±
±
CMYK
±
CMYK Layanan Berlangganan, Iklan & Customer service
TErBIT SEjaK 1974 Harga Eceran Rp. 3000/Eks
24
Sirkulasi: (0721) 788999 Layanan Umum: (0721) 783693 Iklan: (0721) 774111 SMS: 0815 4098 5000
HALAMAN
I
I
DINAMIKA MASYARAKAT LAMPUNG
MINGGU, 29 jaNUarI 2012 No. 12334 TAHUN XXXVII
±
Wawancara.
9
10 Keluarga.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Irman Gusman.
13 reporter Cilik.
Sebagian besar pria akan sangat menikmati perselingkuhan mereka.
PERJALANAN grup-grup musik dalam merengkuh kesuksesan harus dibarengi keseriusan dan kekompakan personelnya. Nama Lampung sebagai penghasil grupgrup musik indie, tidak serta-merta menjadikan setiap lagu yang mereka ciptakan laku di pasaran. Seperti dialami grup musik Nuala. Sebagai pendatang baru, Nuala yang dibentuk pada 2010 harus giat berlatih dan membuat contoh lagu sebelum dikenal dan diikat kontrak oleh perusahaan rekaman. Nuala bisa dikatakan grup musik yang cepat melejit. “Kami merekam lagu dalam bentuk piringan cakram (compact disc). Dana yang kami butuhkan Rp10 juta dan ini adalah dana pinjaman,” kata vokalis Nuala, Fuzzy. Kumpulan lagu tersebut kemudian dikirimkan ke perusahaan-perusahaan rekaman. Dari semua yang ditawari, hanya label rekaman Seven Stars yang berminat mengontrak. Biaya produksi awal pun diganti. Dengan masuk ke perusahaan rekaman, Nuala tidak perlu lagi repot-repot promosi single atau album. Semua sudah diatur label, ketenaran pun sudah didapatkan, serta tampil di acara-acara televisi tidak sulit. Band beraliran musik pop ini pun sudah membuat tiga single dan dua videoklip. Bahkan tampil langsung di acara musik Inbox SCTV. Videoklip Nuala juga sering tampil di beberapa televisi nasional.
±
Band Indie
MUSIK
Memacu Diri Menembus Pasar
Empat murid SDN 2 Sukaraja mewawancarai Sekkab Lampung Selatan.
Bukan Musik Kampung
S Ket daya
n LAMPUNG POST/MG3
±
n LAMPUNG POST/MG3
Rekrutan
±
±
KEMUNCULAN BAND ‘INDIE’. Grup band Hijau Daun ( atas ) dan Kangen Band ( samping kiri ) tengah menyapa fan di Bandar Lampung, beberapa waktu lalu. Keberhasilan band-band asal Lampung lewat jalur indie menembus belantika musik nasional menumbuhsuburkan dunia musik di Lampung.
Lain lagi cerita grup musik Custom. Band yang dibentuk pada 2009 itu telah menelurkan 24 lagu. Namun, mereka belum mau menawarkannya ke perusahaan rekaman. “Kami masih fokus memperkenalkan diri di Lampung. Kami juga belum siap bersaing dengan band-band dari Jakarta. Kalau sudah siap, kami pasti tawarkan ke perusahaan rekaman,” kata personel Custom, Vino Mareza. Band beraliran fun pop dan pernah menjadi finalis A Mild Wanted 2010 regional Lampung itu memilih mempromosikan diri lewat jejaring media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Mereka juga rajin mengisi panggung-panggung musik dan menyerahkan lagu ke stasiun radio. “Supaya dikenal oleh masyarakat Lampung,” ujar Vino. Band indie yang lumayan senior adalah Tallulah. Meskipun sudah sering gonta-ganti personel, band dengan genre rock and roll ini masih tetap eksis bermusik sejak 2006. Kini, hanya Troy sebagai orang lama yang masih bertahan. Sisanya adalah anak-anak baru hasil rekrutan Troy. Sebagai band yang telah lama malang-melintang, band yang bermarkas di bilangan Way Halim, Bandar Lampung, ini punya banyak fan yang akrab disapa Tallulers. Fan ini menyebar mulai dari Natar, Kalianda, dan Kotabumi. “Sampai saat ini masih jalanin indie. Tapi kalau ada hoki dan masuk mayor label akan diambil,” kata Troy, sang penabuh drum. (PADLI RAMDHAN/U-3)
BURAS
L
ampung kini tidak lagi dicap sebagai gudang musik kampung. Jalur indie menjadi pilihan musisi Lampung dalam berekspresi. Bahkan kiprah band indie dari Lampung pun diakui dalam kancah musik nasional. Grup musik indie (independen musik) di Lampung telah menunjukkan jati dirinya sejak 1990-an. Gebrakan baru terjadi pada 2005, setelah Kangen Band dan Hijau Daun muncul sebagai grup musik fenomenal dari Lampung. Band indie dijadikan pilihan merintis karir dibidang musik. Dana terbatas dan semangat terus bermusik menjadikan jalur indie sebagai batu loncatan. Jalur indie menjadi pilihan musisi Lampung dalam berekspresi. Bahkan kiprah band indie dari Lampung pun diakui dalam kancah musik nasional. Grup musik indie (independen musik) di Lampung telah menunjukkan jati dirinya sejak 1990-an. Gebrakan baru terjadi pada 2005, setelah Kangen Band dan Hijau Daun muncul sebagai grup musik fenomenal dari Lampung. Band indie dijadikan pilihan untuk merintis karier di bidang musik. Dana yang terbatas
terkemuka. Kini grup musik asal Lampung disejajarkan dengan grup musik dari kota-kota lain yang lebih mapan. Misalnya Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, ataupun Semarang. “Enggak nyangka, Lampung bisa mengalahkan dominasi band-band dari Pulau Jawa,” tulis Gilang Wicaksana, seorang musisi, dalam blog pribadinya. “Kami tidak malu disebut band asal Lampung,” kata Awan, personel band indie Alien Morning Club. (ABDUL GHOFUR/PADLI RAMDHAN/U-3) LIPUTAN KHUSUS...HLM. 2
Tidak Malu K ipra h g r up -g r up mu si k a sa l Lampung kini sangat diperhitungkan di kancah musik nasional. Lampung dinilai sebagai dae rah penghasil grup musik. Baru-baru ini, band indie asal Lampung menembus panggung musik nasional. Overmyhead nama band baru tersebut. Single mereka ber judul Hitam-Putih, men jadi top hit di tangga lagu indie La mpu ng d i beberapa ra d io lo kal. Lagu tersebut bahkan telah di buat ring back tone (RBT) oleh se bua h ope rator telekomun ikasi
“PENDAPATAN per kapita Indonesia dewasa ini tercatat 3.500 dolar AS per tahun, dengan kurs Rp9.000/ dolar AS berarti Rp31,5 juta!” ujar umar. “Sedang garis kemiskinan BPS terakhir Rp244 ribu (dibulatkan) konsumsi per kapita per bulan, atau Rp3,028 juta/ta-
hun! Jauh sekali jarak antara garis kemiskinan yang belum terjangkau puluhan juta warga bangsa dan pendapatan per kapita sebagai angka rata-rata penghasilan warga!” “Realitas, pendapatan minoritas elite bangsa jauh di atas rata-rata, sedang mayoritas massa jauh di bawah rata-rata!” timpal Amir. “Anggota DPR, misalnya, dengan gaji lebih Rp60 juta/ bulan, satu tahun di atas Rp720 juta—lebih 20 kali lipat di atas rata-rata! Itu belum termasuk fasilitas yang dinikmati, ruang kerja serbamewah, perjalanan ke luar negeri dengan uang saku besar, sampai peluang objekan seperti dituduhkan ke anggota Banang Wa Ode Nurhayati, sekali sabet Rp6 miliar!” “Nyata, amat jauh jarak pendapatan elite yang jauh di atas rata-rata (per kapita) dari mayoritas warga bangsa yang pendapatan-
CMYK
±
K
H. BAMBANG EKA WIJAYA
Kesenjangan, Ketimpangan Picu Konflik!
±
dan semangat untuk terus bermusik menjadikan jalur indie sebagai batu loncatan. Keberhasilan band-band indie Lampung pada kancah musik nasional telah menginspirasi sekumpulan anak muda untuk membentuk grup-grup musik. Misalnya saja, Apolo Band, StereoKim, Tanya Band, The Pencil Band, The Krotjo, dan Olive Band. Olive Band, misalnya, memiliki potensi band yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Grup musik beraliran power pop yang digawangi Elly pada vokal, Oky (gitar), Heri (bas), dan Joy (drum) ini memiliki sejumlah prestasi. Dua kali menjadi finalis A Mild Contest Regional Lampung-Palembang dan menjadi finalis LA Lighht Regional Jakarta. The Krotjo tidak kalah berprestasi. Band yang digawangi Reno (vokal dan lead guitar), Rio (rhythm), Aulia (drum), dan Andre (bas) ini pernah masuk 10 besar Remz Production, 10 besar Sumatera XL Indispired, dan Best Guitar Country Sound of Adventure.
BANDAR LAMPUNG—Ratusan grup musik dengan label indie terbentuk di Sang Bumi Ruwai Jurai. Ingar-bingar musik saat latihan dalam studio, kini bisa mengalun lembut lewat berbagai media seperti RBT (ring back tone) telepon seluler, radio, dan juga cakram padat (CD).
nya di bawah rata-rata, konon lagi mereka yang masih di bawah garis kemiskinan!” tegas Umar. “Jarak yang amat jauh pendapatan elite dengan massa itu, lazim disebut jurang ketimpangan pendapatan yang amat dalam—hingga praktis tak terjembatani!” “Tapi jurang ketimpangan yang amat dalam itu hanya akibat!” timpal Amir. “Penyebabnya justru kesenjangan—jarak pemisah—yang amat jauh pula antara elite dan rakyatnya! Ketimpangan pendapatan yang amat jauh itu aktualisasi dari realitas kesenjangan elite dari rakyatnya—dengan perjuangannya untuk kepentingan rakyat cuma sebatas penghias bibir alias retorika, buktinya elite selalu lebih mengutamakan kepentingan dirinya!” “Kesenjangan dan ketimpangan yang demikian mengerikan jelas menjadi pemicu konflik—antara
±
segelintir elite yang menguasai sebagian besar pendapatan dan aset nasional dengan mayoritas warga bangsa yang kebagian hanya sebagian kecilnya saja!” tukas Umar. “Namun, sebagian saja dari konflik tersebut mengaktual dalam konflik vertikal massa lawan pejabat dan korporasi (seperti di Bima). Sebagian lagi beralih jadi konflik horizontal—akibat langka sumber pendapatan di lapisan bawah, massa berebut tulang—seperti rebutan lahan parkir dan sejenisnya!” “Artinya, kalau ada mekanisme lebih adil un tuk mengalirkan pendapatan dan aset nasional dari penguasaan segelintir elite ke mayoritas massa, gejala konflik rebutan tulang akibat kelangkaan bisa dikurangi!” tegas Umar. “Tapi apa mau elite mengurangi bagiannya yang berlimpah, semisal penurunan gaji anggota DPR? Sukar diharap!” ***
U
r
S
1 US$ Rp 8.980
jUMaT, 27 jaNUarI 2012 SUMBER BI
LAMPUNGPOST .COM n redaksi
(0721) 773888 SMS: 0812 7200 999
CMYK
±