KUMPULAN
PUISI OLEH KENI RAHAYU Facebook: Kurniapeni Rahayu Instagram: kenirahayu Email: kenirahayu18@gmail.com
Sepatah-dua patah‌ Alhamdulillah, Alhamdulillah. Segala syukur termaktub dalam hati dan lisan hanya padaNya. Berikut ini adalah beberapa goresan hati, sedikit mengungkapkan segala keriangan, pedih, serta transformasi air mata berupa kata-kata. Setidaknya ada 14 judul puisi dari penulis sederhana dalam lembaran berikut ini. Semoga apa yang tidak berguna ini kelak akan bermakna di hati para pembaca dan penikmat sastra. Hingga sebelum senja menyapa, penulis akan dengan bangga menyapa mentari bahwa tak hanya ia yang mampu menghangati penduduk bumi. Selamat menikmati ď Š
Keni Rahayu Malang, 6 Juni 2017
Digigit Rindu Kau tau siapa aku? Aku tanah yang tak di bawah Langit yang sempit Sayap hewan merayap Nafasku memburu Terengap-engap menggagap Mata melotot Sukmaku lara Seperti biji jagung meletup-letup Menghabisi tempatnya Meluber dari panci Aku menangis sedalam-dalamnya
Aku merana selara-laranya Hatiku sakit mendambamu Aku benci begini lagi Sempat kukira rindu dan patah hati sama saja Sidoarjo, 30 Juni 2016
Mati Rasa Jika kalbu berkenan Jika sukma terima Kan kubelah hindia agar kau berpaling padaku Di bawah rona purnama Di kaki renjani berduri Masih kujejaki tawa palsumu Hingga kau tau Hingga kau rasa Kutelah mati rasa untuk menamakannya cinta Sidoarjo, 29 Juni 2016
Sudah Tidak Lagi Kala badai berkecamuk Kala hujan tak lagi basah Kala angin berhenti bernafas Begitupun air tak lagi ke hilir Jangan lagi mengarah kemari Karena sungguh, aku telah pergi Sudah tidak lagi Sidoarjo, 29 Juni 2016
Amarahku Keisenganku membunuh nuraniku Aku merindumu ingin mengecup pedulimu Aku melambai lambai namun kau semakin abai Salahkah aku? Aku memintamu memedulikanku Salahkah aku? Semakin lama rasanya ini semakin nyata saja Kamu bukan lagi oase yg hadir karena kendali akalku Kurasa kau semakin nyata membesar memenuhi relung hatiku Sakit, sesak rasanya Inikah korban perasaan salah paham Sepertinya aku sungguh tenggelam
Ingin kuselami hatimu yang dalam Kurasa aku sudah, namun kenapa kau terlihat ogah Bantu aku perjelas ini semua Atau aku hanya tenggelam dalam dimensiku? *kemudian menangis* Sidoarjo, 8 Mei 2016
Datang dari-Nya Dentuman atom silih berganti Kala alfa menyiramkan nur Masihkah kau berkenan kunanti Atau bilakah cita ini kukubur Gegabah! Kusebut ia cinta tanpa izin empunya Berahi kosong modal dusta Sesaat katamu? Kakiku ngilu mengantri lama Kau boleh salahkan aku, asal jangan salahkan cinta Karena sungguh, ia datang dari hati Datang dari-Nya Sidoarjo, 29 Juni 2016
Wahai Lelaki Buta Bersolek manja untuk lelaki buta Memangis merintih untuk lelaki tuli Merengkuh asa pada lelaki mati rasa Akankah kau berpaling saat aku menguning Aku mencintaimu tanpa rencana Apa? Cinta? Ini hati atau apa semudah itu mengecup cinta Bisakah kau pergi saja jika bagimu aku hanya nestapa? Aku t'lah lelah kau beri sayap untuk selanjutnya kau patahkan Aku t'lah lelah kau beri harap untuk selanjutnya kau siakan Sidoarjo, 8 Mei 2016
Sepucuk Surat Pagi Ini Hai dinda Telah kubaca tiap kicaumu Lewat sepucuk surat mesra tiap Sabtu Kini aku tak lagi mengeja Karena aku sudah bisa membaca Tapi mengapa Suratmu pagi ini sungguh basah Warnanya hitam dan berbau pekat Inikah firasat? Ahh.. Haruskah aku suudzon Toh ternyata suratmu ketumpahan kopi bapak Sidoarjo, 29 Juni 2016
Boleh Aku Menyerah Saja? Boleh aku menyerah saja? Padamu yang tak menganggapku ada Boleh aku menyerah saja? Kau berlalu lalang keluar masuk, hatiku melara Boleh aku menyerah saja? Padamu, yg bebal dan buatku kesal Boleh aku menyerah saja? Padamu, yang bagiku nyata tapi bagimu bahan tawa Malang, 2 Juni 2016
Kunanti Percik air riang Sumbang tak menggenang Tubuh mengayun Mendamba datangnya Seberkas nur pagi meninggi Menyapa hati sepi Lara telah pergi Berganti asa Hadirmu kunanti Bagaimana bisa kujumpai kau Nama, wajah, posturmu pun aku tak paham Hanya bersanad pada janji ilahi Aku percaya
Kau tak akan menghianati Kunanti Dalam rindu ini kunanti Sungguh kurindu panggilan itu Kuseru kau abi Kau menyeruku umi Ah malunya Sidoarjo, 30 Juni 2016
Lelaki Bernama Imam Kau duduk, bergumam Dalam balutan koko putih Wajah teduh menikmati Mata tipis itu fokus menelan kata demi kata Sinar mata cantik menembus cermin bening Menuju buku seukuran saku dari kanan ke kiri Sesaat pejamkan mata Teduh ‌ Yaa illahi, bibir tipis itu bergamitan Rasa-rasanya bisikan senyap itu menenangkan Kalam-Mu sedang diinternalisasikan Dalam hafalan, melalui lisan
Seketika aku terhenyak Dalam kagum yang menggelegar Hati tersambar, bergetar Kau menyeruku bangunkan lamunan kaku Bibirku membisu Aku terpaku memutar bola mata Kau tertawa ramah sambil kau berikan penaku yang terjatuh di tanah Seketika itu kubaca namamu Di name tag putih terkemasi rapi Imam ‌ Asa melayang jauh ke angkasa Akankah kelak namamu berakhiran dhomir ya' sukun bagiku, wahai Imam Sidoarjo, 3 Juli 2016
Mengapa Berdiri di Depan Pintu? Wahai kau, apa yang kau lakukan di situ Kau tegak berdiri di depan pintuku Melambai menari-nari menarik perhatianku Sedikit demi sedikit, aku terusik Pintuku terbuka titik demi setitik Sesaat kubuka, namun kau tak di sana Dimanakah kau? Mengapa kau berdiri di depan pintu Jika tak ada niat bagimu membuka pintuku Apakah kau berdiri di setiap pintu hati wanita di dunia? Atau pintuku saja? Kalau sudah terbuka begini, kau mau apa?
Akankah kau bertamu beberapa malam saja? Bersediakah kau menduduki singgasana sepanjang masa? Aku menerka-nerka Kurasa kau menggedor untuk segera masuk Saat kubuka, lagi-lagi kau pergi dan punggungmulah yang kudapati Lantas apa yang bisa kulakukan untukmu, untuk hatiku Kau telah membukanya Dan aku masih bertanya-tanya Mengapa berdiri di depan pintu Malang, 6 Mei 2016
Diammu Bicara Kutengah berdiri Pada posisi ini, di mana aku mengenalmu Tidak tidak, mungkin lebih tepatnya sekedar tau Semua berjalan biasa saja Namun sejak tragedi itu Senyummu terbata Katamu terbatas Tawamu tak lepas Aku tahan napas Kau mulai diam, menjauh Entah berlari atau tetap di sana, bagiku kau jauh Melayang ke kandang kunang Hilang, tak kunjung datang
aku sungguh tak mampu apa mengecup punggungmu sudah biasa haruskah ku teriak memanggil? Kurasa tidak Aku akan mulai memahami Kurasa diammu berarti Inilah yang kau mau Tenanglah sayang aku tak akan diam kan kutimpuki rumah di langitmu karena semua penghuni langit tau aku mulai mencintaimu Malang, 16 April 2016
Kata Tere Liye Kata Tere Liye "Dikatakan tidak dikatakan Itu tetaplah cinta" Haruskah aku percaya? Bilakah ini kugenggam, akan kulakukan Kubuka pintu pagarku Kubiarkan kau pergi dan berlalu Bukan aku membiarkanmu pergi Bukan cinta tak lagi kuhargai Namun, cinta tidak begini Melainkan ikrar sucimu, di hadapan abi Pun sang ilahi Sidoarjo, 29 Juni 2016
Mungkin Aku Salah Memahami Mungkin aku salah memahami Kukira aku tanah pertanian yang kau tabur biji-bijian Setelah kusiram dan berkecambah, nyatanya tak kunjung berbuah Mungkin aku salah memahami Kala itu, bijimu terjatuh dan aku menelannya Hingga ia tumbuh hampir subur, namun selanjutnya kaubiarkan terkubur Mungkin aku salah memahami Entah kamu yang membatasi diri, atau aku yang melampaui imaji? Mungkin aku salah memahami Kukira ada rasa, nyatanya teman biasa Malang, 18 April 2016
Berikut ini adalah beberapa goresan hati, sedikit mengungkapkan segala keriangan, pedih, serta transformasi air mata berupa kata-kata. Setidaknya ada 14 judul puisi dari penulis sederhana dalam lembaran berikut ini. Semoga apa yang tidak berguna ini kelak akan bermakna di hati para pembaca dan penikmat sastra.