Sirkulasi: (0721) 788999 Layanan Umum: (0721) 783693 Iklan: (0721) 774111 SMS: 0815 4098 5000 Redaksi (0721) 773888 SMS: 0812 7200 999
@lampostonline, @buraslampost
www.lampost.co
T E R U J I T E PERC AYA
Senin, 15 Desember 2014 facebook.com/lampungpost
24 Hal.
No. 13345
i TAHUN XL
Terbit Sejak 1974
Rp3.000
TA JUK
Banjarnegara Hantui Lampung
n ANTARA/IDHAD ZAKARIA
JOKOWI KUNJUNGI LOKASI LONGSOR. Presiden Joko Widodo meninjau lokasi bencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (14/12). Presiden memantau langsung proses evakuasi korban.
Jalan Lintas Rawan Longsor JALAN lintas menuju Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat rawan longsor. Selain jalan itu terletak di bibir jurang, tanah di daerah tersebut juga cenderung labil. Jalan lintas itu Sumberjaya—Liwa dan Liwa—Krui yang merupakan jalan nasional. Juga jalan provinsi di ruas Liwa—Sukau. “Kalau ditanya kondisi tanah di Lambar, sepanjang jalan nasional yang melintasi di wilayah kami sangat rawan terjadi longsor,” kata Plt. Kadis PU Lampung Barat Ansari, melalui ponselnya, kemarin (14/12). Begitu juga dengan permukiman penduduk. Meskipun sejauh ini kondisi masih tergolong aman dari bencana longsor, ba nyak titik permukiman yang rawan tergerus longsor. “Sepanjang Sumberjaya—Sekincau kebanyakan permukimannya berada di pinggir tebing, artinya itu cukup rawan, tetapi kami tidak bisa menahan warga membuat rumah di pinggir tebing. Karena itu, untuk lahan mereka, kami hanya bisa mengimbau,” ujarnya. Sementara kesiapan Dinas PU Lambar menghadapi berbagai persoalan bencana alam, seperti tanah longsor maupun pohon tumbang, tetap bersiaga walau dengan peralatan yang minim. “Ketika terjadi (bencana alam, red), kabupaten melakukan tanggap darurat,” kata Ansari. Ansari mengaku sejauh ini kondisi peralatan yang dimiliki oleh Pemkab Lampung Barat masih minim, yaitu hanya mengandalkan dua loder dan satu ekskavator. Peralatan tersebut yang selama ini selalu disiagakan untuk melakukan evakuasi ketika terjadi bencana tanah longsor atau pohon tumbang. “Alat kami memang masih minim, pengalaman selama ini alat berat kami gunakan untuk tanggap darurat, sebelum bantuan peralatan dari provinsi maupun pusat datang saat terjadi tanah longsor,” kata dia. (RIP/U1)
Presiden Minta... Hlm. 3
Maria Rahajeng Pesan dari Ratu Sejagat 2013... Hlm. 16
Akuan Masih Bebas Jadwal pemeriksaan Kepala Dinas Sosial Akuan Efendi dan Bendahara Pengeluaran Tineke belum jelas. Jika dalam 20 hari belum diperiksa, tim jaksa akan memperpanjang proses penyidikan sampai 40 hari. Wandi Barboy
P
ENETAPAN tiga tersangka kasus bantuan sosial (bansos) kematian di Bandar Lampung sudah dilakukan sejak 23 April lalu. Mereka adalah Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Bandar Lampung Akuan Efendi, Bendahara Pengeluaran Dinsos Tineke, dan tenaga kerja sukarela M. Sakum, yang diduga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2 miliar pada program hibah santunan kematian 2012 senilai Rp2,5 miliar. Jumat (12/12) lalu, M. Sakum dipanggil tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung. Setelah diperiksa beberapa jam, tenaga sukarela ini langsung ditahan. Sedangkan Akuan Efendi dan Tineke masih melenggang bebas. “Sakum merupakan saksi kunci dalam perkara ini. Dia ditahan selama
20 hari untuk mempermudah proses penyidikan,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bandar Lampung Fredy Feronico Simanjuntak, Minggu (14/12). Menurut Fredy, pihaknya juga segera menjadwalkan pemeriksaan Akuan dan Tineke setelah meme riksa saksi ahli dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tapi Fredy tidak bersedia menyebutkan jadwal pasti pemeriksaan saksi ahli dan dua tersangka lainnya. “Kami segera memeriksa saksi ahli dari BPKP. Dua tersangka lainnya secepatnya juga dipanggil. Kami tidak membeda-bedakan. Semua sama di muka hukum. Di pidsus ini serba terbatas. Kami masih menyelidiki dan meneliti perkara lainnya,” ujarnya. Fredy menuturkan jika dalam waktu 20 hari belum dilakukan pemeriksaan terhadap Akuan dan Tineke, proses penyidikan dan penahanan M. Sakum akan diperpanjang
menjadi 40 hari. Pemeriksaan bisa saja berkembang dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru jika ditemukan bukti cukup atas keterlibatan orang tersebut. Kasi Pidsus menambahkan tim penyidik sudah menerima hasil audit BPKP tentang nilai kerugian negara akibat perbuatan ketiga tersangka. Namun, untuk angka pastinya baru akan diekspos hari ini. “Kami harus melapor dulu ke pimpinan. Hari ini (15/12) setelah kami melapor ke pimpinan, akan kami beritahukan kepastiannya berapa,” kata dia. Berdasar informasi yang dihimpun Lampung Post, dana hibah yang dianggarkan untuk 5.000 jiwa itu dicairkan kepada 6.000 jiwa. Hasil verifikasi menemukan banyak nama ganda dan pencairan yang tidak se suai peruntukannya. Ketua Komisi IV DPRD Bandar Lampung Syarif Hidayat mengatakan proses hukum kasus bansos kematian itu harus diusut sampai tuntas. Menurut dia, semua pihak yang terlibat dalam penyelewengan dana kematian itu harus mendapat sanksi hukum setimpal se suai pelanggaran yang dilakukan. (K1)
rickymarly@lampungpost.co.id
Penguatan Hukum Penyelesaian Konflik
Rudy Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
Rentetan konflik tersebut terkadang menggelitik dan menggiring alam bawah sadar kita untuk bergumam, “Bisakah kita memutus rantai konflik di Lampung? Benarkah Lampung
tidak akan bisa keluar dari mimpi buruk konflik sosial selamanya? Dahulu, negeri ini adalah tanah harapan, dan akan tetap demikian. Setelah beberapa penulis kolom sebelumnya membahas pengendalian konflik di Lampung melalui perspektif ilmu sosial dan budaya, saya berusaha menguraikan pen tingnya penguatan hukum secara komprehensif dalam pengendalian konflik di Lampung. Saya menganggap tema ini masih relevan mengingat sejarah konflik sosial di Lampung yang sangat panjang.
BERSAMBUNG KE Hlm. 4
Obsesi Tujuh Dara Pelukis Lampung KIPAS angin 12 inci yang berdiri di pojok itu berbagi hawa sejuk kepada empat gadis yang sedang beraktivitas di satu rumah di bilangan Way Halim, Minggu (14/12). Hari itu, rumah itu seolah memasang pesan “tidak terima tamu.” Kursi dan segala properti di ruang itu memang tersingkir. Penggantinya adalah belasan kanvas kosong yang segera diisi gambar.
Empat dara itu mengeks presikan hasrat hatinya de ngan kuas, cat minyak, palet, dan aneka perkakas untuk melukis. Seolah tak peduli keadaan, mereka mengikuti gerak intuisi yang kemudian melahirkan aneka gambar. Profil yang diidentikkan dengan lusuh, kusam, semaunya, dan atribut miring yang melekat dengan pelukis tidak tampak di sini. Sebaliknya,
oasis
Ancaman dan Kejujuran Anak
kolom pakar
KONFLIK sosial antarkampung kembali terjadi di Provinsi Lampung. Kamis (27/11), terjadi pembakaran terhadap puluhan rumah warga Dusun Tanjungrejo, Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah. Konflik yang terjadi di Anaktuha ini seperti membuka kembali luka lama konflik yang tak kunjung usai di Lampung. Luka yang kembali terbuka seakan membalik kembali lembaran-lembar an ingatan kita akan konflik terdahulu di Lampung, yaitu di Lampung Selatan (2011, 2012, 2013, dan 2014), Lampung Timur (2012), Lampung Utara (2012), Tanggamus (2014), dan Lampung Tengah (2010, 2011, 2012, dan 2014).
PULUHAN rumah yang dihuni sekitar 300 jiwa dari 53 keluarga di Dusun Jemblung RT 05 RW 01, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah, tertimbun tanah longsor pada Jumat (12/12), sekitar pukul 17.30. Hingga Minggu sore, jumlah korban tewas akibat bencana tanah longsor di Dusun Jemblung mencapai 39 orang. Sebanyak 69 orang yang diduga tertimbun masih dicari. Di tengah keprihatinan atas musibah tanah longsor yang merenggut puluhan jiwa, belasan cedera, hampir 100 masih dicari, dan tentu harta benda, tersisa tanda tanya “mengapa itu terjadi?” Semua sedih, semua berbelasungkawa, dan semua layaknya menolong mereka. Namun, tak boleh semua energi kita limpahkan ke sana. Bagi kita, introspeksi diri adalah “keimanan” kecil yang layak dipertimbangkan. Tatkala peristiwa itu sudah telanjur terjadi, selain berusaha bangkit lagi, tugas berikutnya adalah menganalisis keadaan agar tak terjadi di kemudian hari, juga tak terjadi di lingkungan kita. Fakta dan rasionalitas kita sulit untuk menolak tesis bahwa apa pun, termasuk bencana, yang kita terima hari ini adalah apa yang kita buat terdahulu. Sulit membantah bahwa bencana di Banjarnegara adalah karena reduksi fungsi lahan yang tak lagi mempertimbangkan kelestarian. Kita, warga Lampung, mesti berkaca, belajar, dan berhikmah dari bencana di Banjarnegara, lalu secepat mungkin bergerak untuk menghindar dari peristiwa sejenis. Alasannya sangat jelas, Lampung punya kerawanan terhadap bencana tanah longsor sangat besar. Setiap musim hujan tiba, beberapa titik di Lampung seolah menghadapi “hantu” yang dijadwalkan datang. Orang pun bertanya, apakah kiamat kecil itu akan datang lagi? Pertanyaan itu realistis. Begitu banyak warga Lampung yang tinggal di lipatan-lipatan bukit dengan tekstur tanah yang rawan longsor. Lebih dari itu, perusakan ekosistem tetumbuhan di bukit-bukit yang selama berpuluh-puluh tahun lalu aman kini amat parah. Saat ini musim hujan di Lampung belum pada puncaknya. Namun, catatan peristiwa banjir bandang dan tanah longsor sudah cukup panjang. Akhir November lalu, Way Napal di Kabupaten Tanggamus meluap dan banjir bandang me nerjang. Dua orang tewas. Dalam dua bulan terakhir, para pengguna jalan di jalur Liwa—Ranau harus berbalik arah karena tebing longsor, juga di jalur Liwa—Krui, dan masih ada beberapa lagi di Pesisir Barat. Kesadaran akan degradasi hutan dan alam juga sudah lama dirasakan. Belasan tahun lalu, program bernama Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) digulirkan. Ratusan miliar dana digelontorkan. Idealnya, hari ini kita menikmati hasilnya, berupa hutan lestari, alam hijau, dan terhindar dari bencana. Namun, fakta berkata lain. Saat program itu bergulir, begitu banyak pejabat dan penanggung jawab proyek tibatiba menjadi kaya raya. Namun, ada sebagian yang sial tiba-tiba ditelikung hukum dan masuk penjara. Hari ini kita masih dikurung oleh bencana akibat hutan yang kritis. Setiap tahun, ada saja nama baru program untuk mengembalikan alam. Ada penanaman satu miliar pohon, ada revitalisasi hutan, dan aneka modus. Intinya, berharap hasil dari program pemerintah memang keniscayaan. Namun, daripada kita celaka oleh alam yang murka, lebih baik kita yang tinggal di daerah bencana mawas diri. Mari kita jaga alam ini untuk kemaslahatan bersama! n
meski bergelut dengan cat yang setiap saat bisa meng ubah keadaan jadi belepotan, mereka terlihat bersih. Bahkan, dua dari mereka yang mengenakan hijab tetap resik dari coretan atau cipratan. Mereka adalah empat dari tujuh pelukis remaja putri Lampung yang siap menggelar karya pada pameran, 22 Desember 2014, di Kantor Gubernur Lampung. Guber-
nur Lampung Muhammad Ri dho Ficardo rencananya akan membuka pameran ini dalam rangka memperingati Hari Ibu. Lebih dari 20 karya lukis akan mereka pamerkan. Ketujuh remaja usia SD— SMA itu adalah Virginia Dara Rianto (mantan reporter cilik Lampung Post ), Rifa Nabila Putri (salah satu tokoh ins pirasi versi Lampung Post ), Amadhea Nidrriya Putri (siswi
SMAN 2 Bandar Lampung), Putri Syalaisya Ferianto (SD Al-Azhar Way Halim). Lalu, Saskia Azalia Divana Putri, Dilla Ayu pratista, dan Shafira Chika Alyza. Dengan lugu dan penuh ambisi, keempat seniman lukis di bawah asuhan Salvator Yen Joenaidy, akan memamerkan karya-karya terbaru. (R6) n Lukman Hakim
BERSAMBUNG KE Hlm. 5
SEBUAH studi baru yang dipimpin Victoria Talwar dari McGill University mengungkapkan bahwa menghukum anak karena tidak jujur adalah kontraproduktif. Sikap mengancam tidak akan membuat anak-anak untuk bersikap jujur. Studi itu melibatkan 372 anak-anak berusia antara 4 tahun dan 8 tahun. Partisipan ditinggalkan sendirian di dalam ruangan selama 1 menit dengan mainan di atas meja di belakang mereka. Partisipan diminta untuk tidak mengintip mainan, dan sebuah kamera video tersembunyi merekam seluruh kejadian. Kemudian tim mengajukan pertanyaan, “Ketika saya pergi, apakah Anda berbalik dan meraih mainan?” Sebanyak 67,5% anak mengintip mainan. Menariknya, anak-anak sukar untuk mengatakan yang sebenarnya jika mereka takut dihukum. Studi itu dipublikasikan dalam Journal of Experimental Child Psychology. (MI/U1)