2 minute read

CORPORATIONS IN FORESTRY CRIMES: HOW IS IT POSSIBLE?

IMPRISONMENT AS A CRIMINAL SANCTION AGAINST CORPORATIONS

IN FORESTRY CRIMES: HOW IS IT POSSIBLE?

Advertisement

Nama Jurnal : Hasanuddin Law Review

Pengarang : Hafrida, Retno Kusniati, dan Yulia Monita Tahun : 2022

Diulas Oleh : Elang Aufa dan Mohammad Rafii Dzikra

Pendahuluan

Indonesia merupakan rumah dari hutan tropis terbesar di dunia. Hampir 50% bagian Indonesia adalah hutan. Akibatnya, Indonesia perlu melindungi sumber daya hutannya. Namun, nyatanya perusakan hutan di Indonesia masih sering terjadi, terutama oleh para korporasi. Jika dibiarkan, hal ini tentu akan berdampak pada kehidupan sosial-budaya masyarakat, kerusakan lingkungan, hingga pemanasan global. Dengan begitu, melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H), Indonesia pun mengatur perusakan hutan sebagai tindak pidana–termasuk perusakan hutan oleh korporasi–sehingga tindakan tersebut tergolong tindakan kriminal dan perlu diberi sanksi pidana. Namun, apakah sanksi pidana dapat berlaku pada korporasi? Jika berlaku, apakah dapat dibatasi? Apalagi, studi menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan jarang dipenjara atas tindakan kriminal mereka. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana efektivitas sanksi pidana bagi korporasi sebagai potensi mencegah perusakan hutan di Indonesia.

Metode Penelitian

Penelitian ini tidak menjelaskan secara eksplisit metode penelitiannya. Namun, pengulas menyimpulkan bahwa metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Metode penelitian ini dilakukan dengan menganalisis fakta-fakta pendukung berdasarkan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan terkait.

Pembahasan

Indonesia telah memiliki peraturan mengenai tata cara penanganan tindak pidana bagi korporasi yang diatur Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 (Perma No. 13 Tahun 2016). Pada dasarnya, pertanggungjawaban dalam hukum pidana di Indonesia didasarkan asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan) sehingga tindak

pidana harus didasarkan mens rea (niat jahat). Namun, dalam konteks kejahatan kehutanan oleh korporasi, masalahnya adalah Pasal 25 ayat 2 Perma No.13 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa sanksi pidana pokok bagi korporasi adalah pidana denda saja. Sedangkan, Pasal 83-103 UU P3H sebelumnya telah mengatur bahwa korporasi yang melakukan kejahatan kehutanan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada kontradiksi dalam peraturannya sehingga pidana penjara bagi korporasi belum dapat terimplementasi. Padahal, sanksi pidana denda saja bagi kejahatan kehutanan korporasi tidaklah efektif karena tidak memberi efek jera dan tidak sebanding dengan dampaknya yang sangat luas. Oleh karena itu, sanksi pidana penjara atas kejahatan kehutanan oleh korporasi haruslah diterapkan dengan memperhatikan perumusan dan penerapan dari kebijakannya. Agar efektif, sanksi ini juga perlu diutamakan dari sanksi-sanksi lain sesuai asas premium remedium.

Penutup

Dari penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana atas kejahatan kehutanan di Indonesia sangatlah mungkin diterapkan pada korporasi. Namun, nyatanya, sanksi pidana tersebut belum dilaksanakan bagi korporasi di Indonesia karena masih ada ketidakkonsistenan dalam peraturannya. Oleh karena itu, masih diperlukan evaluasi pada peraturan mengenai sanksi pidana pokok bagi korporasi serta pada penegakannya.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, konsep-konsep yang dijelaskan dalam artikel jurnal berjudul “Imprisonment as a Criminal Sanction against Corporations in Forestry Crimes: How Is It Possible?” kurang jelas batasan-batasannya karena rumusan masalah tidak dijelaskan secara eksplisit. Ditinjau dari aspek metodologis, peneliti tidak menjelaskan metode penelitiannya sehingga pengulas berkesimpulan bahwa berdasarkan tujuan penelitian yang ada di dalam jurnal, metode penelitiannya adalah yuridis empiris karena peneliti bertujuan mengkaji efektivitas suatu sanksi berdasarkan fakta-faktanya. Ditinjau dari hasil penelitian, hasil penelitian sudah cukup menjelaskan inti permasalahan penelitian, yaitu mengenai keberlakuan sanksi pidana atas kejahatan kehutanan di Indonesia bagi korporasi. Hanya saja, hasil penelitian ini belum cukup komprehensif karena data lapangan yang digunakan masih sedikit dan tidak dijelaskan cara pengumpulan datanya.

This article is from: