EKRAF, Edisi XVII 18 Desember 2014

Page 1

Sulam Usus Warisan Leluhur Masyarakat Lampung... Halaman. 8 No. XVII / 18 Desember 2014

Tapis dan Sulaman Usus Lomba Busana Lampung di Hari Ibu TANGGAL 22 Desember, kita peringati sebagai Hari Ibu. Seluruh masyarakat Indonesia merayakan Hari Ibu. Sebuah peringatan terhadap peran seorang perempuan dalam keluarganya, baik itu sebagai istri untuk suaminya, ibu untuk anak-anaknya, maupun untuk lingkungan sosialnya. Lukman Hakim

P

eringatan Hari Ibu diawali dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera dan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22—25 Desember 1928 di Yogyakarta. Salah satu hasil dari kongres itu adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Na m u n, pe ne ta pa n tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1959. Bagaimana peringatan Hari Ibu di Lampung. Ketua Dekranasda Provinsi Lampung Yustin Ridho Ficardo mengatakan peringatan Hari Ibu akan diselenggarakan di Balai Keratun Kompleks Kantor Gubernur

Lampung pada Senin (22/12). Pada peringatan Hari Ibu akan digelar Lomba Fashion Show Hijab yang akan diikuti istri bupati/ wali kota, wakil bupati/wakil wali kota, dan istri sekretaris kabupaten/kota se-Lampung. “Pesertanya seluruh istri bupati/wali kota, istri wakil bupati/ wali kota, dan istri sekkab/sekkot se-Lampung,” kata Yustin, pada rapat persiapan peringatan Hari Ibu Tingkat Provinsi Lampung, di galeri Dekranasda, Kamis (11/12) lalu. Menurut Yustin, peringatan Hari Ibu dikemas dengan penampilan ibu-ibu pimpinan daerah di Lampung yang akan memperagakan busana khas Lampung dan hijab. Hal ini bertujuan agar Ketua Dekranasda se-Lampung bisa memperkenalkan fashion tradisional asal daerahnya masing-masing ke publik. “Ini tugas kita bersama memperkenalkan busana asli daerah, baik tapis, sulaman usus, dan kain tradisional lainnya ke publik. Tapi, kami minta juga memperkenalkan hijab dalam pakaian tradisional itu,” kata Yustin, didampingi Sekretaris

Dekranasda Lampung Zaidirina Heri Wardoyo. Yustin juga menjelaskan sulaman usus dan tapis saat ini dikenal masyarakat luas sebagai busana khas Lampung yang memiliki nilai jual tinggi. Bukan hanya jutaan rupiah, melainkan sampai puluhan juta rupiah. Saat ini, peraih Juara Favorit Bunda PAUD Nasional 2014 itu bertekad agar sulaman usus dan tapis makin go international dan dikenal dunia. Bahkan, dia memimpikan agar sulaman usus mendapatkan pengakuan internasional dengan mendaftarkan hak paten, seperti batik yang sudah menjadi kain nasional Indonesia. Beberapa waktu lalu, Ketua Dekranasda Provinsi Lampung sempat memuji kepiawaian Aan Ibrahim, desainer Lampung yang selama ini aktif mengembangkan dan membuat kreasi-kreasi baru dalam busana sulaman usus. Dia juga memuji Ida Kofana, yang ikut mengembangkan sulaman usus di Lampung. “Kita bisa lihat, kreativitas perajin-perajin kain tradisional Lampung dalam mengombinasikan sulaman usus dan tapis,” kata dia. (KRAF)


2 18 Desember 2014

DAFTAR ISI INFO Lampung Orkestra Tampil Memukau

4

BUDAYA Medal Ngekughuk Turun Mandi

6

Manulung Bedua

7

CORAK Sulam Usus kian Mendunia

9

santap Mi Pengusaha Muda Bangik Temon, Yai... RESEP Gulai Taboh Makanan Khas Lampung

12

13

PUSAKA Mahan Balak, Tempat Menyimpan Pusaka Adat

14-15

Direktur Utama: Raphael Udik Yunianto. Pemimpin Umum: Bambang Eka Wijaya. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Iskandar Zulkarnain. Pemimpin Perusahaan: Prianto A. Suryono. Dewan Redaksi Media Group: Bambang Eka Wijaya, Djadjat Sudradjat, Elman Saragih, Laurens Tato, Lestari Moerdijat, Rahni Lowhur Schad, Suryopratomo, Toeti Adhitama, Usman Kansong. Kepala Divisi Pemberitaan: D. Widodo, Kepala Divisi Content Enrichment: Iskak Susanto. Kepala Divisi Percetakan: Kresna Murti, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan: Nova Lidarni, Umar Bakti, Sekretaris Redaksi: M. Natsir. Redaktur: Hesma Eryani, Lukman Hakim, Muharam Chandra Lugina, Musta’an Basran, Rinda Mulyani, Sri Agustina, Sudarmono, Wiwik Hastuti, Zulkarnain Zubairi. Asisten Redaktur: Abdul Gofur, Adian Saputra, Aris Susanto, Isnovan Djamaludin, Iyar Jarkasih, Fadli Ramdan, Rizki Elinda Sary, Sri Wahyuni, Sony Elwina Asrap, Susilowati, Vera Aglisa. Liputan Bandar Lampung: Ahmad Amri, Fathul Mu’in, Ricky P. Marly, Meza Swastika, Wandi Barboy. Liputan Jakarta: Inge Olivia Beatrix Mangkoe. LAMPOST.CO. Redaktur: Kristianto. Asisten Redaktur: Delima Napitupulu, Sulaiman. Content enrichment Bahasa: Wiji Sukamto (Asisten Redaktur), Chairil, Kurniawan, Aldianta. Foto: Hendrivan Gumay (Asisten Redaktur), Ikhsan Dwi Satrio, Zainuddin.0 Dokumentasi dan Perpustakaan: Syaifulloh (Asisten Redaktur), Yuli Apriyanti. Desain Grafis redaktur: DP. Raharjo. Asisten Redaktur: Sugeng Riyadi, Sumaryono. Biro Wilayah Utara (Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat): Mat Saleh (Kabiro), Aripsah, Eliyah, Hari Supriyono, Hendri Rosadi, Yudhi Hardiyanto. Biro Wilayah Tengah (Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur): Chairuddin (Kabiro), Agus Chandra, Agus Susanto, Andika Suhendra, Djoni Hartawan Jaya, Ikhwanuddin, M. Lutfi, M. Wahyuning Pamungkas, Suprayogi. Biro Wilayah Timur (Tulangbawang, Mesuji, Tulangbawang Barat): Juan Santoso Situmeang (Kabiro), Merwan, M. Guntur Taruna, Rian Pranata. Biro Wilayah Barat (Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran): Widodo (Kabiro), Abu Umarly, Mif Sulaiman, Sudiono, Heru Zulkarnain. Biro Wilayah Selatan (Lampung Selatan): Herwansyah (Kabiro), Aan Kridolaksono, Juwantoro, Usdiman Genti. Bussines Development: Amiruddin Sormin. Senior Account Mana­ger Jakarta: Pinta R Damanik. Senior Account Ma­nager Lampung: Syarifudin. Account Manager Lampung: Edy Haryanto. Asisten Manager Iklan Biro: Siti Fatimah. Manager Sirkulasi: Indra Sutaryoto. Manager Keuangan & Akunting: Rosmawati Harahap. Alamat Redaksi dan Pemasaran: Jl. Soekarno Hatta No.108, Rajabasa, Bandar Lampung, Telp: (0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi). Faks: (0721) 783578 (redaksi), 783598 (usaha). http://www.lampost.co e-mail: redaksi@lampungpost.co.id, redaksilampost@ yahoo.com. Kantor Pembantu Sirkulasi dan Iklan: Gedung PWI: Jl. A.Yani No.7 Bandar Lampung, Telp: (0721) 255149, 264074. Jakarta: Gedung Media Indonesia, Kompleks Delta Kedoya, Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Telp: (021) 5812088 (hunting), 5812107, Faks: (021) 5812113. Kalianda: Jl. Soekarno-Hatta No. 31, Kalianda, Telp/Fax: (0727) 323130. Pringsewu: Jl. Ki Hajar Dewantara No.1093, Telp/Fax: (0729) 22900. Kota­agung: Jl. Ir. H. Juanda, Telp/Fax: (0722) 21708. Metro: Jl. Diponegoro No. 22 Telp/Fax: (0725) 47275. Menggala: Jl. Gunung Sakti No.271 Telp/Fax: (0726) 21305. Kotabumi: Jl. Pemasyarakatan Telp/ Fax: (0724) 26290. Liwa: Jl. Raden Intan No. 69. Telp/Fax: (0728) 21281. Penerbit: PT Masa Kini Mandiri. SIUPP: SK Menpen RI No.150/Menpen/SIUPP/A.7/1986 15 April 1986. Percetakan: PT Masa Kini Mandiri, Jl. Soekarno - Hatta No. 108, Rajabasa, Bandar Lampung Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan.

ekraf

Torial

Kembangkan Bakat Lukis di Pameran Hari Ibu

S

IANG itu, empat pelukis muda asyik menggerakkan kuas di atas kanvas di bilangan Way Halim Permai, Bandar Lampung, Minggu (14/12). Cerahnya matahari seakan mengiringi rasa gembira hati pelukis-pelukis muda berbakat itu. Keempatnya adalah pelukis cilik dan remaja yang tergabung dalam Komunitas Anak dan Remaja Lampung. Mereka kembali akan memamerkan karyakarya terbaru di kantor Gubernur Lampung, 22 Desember mendatang. Memperingati Hari Ibu itu, lebih dari 20 karya keempat gadis itu, akan dipamerkan yang menurut rencana akan dibuka Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo. Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, lukisan adalah karya seni yang proses pembuatannya dilakukan dengan memulaskan cat dengan alat kuas lukis, pisau palet atau peralatan lain. Dan, memulaskan berbagai warna dan nuansa gradasi warna, dengan kedalaman warna tertentu juga komposisi warna tertentu. Hal itu kini sedang dilakoni sejumlah anak yang tergabung dalam Komunitas Anak dan Remaja Lampung. Mereka di antaranya Virginia Dara Rianto (mantan reporter cilik Lampung Post), Rifa Nabila Putri (salah satu tokoh Inspirasi versi Lampung Post),

Amadhea Nidrriya Putri (siswi SMAN 2 Bandar Lampung), Putri Syalaisya Ferianto (SD Al-Azhar Way Halim), dan tiga pelukis muda lainnya. Di bawah asuhan Salvator Yen Joenaidy, mereka akan memamerkan karya-karya terbaru usai menggelar pameran mandiri pada 21—27 Agustus 2014 lalu di Taman Budaya Lampung. “Kami berharap Pak Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo dan Ibu Yustin Ridho Ficardo bisa membuka pameran itu,” kata Rifa Nabila Putri, yang ditemui saat mempersiapkan lukisan yang akan dipamerkan, Minggu (14/12). Sebuah harapan gadis remaja yang juga maestro lukis Lampung dalam memperkenalkan karyanya kepada khalayak. Di sini, dibutuhkan peran besar pemerintah daerah (Pemprov Lampung) dalam mengasah dan memberikan wadah bagi pelukis-pelukis muda berbakat Lampung dalam menampilkan karyanya. Rifa yang pernah melukis alam bersama maestro pelukis dari Eropa tiga tahun lalu, berharap pada pameran kali ini semakin banyak pencinta seni lukis memiliki karya-karyanya. “Kami ingin memperkenalkan diri sebagai pelukis Lampung yang bisa diperhitungkan di tingkat nasional,” kata siswi kelas IX

Lukman Hakim Wartawan Lampung Post

SMPN 1 Bandar Lampung itu. Secara keseluruhan, kita dapat melihat teknik melukis anak dan remaja itu sudah sangat baik, sesuai dengan usianya. Namun, perlu adanya pelatihan rutin agar mereka mampu menuangkan imajinasi sendiri di atas kanvas sehingga mereka tidak menjadi jago kandang, tapi mampu berbuat dan berprestasi di luar Lampung. Apalagi, pada pameran yang akan datang, para dara pelukis Lampung itu akan menampilkan karya terbaik mereka. Terlebih, mereka sudah ditempa dalam berbagai event lomba lukis, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, bahkan tingkat nasional. Semoga, karya-karya mereka akan mendapat tempat yang baik di hati kita yang mungkin saja pencinta seni lukis. Semoga. n


3 18 Desember 2014

ekraf

Tabik Pun

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Pariwisata Lampung Harus Maju

M

Midi Iswanto

Anggota DPRD Provinsi Lampung

EMAJUKAN sektor pariwisata yang ada di Provinsi Lampung menjadi sebuah keharusan yang terus diperjuangkan. Tujuannya, agar Lampung bisa menjadi Indonesia mini serta dapat menjadi daya tarik wisatawan asing dan wisatawan lokal. “Caranya, dengan membawa kebijakan yang ada di pusat agar benar-benar sampai ke daerah, khususnya Provinsi Lampung. Pariwisata di Lampung sangat banyak, bagus, dan berpotensi menjadi aset Pemerintah Provinsi Lampung, seperti pariwisata Pantai Teluk Kiluan di Pesawaran,” kata dia. Midi melihat kekayaan dan keindahan pariwisata yang ada di tanah Sai Bumi Ruwa Jurai belum maksimal dikelola oleh Pemprov Lampung. Untuk itu, dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat Lampung terhadapnya sebagai wakil rakyat, Midi bertekad secepatnya dibenahi infrastruktur menuju pariwisata yang ada. Yaitu, dengan melakukan langkah-langkah yang sifatnya dapat memberikan perubahan, minimal lansung terjun ke lapangan. Selain sektor pariwisata, ada hal yang terpenting bagi politikus PAN kelahiran Way Jepara 22 Mei 1967 itu, yaitu infrastruktur dan pertanian. Kedua sektor itu sangat perlu diperhatikan. “Provinsi dan daerah dikatakan maju dan berkembang jika infrastrukturnya bagus dan petani bisa menggarap sawah dengan baik. Sehingga, daerah bisa menghasilkan pangan dengan cukup,” kata dia. Terkait dengan pembangunan pariwisata, Midi juga menjelaskan banyak sekali wisata pantai yang dapat dikembangkan di Provinsi Lampung. Misalnya, Pantai Tanjungsetia yang kini mulai mendunia. Baginya, pembangunan pariwisata ke depan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung sendiri. Pemerintah daerah, kata dia, perlu membangun desa wisata di lokasi-lokasi wisata yang ada. Tujuannya, agar masyarakat pun terlibat langsung dalam memberikan pelayanan kepada wisatawan asing dan wisatawan lokal. Misalnya, menjual berbagai kerajinan khas Lampung atau menjadikan rumah tinggal mereka sebagai penginapan bagi wisata yang berkunjung ke daerah tersebut. (UMAR WIRAHADIKUSUMA/KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


4 18 Desember 2014

ekraf

Info

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Lampung Orkestra Tampil Memukau

L

AMPUNG Orkestra kembali mengadakan konser bertajuk String Ensemble Concert di Gedung Tertutup Taman Budaya Lampung pada Jumat (12/12). Sebuah konser megah dengan nuansa hitam-putih menyeruak. Dalam konser musik klasik tersebut para vokalis dengan pemusik memainkan 10 reportoar klasik karya pemusik klasik dunia. Konser yang diselenggarakan ini mengangkat tema It’s classic. Konser kali ini terbilang sukses, selain mampu menyedot ratusan penonton dari berbagai daerah di Lampung, penataan panggung juga begitu sempurna. Panggung didesain mengusung konsep klasik sesuai dengan jenis musiknya. Tirai dengan dominan warna hitam terpasang dengan apik. Tata pencahayaan (lighting) juga berjalan sesuai tata aturnya. Semuanya benar-benar mendukung konser yang dihelat sekitar 2 jam itu. Para pemain musik berhasil menyuguhkan nuansa musik yang berbeda dalam pergelaran itu. Semuanya berawal saat gadis dengan rambut lurus sebahu itu mulai memainkan biola yang ada di genggamannya. Matanya terpejam, menghayati setiap detik nada yang dimainkannya. Perlahan tapi pasti, suara dari dawai-dawai biola itu mulai mengalun meninggi. Perlahan dia mulai membuka matanya, sembari tetap mengatur nada-nada yang dimainkannya. Para penonton tampak terpukau. Semua hening. Menyaksikan gadis cantik itu memainkan dengan lihai dawai biola. Suasananya benar-benar sunyi. Semua penonton terbawa alunan nada yang dimainkan oleh Yulis Vidya Dwentari. Para penonton bertepuk tangan sesaat setelah gadis itu selesai memainkan dawai biola. Yulis Vidya Dwentari merupakan salah satu pemain solois biola yang turut memainkan lagu Concerto in E Major/La Primavera karya Antonio Vivaldi dalam konser Lampung Orkestra. Dia berhasil tampil memukau bersama 27 pemain orkestra lainnya. Diwawancari seusai tampil, Wenta mengaku begitu senang. Dia tak menyangka bisa tampil dengan maksimal. “Alhamdulillah, berhasil menyuguhkan yang terbaik untuk penonton, spesial untuk mamaku yang sudah hadir juga,” kata dia. Menurut Hariyanto, ketua Lampung Orkestra, konser kali ini sedikit berbeda dengan konser sebelumnya. Mulai dari pemain yang semuanya merupakan pemain usia dewasa hingga konsep musik yang dimainkan. Konser kali ini semua lagunya yang dimainkan full classic. Ini untuk mengobati rasa rindu bagi para pencinta musik klasik di Lampung. Konser-konser sebelumnya, Lampung Orkestra selalu membawa serta pemain anak-anak dan lagu yang dipentaskan biasanya bercampur dengan lagu pop, jazz, maupun lainnya. “Kali ini kami menyuguhkan nuansa musik yang lebih asyik,” kata dia. (TRI SUJARWO/KRAF) foto: lampung post/tri sujarwo


5 18 Desember 2014

ekraf

Tradisi

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

N gamai N gadok, Pemberian Adok Masyarakat Lampung Pubian

S

UKU Lampung merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih melestarikan adat istiadatnya. Biasanya adat istiadat itu dilangsungkan dalam sebuah pesta pernikahan. Kita masih dengan mudah menemukan tradisi itu dalam acara pesta pernikahan. Biasanya ada yang menyelenggarakan dengan lengkap (basah-basahan). Namun, ada juga yang menyelenggarakan bagian inti-intinya saja (kering-keringan). Walaupun begitu, adat istiadat Lampung itu masih tetap hidup hingga kini. Ngamai ngadok merupakan salah satu tradisi yang masih bisa kita temui saat pesta pernikahan digelar. Ngamai ngadok merupakan acara pemberian gelar adat untuk kedua mempelai. Selepas diberi nama adat ini, kedua mempelai dipanggil sesuai dengan nama adat mereka. Salah satu masyarakat adat Lampung yang masih melestarikan tradisi ngamai ngadok adalah adat Tiyuh Kejadian. Secara administratif Tiyuh Kejadian terletak di Desa Kurungannyawa, Kecamatan Gedungtataan, Pesawaran. Menurut Rizal Roy gelar Suttan Nimbang, masyarakat di sana merupakan masyarakat Lampung Pubian yang menggunakan adat Pepadun dan bercakap-cakap dengan bahasa Lampung berdialek api (A). Mereka berasal dari Marga Way Semah. Tradisi ngamai ngadok ini berlangsung saat pesta pernikahan Rio Sumala Huda dengan Dedes Mutmainah. Dedes yang merupakan muli (gadis) dari tiyuh (kampung) setempat menikah dengan Rio yang berasal dari Tiyuh Kibang, Kota Menggala, Tulangbawang. Pesta adat dimulai dari rumah paman Dedes di kampung setempat, tempat Rio dan keluarganya menginap. Rio diarak menggunakan bughung gakhuda (burung garuda), semacam kereta segiempat yang didorong para pengawal. Rombongan arak-arakan ini sangat ramai. Hampir semua keluarga Rio turut mengarak. Sesampainya di depan rumah mempelai wanita, Rio turun dari bughung gakhuda dengan dipapah para pengawal. Dua tetua adat setempat saling berbalas pantun. Tetua adat dari mempelai wanita menanyakan maksud dan kedatangan rombongan pengantin pria. Semua bercakap-cakap menggunakan bahasa Lampung. Suara mercon dan tembakan membubung ke angkasa. Suasana pesta adat ini sangat meriah. Selepas disambut dengan acara adat rombongan mem-

pelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Kedua pengantin kemudian dipertemukan dan didudukkan dalam satu tempat. Barulah setelah itu acara inti dari ngamai ngadok dilaksanakan. Pertama, mempelai pria dipapah menggunakan nampan menuju bughung gakhuda, tempat dilaksanakannya ngamai ngadok. Mempelai pria duduk di atas kasur empuk didampingi dua pria muda yang masih kerabat dari mempelai pria. Selepas itu, secara bergantian para wanita dari pihak batangan (tuan rumah), kelama (saudara ibu), dan lebu (saudara dari nenek) akan membubuhkan air menggunakan daun sirih di dahi mempelai pria. Percikan air akan dibubuhkan di dahi mempelai pria saat nama adatnya disebutkan oleh tetua adat setempat. Saat pemberian gelar adat untuk mempelai pria usai, maka mempelai wanita didudukkan bersama mempelai pria di bughung gakhuda. Seperti halnya mempelai pria yang diberi gelar adat dari tiga pihak, yaitu pihak batangan, kelama, dan lebu, mempelai wanita pun demikian. Selepas pemberian gelar adat ini, kedua mempelai akan disuapi dengan makanan yang telah disediakan. Acara ngamai ngadok ini akan ditutup dengan acara makan bersama. Semua tamu yang hadir menikmati hidangan yang telah disedikan sohibul hajat. (TRI SUJARWO/KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


6 18 Desember 2014

ekraf

Budaya

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Medal Ngekughuk Turun Mandi MASYARAKAT adat Lampung memiliki budaya yang masih lekat hingga kini. Generasi muda turut menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap prosesi adat budaya sampai sekarang. Tri Sujarwo

M

aka tak mengherankan jika hingga kini kita masih dengan mudah menjumpai berbagai perhelatan adat. Salah satu adat budaya yang bisa kita jumpai, yakni medal ngekughuk turun mandi. Acara adat ini berlangsung di kediaman

Aripin Mustafa adok Khatu Paksi dan Asnawati adok Sumahan Paksi yang menikahkan putra mereka, Erlan Utama. Mereka merupakan keturunan kelompok adat Menyerakat Buay Manik Ulung Negara Baru yang merupakan bagian dari Pubian Telu Suku. Mereka telah lama menetap di Pekon Rantautijang, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus.

foto: lampung post/tri sujarwo

Prosesi pernikahan diawali dengan ijab kabul yang dilakukan dengan tata cara ajaran Islam. Setelah itu barulah dilakukan acara adat medal ngekughuk turun mandi ini. Ini merupakan acara arak-arakan pengantin menuju rumah tempat berlangsungnya acara. Kedua pengantin (kebayan) diarak dari depan rumah Paksi Ngukup Hambali (pendiri pekon/desa). Acara ini dipimpin para penyimbang (pemimpin adat) dari Buay Manik, Buay Selagai, dan Buay Temui (Tambapupus). Ketiga buay inilah yang hidup dan menetap di daerah Pugung, Tanggamus. Prosesi diawali dengan penampilan pencak silat mengarak medal ngekughuk turun mandi. Pincak silat ini merupakan pencak silat khas Tanggamus. Para pelaku silat saling memperagakan gerakan sekhatongan (saling berdatangan).

Gerakan mereka sangat energik dan lincah. Biasanya lelaki dewasa lainnya memegang tali yang melindungi para pelaku silat. Jadi, pelaku silat seperti dimasukkan ke lingkaran tali. Pada umumnya pemuda dan lelaki dewasa saja yang turut memperagakan gerakan ini. Pencak silat ini terus dimainkan secara bergantian para lelaki dewasa di pekon itu, hingga sampai di kediaman mempelai lelaki, tempat berlangsungnya adat. Biasanya pakaian yang mereka kenakan berwarna hitam maupun pakaian adat dengan ciri yang sangat kentara sinjang bulipat. Cara memakai sinjang bulipat, yakni dengan melilitkan kain sarung dan dilipat hingga sebatas lutut. Pencak silat ini pertanda sebagai tanda terima si punya hajat. Sementara pada zaman dahulu. Pencak silat ini lebih untuk perlindungan diri. (KRAF)


7 18 Desember 2014

ekraf

Budaya

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Manulung Bedua

A

BEN M. Isya adok Penyimbang Sederhana mengatakan posisi setelah pelaku silat, yakni pengantin (kebayan). Pengantin pria berada di bagian depan, sementara pengantin wanita di bagian belakangnya dan diiringi oleh para menulung bedua (asisten pengantin). Menulung bedua terdiri dari tiga gadis yang merupakan keponakan perempuan dari saudara perempuan pengantin pria. Menulung bedua juga dikenal dengan pemapah buwok. Para pemapah buwok ini mengenakan kain berwarna merah dan mengenakan penutup kepala. Mereka akan terus menemani pengantin hingga memasuki singgasana tempat berlangsung pemberian adok (gelar adat). Sementara 7 gadis perwakilan dari Buay Manik, Buay Selagai, dan Buay Temui berbaris rapi di bagian belakang. Mereka semua dikelilingi kain berwarna putih yang dikenal dengan kandang kalang. Hal ini merupakan tanda bahwa pengantin, bedua, dan para muli dari tiga marga merupakan bagian dari prosesi adat ini. “Pelaku silat berada di bagian paling depan dalam prosesi adat ini,” kata dia. Zaini adok Suntan Diana mengatakan kain putih yang memanjang dan melindungi pengantin (kandang kalang) pada bagian depannya terdapat secarik kain yang terlihat tua. Kain yang sepintas mirip dengan songket Palembang itu dibuat memajang sekitar setengah meter. Kain itu merupakan bukan sembarang kain yang bisa dipasangkan pada kandang kalang. Kain itu merupakan kain warisan leluhur yang sangat tua usianya. Kain itu dikenal dengan sebutan kain cindi. Para mengian menulung (ajudan pengantin) tampak memayungi pengantin dan berada di bagian samping. Mengian menulung berjumlah 4 orang sembari membawa payung agung. Payung ini dilapisi dengan kain berwarna putih sebagai simbol keagungan masyarakat Lampung. Para mengian menulung ini juga bukan sembarang orang, melainkan mereka masih

memiliki pertalian saudara dengan orang tua mempelai pria. Wanita dan pria dewasa turut mengarak pengantin hingga sampai di depan rumah. Para pria dewasa diharuskan memakai sainjang bulipat (sarung dilipat hingga lutut) dan wanitanya harus mengenakan kain penutup kepala. “Sarung harus dikenakan para lelaki dewasa dalam acara adat ini,” kata dia. Paksi Ngukup Hambali mengatakan sesampainya di kediaman mempelai pengantin pria, sudah ada dua pria dewasa yang akan memapah mempelai pengantin secara bergantian. Mempelai pengantin pria dipapah menggunakan talam yang dilapisi kain putih. Mempelai pria dipapah hingga menuju singgasana tempat berlangsungnya pemberian gelar. Sementara itu, mempelai wanita dipapah menggunakan talam selepas mempelai pria. Perwakilan muli dari tiga buay kemudian duduk rapi di tempat yang telah disediakan. Sementara itu, menulung bedua atau pemapah buwok turut menemani kedua pengantin. “Inilah prosesi medal ngekughuk turun mandi,” kata dia. (TRI SUJARWO/KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


8 18 Desember 2014

ekraf

Corak

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Sulam Usus Warisan Leluhur Masyarakat Lampung SALAH satu pengembang usaha sulam usus di Bandar Lampung adalah Umaidah Hidarsan. Ibu tiga anak ini banyak memiliki koleksi sulam usus aneka bentuk di galeri miliknya berlabel Ida Kofana Galeri. Tri Sujarwo

I

da yang juga memiliki usaha kursus sulam usus ini aktif mengikuti pameran kerajinan. Menurut Ida, untuk bisa membuat sulam usus dibutuhkan keterampilan. Namun, jika belajar dengan tekun setiap orang mampu membuatnya. Sulam usus terbuat dari kain dengan bahan satin, ceruti, katun, hingga katun India. Ada beberapa teknik yang diperlukan untuk membuat sulam usus ini. Proses pembuatan sulam usus diawali dengan memotong kain dengan cara serong. Kain yang telah dipotong itu kemudian dijahit. Jika proses penjahitan telah selesai, hasil kain potongan yang telah dijahit itu dibalik. Kain yang telah dibalik ini akan berbentuk seperti layaknya usus pada umumnya. Berbentuk pipih dan memanjang. Inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan tali usus. Selanjutnya tentukan pola untuk membuat mahakarya yang kita inginkan. Tali usus dipasangkan pada pola yang telah ada, barulah kemudian disulam. “Butuh proses yang lama untuk membuat sulaman usus, tetapi hasilnya luar biasa,” kata dia. Sulaman usus yang ada di Ida Kofana Galeri, di antaranya baju kebaya, baju koko, jas, dompet, tutup gelas minum, tudung saji dan lainnya. Ke depan, Ida akan mengembangkan tutup lampu untuk usaha yang telah dirintisnya sejak 1998 ini. Aneka koleksi hasil sulam usus Ida sudah sampai hingga mancanagera. Biasanya, kata dia, turis-turis asing membeli hasil karyanya itu. Bahkan, Ida kini juga mengembangkan blazer untuk anak muda. foto: lampung post/tri sujarwo

Menurutnya, selama ini banyak anak muda yang enggan mengenakan sulaman usus lantaran desainnya lebih co-

cok untuk dewasa. Namun, di tangan Ida, sulaman usus itu menjadi blazer cantik yang cocok dikenakan anak muda. Bahkan blazer sulam usus itu sangat cocok untuk dikenakan di tempat umum karena lebih casual. “Alhamdulillah, anak-anak muda masa kini senang tampil dengan sulam usus karena bisa tetap modis,” kata dia. Wanita berjilbab ini terus mengembangkan aneka bentuk dan motif sulam ususnya. Dia juga semakin kreatif dengan desain yang ada. Sebab, dia sering membaca peluang mengenai produk yang diinginkan konsumen. Aneka motif bungan dan lajur lurus menjadi andalan produknya. Ida menambahkan untuk membuat satu potong baju kebaya membutuh waktu sekitar satu bulan dengan waktu kerja 4—5 jam per harinya. Namun, jika dikerjakan tiga orang bisa diselesaikan sekitar 2 minggu saja. Harga yang ditawarkan Ida untuk karya-karyanya juga cukup terjangkau. Baju-baju dibanderol dengan harga mulai dari Rp500 ribu hingga Rp5 juta. Semuanya tergantung motif dan desain sulam usus yang ditentukannya. “Sulam usus merupakan salah satu warisan suku Lampung yang harus kita kembangkan,” kata dia. (KRAF)


9 18 Desember 2014

ekraf

Corak

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Sulam Usus kian Mendunia

P

ROVINSI Lampung memiliki berbagai macam jenis kain yang beraneka ragam. Selain kain, Lampung juga memiliki aset daerah yang sangat potensial, yakni sulam Usus. Kain-kain maupun sulaman itu selain memiliki motif dan corak yang berbeda juga memiliki keunikan masing-masing. Keunikan inilah yang kemudian membuat kain-kain dan sulaman tradisional Lampung kian diburu para wisatawan. Apalagi, kini kain-kain dan sulaman tradisional itu sudah banyak dimodifikasi para desainer Lampung. Ini menjadi daya tarik tersendiri, bahwa kain-kain dan sulaman tradisional itu juga bisa didesain dengan perpaduan dan sentuhan modern. Sulam usus merupakan sulaman yang banyak dikembangkan di berbagai daerah di Lampung. Bandar Lampung dan Lampung Selatan merupakan dua wilayah di Lampung yang cukup intens mengangkat sulaman khas Lampung itu. Bahkan, Bandar Lampung mengangkat sulaman usus sebagai ikon wastranya. Sulam usus sejatinya merupakan sulaman yang dibentuk menyerupai bentuk usus kecil, tetapi dengan kontur yang lembut dan tipis. Kini, sulam usus menjadi salah satu sulaman yang banyak digemari berbagai kalangan. Kini berbagai macam warna dari sulam usus bisa dengan mudah ditemukan. Biasanya sulam usus berwarna putih terang dengan garis-garis yang begitu jelas. Garisgaris itu dibentuk sesuai dengan desain yang diinginkan. Biasanya para desainer membuat sulaman usus untuk bentuk kebaya wanita. Namun, kini sulaman usus mulai berkembang

dengan munculnya desain-desain baru seperti baju sulam usus untuk pria. Sulam usus yang biasanya didesain untuk pria atau wanita dewasa kini mulai berkembang lagi dengan munculnya desain terbaru untuk anak muda. Sulaman usus itu dibuat sedemikian rupa menyerupai kardigan maupun minidress yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Ini untuk menarik minat generasi muda terhadap sulaman usus. Maka, tak mengherankan kini kita bisa menjumpai para remaja yang juga turut mengenakan sulaman ini. Selain itu, sulaman usus yang biasanya hanya dimodifikasi untuk acara-acara resmi kini mulai didesain untuk acara santai. Sehingga, kita bisa menjumpai sulaman ini tidak hanya di ruang-ruang pesta pernikahan maupun acara adat. Namun, dalam acara gathering maupun kongko-kongko bisa juga kita temui. Bahkan, sulaman usus ini mulai merambah didesain untuk anak-anak. Ini artinya sulaman usus ini cocok untuk semua kalangan dengan latar belakang usia yang berbeda. Intinya, tinggal menyesuaikan antara model, corak sulaman usus dengan bentuk tubuh si pemakai. Ini akan semakin eye catching dengan menambahkan sedikit bros ataupun aksesori lainnya. Walaupun begitu, sulaman usus ini tetap cocok digunakan dengan memodifikasi dengan kain lainnya sebagai pelengkap. Ini juga yang menjadi kelebihan sulaman usus yang cocok dipadupadankan dengan kain tradisional Lampung, seperti kain tapis dan kain ikat inuh. Bagi para pencinta wastra, sulaman usus menjadi koleksi yang wajib dimiliki. Selain memiliki keunikan tersendiri dibandingkan sulaman lainnya, harga yang ditawarkan juga cukup terjangkau. Apalagi sulaman usus ini bisa kita jumpai dengan mudah di berbagai daerah di Lampung. Payu kham lestaghiko sulaman tradisional Lampung. Tabik. ( TRI SUJARWO/KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


10 18 Desember 2014

ekraf

Wisata

Rubrikasi Rubrikasi ini ini dipersembahkan dipersembahkan oleh:oleh: KotaPemprov Bandar Lampung Lampung

Menyusuri Keindahan Pantai di Merakbelantung POTENSI wisata bahari di Lampung Selatan terbilang besar. Pantai-pantai cantik dengan segala kemolekannya terpampang begitu nyata. Tri Sujarwo

A

palagi, saat kita memasuki kawasan wisata bahari di Merakbelantung, kita akan menemui banyak pantai indah di sana. Pantai dengan ombakombak yang tenang hingga besar bisa kita temui. Gubuk-gubuk nan kokoh yang berdiri di sepanjang bibir pantai menjadi saksi bisu betapa menawannya pantai-pantai di sana. Gunung Rajabasa tampak di hadapan. Gunung yang banyak dikunjungi

para pendaki itu tampak gagah dan membuat pemandangan di pantai kawasan Merakbelantung itu semakin memesona. Pantai di kawasan Merakbelantung ini terletak dalam satu lokasi dengan infrastruktur yang lancar. Jalanan mulus dan tanpa lubang ini membuat para pengendara nyaman. Anda bisa mengunjungi satu per satu pantai ini. Berikut beberapa pantai cantik yang bisa Anda kunjungi saat ke Lampung Selatan, khususnya Desa Merakbelantung, Kecamatan Kalianda.

Pantai Bagus Pantai Bagus terletak di Dusun II Muing, Desa Merakbelantung. Pantai ini berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Kalianda yang merupakan ibu kota Kabupaten Lampung Selatan. Pantai ini terletak paling awal dari jalan utama di kawasan wisata Merakbelantung. Dulunya pantai ini bernama Pantai Pulau Panjang. Namun, sejak 2001 pantai mungil ini berubah nama menjadi Pantai Bagus. Apalagi saat ini sudah dipasang plang objek wisata yang mengarah pada pantai ini. Para pengunjung dikenai tiket masuk Rp10 ribu, sementara untuk pengunjung anakanak tanpa dipungut biaya (gratis). Berbagai aktivitas pantai mulai dari renang, memancing, hingga berjemur bisa dilakukan di sini.

Para pengunjung juga bisa menyewa gubuk atau pondokan yang tersedia di sini dengan harga Rp10 ribu. Pantai ini juga dilengkapi fasilitas kamar mandi dengan biaya Rp2.000 untuk bilas. Pantai Indah Pantai Indah mulai dikelola sejak 4 tahun yang lalu, sekitar tahun 2010. Pantai ini memiliki panjang pantai sekitar 1—2 kilometer. Pantai yang juga terletak di Dusun Muing, Desa Merakbelantung, ini menawarkan pemandangan alamnya. Pantai dengan ombak tenang ini nyaman untuk renang maupun aktivitas bahari lainnya. Pantai ini biasanya ramai saat akhir pekan maupun libur panjang tiba. Setiap pengunjung dikenai tarif Rp20 ribu saat memasuki pantai ini. (KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


11 18 Desember 2014

Pantai Embe Pantai Embe bisa dikatakan sebagai adik dari Pantai Grand Elty. Kontur pantai dan pasirnya hampir sama dengan kawasan Pantai Grand Elty yang dulu bernama Kalianda Resort itu. Kata Embe sejatinya merupakan bahasa gaul sekaligus akronim dari kata MB untuk menyebut Merakbelantung. Pantai ini lumayan tenar, karena selain biayanya murah pemandangan yang ditawarkan juga sangat indah. Pantai ini memiliki banyak fasilitas yang bisa dinikmati para pengunjung. Pantai ini hampir setiap hari didatangi wisatawan. Biasanya para pengunjung bermain pasir di sekitar area. Pasalnya, pasir-pasir di pantai ini sangat lembut dan berwarna putih halus. Maka tak mengherankan pantai ini menjadi incaran banyak wisatawan. Pantai Tanjung Beo Memasuki Pantai Tanjung Beo kita akan dibawa menuju private beach. Sebuah pantai dengan konsep alami yang begitu memanjakan para pengunjung. Barisan gubuk-gubuk mungil akan menyambut para pengunjung saat tiba di pantai ini. Setiap pengunjung dikenai biaya Rp10 ribu jika ingin memasuki Pantai Tanjung

ekraf

Wisata

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Beo ini. Menurut M. Syafei, penjaga Pantai Tanjung Beo, konon dulunya kawasan pantai ini banyak dijumpai burung beo. Namun, karena perburuan akhirnya burung beo tidak bisa kita temui lagi di sini. Pantai Sapenan Kata Sapenan dalam bahasa Lampung berarti mumpung. Pantai ini mulai dibuka pada 1990. Namun, pantai ini baru direnovasi dan ramai dikunjungi wisatawan sekitar tahun 2000. Sebagian kawasan Pantai Sapenan merupakan daerah berkarang. Namun, ada spot yang bisa digunakan untuk renang di sini. Seperti halnya pantai-pantai lainnya yang terus berbenah, pantai cantik ini juga masih terus dikembangkan. Pantai dengan pasir putih serta pepohonan yang rindang cocok untuk wisata bersama keluarga Anda. Pantai ini sangat rekomendid untuk akhir pekan maupun liburan Anda bersama keluarga. Pantai lainnya yang bisa Anda kunjungi, di antaranya Pantai Grand Elty. Selain itu ada juga Pantai Marina yang sudah ditutup. Berdasarkan informasi warga setempat, konon pantai itu akan dibuka kembali. (TRI SUJARWO/KRAF) foto: lampung post/tri sujarwo


12 18 Desember 2014

ekraf

Santap

Mi Pengusaha Muda Bangik Temon, Yai...

K

OTA Bandar Lampung kini semakin menata diri. Berbagai ikon-ikon baru turut mempercantik kota berjuluk Tapis Berseri ini. Siapa sangka, ternyata ini menjadi peluang yang ditangkap para pengusaha untuk mengembangkan aneka kuliner Lampung. Salah satunya adalah Mi Pengusaha Muda (MPM) yang mulai banyak diburu warga Bandar Lampung. Pemilik Mi Pengusaha Muda, Adha Arafat Kausar, mengatakan kedai miliknya menyediakan aneka menu dengan citarasa yang khas. Menurut pria yang biasa disapa Afat ini, beragam menu olahan mi dan juga nasi goreng bisa dipesan para pengunjung. Menurut Afat, awalnya Mi Pengusaha Muda hanya menyuguhkan empat menu utama, yaitu mi kuah oriental, mi kuah filate, mi goreng oriental, dan mi goreng filate. Namun, saat ini ada 14 varian menu yang bisa dipilih para pengunjung. Menu yang disuguhkan pun menggunakan nama-nama khas Lampung. Hal ini sebagai sarana melestarikan bahasa Lampung. Selain itu juga untuk menarik minat konsumen. Beberapa menu dengan nama unik, yakni nasi goreng terpendam, nasi goreng telesah, nasi goreng perun, dan nasi goreng metor. Walaupun menu utama nasi goreng, masingmasing memiliki citarasa dan platting tersendiri. Nasi goreng telesah, misalnya, disuguhkan dengan platting yang acak-acakan, tak beraturan. Sementara itu, nasi goreng metor memiliki citarasa manis dan nasi goreng perun diolah dengan

cara dibakar dan memiliki rasa yang cukup pedas. “Saya sengaja membuat menu dengan olahan yang berbeda agar para pengunjung semakin penasaran, hehehehe,� kata dia. Menu lainnya yang wajib Anda coba saat berkunjung ke MPM, yakni mi kuah oriental. Sesuai dengan tagline MPM, harga murah, porsi berlimpah, mi yang satu ini juga disuguhkan dengan kuah yang banyak. Mi dengan ukuran mangkuk superbesar akan disuguhkan kepada Anda. Mi kuah oriental memiliki citarasa yang tinggi, perpaduan rempahnya pas dengan lidah orang Indonesia. Sepintas mi ini mirip dengan mi kari India. Mi kuah, telur, dan suwiran ayam menjadi satu perpaduan yang wajib Anda coba saat berkunjung ke sini. Tak heran, jika mi yang satu ini banyak diburu para pengunjung. Mi yang disuguhkan begitu lembut, apalagi saat mi hangat ini disuguhkan saat musim hujan, benar-benar nikmat. Harga yang ditawarkan kedai yang beralamat di Jalan Teuku Umar, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Kedaton, dan tak jauh dari Makam Pahlawan ini pun sangat terjangkau. Kedai MPM mulai buka pada pukul 17.00 hingga pukul 23.30. Aneka mi kuah, mi goreng, dan nasi goreng dibanderol dengan harga Rp12 ribu—Rp15 ribu. Sementara untuk Kopi Krui dibanderol dengan harga Rp3.000. Harga yang murah untuk menu yang istimewa. Kedai MPM yang satu ini benar-benar direkomendasikan untuk Anda para pemburu kuliner. Mi Pengusaha Muda, bangik temon, yai!! (TRI SUJARWO/KRAF) foto: lampung post/tri sujarwo


13 18 Desember 2014

ekraf

Resep

Gulai Taboh Makanan Khas Lampung

M

ASYARAKAT Lampung memiliki aneka kuliner yang masih tetap lestari. Beberapa kuliner khas Lampung biasanya akan keluar pada saat momen-momen tertentu. Salah satunya adalah gulai taboh. Menu kuliner yang satu ini sempat dihidangkan dalam acara nayuh yang digelar masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kampungbaru, Kotaagung Timur, Tanggamus. Gulai taboh sejatinya merupakan santan yang dimasak dengan aneka

isian yang beragam, mulai dari udang, ikan, kacang-kacangan, hingga tangkil (buah melinjo). Aneka isian dalam gulai taboh bisa divariasikan dengan aneka sayuran lainnya, seperti labu kuning, ubi jalar, atau aneka sayuran yang bisa cocok untuk dimasak dengan santan. Gulai taboh menjadi menu wajib dalam setiap upacara-upacara adat masyarakat Lampung. Maka tak mengherankan jika menu yang satu ini menjadi menu andalan dan setiap perhelatan akbar. n

Bahan-bahan: - udang sedang, kupas, sisakan ekornya - ubi rambat kuning, potong 2Ă—2 cm - jagung muda, iris serong - kacang panjang, potong 2 cm - jagung manis pipil - daun kemangi - santan - cabai merah, iris serong - daun salam - 1 batang serai, memarkan - 1 cm lengkuas, memarkan - ½ sendok teh terasi - 1 sendok teh garam - minyak goreng untuk menumis

Cara membuat: 1. Siapkan semua bahan-bahan untuk membuat gulai taboh. 2. Siapkan wajan dan didihkan santan pelan-pelan sembari diaduk campurkan lengkuas yang telah dimemarkan, daun salam yang hijau, batang serai yang dimemarkan, dan dilan (terasi) yang telah dibakar, aduk merata hingga mendidih. Beberapa baham seperti lengkuas dan batang serai perlu dimemarkan agar aromanya keluar. Begitu pun dilan yang dibakar sebentar agar semakin terasa aromanya. 3. Jika sudah merata dan berbuih masukkan jagung pipil dan ubi jalar. Untuk menambah citarasa gulai taboh masukkan gula pasir dan garam. 4. Panaskan minyak, tumis cabai merah hingga layu, masukkan udang, masak hingga berubah warna, angkat, tuang ke dalam rebusan santan, aduk rata. 5. Tambahkan jagung muda dan kacang panjang ke dalam santan, masak hingga matang, masukkan daun kemangi, aduk sebentar, lalu angkat. Gulai taboh bisa disantap dengan aneka sambal Lampung. (TRI SUJARWO/EKRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


14 18 Desember 2014

ekraf

Pusaka

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh:oleh: PemdaLampung Pemprov Lampung Barat

Mahan Balak, Tempat Menyimpan Pusaka Adat WANITA tua itu tampak duduk di sebuah kursi di serambi rumah panggung itu. Matanya tajam menatap para pengendara sepeda motor yang lalu lalang di sepanjang jalan depan rumahnya.

Tri Sujarwo

R

umah dengan bentuk panggung itu tampak berbeda dengan rumah lain di sekelilingnya. Setiap pengendara dapat membedakan dengan mudah bentuk rumah itu. Rumah dengan bentuk atap menurun ke bawah sepintas mirip dengan rumah adat Suku Nias, Sumatera Utara.

Namun, memasuki bagian dalam rumah ini, nuansa khas Lampung begitu kental. Seorang lelaki paruh baya, mempersilakan Ekraf memasuki ruangan demi ruangan rumah tradisional Lampung itu. Rumah tradisional Lampung di kawasan Tegineneng, Pesawaran, mulai sulit didapati. Rumah-rumah berarsitekur panggung itu, di beberapa perkampungan masyarakat asli Lampung di sana bahkan tak ditemui sama

foto: lampung post/tri sujarwo

sekali. Beberapa kampung-kampung adat lainnya memiliki, tetapi dengan kondisi yang berbeda-beda. Padahal, rumah panggung merupakan salah satu simbol kebesaran masyarakat Lampung sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka. Namun, walaupun begitu, kita masih bisa menjumpai beberapa rumah tradisional Lampung di kawasan yang dialiri Sungai Sekampung itu. Tiyuh Mandah, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, yang berbatasan dengan Kecamatan Tegineneng ini masih memiliki setidaknya tiga rumah tradisional Lampung. Salah satunya adalah rumah tradisional milik Heri Agus adok Khaja Lama. Heri Agus merupakan salah satu keturunan pendiri kampung setempat yang berasal dari Marga Garuda, kelompok masyarakat adat Bukkuk Jadi. Rumah tradisional miliknya berbentuk panggung dengan tangga di bagian depan. Menurut Heri, dia tidak tahu pasti berapa usia rumah yang telah dihuninya berpuluhpuluh tahun itu. Namun, berdasar cerita-cerita puyang-puyangnya dulu, diperkirakan usia rumah panggung ini lebih dari 300 tahun. Rumah itu masih berdiri kokoh hingga kini. Heri hanya mengganti tangga bagian depan dengan tangga semen dan atapnya menggunakan asbes. “Usia rumah ini sekitar 300 tahun lebih dan belum pernah direhab,� kata dia. (KRAF)


15 18 Desember 2014

ekraf

Pusaka

Rubrikasi ini dipersembahkan Pemprov Lampung oleh:oleh: Pemda Lampung Barat

Singgasana Para Suttan

M

ENURUT Heri, dulu rumah yang ditempatinya ini beratapkan rumbia, kemudian beralih ke genting dan kini menggunakan asbes. Bahan yang digunakan untuk membuat rumah ini menggunakan kayu merbau yang berasal dari satu pohon. Sementara untuk bagian serambinya menggunakan kayu pohon durian. Tentunya bisa dibayangkan betapa besarnya pohon merbau kala itu yang mampu membuat rumah dengan ukuran 10 x 15 meter. Rumah panggung ini dibuat dengan sistem bongkar pasang untuk mengaitkan satu bagian dengan bagian lainnya. Hanya bagian dinding, atap, dan lantai yang dipaku. Namun, kondisi rumah ini masih terbilang terawat. “Alhamdulillah, walaupun usianya sudah sangat tua, rumah ini masih berdiri kokoh,” kata dia. Rumah berbentuk panggung ini memiliki beberapa bagian. Menurut Agus, tiang penyangganya juga terbuat dari kayu merbau dengan ukuran lumayan besar. Tiang-tiang penyangga rumah itu setinggi 3 meter. Tiangtiang itu menyisakan bagian-bagian yang dahulu digunakan untuk menyimpan tikkas. Kotak kayu dengan ukuran 2 x 4 meter itu dahulu kala digunakan masyarakat setempat untuk menyimpan padi. Menengok bagian depan, kita akan menemui tangga yang dalam

masyarakat setempat dikenal dengan istilah ijan. Tangga ini berfungsi untuk penghubung menuju serambi. Memasuki bagian serambi atau istilah setempatnya tepas, ada beberapa kursi untuk bercengkerama tampak berjejer. Serambi ini dipagari dengan kayu yang telah diukir dengan aneka motif, masyarakat setempat menyebutnya dengan sebutan andang-andang. Tangga dengan ukuran kecil tempak berdiri kokoh di bagian serambi yang menghubungkan menuju lapang luagh, tempat menerima tamu. “Bagian-bagian rumah ini memiliki fungsinya masing-masing,” kata dia. Heri menambahkan rumah panggung ini memiliki empat kamar utama, yang disekatsekat menggunakan kayu. Awalnya rumah ini adalah rumah bersama keluarga besar Marga Garuda. Namun, seiring dengan berjalannya waktu akhirnya satu per satu anggota keluarga itu membuat rumahnya masing-masing. Sehingga, dinding pembatas antarkamar itu dibuka hingga kini menyisakan dua kamar saja. Sessai sebutan untuk dinding juga terbuat dari kayu merbau, jenila (jendela) tampak di beberapa bagian rumah dengan bentuk yang sangat klasik. “Pada bagian lapang luagh terdapat alat musik tala (gong) yang digunakan untuk upacara adat,” kata dia. Sementara itu, ada satu bagian yang cukup

dianggap penting dalam masyarakat Lampung. Penaku atau loteng menjadi bagian tak terpisahkan dalam rumah tradisional Lampung ini. Penaku berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka terletak di bagian paling atas dalam rumah ini. Kita bisa langsung menyentuh atap rumah yang terbuat dari asbes itu. Penaku ini seluruhnya terbuat dari kayu merbau dengan satu jendila pada bagian sisi kanannya. Salah satu benda pusaka yang disimpan di sana adalah pepadun yang telah berusia ratusan tahun. Pepadun ini merupakan singgasana para suttan (tokoh adat). Tidak sembarang orang bisa duduk di atas pepadun itu.

Konon, pepadun itu dibawa langsung dari Sekala Brak, tempat puyang-puyang masyarakat setempat berasal. Heri menambahkan pepadun itu selalu dibawa setiap puyang-puyang-nya dulu berpindah tempat. Puyang mereka berpindah hingga 9 kali sebelum akhirnya menetap di Tiyuh Mandah ini. Pepadun itu terakhir dikeluarkan saat gawi (pesta adat) pada 1986, jadi sudah 28 tahun pepadun itu tak dikeluarkan dari penaku, tempat benda-benda pusaka tersimpan. “Penaku menjadi bagian yang cukup penting dalam rumah tradisional Lampung,” kata dia. (TRI SUJARWO/KRAF)

foto: lampung post/tri sujarwo


16 18 Desember 2014

ekraf

Agenda

Rubrikasi ini dipersembahkan oleh: Pemprov Lampung

Pergelaran Musik Butabuh Lampung

foto: lampung post/tri sujarwo

PULUHAN perempuan mengenakan pakaian adat Lampung itu mulai menabuh rebana. Derap langkah kaki mereka menghentak lantai. Suara tetabuhan berupa rebana itu tampak memenuhi seisi ruangan.

Tri Sujarwo

S

ayup-sayup terdengar syair-syair bernapaskan Islam, berpadu dengan irama rebana yang ditabuh. Sekejap kemudian mereka telah berbaris di panggung dengan ornamen khas Lampung itu. Salam pembuka mereka ucapkan, syairsyair Islam mereka dilantunkan. Itulah gambaran pergelaran musik butabuh yang diselenggarakan Dewan Kesenian Lampung (DKL) di Aula Dinas Pendidikan Provinsi pada Jumat (12/12). Komite Tradisi DKL kembali mengangkat musik butabuh khas Lampung dalam sebuah pergelaran seni musik tradisional. Tahun sebelumnya, beberapa program yang tradisi Lampung juga turut diselenggarakan. Beberapa tradisi yang diangkat, di antaranya penyuguhan menu khas Lampung

manuk bekakak, parade sastra Lampung, dan lainnya. Pergelaran musik butabuh kali diikuti 12 grup dari Pesawaran, Lampung Selatan, Lampung Barat, dan Bandar Lampung. Acara dimulai pukul 20.00 hingga 23.15. Para penonton pun antusias menyaksikan pergelaran musik tradisional Lampung itu. Berbagai acara guna melestarikan tradisi Lampung juga akan dihelat Dewan Kesenian Lampung ke depan. Hal ini guna menumbuhkan minat serta kecintaan masyarakat akan musik tradisional Lampung. Hari Jaya Ningrat adok Khadin Ningrat, Ketua Harian DKL, mengatakan tradisi musik butabuh Lampung ini banyak dipengaruhi budaya Islam. Syair-syair yang dilantunkan banyak diambil dari kitab albarzanzi yang sarat akan pesan-pesan luhur. Ada beberapa jenis tabuh yang dimainkan, di antaranya tabuh tekol, tabuh tahtim, tabuh khapot, tabuh gupek, dan tabuh camang mbuk. Biasanya tetabuhan ini dimainkan saat acara-acara adat, seperti saat prosesi mengarak pengantin. “Harapannya musik butabuh Lampung bisa tetap lestari,” kata dia. Nurdin Darsan adok Khadin Sempurna, panitia acara pergelaran musik butabuh ini, mengatakan tujuan diselenggarakannya kegiatan ini merupakan ajang

silaturahmi para penggiat musik butabuh. Selain itu, acara ini juga merupakan wadah para seniman Lampung untuk berkreasi dan melestarikan tradisi musik Lampung. Melalui ajang ini pula harapannya mampu mengenalkan ragam musik daerah kepada khalayak ramai. Ke depan, jika tidak ada halangan, para penggiat musik Lampung ini akan membentuk kepengurusan penggiat musik butabuh Lampung. “Kami berusaha untuk melestarikan musik tradisi Lampung dalam pergelaran kali ini,” kata dia. Sementara itu, Zainal Abidin, peserta yang turut tampil, mengatakan sangat mendukung kegiatan yang diselenggarakan DKL ini. Dia tampil bersama timnya dari Sanggar Melati Sakti Rudat Tunas Muda Negeri Sakti Pesawaran mengaku bersyukur bisa tampil maksimal. Menurut dia, tim musik butabuh dari daerah lainnya juga tampil dengan memukau. Masing-masing daerah memang memiliki karakteristik tersendiri dalam hal musik tradisi ini. Menurut penggiat musik tradisional Lampung ini, biasanya musik butabuh akan ditampilkan saat acara adat mulai dari pernikahan, khitanan, mengarak pengantin, dan acara adat lainnya. “Masing-masing daerah memiliki keunikan ragam musik daerahnya tersendiri,” kata dia. (TRI SUJARWO/KRAF)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.