±
±
CMYK
±
CMYK Layanan Berlangganan, Iklan & Customer service
TERBIT SEJAK 1974 Harga Eceran Rp. 3000/Eks
24
Sirkulasi: (0721) 788999 Layanan Umum: (0721) 783693 Iklan: (0721) 774111 SMS: 0815 4098 5000
HALAMAN
I
I
DINAMIKA MASYARAKAT LAMPUNG
MINGGU, 12 FEBRUari 2012 No. 12347 TAHUN XXXVII
±
3 Ruwa Jurai
9 Wawancara
Pesawat Sriwijaya Air jurusan Jakarta—Lampung tergelincir di Bandara Radin Inten II, Branti, sekitar pukul 18.00, Sabtu (11-2).
18 FOKUS
Dirut PT Pusri Palembang, Eko Sunarko, menggagas gudang penyangga dan dermaga khusus pupuk.
Lembaga pembiayaan cepat makin marak di Bandar Lampung. Namun, kemudahan itu bukan tanpa risiko.
±
Mengukir Malam di Kafe Langitan n LAMPUNG POST/IKHSAN D.N. SATRIA
TEMPAT BERSANTAI. Sejumlah anak muda terlihat santai sembari menikmati aneka makanan dan minuman di warung tenda di Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim, Bandar Lampung, Sabtu (11-2).
Muncul karena Kebetulan
±
n LAMPUNG POST/IKHSAN D.N. SATRIO
KAFE LANGITAN. Tiga pengunjung menikmati jagung bakar di pelataran Museum Lampung, Bandar Lampung, Jumat (10-2) malam. Sejak sore hingga malam, lokasi ini menjelma menjadi kafe langitan (kafe beratap langit).
BANDAR LAMPUNG—Malam belum begitu larut dan langit pun sepi dari bintang, Jumat (10-2). Meskipun musim hujan, suasana malam tidak begitu dingin. Orang pun leluasa beraktivitas malam hari tanpa mengenakan baju hangat.
E
±
nam remaja begitu asyik mengobrol di lapa nga n Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim. Mereka duduk mel ingkar sambil menikmati hi dangan yang tersaji lengkap di meja. Suasana terasa santai dan gembira. Sekelompok mahasiswa Univer sitas Malahayati ini ternyata se dang berkumpul merayakan sele sainya ujian akhir semester. “Kami pengin refreshing setelah seharian ujian,” kata Singgih Hadi, maha siswa fakultas kedokteran. Mereka memilih PKOR karena suasananya ramai dan santai. Kompleks lapangan yang berada di Jalan Sultan Agung ini kini sud ah menjelma menjadi “kafe langitan” (kafe beratap langit) dan diminati para kaum muda yang suka nongkrong. Suasananya sama seperti kafe terbuka dan langitlah yang menjadi atapnya. Aneka kuliner cukup lengkap
BURAS
menjadi fasilitas pendukungnya. Penjual makanan makin memanja kan tamu dengan menyediakan meja dan kursi malas. Orang pun betah duduk berlama-lama hanya untuk sekadar mengobrol. “Sudah dari sore kami duduk di sini. Sebelum ke sini sempat keli ling-keliling dulu. Di sini sekalian makan,” ujar Singgih yang terlihat memesan nasi goreng. Pria asal Pringsewu ini lebih memilih tempat nongkrong yang terbuka dibandingkan kafe-kafe. Ada keakraban yang makin terja lin dengan ngobrol dan bersantai. Ruang terbuka atau ruang terbuka hijau menjadi pilihan tempat nong krong yang asyik. Perlahan-lahan tempat-tempat ini makin ramai, seiring dengan datangnya penjual makanan dan kegiatan lain. Selain PKOR Way Halim, ada Lapangan Saburai, dan kompleks Stadion Pahoman yang juga men jadi tempat nongkrong dan makan.
yang makin terjalin dengan ngobrol
dan bersantai. Singgih Pengunjung
Yang tidak kalah ramai juga adalah Lapangan Korpri. Lapangan yang dekat dengan kantor gubernur ini makin malam makin ramai. Padahal, pada siang hari kadang dipakai untuk para abdi negara berupacara. Salah satu pedagang yang merin tis di PKOR, Mardi, mengaku dahu lu tidak seramai sekarang. Perlu waktu tiga tahun untuk membuat lapangan PKOR ini menjadi pusat keramian baru. “Awalnya cuma ada empat pedagang yang biasa jualan di PKOR,” katanya. Pedaga ng jag u ng bakar i n i mencer itaka n awal nya ora ng malas makan berlama-lama di PKOR. Terkadang pembeli lebih memilih unt uk membawa pulang makanannya. “Dahulu, makan langsung pulang, enggak mau du duk lama-lama,” ujar dia.
“PERS Indonesia di minta menempatkan diri jadi bagian solusi dalam mengatasi konflik di ten gah masyarakat!” ujar Umar. “Itu disampaikan Presiden Yudhoyono pada Hari Pers Nasio nal, Jambi, Kamis (9-2). Ia memperkirakan 5 hingga 10 tahun ke depan potensi konflik antarunsur masyarakat masih tinggi! Pemicu nya, kondisi ekonomi belum sejahtera akibat
demokrasi yang belum matang!” “Ada tiga fungsi pers dalam UU Pers: me nyebar informasi, kritik/kontrol, dan hiburan! Lalu UU Penyiaran dilengkapi dengan kultural edukatif!” timpal Amir. “Bukan berarti tak mengenal ‘pers solusi’, tapi tugas utama pers—termasuk dalam kritik—mengungkap dan menyampaikan fakta! Sampai di situ tugas dan fungsi pers selesai! Dengan fakta itu, para pihak diharap bisa menarik simpulsimpul masalah dan menganyamnya jadi solusi!” “Posisi itu sesuai peran pers secara uni versal!” tegas Umar. “Memang dalam edito rial, opini atau pendapat subjek berita bisa memuat saran-saran menuju solusi, tapi itu sifatnya suplemen alias bonus dari pers! Se bab, pers secara umum justru membatasi diri
CMYK
dakan tegas,” katanya. Ruang terbuka memang un t uk ditempati dan sebagai daer ah yang dipakai untuk kepentingan publik yang bisa diakses siapa saja. Menurutnya, sangat aneh jika ruang terbuka dipagari. Inti dari keberadaan ruang terbuka adalah agar digunakan. “Justru ketika public space semakin ramai semakin baik. Pe merintah harus akomodatif den gan keramaian yang ada dalam ruang terbuka, jangan malah diusir,” kata Ketua Umum Ika tan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Lampung ini. Tenaga Ahli Pemkot Bandar Lampung I.B. Ilham Malik mengungkapkan ruang ter buka yang berubah menjadi pusat keramaian yang ada me mang bisa tumbuh sendiri tanpa harus difasilitasi Pemkot. Ketika sudah ramai, mau tidak mau Pemkot perlu untuk mem berikan fasilitas agar tempat tersebut lebih humanis dan ramah terhadap pedagang dan pembeli. (PADLI RAMDAN/U-2)
K untuk tidak menggurui pembaca!” “Dalam demokrasi yang matang, melalui fakta yang disampaikan pers, masyarakat memperbaiki kekurangan dirinya, terutama dalam hal-hal yang bisa merugikan orang lain dan jadi penyebab konflik!” lanjut Amir. “Beda pada demokrasi yang belum matang, fakta tentang kekurangan yang disiarkan pers di berita atau opini direspons emosional, tak kepalang digugat pencemaran nama baik! Sedang di negeri demokrasi matang, orang atau lembaga justru membayar konsultan untuk menemukan kekurangan dirinya untuk diperbaiki agar bisa melangkah lebih baik memenangkan persaingan!” “Di demokrasi mentah menjadikan pers bagian solusi malah bisa ditafsir pers harus membatasi diri dari fungsi menyampaikan
±
fakta kebenaran—yang bisa menyulut ama rah para pihak yang bersengketa!” tukas Umar. “Hal itu selain tak sehat bagi pers, juga tak sehat bagi masyarakat, karena akar konflik tak pernah tuntas diselesaikan—laten menjadi potensi konflik!” “Untuk itu, ‘pers solusi’ harus dipahami tanpa memasung fungsi pers!” timpal Amir. “Tapi pers sebagai mediator—bukan dalam arti mediator perundingan para pihak— melainkan menjalankan sepenuhnya fungsi pers merdeka, menggalang interaksi para pihak lewat media dengan sajian fakta akar mas alah yang harus diselesaikan tuntas! Artinya, sebagai bagian dari solusi, pers mendorong solusi permanen, bukan solusi semu yang menyimpan bara konflik tetap membara!” ***
±
±
LIPUTAN KHUSUS...HLM. 2
H. BAMBANG EKA WIJAYA
‘Pers Solusi’ Atasi Konflik!
±
A
Untuk menyiasati agar pembeli mau duduk lama, Mardi dan pe dagang lain menyediakan sepe rangkat meja dan kursi malas. Perl ahan-lahan pun orang suka makan lama-lama dan mengobrol panjang. Tiga tahun lalu, pedagang berjualan tidak pernah sampai pagi. Pukul 12.00 sudah sepi dan pedagang pun pulang. Menurut Mardi, yang membuat PKOR makin hidup saat malam adalah adanya aktivitas balapan liar yang dilakukan beberapa pe muda di jalanan dekat lapangan. Orang pun banyak yang datang dan berkumpul hingga malam. Adanya kegiatan Lampung Fair (LF) yang digelar Pemprov juga membuat suasana makin meriah dan bergairah. Setelah LF selesai, pedagang memilih tetap berjualan dan meramaikan PKOR. “Sekarang saya dagang bisa sampai jam tiga pagi,” ujar dia. Kini pedagang berbaris hampir di sepanjang dua jalur menuju lapangan PKOR. Mardi mengklaim keramaian PKOR kini mengalahkan Lapangan Saburai. Bahkan, tidak kalah ramai dengan Lapangan Korpri. “Awalnya saya mau jualan di Korpri, tapi eng gak jadi,” katanya. (PADLI RAMDAN/U-2)
da keakraban
BANDAR LAMPUNG—Keber adaan pusat keramaian di Bandar Lampung boleh dibi lang muncul karena sebuah kebetulan. Kota Tapis Berseri masih kekurangan public space sebagai tempat berinteraksinya warga. Ketua Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Bandar Lampung (UBL) Fritz Akhmad Nuzir mengatakan kemuncul an pusat-pusat keramaian di Bandar Lampung masih seba tas kebetulan, bukan senga ja didesai n menjadi pusat keramaian. Terkadang, lokasi yang didesain menjadi pusat keramaian dan ruang terbuka malah sepi dan tidak menjadi pilihan. Menurut dia, ruang terbuka yang kemudian berkembang menjadi pusat keramaian ini perlu diperhatikan pemer intah. Perlu ada pendekatan yang partisipatif sehingga tidak membuat ruang publik malah sepi. “Jika memang tidak sesuai peruntukan, perlu ada tin
U
R
S
1 US$ Rp 8.993
JUMAT, 10 januari 2012 SUMBER BI
LAMPUNGPOST .COM n Redaksi
(0721) 773888 SMS: 0812 7200 999
CMYK
±