±
±
CMYK
CMYK
±
Layanan Berlangganan, Iklan & Customer service
TERBIT SEJAK 1974 Harga Eceran Rp. 3000/Eks
24
Sirkulasi: (0721) 788999 Layanan Umum: (0721) 783693 Iklan: (0721) 774111 SMS: 0815 4098 5000
HALAMAN
I
I
DINAMIKA MASYARAKAT LAMPUNG
MINGGU, 26 FEBRUari 2012 No. 12361 TAHUN XXXVII
±
3
RUWA JURAI. Audisi reporter cilik dapat mengharumkan nama Kabupaten Lampung Utara.
6
NASIONAL. Pemerintah kewalahan menampung napi karena percepatan jumlah tidak sebanding dengan daya tampung LP.
SENGKETA LAHAN
Pemerintah Lambat, PT BSMI Kembali Dibakar MESUJI (Lampost): Karena kecewa atas lambatnya penyelesaian sengketa tanah oleh pemerintah, seratusan warga Sritan jung dan Pagardewa, Kecamatan Tanjung sari, Mesuji, membakar kantor perusahaan perkebunan sawit PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), Sabtu (25-2). Gedung kantor, ruang pertemuan, gu
dang logistik, kantin, depot bahan bakar, dua mes karyawan, dan pos satpam, yang masih utuh dari aksi sebelumnya itu, pada aksi kemarin ludes dilalap si jago merah. Massa yang berjumlah sekitar 300 orang datang dengan membawa senjata tajam. Me reka mengusir karyawan yang masih ada di kantor dan kompleks perumahan. Sebagian
9
massa memblokir pintu masuk. Massa yang datang dengan naik truk dan sepeda motor itu kemudian membakar satu per satu fasili tas yang ada. Sekitar 30 aparat kepolisian yang ditugas kan di tempat itu, tak mampu berbuat apa-apa. Mereka bahkan diusir oleh massa. Massa yang beraksi mulai pukul 10.00 hing ga pukul 12.00 itu lalu leluasa membakar. Beberapa orang yang ditemui mengata kan mereka kecewa karena pemerintah lambat menangani penyelesaian sengketa lahan mereka dengan PT BSMI. “Kami su dah jenuh. Kami sudah lapar. Pemerintah Mesuji tidak peduli,” kata seorang warga
WAWANCARA. Seriuskah Wali Kota Metro Lukman Hakim akan mundur jika tidak mampu memperbaiki layanan publik?
ami sudah jenuh. Kami sudah lapar. Pemerintah Mesuji tidak peduli.”
K Mat Warga
yang bernama Mat. Terkait aksi pembakaran tersebut, warga Kampung Fajarindah dan Kampung Fajar baru, Kecamatan Pancajaya, kini dilanda ketakutan. Warga di kedua kampung ter sebut merupakan mitra PT BSMI dan seba gian bekerja di perusahaan itu.
±
“Kami khawatir karena keamanan kami ter ancam. Siapa yang akan menolong kami. Polisi saja lari,” kata Mardiono, warga Fajarindah. Hal senada juga dikatakan Sri (46), warga Kampung Fajarbaru. “Baru dengar ada ramerame, tahu-tahu BSMI sudah ludes, rata dengan tanah. Ada aparat kepolisian tapi cuma lihatlihat dan terus pulang,” kata Sri. Kepala Polsek Simpangpematang Efendi Koto mengatakan jajarannya telah mendatangi lokasi saat aksi anarki itu terjadi. “Tapi kami diusir massa yang membawa senjata tajam. Karena kalah jumlah, kami mundur,” kata Efendi yang tengah mendampingi Kapolres Tulangbawang Shobarmen.(UAN/MG4/U-3)
‘Panggung’ kian Tergeser Pesta atau hajatan punya makna kebersamaan. Makanan yang dihidangkan dirasa sebagai tanda hormat dan sayang kepada tamu dan undangan. Tapi kini rasa kebersamaan itu memudar.�
L
±
n LAMPUNG POST/IKHSAN DWI NUR SATRIO
±
SIAPKAN PENGANAN. Beberapa perempuan anggota Perkumpulan Rukun Rumah Tangga Karya Bhakti, Kaliawi, Bandar Lampung, membuat lemper, wajik, dan gemblong. Penganan itu khusus diberikan untuk panitia hajatan.
BURAS
Paradoks Korupsi, ‘Gayus Baru’ pun Bermunculan! “PATAH tum buh hilang ber ganti, esa hilang dua terbilang, beg itulah rea litas korupsi di Indonesia, mes kipun tekad pe nguasa membe rantas kejahatan luar biasa itu tak henti diserukan!” ujar Umar. “Terakhir, seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Da (38), ditahan Kejaksaan Agung setelah sejumlah rekeningnya di bank senilai Rp28 miliar ditemukan PPATK! ‘Gayus
±
IMA perempuan pa ruh baya terlihat tekun mengupas puluhan ki logram bawang merah. Di sisi mereka, berbakul-bakul ken tang, cabai merah, serta cabai rawit siap untuk diolah. Di sudut ruangan, di sebuah rumah di Desa Negerisakt i, Pesawaran, yang siap meng gelar pesta, tampak ayam yang telah dipotong dan di cabuti bulunya. Asap mengepul dari tungkutungku terasa pedas di mata serta menyesakan dada, akan tetapi seakan tak dirasa oleh kel ima perempuan berjarik itu. Mereka adalah perempuan yang dipanggil khusus untuk menyiapkan masakan selama pesta pernikahan atau biasa disebut panggung. Budaya panggung menun jukkan rasa solidaritas dan sikap kebersamaan yang da pat memperkuat jalinan sila turahm i dan kekeluargaan. Budaya panggung dimiliki se mua suku bangsa di Indone sia. Semua orang diajak untuk saling membantu dan bergo tong royong dalam meracik dan mengolah makanan yang disajikan dalam pesta perni kahan, sunatan, atau pesta syukuran. Dahulu panggung dilaku kan oleh para tetangga sahi bulh aj at, terutama unt uk
ereka menilai warga itu sombong kalau makanannya tidak dimasak oleh panggung.”
M
Sudardi Warga
perempuan yang bisa mema sak. Perempuan yang kurang bisa memasak, mendapatkan tugas menyiapkan bumbu atau menyiapkan makanan khusus untuk para pemanggung. Sebabnya, para pemanggung tidak boleh memakan mak anan yang mereka ma sak. Makanan yang dimasak panggung hanya boleh dima kan oleh tamu. Panggung umumnya dipim pin seorang perempuan yang dituakan dan berpengalaman mem asak. Ia juga bert ugas mencicipi seluruh masakan. Jika ia nilai lezat, makanan baru boleh dihidangkan.
Pesta Gedung Perubahan budaya dan ke majuan teknologi, kini meng ges er keberadaan panggung. Kebutuhan akan kepraktisan dan kecepatan menjadikan banyak orang memilih me makai katering. Apalagi, pes
ta-pesta yang diadakan di gedung-gedung yang jauh dari rumah. Namun, di daerah-daerah pinggiran di Bandar Lam pung, Lampung Selatan, dan Pes awaran panggung-panggung masih bisa dijumpai. Di Bandarlampung, buda ya panggung masih aktif di beb erapa tempat. Sepert i di Kel urahan Kedamaian, Kecamatan Tanjungkarang Timur, yang ada jasa panggung. Bahkan warga Gang Bengkel, RT 5, Lingkungan III, Kelurahan Kaliawi, meni lai pesta tanpa makanan yang dibuat panggung adalah suatu ket idakpantasan. “Mereka menilai warga itu sombong kalau makanannya tidak dimasak oleh panggung. Warga akan mengang gap orang itu tidak boleh mencicipi nasi tuan rumah,” kata Sudard i, warga setem pat. Akibatnya, jasa katering makanan tidak laku di daerah itu. Di desa-desa di Kecamatan Ket apang, Way Panji, Pa las, di Kabupaten Lampung Selatan, umumnya hajatan menggunakan jasa panggung. Masyarakat yang kebanyakan dari suku Jawa itu menyebut rewangan. (SWA/YAR/KRI/MG1/U-3)
±
MEREKA TERGESER...HLM. 2
±
H. BAMBANG EKA WIJAYA baru’ dari Ditjen Pajak itu, kata Arnold Angkauw, direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejakgung, juga punya 250 ribu dolar AS dan emas 1 kg yang telah disita!” “Itu baru satu dari ratusan rekening gendut PNS muda yang ditemukan PPATK, di luar lebih 2.000 transaksi menc urigakan di kalangan DPR!” timpal Amir. “Kalau semua itu bisa ditindaklanjuti polisi, jaksa, dan KPK, korupsi di negeri kita bukan lagi se kadar esa hilang dua terbilang, tapi gug ur satu (divonis bebas) tumbuh ser ibu! Kalau penindakan lanjut be nar-benar dilakukan, terjadi paradoks pemberantasan korupsi—sem akin keras seruan penguasa untuk mem berantas korupsi, semakin banyak orang melakukan korupsi!” “Bagaimana paradoks itu terjadi?” tanya Umar. “Gagalnya keteladanan dari atasan, yang keras cuma suaranya saja sehingga mengakibatkan pe
CMYK
niruan masif pada strata bawahannya!” teg as Amir. “Itu tak terlepas dari pseudomatika—seolah-olah—per aturan dig embar-gemborkan telah dijalankan semestinya, tapi justru ba wahan yang melaksanakan perintah atasan dibebani kewajiban yang hanya bisa dipenuhi jika peraturan itu cuma seolah-olah saja dijalankan!” “Kalau begitu, pada prinsipnya korupsi dilakukan secara berjamaah, dengan atasan sebagai ‘imam’ bawah an mengikuti arahannya, meskipun sang atasan pura-pura tak tahu dan di pengadilan mengaku tak mencampuri pekerjaan yang ditangani bawahan!” timpal Umar. “Tanpa peduli, atasan sebenarnya menerima bagian paling besar dari hasilnya! Tapi di pengadilan, bawahan harus menanggungjawabi semuanya dengan membatasi sam pai dirinya saja yang terkait korupsi, atasan selalu terlihat bersih dari ce maran noda korupsi!”
±
“Artinya, bawahan harus sungguhsungguh menjaga dengan segala konsekuensi agar atasan bisa men jadi tokoh hipokrit sejati atau mu nafik yang sempurna!” tukas Amir. “Begitulah paradoks tersebut terjadi karena dalam korupsi berjamaah, un tuk ‘menyelamatkan’ seorang ‘imam’ justru jamaah—yang jumlahnya jelas bejibun—dikorbankan! Karena prak tek atasan selalu bisa jalan terus, korupsi kian merajalela! ‘Gayus baru’ pun bermunculan!” ***
LAMPUNGPOST .COM n Redaksi
(0721) 773888 SMS: 0812 7200 999
CMYK
±