Kain Tenun Ikat Inuh
Halaman. 8
No XV / 28 Agustus 2014 - 25 September 2014
Memburu Kain Tradisional Lampung MASYARAKAT Lampung memiliki berbagai macam jenis kain tradisional yang masih lestari. Banyak di antara kain-kain itu yang masih tersimpan rapi hingga kini. Tri Sujarwo
S
alah satu kolektor kain-kain tradisional Lampung adalah Zulkifli adok Khadin Bangsawan. Dia rela berburu kain-kain langka yang berada di daerah untuk kemudian dikembangkan. Zulkifli menginginkan kain tradisional Lampung itu tak punah begitu saja tanpa bekas. Menurut pemilik gerai Ruwa Jurai yang beralamat di Jalan Imam Bonjol No. 34, Bandar Lampung ini, di gerainya menyediakan kain-kain tradisional khas Lampung yang memang motif dan bentuknya sesuai dengan aslinya. Namun, untuk pewarnaan, Zul, begitu dia biasa dipanggil, menggunakan pewarnaan kimia. “Saya memang akan terus melestarikan warisan leluhur yang sangat bernilai ini,� kata dia. Pada era 1990-an, pria yang suka mengoleksi barang-barang antik ini rela keluar-masuk perkampungan suku asli Lampung untuk mendapatkan kain-kain asli yang sudah berusia ratusan tahun. Dia memiliki puluhan koleksi kain tradisional Lampung, seperti kain tenun ikat inuh, kain pelepai, kain tampan, kain tapis sungkai, dan kain tapis abung. Kain-kain itu dia peroleh langsung dari pemiliknya di daerah Pertiwi, Kotaagung, Kalianda, Liwa, Krui dan lainnya. Kini, kain-kain tua itu semakin langka. Selain sudah rapuh dimakan usia, juga banyak yang dijual kepada kolektor asing. Di Luar Negeri Maka tak mengherankan jika kain tapis kuno atau kain tradisional kainnya masih banyak yang tersimpan hingga kini di Belanda maupun Amerika. Soal harga jangan ditanya, kain tenun ikat inuh milik Zul yang diperoleh sekitar tahun 1990-an, dia beli dengan harga Rp60 juta. Jika diuangkan kini bisa terjual hingga Rp150 juta. Tapi, dia tak berniat menjualnya. Dia ingin kain-kain tradisional itu akan tetap FOTO-FOTO: EKRAF/ZAINUDIN
ada, maka dia membuka sendiri usaha pembuatan kain-kain tradisional itu sesuai dengan motifnya. “Kini kain tradisional Lampung kian langka, kalau uang yang buat belinya ada, tapi barangnya yang enggak ada,� kata dia. Kain yang dimiliki masyarakat Pesisir Lampung tentunya berbeda dengan kain yang dimiliki masyarakat Lampung Pepadun. Hal ini tentunya menambah keragaman motif dan bentuk kain tradisional Lampung itu sendiri. Setiap kain memiliki kegunaan dan fungsinya sendiri. Beberapa kain yang masih lestari hingga kini, yaitu kain bidak galah napuh, kain tenun ikat inuh, kain tapis sungkai, kain tapis abung, kain tenun selinggang alam, kain tampan, kain pelepai, dan lainnya. Kain itu kini lestari di tangan para desainer dan pengembang kain tradisional Lampung lainnya. Masyarakat Lampung kini juga mulai aktif dan nyaman memakai kain tradisional Lampung walau sudah dikemas menjadi sebuah batik Lampung. Motif berbagai kain tradisional Lampung itu kini disulap ke dalam sebuah baju-baju batik yang elegan yang bisa dipakai dalam berbagai kesempatan. Beberapa motif kain inuh yang berbentuk seperti kapal, ornamen Lampung, burung, gajah dan flora kini tertuang dalam balutan busana batik modern. Ini merupakan salah satu langkah yang terus diupayakan oleh para pelestari kain tradisional Lampung. Zulkifli dan juga para desainer Lampung kini mulai ambil bagian dalam berbagai event-event besar berskala nasional maupun internasional untuk mempromosikan kain tradisional Lampung. Salah satu kain tradisional Lampung yang sudah mendunia, yakni kain tapis. Saat ini kain-kain tradisional Lampung mulai banyak diburu oleh para pencinta fashion. (KRAF)
sujarwo@kraf.co.id