EKRAF, 28 Agustus - 25 September 2014

Page 1

Kain Tenun Ikat Inuh

Halaman. 8

No XV / 28 Agustus 2014 - 25 September 2014

Memburu Kain Tradisional Lampung MASYARAKAT Lampung memiliki berbagai macam jenis kain tradisional yang masih lestari. Banyak di antara kain-kain itu yang masih tersimpan rapi hingga kini. Tri Sujarwo

S

alah satu kolektor kain-kain tradisional Lampung adalah Zulkifli adok Khadin Bangsawan. Dia rela berburu kain-kain langka yang berada di daerah untuk kemudian dikembangkan. Zulkifli menginginkan kain tradisional Lampung itu tak punah begitu saja tanpa bekas. Menurut pemilik gerai Ruwa Jurai yang beralamat di Jalan Imam Bonjol No. 34, Bandar Lampung ini, di gerainya menyediakan kain-kain tradisional khas Lampung yang memang motif dan bentuknya sesuai dengan aslinya. Namun, untuk pewarnaan, Zul, begitu dia biasa dipanggil, menggunakan pewarnaan kimia. “Saya memang akan terus melestarikan warisan leluhur yang sangat bernilai ini,� kata dia. Pada era 1990-an, pria yang suka mengoleksi barang-barang antik ini rela keluar-masuk perkampungan suku asli Lampung untuk mendapatkan kain-kain asli yang sudah berusia ratusan tahun. Dia memiliki puluhan koleksi kain tradisional Lampung, seperti kain tenun ikat inuh, kain pelepai, kain tampan, kain tapis sungkai, dan kain tapis abung. Kain-kain itu dia peroleh langsung dari pemiliknya di daerah Pertiwi, Kotaagung, Kalianda, Liwa, Krui dan lainnya. Kini, kain-kain tua itu semakin langka. Selain sudah rapuh dimakan usia, juga banyak yang dijual kepada kolektor asing. Di Luar Negeri Maka tak mengherankan jika kain tapis kuno atau kain tradisional kainnya masih banyak yang tersimpan hingga kini di Belanda maupun Amerika. Soal harga jangan ditanya, kain tenun ikat inuh milik Zul yang diperoleh sekitar tahun 1990-an, dia beli dengan harga Rp60 juta. Jika diuangkan kini bisa terjual hingga Rp150 juta. Tapi, dia tak berniat menjualnya. Dia ingin kain-kain tradisional itu akan tetap FOTO-FOTO: EKRAF/ZAINUDIN

ada, maka dia membuka sendiri usaha pembuatan kain-kain tradisional itu sesuai dengan motifnya. “Kini kain tradisional Lampung kian langka, kalau uang yang buat belinya ada, tapi barangnya yang enggak ada,� kata dia. Kain yang dimiliki masyarakat Pesisir Lampung tentunya berbeda dengan kain yang dimiliki masyarakat Lampung Pepadun. Hal ini tentunya menambah keragaman motif dan bentuk kain tradisional Lampung itu sendiri. Setiap kain memiliki kegunaan dan fungsinya sendiri. Beberapa kain yang masih lestari hingga kini, yaitu kain bidak galah napuh, kain tenun ikat inuh, kain tapis sungkai, kain tapis abung, kain tenun selinggang alam, kain tampan, kain pelepai, dan lainnya. Kain itu kini lestari di tangan para desainer dan pengembang kain tradisional Lampung lainnya. Masyarakat Lampung kini juga mulai aktif dan nyaman memakai kain tradisional Lampung walau sudah dikemas menjadi sebuah batik Lampung. Motif berbagai kain tradisional Lampung itu kini disulap ke dalam sebuah baju-baju batik yang elegan yang bisa dipakai dalam berbagai kesempatan. Beberapa motif kain inuh yang berbentuk seperti kapal, ornamen Lampung, burung, gajah dan flora kini tertuang dalam balutan busana batik modern. Ini merupakan salah satu langkah yang terus diupayakan oleh para pelestari kain tradisional Lampung. Zulkifli dan juga para desainer Lampung kini mulai ambil bagian dalam berbagai event-event besar berskala nasional maupun internasional untuk mempromosikan kain tradisional Lampung. Salah satu kain tradisional Lampung yang sudah mendunia, yakni kain tapis. Saat ini kain-kain tradisional Lampung mulai banyak diburu oleh para pencinta fashion. (KRAF)

sujarwo@kraf.co.id


2 28 Agustus 2014

DAFTAR ISI INFO

Disdikpar Pringsewu

Gelar Seminar Budaya Lokal

4

BUDAYA

Pesta Sekura yang Meriah

6

Tiga Jenis Sekura

7

CORAK

8

Kain Tradisional Lampung WISATA

Pulau Tegal nan Eksotis

10

santap

Rumah Makan Bu Meri Seafood ala Pati RESEP

Lepot Tapai

12 13

ASRI

Nuwo Tuho Berusia Lebih dari 250 Tahun

14-15

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Gaudensius Suhardi. Wakil Pemimpin Redaksi: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Saur M. Hutabarat (Ketua), Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Kepala Divisi Pemberitaan: D. Widodo, Kepala Divisi Content Enrichment: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Nova Lidarni, Umar Bakti, Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Rinda Mulyani, Sri Agustina, Sudarmono, Trihadi Joko, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Adian Saputra, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Agus Hermanto, Ahmad Amri, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Wandi Barboy. Liputan Jakarta: Inge Olivia Beatrix Mangkoe. LAMPOST.CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Delima Napitupulu, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin. Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Buchairi Aidi, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Sudirman, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Widodo (Kabiro), Abu Umarly, Erlian, Mif Sulaiman, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Kepala Departemen Marcomm: Amiruddin Sormin. Senior Account Manager Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Manager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Asisten Manager Iklan Biro: Siti Fatimah. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampost.co e-mail: redaksi@lampungpost. co.id, redaksilampost@yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kota­agung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/ Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan.

ekraf

Torial

Dorong Usaha Ekonomi Kreatif

P

ROVINSI Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera memiliki banyak hasil kreasi kerajinan tradisional yang dapat terus dikembangkan dan dipromosikan ke tingkat nasional dan internasional. Apalagi, Pemprov Lampung bersama pengurus Dekranasda yang baru dilantik telah sepakat untuk terus mendorong kemajuan usaha ekonomi kreatif di kabupaten/kota di provinsi ini. Misalnya, pengembangan kerajinan tapis, sulaman usus, maduaro, sulam ulat, selinggang alam, atau pengembangan batik tulis khas Lampung. Belum lagi di bidang kriya, Lampung juga sudah memiliki ukiran khas Lampung yang sudah mulai mendunia. Lampung sebagai salah satu provinsi di Indonesia juga memiliki pelakupelaku ekonomi kreatif yang terkenal dan andal dalam bidangnya. Kerajinan kreatif sudah banyak terlihat, tetapi memang belum dikembangkan dengan maksimal. Untuk itu, memang dibutuhkan adanya peran serta dari Pemprov Lampung dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang menaungi pengembangan industri kreatif harus terus menggali sumber kerajinan yang ada untuk dikembangkan secara optimal. Apalagi, pengembangan ekonomi kreatif ini akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Industri kerajinan mempunyai peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi daerah serta nasional karena mampu menyerap ribuan tenaga

Lukman Hakim Wartawan Lampung Post

kerja. Jika hal itu dapat diwujudkan, akan mengangkat nama daerah makin dikenal dan mampu membangkitkan pembangunan pariwisata yang ada di Lampung. Apalagi, pengembangan ekonomi kreatif berkaitan langsung dengan pengembangan potensi wisata yang ada. Memang, sekalipun perajin banyak, bahan baku banyak, terkadang perajin terkendala permodalan dan pasar. Untuk itu, juga dibutuhkan peran pemerintah untuk menjebatani perajin dengan pemilik modal (perbankan) dan membuka jaringan pasar, baik lokal, regional, maupun internasional. Adanya perajin ukiran Lampung yang akan menggelar pameran internasional di Istambul, Turki, dapat menjadi pembuka jalan bagi pengembangan industri kreatif khas Lampung. Ironi memang, tawaran menggelar pameran itu justru bukan dari pemerintah daerah atau Pemerintah Pusat, melainkan adanya pihak asing yang tertarik dengan kreasi kerajinan Lampung dan mengundang pengusaha ukiran itu pameran di Istambul. Kita berharap di bawah kepemimpinan Gubernur Lampung yang baru, M. Ridho Ficardo, dan Ketua Dekranasda Lampung Aprilani Yustin Ficardo, menjadi vitamin bagi berkembangnya industri kreatif di Lampung. Semoga. n


3 28 Agustus 2014

ekraf

Tabik Pun

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Dekranasda Bangkitkan Industri Kreatif Lampung

D

EWAN Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Lampung harus bisa menjadi inspirator dan pendorong kemajuan industri kreatif di bumi Sai Ruwa Jurai. Apalagi, potensi industri kreatif di Lampung sangat besar. “Saya berharap pengurus Dekranasda dapat menggerakkan perajin dan mendorong usaha mereka agar industri kreatif dapat menjadi kebanggaan daerah,” kata Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo, saat melantik pengurus Dekranasda Provinsi Lampung masa bakti 2014—2019, Kamis (21/8). Saat itu dilantik Wakil Ketua Dekranasda Hapsiah Bachtiar Basri dan pengurus Dekranasda Provinsi Lampung di ruang Abung, Balai Keratun, Kompleks Kantor Gubenur. Menurut Ridho, potensi industri kreatif di Lampung cukup besar sehingga jika

FOTO-FOTO: EKRAF/ZAINUDIN

dikelola dengan baik dapat menjadi satu andalan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, tentunya akan memajukan sektor pariwisata Lampung. “Sinergitas pengembangan pariwisata dan industri kreatif dapat saling menopang peningkatan perekonomian,” kata dia. Gubernur melanjutkan Pemprov Lampung mengimbau Dekranasda bekerja sama dengan pengusaha maupun perbankan untuk bantuan permodalan pelaku industri kreatif. “Kemudian, ke depan saya akan berupaya merangkul para pengusaha dan perbankan agar dapat mendukung permodalan para pelaku industri kreatif.” Untuk pemasaran produk yang dihasilkan, Gubernur meminta Dekranasda dapat berkoordinasi dengan Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. “Dengan koordinasi yang apik tentu pemasaran akan

lebih lancar dan tentunya terarah dengan harga yang bersaing,” kata Ridho. Tidak itu saja, Pemprov Lampung juga akan mendukung promosi produk kerajinan khas Lampung di tingkat nasional maupun internasional. Ridho menegaskan pihaknya sangat mengharapkan Dekranasda memberikan andil besar dalam menggerakkan perekonomian Lampung sehingga mampu bersinergi dengan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama perajin dan wirausahawan kecil. Untuk itu, pengurus Dekranasda Provinsi Lampung harus berupaya meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, tidak terkecuali dalam melaksanakan programprogram yang mempunyai daya ungkit besar terhadap perekonomian daerah sehingga hasilnya secara nyata dapat dirasakan masyarakat. (VERA AGLISA/KRAF)


4 28 Agustus 2014

ekraf

Info

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Disdikpar Pringsewu

Gelar Seminar Budaya Lokal

D

INAS Pendidikan dan Pariwisata Kabupaten Pringsewu menggelar seminar budaya lokal di Gedung Swasta Mandiri Pringsewu, Selasa (12/8). Kegiatan ini merupakan kegiatan ketiga kalinya yang digelar Disdikpar Pringsewu. Sebelumnya, telah digelar kegiatan serupa yang juga mengangkat eksistensi budaya lokal sebagai warisan kekayaan bangsa yang harus dijaga. Apalagi, Pringsewu yang merupakan daerah yang dihuni masyarakat multietnis, sehingga akan menjadi keunikan tersendiri. Kegiatan itu dibuka langsung Sekkab Pringsewu Idrus Effendi, sekitar pukul 08.00. Idrus mengatakan pihaknya mendukung kegiatan yang digelar Disdikpar ini. Hal itu menandakan pelestarian budaya lokal hendaknya terus dilakukan agar seni budaya tidak punah. Proses pelestarian ini juga harusnya melibatkan kaum muda agar makin eksis. “Ini merupakan langkah positif yang harus didukung dan dilanjutkan agar budaya lokal tidak tergerus zaman,” kata dia. Sementara itu, Kabid Kebudayaan Pringsewu Suchairi Sibarani mengatakan kegiatan ini merupakan kegiatan yang mengangkat tema revitalisasi dan

Idrus Effendi reaktualisasi budaya lokal yang ada di Pringsewu. Pergelaran tersebut terselenggara berdasar Surat Keputusan Kepala Disdikpar Pringsewu No. 800/187/D.01/ DP.06/2014 tanggal 7 Juli 2014. Adapaun yang menjadi peserta adalah guru Seni Budaya se-Kabupaten Pringsewu, penggiat budaya, pengawas Rumpun Bahasa dan Seni Disdikpar Pringsewu, serta staf dinas terkait. Kegiatan semacam ini akan terus digelar supaya masyarakat makin sadar akan kekayaan budaya bangsa. “Kami akan terus melakukan pengembangan seni budaya, salah satunya melalui kegiatan seperti ini,” ujarnya. Seminar kebudayaan yang mengangkat tema Pengembangan budaya lokal di sekolah. Tujuannya, melihat sejauh mana perkembangan budaya Lampung. Hal itu terungkap lewat

diskusi yang dipaparkan para guru Seni Budaya kepada narasumber. Selain itu, seminar ini juga sebagai ajang menyosialisasikan dan melestarikan budaya Lampung. Tampil sebagai pembicara ialah Farida Ariyani, yang juga ketua Program Studi Magister Bahasa Lampung Unila. Farida membuka pemaparannya dengan pembacaan pisaan/ringget (puisi tradisional Lampung). Para peserta seminar tampak menikmati lantunan pisaan yang dibacakannya itu. Dalam pemaparannya, wanita yang juga pernah menjadi ketua Prodi D-3 Bahasa Lampung Unila ini juga menekankan pentingnya penggunaan aksara Lampung. Bahasa Lampung sebagai alat komunikasi juga harus terus dilestarikan. “Apa pun suku kita, karena kita tinggal di Lampung, ya harus belajar bahasa Lampung, salah-salah sedikit enggak apa-apa,” kata dia. Selain itu, seminar kebudayaan lokal juga diisi oleh Sarbini, dosen IAIN Raden Intan Lampung. Dalam pemaparannya, Sarbini menjelaskan tentang pentingnya melestarikan kearifan lokal sebagai warisan budaya bangsa. Generasi muda merupakan aset yang harus diberdayakan untuk turut serta dalam melestarikan budaya lokal. (TRI SUJARWO/KRAF)


5 28 Agustus 2014

ekraf

Tradisi

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Pemakaian Langkai (Lakkai) yang Unik dan Antik

S

SUKU Lampung memiliki banyak tradisi unik dan tidak ditemukan di daerah lainnya di Indonesia. Sebagian tradisi itu masih lestari dan bisa kita temukan hingga kini.

uku Lampung yang tinggal di Lampung Barat, khususnya Belalau dan Batubrak, hingga kini masih melestarikan tradisi pemakaian lakkai untuk menyajikan hidangan. Lakkai merupakan kantong untuk menyimpan nasi yang terbuat dari daun limbang (sejenis tanaman air). Menurut Arsan gelar Raja Putting Marga I, lakkai berbentuk bulat melingkar dengan panjang sekitar 20 cm—25 cm dengan diameter lakkai sekitar 15 cm. Lakkai memiliki banyak kegunaan, salah satunya untuk menjaga nasi agar tidak cepat basi. Kantong nasi khas Lampung ini biasanya digunakan saat bepergian agar nasi tetap terasa enak. Kini, walaupun penggunaan lakkai mulai jarang digunakan, beberapa

pekon masih menggunakannya, salah satunya di Pekon Canggu. Saat Ekraf berkunjung ke lamban suka banjakh milik Saripudin, tuan rumah menyuguhi nasi yang diletakkan dalam lakkai. Lakkai memang biasanya digunakan saat hajatan tiba maupun untuk menyambut tamu, sebagai bentuk penghormatan tuan rumah kepada tamu yang berkunjung. Pemakaian lakkai telah berlangsung lama dan diwariskan turun-temurun. Lakkai terbuat dari daun dan batang tanaman air yang sejenis dengan tanaman untuk membuat tikar. Masyarakat di Lampung Barat mengenalnya dengan sebutan limbang. Tanaman yang memiliki tinggi sekitar 1 meter hingga 1,5 meter ini banyak ditemukan di sekitar sawah

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

yang tumbuh secara liar. Proses pembuatan limbang sendiri biasanya dikerjakan para wanita untuk mengisi hari-hari mereka. Daun yang sekaligus batang limbang ini setelah dipotong kemudian dijemur sekitar satu sampai tiga hari bergantung cuaca. Setelah benarbenar kering, batang limbang itu kemudian dianyam dengan bentuk bulat melingkar. Untuk penggunaan lakkai juga memiliki cara tersendiri. Lakkai yang telah kering dan bersih kemudian diolesi menggunakan air untuk bagian dalamnya. Tujuan pengolesan air pada bagian dalam agar nasi tidak lengket. Setelah diolesi tipis menggunakan air, barulah nasi yang telah matang dimasukkan lakkai sesuai dengan ukurannya. Pada bagian ujung lakkai kemudian dilipat segitiga tidak beraturan agar rapat. Jika lakkai rapat, kehangatan nasi bisa tetap terjaga sehingga nasi tidak cepat basi. Nasi yang berada di dalam lakkai tidak langsung dikeluarkan sekaligus. Kita bisa mengambil nasi yang berada di lakkai sesuai dengan kebutuhan. Arsan juga

mengatakan tradisi pemakaian lakkai telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Cara mengeluarkan nasi yang berada di lakkai yakni mengeluarkan sedikit demi sedikit dengan menekan kedua tangan pada lakkai itu sendiri. Ambillah nasi sesuai kebutuhan, karena nasi yang berada dalam lakkai lunik (lakkai kecil) bisa digunakan untuk dua sampai tiga orang dewasa. “Lakkai tidak dijual bebas di pasarpasar tradisional. Kita harus memesan dengan para perajian rumahan yang tersebar di Belalau maupun Batubrak dengan harga Rp2.500/ buahnya. Dalam sehari, perajin bisa membuat satu sampai tiga lakkai, bergantung kemahirannya masingmasing.� (TRI SUJARWO/KRAF)


6 28 Agustus 2014

ekraf

Budaya

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Pesta Sekura yang Meriah MASYARAKAT Lampung memiliki berbagai macam seni budaya yang masih lestari hingga kini. Salah satu warisan budaya leluhur yang masih bisa kita saksikan adalah Pesta Budaya Sekura di Lampung Barat.

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

S

ekura dalam bahasa Lampung berarti menutupi wajah menggunakan kain atau topeng kayu. Mereka berusaha menutupi wajah agar tidak dikenali dalam tradisi sekuraan. Karena itu, tidak heran banyak juga warga yang mengenalnya dengan sebutan pesta topeng. Tujuan pesta budaya ini adalah sebagai ajang silaturahmi antarsesama warga. Dulu acara ini diselenggarakan untuk mengungkapkan perasaan yang tidak tersampaikan antara mekhanai (bujang) kepada muli (gadis) yang disukainya. Konon, semua penonton sekura berada di serambi rumah panggung yang menjadi ciri khas permukiman suku Lampung. Sementara para sekura berada di bawah dan di jalanjalan. Sesekali para sekura itu naik ke rumah panggung untuk bersalaman dengan para penonton, khususnya para gadis. Tidak jarang mereka juga makan dan minum di rumah yang mereka kunjungi sesuai yang disediakan tuan rumah. Namun, kini, biasanya hanya wanita, anak-anak, dan tamong (nenek) yang memenuhi serambi rumah panggung. Pesta sekura lebih berkembang luas. Para penonton berbaur menjadi satu dengan para peserta sekura. Biasanya hanya anak laki-laki dan pria dewasa yang ikut menjadi peserta

sekura. Pesta Budaya Sekura makin meriah dengan berkumpulnya para pedagang yang memenuhi halaman rumah panggung. Pasar dadakan seolah menjadi bagian yang tidak bisa terlepaskan saat pesta sekura dilaksanakan. Halaman-halaman rumah panggung itu menjadi lapak-lapak dadakan para pedagang. Aneka jenis kebutuhan sehari-hari bisa ditemukan di sini, mulai dari sayuran, buah-buahan, aneka makanan ringan, sembako, pakaian, mainan, hingga suvenir. Para penjual berbaur dengan para pembeli, wisatawan, dan peserta sekura dari berbagai daerah di Lampung. Bahkan, ada juga wisatawan yang berasal dari luar daerah dan wisatawan asing yang berkunjung. Pesta Budaya Sekura biasanya dilaksanakan setiap Syawal. Pesta budaya yang telah berkembang sejak ratusan tahun lalu ini biasanya diselenggarakan secara bergantian dari satu pekon ke pekon lainnya. Mulai 2 Syawal hingga 7 Syawal, beberapa pekon di Lampung Barat pun mengadakan pesta budaya ini. Beberapa pekon yang masih aktif menyelenggarakan sekura, yakni Pekon Balak, Canggu, dan Kegeringan, di Kecamatan Batubrak. Selain itu, di Kecamatan Belalau ada Pekon Kenali dan Pekon Negeriagung, Balikbukit, Liwa. (TRI SUJARWO/KRAF)


7 28 Agustus 2014

ekraf

Tiga Jenis Sekura

P

ESTA sekura biasanya berlangsung mulai pukul 09.00. Namun, sejak pukul 05.30, para pedagang sudah berkumpul di area berlangsungnya sekuraan. Para sekura biasanya mulai memenuhi jalanan sekitar pukul 07.00. Mereka saling bergerombol, datang dari berbagai pekon (desa) di sekitar. Acara dimulai dengan parade para peserta sekura yang berkeliling di jalan-jalan utama tempat berlangsungnya pesta. Banyak di antara para peserta sekura yang beratraksi di halaman rumah panggung. Acara sekuraan biasanya juga dimeriahkan dengan perlombaan muayak (tradisi lisan bertutur), hadrah (musik rebana islami), dan juga pencak silat. Puncak acara akan diselenggarakan selepas zuhur yang ditandai dengan dimulainya panjat pinang (cakak buah) oleh para sekura kamak (kotor). Nyakak buah merupakan tradisi panjat pinang untuk memperebutkan berbagai hadiah yang digantung di puncak batang pinang. Menurut Ruskan gelar Raja Batin, yang juga Raja Jukkuan Lamban Bandung Kepaksian Pernong Pekon Balak, Kecamatan Batubrak, ada tiga jenis sekura. Ketiga jenis sekura tersebut, yaitu sekura betik, sekura kamak, dan sekura jahal. “Ada tiga jenis sekura yang dikenal,

sekura betik, kamak, dan jahal,” kata dia. Sekura betik ada juga yang menyebutnya dengan sekura helau dan sekura kecah. Ketiga kata tersebut maknanya sama. Dalam bahasa Lampung, “betik” berarti baik, “helau” berarti bagus, sedangkan “kecah” berarti bersih. Sesuai dengan namanya jenis sekura ini umumnya enak dipandang. Pakaiaan dan atribut yang mereka kenakan bersih dan rapi. Umumnya mereka menggunakan kain selendang dengan berbagai ukuran untuk menutupi wajah. Mereka juga memakai kain-kain yang menjuntai yang dililitkan di pinggang. Sekura jenis ini cenderung rapi, menjaga penampilan, dan menyenangkan saat dipandang. Di antara mereka ada yang menggunakan sarung, kain jarik Jawa dan kain tradisional Lampung. Sekura kamak kebalikan dari sekura betik. Kamak dalam bahasa Lampung berarti kotor. Sesuai dengan namanya, sekura jenis ini juga memiliki penampilan yang kotor dan aneh. Kostum yang mereka kenakan tidak beraturan. Mereka biasanya membawa dedaunan untuk mengotori area yang dilewatinya. Selain itu, mereka juga mengotori bagian tubuh mereka dengan

pewarna tubuh. Sekura jenis ini juga terkadang meminta-minta, baik itu barang maupun uang, kepada penjual yang menjajakan dagangannya di sekitar arena pesta sekura. Namun, hanya sebagian kecil. Sekura yang ketiga adalah sekura jahal. Dalam bahasa Lampung “jahal” berarti jelek. Sepintas sekura jenis ini hampir mirip dengan sekura kamak. Ciri-ciri jenis sekura ini biasanya menggunakan topeng kayu dengan aneka jenis bentuk. Ada yang menyerupai orang yang sedang sakit gigi, sakit mata, dan ada juga yang menakuti anak-anak. Sekura jenis ini juga ada yang menggunakan pakaian yang tidak lazim, seperti pakaian wanita hingga pakaian nenek-nenek. Namun, dari segi penokohan ada sekura anak, sekura tuha, sekura kesatria, sekura cacat, sekura raksasa, dan sekura binatang. Jenis sekura ini bisa dilihat dari berbagai topeng dan atribut yang mereka kenakan. Selain itu, para sekura ini juga biasanya membawa pedang sebagai pelengkap. Inilah salah satu warisan leluhur yang harus terus dijaga. Selain sebagai ajang memeriahkan perayaan Idulfitri juga sebagai ajang silaturahmi dengan para warga. Tabik. (TRI SUJARWO/KRAF)

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

Budaya

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung


8 28 Agustus 2014

ekraf

Corak

Kain Tradisional

Lampung S Tenun Tampan

ALAH satu kain tenun tradisional Lampung adalah tenun tampan. Tenun tampan mulai berkembang sejak masuknya Islam di kehidupan masyarakat Lampung. Tidak mengherankan kain tenun tampan ini juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Islam. Motif yang tertuang dalam kain tenun tampan, yakni kapal, manusia, dan aneka binatang: ubur-ubur, burung, gajah, ikan, kura-kura, dan lainnya. Umumnya kain ini berwarna merah dengan paduan sedikit warna biru. Seperti halnya kain tenun inuh yang dibuat menggunakan jangkrak, kain tenun tampan juga menggunakan alat yang sama. Pada zaman dahulu kain ini digunakan untuk menutupi hantaran saat prosesi lamaran diadakan. Ada juga kain tenun tampan yang memiliki ukuran lebih kecil akan digunakan untuk menutupin mushaf Alquran. Menurut Zulkifli, pemilik gerai tapis Ruwa Jurai, ada kisah tersendiri mengenai motif yang tertuang dalam kain Lampung yang telah berusia 150—200 tahun ini. Kapal, manusia, aneka binatang, serta

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

tumbuhan merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kain tenun tampan. Pasalnya, kondisi itu menceritakan saat Nabi Nuh dan umatnya menghindari banjir bah yang sangat dahsyat. Kisah tentang Nuh dalam Islam tersebut mengilhami terbentuknya kain tenun tampan. “Konon, motif kain tenun inuh ini mendapat pengaruh dari budaya Islam melalui kisah Nuh dan umatnya,� kata dia.

Tenun Pelepai/Jung Galuh SEPINTAS kain tenun pelepai hampir sama dengan kain tenun tampan, pasalnya sama-sama didominasi motif kapal, binatang laut, dan manusia. Namun, ternyata kain pelepai memiliki perbedaan yang cukup kentara. Kain tenun pelepai pada bagian kedua ujungnya pasti akan dihiasi dengan sebuah pohon. Masyarakat mengenalnya dengan sebutan pohon hayat (pohon kehidupan). Panjang kain pelepai minimal 2 meter yang biasanya akan digunakan saat upacara adat berlangsung. Kain pelepai berfungsi untuk alas duduk saat prosesi pernikahan berlangsung. Biasanya calon pengantin, keluarga besar, tamu kehormatan, dan penghulu duduk di atasnya. Kain pelepai dengan ukuran 1—1,25 meter biasanya disebut dengan sai peti. Fungsinya menutupi peti yang berisi barang-barang berharga. Kain pelepai banyak ditemukan di daerah pesisir, tetapi antara daerah satu dengan yang lainnya memiliki karakteristik tersendiri. Motif kapal pada kain pelepai yang ditemukan di daerah Pertiwi, Cukuhbalak, misalnya, lebih cenderung mirip dengan kapal Peking dari Tiongkok. Sementara motif kapal pada kain tenun inuh yang ditemukan di daerah Kalianda dan Kotaagung cenderung mirip dengan kapal milik Portugis. Selain itu, warna yang digunakan untuk pembuatan kain ini juga berbeda. Masyarakat Kotaagung lebih banyak menggunakan warna dominan kuning untuk kain tenun pelepai ini. Warna kuning ini diambil dari kunyit yang telah dihaluskan dan direndam selama hampir berbulan-bulan. Sementara itu, masyarakat Pertiwi menggunakan warna dominan merah bata yang diambil dari pewarna alami pada kain tenun pelepai buatannya. (TRI SUJARWO/KRAF)


9 28 Agustus 2014

ekraf

Corak

Kain Tenun Ikat Inuh

M

ASYARAKAT Pesisir Lampung memiliki aneka kain tradisional yang hingga kini masih lestari. Salah satu kain tradisional Lampung yang dimiliki masyarakat pesisir, yaitu kain tenun ikat inuh. Kain tenun ikat inuh banyak ditemukan di daerah pesisir, seperti Krui dan Liwa. Kata “inuh� dalam penggunaan nama kain ini berasal dari kata induh yang berarti tidak tahu (entah). Kain tenun ikat inuh merupakan penggabungan dua budaya dunia, yakni Tiongkok dan India. Tak mengherankan jika pada masa lampau banyak pedagang dari Tiongkok dan India yang singgah ke Krui untuk berdagang. Melalui kegiatan berdagang itu lambat laun budaya kedua bangsa besar itu pun masuk kehidupan suku Lampung di pesisir Teluk Lampung. Teknik penenunan kain inuh mendapat pengaruh teknik tenun ala bangsa India. Sementara teknik penyulaman menggunakan benang sutera dari Tiongkok. Sulaman

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

menggunakan teknik ala Tiongkok ini dikerjakan secara manual menggunakan tangan dengan motif yang begitu dan indah dan cukup rumit. Kain tenun ikat inuh merupakan kain yang tahan lama dan awet. Hal ini karena dipengaruhi oleh pembuatan dan pewarnaan yang juga berlangsung secara lama. Menurut Zulkif li, yang juga pemilik pusat kerajinan Lampung tapis Ruwa Jurai, pembuatan kain tenun ikat inuh bisa memakan waktu hingga 1 tahun. Proses awalnya benang dari katun dipintal menggunakan peralatan sederhana. Setelah itu benang-benang halus itu terbentuk barulah menuju proses berikutnya, yaitu pewarnaan. Benang-benang itu diberi pewarna alami menggunakan berbagai akar dan daun tumbuhan seperti kunyit, kayu jati, jamblang dan lainnya. Benang-benang itu direndam kemudian dikeringkan dengan bantuan cahaya matahari secara langsung. Jika sudah kering akan dimasukkan kembali ke wadah besar untuk proses

pewarnaan. Begitulah proses pembuatannya hingga satu tahun. Maka tak heran walaupun sudah berusia ratusan tahun, bahkan konon hingga mencapai usia 800 tahun, warna dan bentuk kain tenun ikat inuh masih tampak terjaga dengan baik. Proses pewarnaan yang memakan waktu satu tahun itu merupakan proses terlama dalam pembuatan kain tenun ikat inuh. “Motif kain tenun ikat inuh itu masih tetap kuat dan terjaga hingga kini,� kata dia. Benang-benang yang telah diwarnai dengan pewarna alami itu kemudian ditenun menjadi kain tenun yang berbentuk panjang dengan motif dasar. Masyarakat menyebutnya dengan sebutan jangkrak untuk alat tenun kain tradisional ini. Biasanya gadis-gadis Lampung akan menenun sambil duduk menggunakan jangkrak ini. Kain tenun ikat inuh biasanya

dibuat oleh gadis-gadis Lampung sebagai simbol kedewasaan. Tak jarang kaum ibu juga turut membuat kain ini. Kain panjang itu kemudian akan dijahit secara manual menggunakan benang hingga terbentuk seperti sarung untuk orang dewasa. Kain yang telah berbentuk sarung itu kemudian akan disulam menggunakan benang sutera yang didatangkan dari Tiongkok. Kain tenun ikat inuh ini terasa lebih halus berkat sentuhan benang sutera ini. Proses pengerjaan kain tenun ikat inuh dahulu kala bisa memakan waktu hingga 4 bulan. Panjang ukuran kain tenun ikat inuh ini rata-rata mencapai 1,5 m x 1,15 m. (TRI SUJARWO/KRAF)


10 28 Agustus 2014

ekraf

Wisata

Rubrikasi Rubrikasi ini ini dipersembahkan dipersembahkan oleh:oleh: KotaPemprov Bandar Lampung Lampung

Pantai Queen Artha nan Cantik LAMPUNG memiliki banyak pantai dengan panorama yang memukau. Pantai-pantai itu tersebar di sepanjang Teluk Lampung hingga Teluk Semaka, salah satunya adalah Pantai Queen Artha.

P

antai yang terletak di Desa Lempasing, Kecamatan Padang­ cermin, Pesawaran, ini merupakan salah satu pantai berpasir putih dengan hamparan pohon waru dan kelapa. Pohon-pohon di sepanjang bibir pantai ini tentunya menjadi tempat yang asyik untuk berteduh. Pantai yang telah dibuka sejak 1995 ini telah berganti nama hingga empat kali. Awalnya pantai ini bernama Pantai Sekarwarna, kemudian berganti lagi menjadi Pantai Tripanca, dan tak berapa lama berganti nama menjadi Pantai Sahara. Terakhir, hingga saat ini, pantai dikenal masyarakat dengan sebutan Queen Artha. Para pengunjung yang ingin berwisata di Pantai Queen Artha

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

dikenai biaya Rp10 ribu untuk satu motor, Rp40 ribu untuk mobil angkot, dan Rp20 ribu untuk mobil pribadi. Banyak hal yang bisa kita lakukan di sini. Bagi Anda yang suka berfoto, pantai ini dilengkapi dengan jembatan yang bisa disebrangi hingga ke tengah pantai. Hal ini menjadi view yang cukup menarik untuk menjadi objek foto. Saat pagi maupun sore, kawasan pantai ini sangat cocok dijadikan tempat untuk memburu foto. Pasir pantainya sangat lembut cocok untuk disusuri tanpa alas kaki. Perpaduan airnya yang berwarna biru dan hijau menjadi satu paduan yang semakin memesona. Jika Anda ingin berenang di Pantai Queen Artha, kita harus memilih titik yang cocok dan aman. Pantai ini cocok bagi Anda

yang ingin berrenang maupun memancing. Beberapa penduduk sekitar juga turut menyewakan ban untuk berenang. Ban dengan ukuran besar bisa disewa dengan harga Rp10 ribu—Rp15 ribu se­ puasnya, sedangkan ban dengan ukuran kecil bisa disewa dengan biaya Rp5 ribu. Bagi Anda yang ingin menyeberang ke Pulau Kubur, tidak perlu khawatir mencari penyewaan kapal. Sepanjang bibir pantai banyak nelayan yang menyewakan kapal untuk menyeberang ke Pulau Kubur. Pulau Kubur ini juga bisa dicapai melalui Pantai Tirtayasa yang letaknya bersebelahan dengan Pantai Queen Artha. Pulau Kubur menyuguhkan pemandangan alam yang tak kalah indah dengan pulau-pulau mungil lainnya di Lampung. (TRI SUJARWO/KRAF)


11 28 Agustus 2014

ekraf

Fotografi

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

koleksi: Raswan Tapis Rusdi Tapis Aan Ibrahim Colection Marni Colection Foto: Ekraf/Lukman Hakim


12 28 Agustus 2014

ekraf

Santap

Rumah Makan Bu Meri Seafood ala Pati BERKUNJUNG ke Labuhanmaringgai, Lampung Timur, apa yang Anda bayangkan? Cuaca panas, kampung nelayan, atau tambak-tambak warga yang tersebar luas?

Y

a, tidak ada salahnya memang. Eit, tunggu dulu! Ada yang beda kali ini. Karena letaknya di daerah pesisir, tidak heran jika di Labuhanmaringgai banyak ditemukan rumah makan dengan olahan seafood sebagai menu utamanya. Banyak warung makan yang membuka menu olahan seafood ini di sepanjang jalan lintas timur. Jadi, jika Anda berkunjung atau melewati jalan lintas timur, sempatkan diri untuk mengunjungi rumah makan yang satu ini. Salah satu rumah makan yang cukup banyak pembelinya adalah Rumah Makan Pati

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO

Seafood Bu Meri. Ini merupakan rumah makan yang terletak di jalan raya lintas timur Desa Karyamakmur, Kecamatan Labuhanmaringgai. Bu Meri, asli Pati, sengaja membuka rumah makan khusus pada olahan hasil laut (seafood). Banyak aneka menu kuliner bahari yang disajikan Bu Meri. Dibantu suami dan beberapa anaknya, Rumah Makan Bu Meri buka setiap hari untuk memenuhi selera makan para pengunjung yang singgah. Menu yang tersedia di antaranya udang, kakap, cumi-cumi, bawal, simba, kerapu, dan kepiting. Aneka hasil tangkapan laut itu kemudian diolah menjadi menu kuliner bahari yang lezat, nikmat, dan tentunya bergizi. Satu hal yang juga tidak perlu Anda khawatirkan adalah kehalalannya. Menumenu di sini dijamin halal. Beberapa menu yang banyak dicari pengunjung yaitu kakap saus tiram, kepiting saus pedas, dan jus jeruk. Kepiting besar dengan saus pedas begitu menggoda selera. Kita bisa

melahap bagian paha kepiting yang berisi daging tebal, tetapi kita harus membuka lebih dulu cangkangnya yang begitu tebal. Barulah kita akan melihat sepotong daging yang siap disantap. Menu ini cocok dimakan menggunakan gunting khusus yang memang digunakan untuk membuka cangkang kepiting. Anda harus membuka pelan-pelan supaya daging yang berada dalam cangkang tidak ikut tercerabut. Menu olahan lainnya yang cukup diminati para pengunjung yaitu kakap merah saus tiram. Kakap merah yang menjadi menu utama merupakan ikan yang begitu menjadi primadona warga di kota-kota kawasan bahari Indonesia. Daging ikan kakap yang begitu empuk berpadu dengan saus tiram tentunya menjadi olahan yang begitu menggoda. Berbagai jenis bumbu dan aneka rempah-rempah asli Indonesia menjadi bagian tidak terpisahkan olahan laut yang satu ini. Dijamin Anda bakal ketagihan mencicipi menumenu ini. (TRI SUJARWO/KRAF)


13 28 Agustus 2014

ekraf

Resep

Lepot Tapai M ASYARAKAT Lampung yang tersebar di berbagai daerah memiliki banyak aneka kue yang sangat lezat. Kue dalam bahasa Lampung dikenal dengan istilah buak. Buak yang dihidangkan tidaklah sekadar jajanan pasar, tapi juga memiliki makna dan simbol yang cukup kuat. Aneka buak itu tidak muncul setiap saat, biasanya aneka kue nan lezat itu dihidangkan pada saat momenmomen tertentu saja. Misalnya saat upacara nayuh, saat hari raya maupun momen spesial lainnya. Berbagi jenis kue tradisional itu, di antaranya lapis legit, buak tat, selimpok, segubal, dan

lepot tapai. Beberapa waktu yang lalu, Ekraf meliput proses pembuat lepot tapai di Pekon Tekhbaya, Kecamatan Ko t a a g u n g T i m u r, Ta n g g a m u s. Masyarakat di sini masih terus melestarikan warisan kuliner nusantara itu. Lepot tapai pada dasarnya terbuat dari beras ketan yang dimasak secara khusus. Beras ketan tanpa campuran bumbu itu kemudian dimasak hingga matang dan disantap dengan cocolan tapai manis maupun sambal iwa (ikan). Lepot yang sudah matang siap disantap dengan cara dicocol agar semakin mantap. (TRI SUJARWO/KRAF)

Bahan-bahan: - Beras Ketan - Santan kelapa Alat: - Lidi untuk menyematkan daun - bulung hanaw (daun aren) Cara Memasak: - Beras ketan dicuci bersih menggunakan air - Daun aren yang telah dibersihkan kemudian dibuat pola bulat memanjang - Setelah itu beras ketan yang telah dicampur santan dimasukan secara perlahan pada daun aren yang telah dibentuk bulat memanjang - Lilitkan lidi dari daun aren tersebut untuk mengikat agar tidak lepas, pastikan terikat dengan kencang agar saat dimasak tidak lepas dari ikatan. - Bentuknya panjang sekitar 10 cm dan lebarnya kurang lebih 3 cm - Setelah itu, kukus hingga matang. Ciri-ciri lepot sudah matang, saat beras ketan itu melekat pada daun aren. - Jika sudah matang, angkat dan ditiriskan - Lepot siap disantap dengan tapai atau sambal iwa.

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO


14 28 Agustus 2014

ekraf

Asri

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh:oleh: PemdaLampung Pemprov Lampung Barat

Nuwo Tuho Berusia Lebih dari 250 Tahun RUMAH tradisional Lampung merupakan salah satu warisan kekayaan budaya bangsa yang masih terus lestari. Rumah-rumah tradisional Lampung masih banyak kita temukan hingga saat ini. Walaupun jumlahnya memang tidaklah sebanyak dulu.

S

alah satu kawasan di Bandar Lampung yang masih memiliki rumah-rumah tradisional Lampung adalah tiuh Rajabasa Tuho, yang secara administratif masuk Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. Salah satu rumah tradisional yang masih berdiri kokoh, yakni milik Nasrun Gelar Tuan Khatu Migo dan Nilawati Gelar Suttan Unjunan. Pasangan suami istri ini telah berpuluh-puluh tahun menempati rumah tersebut. Menurut riwayat, rumah yang ditempatinya itu didirikan sejak 1807. Dia hanya tahu rumah ini merupakan warisan secara turun-temurun dari kelu-

arganya. “Usia rumah ini sudah ratusan tahun, tetapi masih berdiri kokoh sebab kayunya berkualitas,” kata Nasrun, yang diamini istrinya. Menurut Amrin Ayub Gelar Tuan Pengikhan, yang juga ketua adat Marga Abung Anak Tuha Rajabasa, sebuah perhimpunan masyarakat adat Lampung Abung yang menaungi Bandar Lampung dan Lampung Selatan, rumah milik Nasrun dan Nilawati termasuk rumah tua yang berusia ratusan tahun. Pada zaman dahulu, untuk membuat sebuah tiuh (kampung) setidaknya ada empat syarat yang harus dipenuhi, yakni adanya bali sesat adat, masjid, pangkalan mandi, dan

kuburan. Hal ini diperlukan karena merupakan kebutuhan umum yang nantinya akan digunakan bersama-sama. Dahulu di kawasan Rajabasa Tuho ini masih berupa daerah yang masih ditutupi hutan dan juga sungai yang panjang membentang. Kayu yang besar-besar juga masih banyak ditemukan. Kayu dengan jenis merbau inilah yang kemudian digunakan masyarakat setempat untuk membuat rumah dengan jenis panggung. Rumah tradisional Lampung umumnya berbentuk rumah panggung. Hal ini sengaja dibuat untuk melindungi diri dari binatang buas maupun bahaya lainnya. “Umumnya rumah adat Lampung berbentuk rumah panggung dengan aneka ornamen yang khas,” kata dia. Amrin menambahkan rumah milik Nasrun dan Nilawati dibangun lebih dulu sebelum didirikannya tiuh Rajabasa Tuho ini. Rumah itu mulai dibangun pada 1717. Setelah melalui proses pembuatan yang

cukup lama, akhirnya rumah warisan leluhur itu secara resmi ditempati pada 1737. Barulah pada 1806, masa kolonial Belanda, tiuh Rajabasa Tuho diresmikan menjadi sebuah perkampungan suku Lampung. Sesuai dengan perkembangan zaman, kini tiuh Rajabasa Tuho dihuni berbagai etnis. Walaupun begitu, pesona rumah panggung masih tetap bisa kita jumpai di kawasan ini. Beberapa subklien etnis Lampung juga hidup berdampingan di sini, seperti suku Lampung dari Buay Pemuka, Way Kanan; Buay Nyunyai, Kotabumi; dan Buay Bulan, Menggala. Perpaduan budaya ini menjadi satu paduan khas yang menjadikan Rajabasa Tuho makin menawan. Hal ini juga turut memengaruhi bentuk dan ornamen pada rumah panggung di tiuh Rajabasa Tuho. “Rajabasa Tuho merupakan kawasan yang memiliki banyak rumah panggung dibandingkan daerah lainnya di Bandar Lampung,” kata dia. (TRI SUJARWO/KRAF)

FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO


15 28 Agustus 2014

ekraf

Asri

Rubrikasi ini dipersembahkan Pemprov Lampung oleh:oleh: Pemda Lampung Barat

Makna Simbol Budaya

N

UWO tuho milik Nasrun Gelar Tuan Khatu Migo dan Nilawati Gelar Suttan Unjunan ini memiliki beberapa bagian-bagin yang penting dan unik. Secara kasat mata dari luar, nuwo tuho ini menjadi salah satu bangunan yang paling mencolok. Dua buah tangga menjadi penghubung para satu serambi dengan ruang tamu. Masyarakat Lampung di sini mengenal tangga bagian depan ini dengan sebutan ijan pengadopan. Ada dua tangga depan yang menjadi penghubung, yakni di sebelah kiri dan kanan. Serambi menjadi bagian tidak terpisahkan dalam bangunan tradisional suku Lampung. Umumnya serambi terletak di bagian depan sebelum memasuki ghuang temui (ruang tamu). Pada bagian ghuang temui (ruang tamu), ada beberapa benda-benda kuno yang masih terpampang di dinding, seperti kaca batu dengan ornamen batu sulaiman, giok, akik, kecubung, dan combong. Kursi dan meja antik juga masih menjadi bagian rumah tua ini. Beberapa kain tradisional Lampung juga tampak terpajang sebagai hiasan. Sementara tidak jauh dari ghuang temui terdapat kamagh anak mekhanai, sebuah ruangan yang dikhususkan bagi anak lelaki. Memasuki bagian dalam rumah ini, kita akan menjumpai kebik tengah. Kebik tengah ini merupakan ruangan yang biasanya digunakan untuk kumpul bersama keluarga besar, tempat anak gadis menyulam, ataupun aktivitas kebersamaan lainnya. Tidak jauh dari kebik tengah ada kamagh utama yang merupakan kamar yang dikhususkan bagi pemilik rumah, sedangkan kamagh muli (kamar gadis) berada di depan kamagh utama (kamar utama).

Ada juga beberapa ruangan yang dikhususkan untuk salat serta ruang tidur tamu, anak-anak, dan orang tua (mertua) pemilik rumah. Pada bagian belakang, ada dapokh (dapur) yang menyatu dengan ghuang mengan (ruang makan) yang digunakan untuk memasak dan makan bersama keluarga besar. Sementara itu, tempat yang dikhususkan untuk tempat cuci mencuci mulai piring dan barang-barang kotor lainnya disebut gaghang. Beberapa peralatan tradisional, seperti way tabu (tempat menyimpan air), paghuh (alat mengambil air dari bambu), dan gughi (kendi), juga masih bisa kita jumpai. Rumah tradisional Lampung masih bisa kokoh sampai hari ini karena dalam proses pengerjaannya benar-benar sesuai prosedur dan bahan-bahan yang berkualitas. Kayu yang digunakan biasanya menggunakan kayu merbau tanpa sambungan dan berbentuk lembaran papan. Sebelum digunakan untuk membuat rumah, kayu merbau itu direndam di dalam ham (kolam lumpur bercampur air) selama 3—4 bulan. Rumah panggung ini juga memiliki perawatan tersendiri, yakni untuk pengepelan lantai menggunakan minyak tanah yang dicampur tembakau ataupun solar. Dalam sekali pengepelan bisa menghabiskan hingga 2 liter solar. Rumah panggung milik Nasrun dan Nilawati ini memiliki luas 25 x 14 meter dengan tinggi sekitar 2 meter. Pada bagian dasarnya dilapisi batu besar yang masih kokoh hingga kini. Rumah panggung ini merupakan rumah warisan leluhur yang akan terus dilestarikan dan diwariskan kepada anak tertua lelaki sesuai sistem kekeluargaan yang dipegang oleh masyarakat Lampung. (TRI SUJARWO/KRAF) FOTO-FOTO: EKRAF/TRI SUJARWO


16 28 Agustus 2014

ekraf

Agenda

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Gubernur Lantik Pengurus Dekranasda Provinsi Lampung

K

EBERADAAN Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) diharapkan menjadi pionir bagi bangkitnya kerajinan tradisional dalam rangka mengembangkan potensi budaya dan ekonomi kerakyatan. Hal itu dikatakan Ketua Dekranasda Provinsi Lampung Aprilani Yustin Ficardo, usai pelantikan pengurus Dekranasda Provinsi Lampung periode 2014—2019 di Balai Keratun, Kantor Gubernur, Kamis (21/8). Hadir dalam pelantikan itu Wakil Sekretaris Jenderal Dekranas Pusat Ikhwan Asril dan Sekretaris Dekranas Pusat Estika Pratiwi. Hadir pula sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Lampung serta pengurus Dekranasda kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. “Dekranasda Provinsi Lampung melalui pengurus yang baru dilantik diharapkan dapat menggerakkan industri kecil berbasis ekonomi kerakyatan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung umumnya,” kata Aprilani. Tapis Lampung dan sulaman usus, kata dia, adalah hasil kerajinan tradisional yang bukan hanya sudah terkenal di tingkat nasional, melainkan juga sudah mendunia. “Saya ingin kerajinan tradisional lainnya yang menjadi ciri khas Lampung bisa

FOTO-FOTO: EKRAF/ZAINUDIN

diperkenalkan ke dunia internasional,” kata dia, didampingi Sekretaris Dekranasda Zaidirina Wardoyo. Apalagi, Lampung masih menjadi salah satu provinsi termiskin di Sumatera, tidak salah jika Dekranasda Lampung mampu membangkitnya kerajinan tradisional yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan ekonomi kreatif. “Dengan pengembangan ekonomi kreatif, mau tidak mau akan banyak menyerap tenaga kerja. Pembangunan ekonomi kreatif ini juga bisa mengembangkan potensi wisata yang ada di Lampung. Tujuannya, agar Lampung dapat sejajar dan terkenal seperti provinsi-provinsi lain di Indonesia,” ujarnya. Sebelumnya, Gubenur Lampung M. Ridho Ficardo melantik pengurus Dekranasda Provinsi Lampung yang baru. Pelantikan berdasar SK Dekransda No. 35/DEKRAN/SK/ VIII 2014 tanggal 14 Agustus 2014, yang ditandatangani langsung Ketua Dekranas Pusat Herawati Boediono. Dalam SK tersebut, ditetapkan Ketua Dekranasda Provinsi Lampung Aprilani Yustin Ridho Ficardo, Wakil Ketua Hasiah Bachtiar Basri, Ketua Harian Kadis Perindustrian Provinsi Lampung, dan Sekretaris Zaidirina Heri Wardoyo. (LUKMAN HAKIM/KRAF)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.