3 minute read

AGGRAVATION

PROTECTING ENVIRONMENT THROUGH

CRIMINAL SANCTION AGGRAVATION

Advertisement

Nama Jurnal : Journal of Indonesian Legal Studies (JILS)

Pengarang : Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan

Tahun : 2022

Diulas oleh : Wahyu Ilham Pranoto dan Rheza Naufal Ramaputra

Pendahuluan

Keadaan Indonesia saat ini sebenarnya sangat memprihatinkan, terutama mengenai masalah perusakan dan pencemaran lingkungan yang mempengaruhi rantai kehidupan dan berdampak pada generasi yang mendatang. Kegiatan perusakan lingkungan dapat dimasukkan pada ancaman pidana kejahatan pada lingkungan. Sebuah kebutuhan terhadap hukum yang tegas menindak kejahatan terhadap lingkungan yang timbul sehingga penegakan hukum lingkungan untuk menekan kegiatan kejahatan lingkungan tersebut harus dilaksanakan melalui hukum pidana substantif. Sifat dan ancaman pidana pada lingkungan harus mempertimbangkan objek hukum yang akan dilindungi sesuai substansi tindak pidana yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap jiwa dan kehormatan manusia. Termasuk kejahatan lingkungan yang membahayakan atau menimbulkan dampak negatif terhadap orang banyak sehingga diperlukan rencana perlindungan dengan menjatuhkan sanksi pidana termasuk pemberatan. Berangkat dari latar belakang itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tiga aspek utama dalam pemberatan sanksi pidana dalam melindungi lingkungan. Tiga aspek itu adalah ketentuan pemberatan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undangan lingkungan, pedoman pemberatan sanksi pidana dalam peraturan tersebut, dan metode perlindungan lingkungan melalui pemberatan sanksi pidana.

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini

menggunakan bahan hukum primer dan sekunder serta menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

Pembahasan

Kejahatan lingkungan merupakan sebuah delik pengaturan atau sebuah pelanggaran atas sebuah regulasi peraturan yang telah ditetapkan. Kejahatan terhadap lingkungan sebenarnya sudah memiliki sanksi pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang mengarah kepada perlindungan lingkungan hidup. Sanksi pidana yang diatur dalam perundang-undangan tersebut berupa pidana denda sebagai bentuk pemulihan. Akan tetapi, masih belum ada bukti bahwa denda tersebut digunakan untuk memulihkan lingkungan hidup yang terkena dampak kerusakan.

Penetapan jumlah denda sebesar maksimal sepuluh miliar menurut Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Perkebunan, jika memang pembayaran denda oleh pelaku kepada negara digunakan langsung untuk kepentingan pelestarian lingkungan hidup, tidak akan cukup memperbaiki lingkungan yang rusak terlebih jika kerusakannya sangat parah. Maka, diperlukan pemberatan sanksi pidana yang dapat dilihat dari dua aspek dalam ancaman pidana, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pada segi kualitatif ancaman pidana berupa perubahan sanksi pidana yang bukan bersifat retributif tetapi menjadi pemulihan atau treatment. Perubahan ini membuat pelaku tindak pidana kerusakan lingkungan harus menanggung dan melaksanakan pemulihan terhadap lingkungan yang dirusak. Pada segi kuantitatif ialah pelipatgandaan denda sesuai dengan kerusakan lingkungan yang terjadi.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan tiga hal berdasarkan rumusan masalah yang ada. Pertama, peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mengatur terkait sanksi pidana yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan tetapi tidak membantu dalam proses perlindungan lingkungan. Kedua, sanksi pidana yang

harus diterapkan pada kejahatan lingkungan harus berkaitan dengan pemulihan dan tidak bisa berupa sanksi retributif karena korbannya bukan manusia. Ketiga, sanksi pemberatan pidana kejahatan lingkungan secara kualitatif berupa pemulihan lingkungan yang dibebankan kepada pelaku dan kuantitatif berupa pelipatgandaan denda sesuai kerusakan yang dilakukan.

Catatan Kritis

Ditinjau dari aspek teoritis, konsep pada artikel jurnal yang berjudul “ Protecting Environment Through Criminal Sanction Aggravation” yang ditulis oleh Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan sudah komprehensif dalam menjawab rumusan masalah berupa solusi perlindungan lingkungan hidup dari kerusakan yakni berupa pemberatan sanksi pidana. Ditinjau dari aspek metodologis, penulis menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan serta perundang-undangan lingkungan sebagai sumber data utamanya. Terdapat empat undang-undang yang ditujukan untuk melindungi lingkungan seperti: Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Mineral Pertambangan, Undang-Undang Perkebunan, dan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar. Ditinjau dari hasil penelitian, untuk rumusan masalah yang pertama, yaitu mengenai ketentuan pemberatan sanksi pidana terhadap kejahatan lingkungan; hasil yang diberikan berhasil menjawab karena dibahas mengenai pemberatan pidana harus diberikan kepada kejahatan lingkungan. Pemberatan diperlukan disebabkan sanksi yang diberikan tidak memberikan perlindungan dan perlu ditingkatkan secara kualitatif dan kuantitatif. Kemudian, untuk rumusan masalah kedua juga berhasil terjawab karena dalam penelitian telah membahas terkait pedoman peraturan perlindungan lingkungan yang berlaku di Indonesia. Terakhir, rumusan masalah ketiga kurang berhasil terjawab karena metode pemberatan sanksi pidana yang ditawarkan tidak dijelaskan secara detail. Khususnya, ketika pemberatan sanksi secara kualitatif hanya membahas beban pemulihan lingkungan kepada pelaku dan tidak menguraikan tentang metode secara spesifik terkait cara pemulihan lingkungan dan cara pembebanan kepada pelaku. Penelitian Mahrus Ali, Rofi Wahanisa, Jaco Barkhuizen, dan Papontee Teeraphan dapat dikembangkan menjadi penelitian terkait hukum acara pelaksanaan pemberatan sanksi pidana dalam peraturan perlindungan lingkungan hidup.

This article is from: