisnis Luthfi Hasan dan Fathanah sebelumnya mengaku sempat diminta mencarikan mobil SUV mewah Mazda CX-9. Fathanah pun lantas meneruskan permintaan itu kepada Ahmad Maulana. “Saya diminta Pak Luthfi untuk mencari CX9 yang paling murah,” kata Ahmad Maulana dalam sidang lanjutan perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi dan pencucian uang dengan terdak-

wa Ahmad Fathanah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/9). Sidang kali ini, masih beragendakan mendengarkan keterangan saksi untuk membuktikan tindak pidana pencucian uang. Menurut Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Rini Triningsih, saksi yang bakal dihadirkan berjumlah sembilan. Mereka adalah Ahmad Maulana, Ali Imran, Hery Naldi, Yomes, Andi Pakurimba, Amir Refi Sore, Evi Anggraeni, Yulia Puspitasari, Andi akbar. “Yang tidak hadir hanya. Hendry Sutiyo,” terang Rini Pengusaha Ahmad Maulana ini, mengaku sebagai komisaris utama PT Semesta Alam Mandiri, bergerak di bidang konsultan pariwisata dan penerbangan. “Karena Pak Luthfi yang memerintahkan saya untuk menegosiasikan pembelian mobil, hubungan saya dengan terdakwa (Fathanah) dan Pak Luthfi memang sama-sama dekat,” tambahnya. Tak berapa lama, mantan Presiden PKS, Luthfi ini mengatakan sudah menyediakan uang. Dan uang itu diberikan kepada Fathanah untuk pembelian mobil tersebut. “Uang yang diserahkan terdakwa (Fathanah) Rp 400 juta,” ungkapnya Padahal harga CX9 saat itu Rp 740 juta. Maulana pun menyumbang Rp 340 juta sisanya. “Sisanya Rp 340 juta saya yang bayar. Ya karena selama ini saya sudah sering hutang piutang dengan ustad Luthfi,” terangnya

SKANDAL SUAP ANGGOTA DPR

KPK Telurusi Gratifikasi Anas Selain Hambalang JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri dugaan gratifikasi lain, selain gratifikasi dari proyek Hambalang yang diduga melibatkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Saat ini, penyidik KPK masih mendalami perkara-perkara yang diduga juga melibatkan Anas. “Itu kan sudah jelas. Surat perintah penyidikan (Sprindik) mengatakan begitu bahwa ada dugaan peneriman lain,” kata juru bicara KPK Johan Budi SP di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9). Seperti diketahui, Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2013. Pengumuman tersangka Anas setelah KPK menemukan dua alat bukti terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji saat masih

menjabat anggota DPR pada 2009 menyangkut proses pelaksanaan dan perencanaan pembangunan P3SON Hambalang dan proyek-proyek lain. Anas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas terancam hukuman maksimal 20 tahun kurungan penjara. Selain menerima gratifikasi mobil Toyota Harrier terkait proyek Hambalang, Anas juga diduga mendapat hadiah dari proyek PLTS dan di Kementerian Pendidikan Nasional. Saat dikonfirmasi, Johan menjawab diplomatis. “KPK menduga dalam kaitan penerimaan AU. Tapi apa itu? Itu ada di penyidik,” sambungnya. Johan menegaskan penyidik KPK terus mendalami dan mengembangkan kasus dugaan gratifikasi proyek

Hambalang itu. Meski demikian, Johan juga tak memungkiri kasus gratifikasi Hambalang menjadi pijakan awal KPK mengembangkan dugaan korupsi Anas. “KPK mengusut dugaan penerimaan yang diduga diterima AU sebagai penyelenggara negara terkait dengan proyek pengadaan sarana dan prasarana Hambalang. Dari situ bisa berkembang,” tegasnya. Sementara itu, Anas kembali menegaskan sama sekali tak memakan duit haram dari proyek Hambalang. “Saya yakin betul tidak pernah korupsi atau gratifikasi proyek Hambalang dari Adhi Karya. Kita buktikan saja nanti,” tegas Anas. Anas juga mengatakan siap memenuhi panggilan KPK. “Prinsipnya apa aja saya siap. Yang saya yakin saya tidak bersalah dari kasus korupsi Hambalang dari dulu sampe sekarang. Saya tidak pernah makan duit haram dari proyek Hambalang,” ujarnya. (gam/abd)

ant/wahyu putro a

DITAHAN KPK. Tersangka kasus pengurusan anggaran Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Haris Andi Surahman keluar dari Gedung KPK dengan menggunakan baju tahanan usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (23/9). KPK resmi menahan Haris Andi Surahman di Rutan Salemba terkait kasus dugaan suap terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun 2011.

SKANDAL SUAP DPID

Satu Lagi Politisi Golkar Ditahan KPK JAKARTA-Politisi dari Partai Golkar Haris Andi Surahman ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (23/9), setelah diperiksa selama hampir tujuh jam sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyuapan terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). Selanjutnya, pria ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat. “Ditahan selama 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin (23/9). Haris yang diketahui sebagai kader Organisasi Kemasayarakatan (Ormas) Musyawarah Kerja Gotong Royong (MKGR) diduga terlibat berperan sebagai perantara yang mempertemukan Fahd El Fouz yang dikenal sebagai pengusaha dengan anggota Badan Anggaran (Banggar) Wa Ode Nurhayati. Haris disebutsebut merupakan penghubung pemberian suap menyangkut pelolosan tiga daerah penerima DPID. Hal ini mengemuka dalam dakwaan terdakwa Wa Ode Nurhayati. Menurut Johan, penahanan dilakukan terkait kepentingan penyidikan. Haris diketahui mangkir dari panggilan pemeriksaan pertama KPK pada 20 September 2013. KPK menetapkan Haris sebagai tersangka akhir tahun lalu. Dia diduga bersama-sama Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati. Penetapan Haris sebagai tersangka ini merupakan pengembangan penyidikan perkara Wa Ode dan Fahd. Wa Ode divonis enam tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap DPID dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara itu, Fahd dituntut tiga tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pihak penyuap. Haris disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Peran Haris terungkap dalam persidangan kasus Fahd dan Wa Ode. Berdasarkan surat dakwaan Fahd, Haris seolah berperan sebagai perantara antara anak pedangdut A Rafiq itu dan Wa Ode. (gam/abd)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.