e Paper Koran Madura 28 Oktober 2013

Page 1

1

SENIN 28 OKTOBER 2013 NO.0227 | TAHUN II Koran Madura

SENIN

28 OKTOBER 2013

g PAMANGGHI

Topeng Oleh : MH. Said Abdullah

Anggota DPR RI, asal Madura

MENANGGAPI pertanyaan terkait razia topeng monyet, Gubernur Jakarta Jokowi saat diwawancarai media elektronik menegaskan bahwa langkah itu ditempuh sebagai upaya memperlakukan binatang secara baik. “Nanti dikumpulkan di Kebun Binatang Ragunan, dipelihara, dirawat agar monyet-monyet itu tidak kurus-kurus seperti saya,” katanya. Siapapun akan tersenyum atau bahkan tertawa lebar mendengar jawaban Jokowi, terutama ketika menyebut “agar monyet-monyet itu tak kurus seperti saya.” Terdengar menggelikan. Apalagi diucapkan oleh seorang Gubernur Jakarta yang prestisius. Rakyat negeri ini tentu masih ingat ketika sekali waktu beberapa wartawan infotainment memposisikan Jokowi sebagai selebriti. Jawaban tokoh nomor satu di Jakarta ini, juga membuat siapapun tertawa atau sekurangnya tersenyum. “Lha saya kan bukan artis. Saya jelek, kurus , ngak ada potongan selebritylah,” tuturnya santai. Tampak sekali dari fragmen sosial itu betapa Jokowi memang sosok pemimpin yang sama sekali tak ingin memiliki jarak dengan rakyat Jakarta. Ia dengan santai menempatkan dirinya sebagai perumpamaan; sebagai contoh tanpa ada rasa takut kehilangan kewibawaan. Apalagi yang menjadi obyek perbandingan Ia tak merasa perlu melakukan dengan dirinya sekumpulan binatang berbagai bernama monyet. Ia langkah khusus tampil apa adanya, bagaimana melepaskan berbagai mencitrakan atribut jabatan sebadirinya begitu gai Gubernur. Dalam keseharian, di luar megah acara protokoler, sering Jokowi berpakaian sangat santai. Kadang berbaju putih tanpa dimasukkan ke dalam celana hingga terkesan agak “slebor.” Di sini juga terlihat hampir tak terasa ada pencitraan layaknya seorang pejabat. Ia tidak memposisikan diri berada pada posisi spesial. Ia membaur, berkumpul dengan masyarakat Jakarta. Ia tak merasa perlu melakukan berbagai langkah khusus bagaimana mencitrakan dirinya begitu megah, layaknya seorang pemimpin dari Provinsi dengan APBD terbesar di negeri ini. Secara komunikasi politik sebenarnya ini juga dapat dikatagorikan sebagai proses pencitraan dengan format berbeda. Namun di sini, yang terlihat adalah proses sikap pencitraan yang jauh dari kesan simbolik. Pencitraan yang bukan topeng. Citra Jokowi ya bekerja, berusaha menyelesaikan persoalan Jakarta, dengan gaya kepemimpinan tanpa olesan simbol-simbol yang mengedepankan kekuasaan. Ia citrakan diri berbuat dan berbuat atas dasar keyakinan pada visi dan misi kepemimpinannya. Subtansi kepemimpinan yang dikedepankan bukan kulit, bukan simbol. Bertolak belakang dengan pemimpin yang mengedepankan citranya, yang biasanya bereaksi keras dan cepat ketika dirinya sedikit saja terusik sementara saat ada persoalan krusial terkait rakyat responnya sangat dan sangat lambat sekali. Pencitraannya sekedar topeng, kedok tanpa menyentuh subtansi kepentingan dan kebutuhan rakyat. Pencitraan kepemimpinan itu sebenarnya merupakan proses yang akan berkembang otomatis bila perilaku dan sikap memang memberi manfaat pada masyarakat yang dipimpin. Jadi tak perlu memoles diri jika seorang pemimpin akan positif citranya. Bekerja untuk kepentingan rakyat saja, tanpa neko-neko niscaya akan jadi proses pencitraan super efektif. =

ant/adhitya hendra

FASHION ON THE RIVER. Sejumlah peserta Fashion on the River, melintasi Sungai Complong di Desa Kejayan, Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur, Minggu (27/10). Para siswa SMAN 1 Kejayan memperingati Hari Sumpah Pemuda, dengan menggelar kegiatan bertema “Budaya Lokal” ini yang juga dimaksudkan sebagai pengembangan kreativitas seni sekaligus cinta terhadap lingkungan.

Capres 2014 Masih 4L Figur Muda Perlu Didorong Menjadi Pilihan Alternatif JAKARTA-Pesta demokrasi rakyat Indonesia pada 2014 dipastikan tidak akan menjadi ajang pergantian estafet kepemimpinan nasional secara demokratis karena capres yang diusung masih didominasi wajah lama. Pasalnya, partai-partai besar masih kebingungan memunculkan nama sebagai capres, padahal sudah mendekati masa pemilihan. Akibatnya, pesta lima tahunan ini menjadi ajang kontestasi para elit dan ketua umum parpol sehingga pada akhirnya yang muncul adalah capres 4L. “Mayoritas capres 2014 adalah Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina. Akibatnya, ada kesan di masyarakat bahwa capres 2014 adalah tokoh 4L (Lu Lagi Lu Lagi),”tegas Peneliti Political Weather Station (PWS) Imam Sofyan saat memaparkan hal survei bertema ‘Kader Muda Potensial Vs Ketum Parpol’ di Hotel Atlet Century, Jakarta, Minggu (27/10). Imam menyakini, tradisi memunculkan capres 4L masih tetap dipelihara pada pilpres 2014 nanti. Oleh karenanya menurut Imam sangat diperlukan paradigma dan tradisi politik baru di Indonesia dengan mendorong pemimpin dan figur muda men-

jadi capres alternatif. Hal tersebut perlu dilakukan guna terjadi silkulasi dan pembaharuan calon pemimpin nasional. Selain itu memperbanyak stok pemimpin nasional yang lebih segar dan muda. Sehingga tingkat apatis masyarakat terhadap pilpres 2014 bisa dikurangi, lantaran ada kesan masyarakat tentang model pemimpim 4L sudah diantisipasi.

Mayoritas capres 2014 adalah Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina. Akibatnya, ada kesan di masyarakat bahwa capres 2014 adalah tokoh 4L (Lu Lagi Lu Lagi)

Imam Sofyan

Peneliti Political Weather Station (PWS) Sementara itu, Koordinator Petisi 28 Haris Rusly Moti mengatakan Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin dari unsur pemuda. Mengingat, pemimpin sekarang dari kalangan tua tidak ada yang bertanggung jawab

terhadap kerusakan bangsa di segala lini.”Para elit bangsa hanya bertarung untuk memenangkan Pemilu 2014. Bukan untuk kepentingan rakyat tapi untuk diri sendiri,” ujar dia dalam diskusi menyambut Hari Sumpah Pemuda bertajuk “Bangkit, Bersatu & Bertanggung Jawab: Kepemimpinan Pemuda Melempangkan Kembali Jalan Kebangsaan” di Galery Cafe, Cikini Jakarta, Minggu (27/10). Menurut Haris, dalam waktu dekat, bangsa Indonesia akan dihadapkan pada tantangan yang makin berat. Karenanya, dibutuhkan pemimpin yang berjiwa muda dan mampu membawa perubahan menuju kebaikan. Haris menengarai, pada awal bulan Desember dan Januari mendatang, Indonesia akan menghadapi situasi yang makin sulit. Salah satunya puncak pertarungan para elit politik menjelang pemilu. Di mana hampir dipastikan, kondisi negara dan masyarakat makin terabaikan oleh pemimpinnya. Belum lagi, pukulan secara ekonomi yang datang dari luar, yaitu dampak lesunya perekonomian dunia. “Jadi, kita harus siapkan diri untuk menghadapi itu dengan membangkitkan semangat kepemudaan. Kita butuh kepemimpinan moral, kepemimpinan yang logis, dan kepemimpinan politik,” tegasnya. (gam/aji/abd)

Neymar

SKANDAL SUAP MK

Soal Korupsi, Pemda Ungguli Pusat

Ternak Sapi Kondisi ekonomi yang carut marut membuat Matrahem pusing tujuh keliling. Berbagai usaha sudah ia lakukan, namun selalu saja gagal. Usahanya bangkrut dan hanya membuat hutangnya lebih banyak. Akhirnya setelah beberapa kali meminta nasehat guru dan kolega, Matrahem memutuskan untuk beternak sapi. Dan untuk mendapatkan modal ia putuskan untuk pinjam sama Matrawi. Matrahem : Saya datang ke sini untuk pinjam uang. Tidak banyak, hanya dua juta rupiah saja. Matrawi : Buat apa uang dua juta Mat? Matrahem : Saya mau beternak sapi. Matrawi : Owalaah kamu ini. Mengapa beternak sapi. Sekarang pasarannya lagi lesu. Matrahem : Hey.. Kemari aku bukan untuk berdiskusi. Aku mau pinjam uang. Matrawi : Aku belum selesai.. selain pasaran sapi lagi lesu, aku juga tak punya uang sebanyak itu. Jadi kusarankan ternak jangkrik aja. hehe Cak Munali

JAKARTA- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melansir hasil penelitiannya soal kerentanan pegawai negeri sipil (PNS) terjerat kasus korupsi. Data PPATK menyebutkan PNS pemerintah daerah lebih rentan terjerat kasus korupsi dibandingkan PNS di tingkat pusat. Dari 67 persen korupsi yang dilakukan PNS, sebesar 54 persennya dilakukan oleh pemerintahan daerah, dan 13 persen oleh pemerintah pusat. “Peluangnya lebih besar di Pemda, jadi hati-hati anak muda yang jadi PNS. Jangan mau dijadikan alat korupsi oleh atasannya,” kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso dalam diskusi “Suap Kepala Daerah : Rakyat Makin Menderita di Jakarta, Jumat,(25/10). Modusnya yang paling banyak, kata Agus lagi, pada pengadaan barang dan jasa. Biasanya korupsi ini dilakukan

melalui mark up, alias barang itu dimahalkan harganya. “Modus lainnya, adalah melalui pemberian perijinan usaha, dari sini biasanya banyak bermunculan masalah percaloan, umumnya ada permintaan fee,” ungkapnya Yang lainnya, lanjut Agus, modusnya melalui penerimaan daerah, biasanya lewat mark down. “Penerimaan yang seharusnya mencapai 100%,

El Clasico Milik

namun diselesaikan hanya 60%, lalu yang 10% masuk ke kantong oknum pejabat,” tuturnya. Lebih jauh kata Agus, korupsi melalui pencucian uang terindikasi mencapai 67%. Hanya saja dari indikasi itu, 53,74% tindak pidana korupsi itu dilakukan di lingkungan Pemda. “Artinya memang korupsi ini cukup tinggi jadi match dengan data tadi, soal

Berita di hal 8

peluang korupsi PNS yang mencapai 1,6 kali,” terangnya. Lalu, daerah mana saja yang korupsinya tergolong besar? Menurut Agus, tingkat korupsi di daerah yang masuk zona merah antara lain DKI Jaya terbesar, Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dll. Khusus untuk ancaman dari luar tersebut lanjut Agus, yaitu banyaknya buronan interpol Indoensia yang lari ke Singapura, Malaysia, Papua Neugini, Australia, Swsiss, dan negara lainnya. “Mereka di negara-negara itu mendapat kewargaan negara, bahkan diberi KTP dan fasilitas lainnya, karena hanya melarikan uang korupsinya dengan membeli rumah, investasi, dan sebagainya. Ini ancaman asing yang harus diantisipasi menjelang pasar bebas Asean (Asean Economic Committe) pada 2014 mendatang. Untuk mencegah terjadinya korupsi, PPATK sedang mengusulkan pembatasan transaksi keuangan secara tunai ke Prolegnas. Transaksi tunai hanya Rp 100 juta, dan lebih dari Rp 100 juta, maka harus melalui perbankan. (gam/abd)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.