16 Halaman l Edisi LVXIV/ 26 November-2 Desember 2014
7 l Perempuan di Parlemen
T E R U J I T E P E R C AYA
Surat Edaran yang Menyulut D ALAM beberapa waktu terakhir, kondisi DPR mulai mencair setelah dilakukan penjatahan ulang kursi pimpinan bagi faksi-faksi yang ada di gedung wakil rakyat itu. Namun, kini ketegangan mulai tersulut lagi setelah munculnya surat edaran instruksi Presiden untuk kabinet agar tidak memenuhi undangan legislatif. Surat edaran itu ditandatangani Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang berisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para Menteri, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI, para Kepala Staf Angkatan, Kepala Badan Intelijen Negara, dan Plt. Jaksa Agung untuk menunda pertemuan dengan DPR, baik dengan pimpinan maupun alat kelengkapan DPR. Kontan kalangan di DPR kembali beradu argumen menanggapinya, mulai dari kepantasan, pelanggaran, sanksi, hingga ancaman politik. Wakil Ketua DPR Fadli Zon, misalnya, mengancam bakal menerapkan aturan jemput paksa jika kabinet tidak memenuhi undangan. “Kami tetap akan mengundang para menteri seperti biasanya untuk rapat dan sesuai peraturan perundang-undangan. Tiga kali diundang tidak datang, DPR akan melakukan pemanggilan paksa,” kata politikus Partai Gerindra itu. Di pihak lain, anggota Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana, mengatakan surat edaran itu pantas sebagai pesan moral untuk DPR segera bersatu. “Karena semuanya sesuai kesepakatan KMP dan KIH akan menunggu dulu selesainya perubahan UU MD3 sehingga seluruh pengambilan keputusan oleh seluruh AKD diakui oleh semua pihak,” ujarnya. Lain lagi yang dijelaskan Presiden Jokowi terkait munculnya surat edaran instruksi kabinetnya itu. Menurutnya, kebijakan untuk memberi kesempatan DPR membenahi internalnya usai perpecahan pimpinan. “Iya dong. Kalau nanti kami dateng ke sini
keliru, datang ke sini keliru. Lihat di sana (DPR), apakah sudah rampung (penataan alat kelengkapannya), baru selesai (perintah untuk tak hadir di rapat),” katanya. Dia pun membela jajarannya yang mangkir dari panggilan rapat kerja dengan DPR. Misalnya, Menteri BUMN Rini M. Soemarno. Menurutnya, tak banyak yang bisa dipaparkan jajarannya mengingat tahapan kerja yang baru dalam tahap rintisan program. “Kerja baru sebulan apanya mau dipanggil,” ujar Jokowi.
Tinggal rakyat n fe rial yang menunggu apa yang akan dilakukan DPR me nyikapi edaran itu, dan bagimana solusi pengawasan terkait sejumlah kebijakan pemerintah di masa berikutnya. Soal bagi jatah pimpinan DPR, saling mempertahankan ego politik dan kebuntuan komunikasi politik bukan urusan rakyat. (MI/U1)
Perlu Diperbanyak