TABLOID INSTITUT EDISI XXIV

Page 1

Edisi XXIV/ April 2013 - Diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN Jakarta - www.lpminstitut.com

UIN di Bawah Kemenag

Meniti Ajaran Sang Matahari Jawa Hal: 13

Tersisih Sebelum Berperang

Wawancara: Dedi Rumanta

Kebebasan yang Membelenggu Hal: 4

Dewi Maryam

Berdasarkan UU Dikti No.12 Tahun 2012, Pendidikan Tinggi Keagaaman kini dapat melaksanakan kegiatan pendidikan dalam bentuk universitas. Penyelenggaraan, tanggung jawab, tugas dan wewenang dilaksanakan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Dengan begitu, UIN kini resmi berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Lantas, bagaimanakah dampaknya? “Kita jadi latihan soal?” tanya Muhammad Irvan S. M, mahasiswa semester 4 jurusan Matematika di lantai tiga Gedung Fakultas Sains dan Teknologi (FST). “Nggak, kan nggak bisa ikut,” jawab Utih Amartiwi, teman sekelasnya. Di antara mereka, ada Maftul Fahrulrohman yang sedari tadi sudah memegang bundelan soal olimpiade matematika tingkat nasional. Pada temannya, Utih menjelaskan, sebelumnya dosen Matematika mereka, Sumaina, berniat mendaftarkan mahasiswa FST secara online untuk mengikuti Olimpiade Nasional-Matematika IPA (ON-MIPA) yang diadakan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti).

Namun, niat Sumaina ditolak penyelenggara ON-MIPA lantaran kedudukan UIN yang berada di bawah Kemenag. Melalui sambungan telepon, pihak penyelenggara olimpiade itu menjelaskan, lomba tersebut hanya diperuntukkan bagi perguruan tinggi yang berkedudukan di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sontak pernyataan tersebut membuat kecewa Sumaina. Dengan penolakan tersebut, artinya mahasiswa UIN tidak bisa bersaing dalam banyak kompetisi tingkat nasional. Menurutnya, mahasiswa MIPA di UIN seharusnya memiliki kesempatan yang sama sep-

erti mahasiswa MIPA di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam kompetisi itu. Seperti Sumaina, Utih pun merasa kecewa tidak bisa mengikuti ON-MIPA. Kesempatan untuk bersaing dengan mahasiswa internasional dalam International Mathematic Competition (IMC) akan pupus karena perwakilan mahasiswa Indonesia yang ikut dalam IMC mestilah pemenang dari ONMIPA.

Laporan Khusus

Suka Duka KPU Hal: 5

Data Hasil Pemira Bersambung ke h.15 kol 1

Hal: 7

Segera dapatkan buku ini di GRAMEDIA,,, Harga Rp55.000


2

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

LAPORAN UTAMA

MKDU Keagamaan Dituntut Lebih Aplikatif ilmu agama, tapi nilai-nilai kristiani. Bila ingin mempelajari ilmu agama silakan belajar di sekolah agama. UKI bukanlah sekolah agama, kami universitas berbasis agama,” katanya Rabu (3/4).

SALAM REDAKSI Assalamualaikum Wr Wb Pembaca budiman Semoga kesejahteraan selalu tercurahkan bagi kita semua. Tak lupa kami hadirkan tabloid edisi 24 ini ke hadapan pembaca budiman. Tabloid ini menjadi tak berarti jika tak ada kontribusi dari pembaca budiman. Kami haturkan terima kasih kepada pembaca yang memberikan apresiasi dalam bentuk apapun. Terutama kepada para pengirim karya sastra, cerpen dan puisi. Kami meminta maaf karena tak bisa memuat semua karya kawankawan yang dikirim ke redaksi kami. Hal tersebut dikarenakan alasan space yang tidak mencukupi pada rubrik sastra yang ada saat ini. Namun, pada kesempatan berikutnya kami akan mengapresiasi karya kawan-kawan dengan sebaik-baiknya. Tak lupa juga, tabloid ini hadir berkat reporter kami yang rela bergumul dengan tenggat waktu selama sebulan. Itu semua dilakukan untuk memuaskan para pembaca sekalian.Tabloid ini juga murni digarap oleh angkatan baru, lagi-lagi regenerasi menjadi sesuatu yang penting dalam organisasi. Hilang satu tumbuh seribu. Pada headline tabloid ini kami mengangkat berita tentang status UIN Syarif Hidayatullah yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Bukannya kami tidak setuju berada di bawah Kemenag, tapi ada beberapa keresahan yang kami temukan ketika kita berada di bawah Kemenag. Kami juga menyoroti isu pemilihan umum universitas yang menggunakan sistem representatif dan masih banyak yang lainnya. Namun apalah artinya isu tersebut tanpa kesetiaan pembaca. Jika tak ada pembaca, tidak mungkin tabloid kami hadir di semua basement fakultas setiap bulan, juga di tangan pembaca sekalian. Tak lupa, jangan tinggalkan tabloid ini sembarangan, meninggalkan tabloid ini sembarangan berarti anda membuang uang anda sia-sia. Selamat menikmati sajian kami.

Foto Nida/INSTIUT Suasana perkuliahan di Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Jum’at (6/4) .

Adea Fitriana

Mahasiswa keberatan dengan Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) keagamaan di UIN yang terlalu banyak. UIN menyatakan ini konsekuensi kuliah di universitas berbasis Islam. Hampir empat semester, Intan Widiastuti, menempuh perkuliahan sebagai mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Jakarta. Namun, saat ditanya soal mata kuliah ilmu jurnalistik dan komunikasi, ternyata ia baru mulai mempelajari mata kuliah tersebut di semester tiga. Jangankan mempelajari ilmu jurnalistik, menurut Widya, di dua semester pertama perkuliahan, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik hanya disibukkan dengan mata kuliah bahasa Arab, ulumul Qur’an, sejarah peradaban Islam, akhlak tasawuf, fiqh, ilmu kalam, ulumul hadits, dan tafsir. Mata kuliah agama itu tidak berhenti di semester dua, tapi berkelanjutan hingga semester tiga. “Saya sadar, mempelajari mata kuliah agama menjadi konsekue-

Mahasiswi muslim yang berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI), Husnul Chotimah, justru tidak merasa dibebani dengan mata kuliah agama Kristen yang diajarkan di UKI. Ia pun tidak khawatir jika mata kuliah kristiani yang diajarkan akan menganggu keimanan ataupun konsentrasinya pada mata kuliah spesialisasi fakultas yang ia tekuni. “Mata kuliah agama kristiani di UKI mengajarkan nilainilai agama yang humanis,” ujar Husnul, Kamis (4/4). Hal ini dibenarkan Pembantu Rektor Bidang Akademik UKI, Anton Reinhart. Menurutnya, UKI tidak memiliki mata kuliah agama yang khusus mengajarkan ilmu agama, namun yang diterapMKDU di Universitas Kristen kan pengajaran ilmu umum yang dikaitkan pada nilai-nilai kristiani. Indonesia (UKI) “Kami tidak mengajarkan nsi mahasiswa saat kuliah di UIN yang notabene universitas berbasis Islam. Namun porsi ini terlalu banyak. Metodenya membuat saya tidak memahami mata kuliah agama. Dapat nilai bagus saja hanya sekedar untung-untungan,” ujar Widya, Kamis (28/3). Menurutnya, dengan pemahaman yang tidak mumpuni, ia kerepotan memahami materi saat mempresentasikan mata kuliah agama. Alhasil tak jarang, presentasinya keliru lantaran pembahasan makalah ternyata terlalu melebar. “Saat disalahkan, ya, mau gimana lagi? Waktu buat makalah pun sejujurnya saya kurang mengerti, jadi hanya mengutip-mengutip saja,” ujarnya.

Menanggapi hal ini Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta, Moh. Matsna, angkat bicara. Menurutnya, meski mata kuliah agama tidak termasuk proyek integrasi keilmuan di UIN, mata kuliah agama tetap penting untuk menyokong embel-embel Islam yang ada di tengah nama UIN. “Kita itu Universitas Islam Negeri. Jadi dengan MKDU keagamaan, kita mencoba untuk memberikan nilai-nilai keislaman di setiap prodi yang ada di UIN,” ujarnya, Rabu (20/3). Menurut Matsna, MKDU agama yang saat ini diterapkan di berbagai prodi itu tidaklah berlebihan. Semua masih dalam batas wajar, persentase tidak lebih dari 20% dari keseluruhan mata kuliah yang diajarkan di sebuah prodi. Saat ditanyakan pendapatnya mengenai sejumlah mahasiswa yang mengeluhkan beratnya beban mata kuliah agama, Matsna menegaskan, dalam belajar mahasiswa itu harus repot. Seorang akademisi itu harus mempunyai ilmu. “Anak sekarang maunya yang instan saja, untuk mencapai ilmu itu kan perlu waktu,” katanya. Pakar Pendidikan Nasional yang juga Guru besar Universitas Negeri Jakarta, H. A. R Tilaar, Selasa (2/4), tidak menampik bahwa MKDU agama memang penting untuk memberikan visi yang jelas kepada mahasiswa tentang aplikasi agama bagi kehidupan. Menurutnya, untuk tataran universitas, nilai-nilai keagamaanlah yang paling urgen untuk dikaji dalam pelajaran agama. Misalnya, kajian tentang nilai-nilai agama di dalam kondisi multikulturalisme yang ada di Indonesia.

“Saat disalahkan, ya, mau gimana lagi? Waktu buat makalah pun sejujurnya saya kurang mengerti, jadi hanya mengutip-mengutip saja,”

Pemimpin Umum: Muhammad Umar | Sekretaris: Rahayu Oktaviani | Bendahara Umum: Trisna Wulandari | Pemimpin Redaksi: Rahmat Kamaruddin | Redaktur Cetak: Makhruzi Rahman | Redaktur Online: Rizqi Jong | Web Master: Jaffry Prabu | Pemimpin Perusahaan: Aprilia Hariani | Iklan & Sirkulasi: Muji Hastuti | Marketing & Promosi: Ema Fitriani | Pemimpin Litbang: Aditia Purnomo | Riset: Aam Maryamah | Kajian: Aditya Putri

Diterbitkan oleh: Lembaga Pers Mahasiswa INSTITUT UIN JAKARTA SK. Rektor No.23 Th. 1984 Terbit Pertama Kali 1 Desember 2006

Koordinatur Liputan: Azizah Nida Ilyas Reporter : Abdurraohim Al-Ayyubi, Adea Fitriana, Adi Nugroho, Anastasia Tovita, Dewi Maryam, Karlia Zainul, Selamet Widodo, Koordinatur Liputan Online: Muawwan Daelami Reporter Online: Nur Azizah, Gita Juniarti, Gita Nawangsari, Siti Ulfah Nurjannah, Nurlaela, Muawan Daelami, Sayied Muarief Fotografer & Editor: INSTITUTERS Desain Visual & Tata Letak: Ibil Ar-Rambany Karikaturis: Azizah Nida Ilyas Alamat Redaksi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gedung Student Center Lt. III Ruang 307, Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta Selatan15149. Telp: 0856-9214-5881. Web: www.lpminstitut.com Email: lpm.institut@yahoo.com Setiap Reporter INSTITUT dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada wartawan INSTITUT yang sedang bertugas.


15

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Sambungan ... Tersisih Sebelum Perang Dosen Kimia FST, La Ode Sumarlin mengatakan, kedudukan UIN yang berada di bawah Kemenag pun berdampak dalam pengurusan pangkatnya, dimana ia harus mendatangi Kemenag kemudian mengurusnya lagi di Dikti. Berbeda saat ia menjadi dosen di universitas di bawah Dikti, pengurusan pangkat hanya melalui proses internal, setelah itu dilanjutkan ke Dikti. Adapun dampak lainnya menurut La Ode, yaitu soal dosen yang tidak bisa mendapatkan dana penelitian dari Dikti, seperti Program Penelitian bagi Dosen Muda, Fundamental, Strategi Nasional, Desentralisasi dan Nasional. Namun, ia pernah mendapatkan dana penelitian dari Dikti dengan menggandeng peneliti dari universitas di bawah Dikti. Hal tersebut mengakibatkan namanya tidak bisa menjadi peneliti utama. Pembiayaan Penelitian Tidak Berkelanjutan La Ode menambahkan, pembiayaan penelitian yang ada di Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) tidak berkelanjutan. Artinya, bagi dosen yang telah memperoleh dana penelitian tahun sebelumnya, tidak bisa mendapatkan dana penelitian di tahun yang akan datang. Sedangkan, di Dikti ada program penelitian Multi Years, sehingga penelitian tersebut dapat terselesaikan hingga dapat dipublikasikan ke internasional, dengan sistem setiap tahun perkembangan penelitiannya selalu dipantau. “Yang jelas kalau kondisinya seperti ini, kita akan maju, tapi lamban,” ujar La Ode. Namun, ia masih optimis karena beberapa program yang ada di Dikti seperti beasisiwa bagi dosen, sudah ada juga di Diktis. Ia pun mengharapkan kemajuan UIN yang telah memiliki beberapa fakultas

umum, harus cepat dan sistematis agar tidak tertinggal jauh dengan universitas lain. Sekretaris Dikti Kemendikbud, Patdono Suwignjo menjelaskan, tidak disertakannya mahasiswa UIN dalam berbagai perlombaan Dikti dikarenakan tiap kementerian memiliki programnya masing-masing. Sementara itu, Dono mengatakan, perihal perbedaan anggaran antara Dikti dan Diktis tergantung dari alokasi anggaran kementerian masing-masing. Ia memaparkan, dana pendidikan yang diperoleh Kemendikbud juga dibagikan ke- 19 kementerian lain yang memiliki institusi pendidikan. Direktur Diktis, Dede Rosyada menolak ketika Diktis dikatakan memiliki dana penelitian yang sedikit. Menurutnya, dana penelitian antara Dikti dan Diktis relatif sama. Ia berpendapat, Dikti memiliki dana yang banyak karena lingkupnya lebih besar dibandingkan Diktis. Dari dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) tahun ini, Dede mengatakan ada anggaran penelitian sekitar 45 milyar untuk kurang-lebih enam UIN. Menurutnya, saat ini program-program beasiswa bagi dosen yang ada di Dikti sudah ada juga di Diktis, seperti Sandwich, ARVI dan lainnya. “Jangan terlalu mempublikasikan terjadinya diskriminasi,” tegasnya. Ia malah mengkritisi proposal para dosen UIN yang skalanya kecil namun beranggaran besar. “Bikin proposal yang rasional, nanti akan didiskusikan lalu dibiayai Kemenag,” kata Dede. Buat Perlombaan yang Sama Persoalan mahasiswa UIN yang tidak bisa

mengikuti perlombaan yang diadakan Dikti menurut Dede wajar, karena setiap kementerian memiliki program berbeda. Saat ini, Diktis memiliki program Pekan Ilmiah, Olah Raga, Seni dan Riset (PIONIR), ia berharap, mahasiswa UIN bisa memanfaatkannya. “Nanti kita bikin perlombaan yang sama. Ajak Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaannya untuk bikin,” ujar Dede lagi. Dede mengatakan, mahasiswa UIN bisa mengajukan penyelenggaraan acara serupa dengan Dikti. Proposal acara tersebut harus diajukan dua tahun sebelum pelaksanaanya ke Warek Bidang Kemahasiswaan. Setelahnya, Asosiasi Warek Kemasiswaan melanjutkan proposal tersebut ke Diktis. “Adakan saja perlombaan tersebut antar UIN. Bila prestasinya sudah terlihat, nantinya akan menarik Kemendikbud untuk mengajak mahasiswa UIN bersaing dengan mahasiswa setingkat UI,” ujar Dede. Kedepannya, sebagai Direktur Diktis, ia mendorong minimal enam UIN bisa berpikir ke depan supaya dapat bersaing dengan lebih kompetitif, terutama penguatan SDM dosen, pendidikan, dan integritasnya. Untuk penguatan kualitas SDM dosen, Diktis memfasilitasi beasiswa bagi dosen. Sedangkan, kurikulum dan kegiatan akademik merupakan otoritas kampus.

MEMBANGUN KESADARAN GENERASI MUDA TENTANG KEBERADAAN IDEOLOGI PRO KEKERASAN MENGATASNAMAKAN AGAMA

Generasi muda sebagai penerus bangsa diharapkan selalu bersemangat positif sehingga memberikan contoh untuk berperilaku lebih beradab dalam menyebarkan perdamaian, sebagaimana yang tersebut dalam Al-Quran bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa menanamkan kejujuran sebagai moral dasar dalam berperilaku lebih beradab yang berperan besar dalam menyumbangkan nilai-nilai perdamaian pada bangsa ini. Namun sayangnya tidak semua insan Muslim memiliki pemahaman yang sama mengenai ajaran Islam karena kurangnya pemahaman tentang agama Islam atau salah dalam menafsirkan makna dari ajaran Islam itu sendiri. Salah dalam menafsirkan makna ajaran Islam menyebabkan munculnya ideologi pro kekerasan tanpa mengingat akan toleransi kepada pihak maupun agama lain. Hal ini tentunya bertentangan dengan cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu menciptakan perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kesatuan dalam keberagaman tanpa kekerasan. Ideologi pro kekerasan ini diketahui mulai menyusup dan berkembang di lingkungan generasi muda seperti universitas dan sekolah menengah (SMU) dalam upaya menjaring kaderkader baru terutama generasi muda Islam. Rentannya generasi muda terhadap ideologi pro kekerasan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti krisis ekonomi, isolasi dari lingkungan sekitar dan represi serta pengaruh internet sebagai media dalam menyebarluaskan ideologi pro kekerasan mengatasnamakan agama di kalangan muda. Fenomena tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran serta membutuhkan perhatian khusus semua pihak untuk mengatasinya. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi Lazuardi Birru untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka melawan penyebarluasan ideologi pro kekerasan mengatasnamakan agama diantara generasi muda yang bertujuan membangun ketahanan kalangan muda dengan menyeleggarakan Kuliah Umum yang mempromosikan Anti Kekerasan

dalam Islam, termasuk Dialog Publik mengenai “Pakistani Youth Role in Preventing Pro-Violence Ideology”. Melalui dialog ini, selain sebagai upaya pencegahan terhadap pengaruh ideologi pro kekerasan yang mengatasnamakan agama, diharapkan kaum muda khususnya mahasiswa mampu menjadikan perbedaan pandangan keagamaan maupun perbedaan visi dan misi sebagai kekuatan yang mampu menyatukan mereka di dalam perdamaian dan toleransi. Kegiatan ini akan menghadirkan Dr. Hussain Mohy-ud-Din Qadri sebagai pembicara dari organisasi Islam terbesar di Pakistan (Minhaj-ul-Quran International) sebagai gerakan sosial keagamaan yang seringkali aktif dalam pembentukan politik di Pakistan melalui kegiatan pendidikan dan seorang perwakilan akademisi yang akan berbagi pengalaman tentang bagaimana mengatasi ideologi radikal. Berbagai pengalaman dari Dr. Hussain Mohi-ud-Din Qadri antara lain aktif di Capital International Policy (CPI) sebagai sebuah lembaga yang memberikan konsultasi bagi pemerintah dan non pemerintah mengenai isu sosial, aktif sebagai Anggota Dewan Gubernur Universitas Minhaj Lahore dalam membuat kebijakan universitas, Anggota Dewan Studi Universitas Victoria sebagai pembuat kebijakan dalam pengambilan keputusan universitas serta tergabung dalam Asosiasi Peneliti Ilmu Manajemen Universitas

Lahore. Latar belakang pendidikan beliau adalah pernah menimba ilmu di Universitas Victoria, Institut d’Etudes Politiques de Paris serta Universitas New York. Selain itu, beliau juga ahli dalam masalah hubungan internasional, pembangunan ekonomi, perdamaian, ekonomi, analisis kebijakan, pembangunan internasional, konsultasi manajemen, strategi bisnis, penelitian, pembangunan internasional, penelitian kualitatif dan public speaking. Kegiatan ini akan diadakan

pada tanggal 13 April 2013 di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat. Terselenggaranya kegiatan ini berkat kerjasama Lazuardi Birru dengan Minhaj-ul-Quran, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Organisasi-organisasi Kepemudaan. *Untuk Informasi dan komunikasi : Eddy Najmuddien (Manager Program dan Komunikasi Publik Lazuardi Birru ), 0858 9066 8586


14 Adi Nugroho

SENI BUDAYA

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Tuhan dan Belenggu Masa Lalu Echo Chotib pembuat karya sekaligus sutradara menjelaskan secara keseluruhan pementasan tersebut masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan, “Banyak bocornya dalam pertunjukan ini, masih banyak hal yang harus saya tuntaskan baik dalam pemain maupun artistik,” jelasnya, Sabtu (6/4). Walaupun, waktu persiapan pementasan tidak terlalu maksimal, ia ingin menyampaikan tentang persoalan seberat apapun yang dihadapi jika yakin selalu akan ada penyelesaiannya. Setiap masalah akan selalu dihadapkan dengan pilihan, “Lu diberikan banyak pilihan dan lu harus hadapi resiko setiap pilihannya” ujarnya. Permasalahan yang sama dirasakan M.Ramdhan, pemeran tokoh Jemy ini merasa belum maksimal menjadi karakter gay. “Lumayan sulit mengubah karakter menjadi gay dalam waktu sekitar dua bulan, sehingga emosional masih belum terbanFoto Nida/INSTIUT Somad tertangkap tangan mencuri di rumah Dewi saat malam tahun baru. Dirinya gun,” ungkapnya, Sabtu (6/4). Selain itu, dipukul hingga tak tersadarkan diri, (6/4). keriuhan penonton juga membuat konsentrasinya terganggu karena hampir setiap adegan penonton tertawa. Penonton yang juga mengajar di Fakultas dan kakanya terkena peluru nyasar keluarganya. Ilmu Tarbiah dan Keguruan (FITK), Rosida saat bersama mahasiswa sedang “Lu gagal 10 kali, maka lu harus Erowati mengatakan, pertunjukan tersebut demo membuat dirinya sulit berusaha 20 kali, baru itu namanya tidak seberat dengan judulnya. Ia mengamencari pekerjaan dengan alasan jihad” ujar Jemy. takn pesan yang ia dapat sangat sederhana keluarganyanya pernah melawan “Itulah wujud rasa cinta yang dan mudah dipahami. “Hidup harus terus pemerintah, ia tidak berpendidikan, layak harus kamu berikan kepada berjalan,” tuturnya, Sabtu (6/4). dan miskin membuat ia menjadi mereka” ucap Dewi lembut. Namun ia menjelaskan, “Konteks yang perampok untuk menghidupi kebuDewi sendiripun sepertinya tidak diperankan dalam pertunjukan tadi sedang tuhan keluarganya. merasakan kebahagian. Dirinya jauh dari Tuhan. Tetapi ketika dekat dengan Dewi yang menjadi tokoh proselalu mendapat pukulan yang Tuhan belum menjadi sebuah resolusi atas tagonis, dimana ia menasehati Jemy menyebabkan luka lebam pada pipjudul pertunjukannya tersebut” ucapnya. dengan pilihannya itu malah tidak inya. Hal tersebut membuat Dewi Irsyad Zulfahmi, mahasiswa FITK, akan menemukan kebahagian yang mengakhiri percintaannya dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Insesungguhnya dan merusak tatanan pacarnya lalu pergi. Keinginan donesia (PBSI), mengatakan, “Pementasan kehidupan yang normal. Somad Jemy untuk kembali seperti dulu teater ini cukup menghibur, karena pesan pun tak luput dinasehat Dewi, agar membuat mereka pergi bersama, yang disampaikan dibalut dengan nuansa menyuruh somad berusaha lebih sedangkan Somad diperbolehkan komedi” ungkapnya, Sabtu (6/4). keras lagi dalam mencari kerja mengambil barang-barang yang untuk menafkahi dan mencintai dicurinya sebagai modal usaha.

Foto: Awang/INSTITUT

Mengapa masa lalu kerap membelenggu? Banyak peristiwa yang terjadi. Waktu akan meninggalkan seseorang yang terpenjara dengan masa lalunya. Menjadikan bekal permasalahan yang telah dihadapi untuk melangkah ke depan merupakan langkah yang baik. Yakinlah setiap langkah itu selalu ada harapan baru. Melangkah dengan harapan baru dipertunjukan “GUE AMA TUHAN” yang dipentaskan teater eL-Na’ma. Bertempat di Aula Madya Lantai 2 itu diawali dari perampokan di sebuah rumah milik Dewi pada malam tahun baru. Lalu Dewi memukul Somad perampok rumahnya hingga tak sadarkan diri. Dewi yang panik langsung menghubungi teman lamanya Jemy. Kejadian tersebut membuat kehidupan mereka bertiga berubah. Pertunjukan yang diadakan pada Sabtu, (6/4) disaksikan banyak penonton hingga ruangan pertunjukan hampir penuh terisi. Memiliki persoalan kehidupan yang berbeda membuat ketiganya melakukan pembicaraan untuk memahami dirinya sendiri dan pilihan yang harus dijalani. Jemy yang diperankan M. Ramdhan, mempunyai masalah seksual, dimana ia seorang penyuka sesama jenis karena lingkungan disekitarnya. Laila Uliel yang memerankan sosok Dewi baru mengakhiri kisah cinta dengan kekasihnya dengan membakarnya ketika tertidur. Somad dilakonkan M. Suhail yang kesulitan mencari pekerjaan untuk membiayai keempat anaknya menyebabkan dirinya menjadi perampok. Jemy sebelumnya berteman dekat dengan Dewi, hingga sebuah peristiwa ia ditinggal pergi kekasihnya karena kasus pengeboman yang merenggut kekasihnya pergi. Karena merasa kehilangan seorang yang dikasihinya dan terjebak dilingkungan penyuka sesama jenis sehingga mengubah orientasi seksualnya. Somad yang ditinggal mati ayahnya karena ditembak tentara pada kasus Malari

Beberapa mahasiswa merayakan terpilihnya ketua Jurusan Bahasa Sastra Arab (BSA), Fakultas Adab dan Humaniora (FAH). Sebelumnya, terjadi kericuhan saat perhitungan suara yang menganggap ada salah satu pihak yang berambisi untuk menang dalam Pemira, (27/3).

Klarifikasi foto : berdasarkan narasumber, foto demo bulan lalu adalah foto anak didik dari kawan-kawan mahasiswa yang tergabung dalam FKMU, bukanlah pengamen.


TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013 Selamet Widodo Peraturan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: Un.01/R/ HK.00.5 / 95 / 2012 yang ditetapkan tanggal 3 September 2012, tentang Perubahan Pertama Lampiran Peraturan Rektor Nomor: Un. 01/R/HK.00.5/2/2012 tentang Biaya Pendidikan Program Strata 1 (S1), Dana Mahasiswa (DM) tidak lagi masuk sebagai salah-satu rincian pembayaran yang dibebankan kepada mahasiswa. Namun, kenyataannya DM masih ditemukan dalam tanda bukti pembayaran mahasiswa selain angkatan 2012- tahun ini. Menurut penuturan Kepala Bagian Perencanaan, Edi Suwandi, DM dibebankan kepada mahasiswa untuk menutup 1,8 milyar dari anggaran dana kegiatan mahasiswa yang setiap tahunnya mencapai 4,8 milyar. “Untuk 3 milyarnya mendapatkan anggaran dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN),” tambahnya. Adapun rincian yang terdapat dalam peraturan baru tersebut adalah, Biaya Seleksi Ujian Masuk (BSUM), Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), Dana Praktikum Laboratorium (DPL), Dana Operasinal Pendidikan (DOP), Dana Kesehatan Mahasiswa (DKM), Dana Perpustakaan (DP), Dana Kartu Tunai Man-

LAPORAN UTAMA

Mahasiswa Tetap Bayar DM Meski Tak Ada di SK diri (DKTM), Dana Penunjang Pendidikan Persatuan Orang tua Mahasiswa (DPP-POM), Dana Test Bahasa (P-TEST), Dana Test Kesehatan (T-KES), Dana Kolaborasi Pengembangan Fakultas (DKPF), Dana Orientasi Pengenalan Kebangsaan dan Keagamaan (DOPKK), Dana Semester Pendek (DSP), Dana Konferensi Mata Kuliah (DKMK), dan Dana Program Mustami (DPM). Salah satu mahasiswi semester IV Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Maimunah Mukhtar mengaku, dirinya membayar Rp1.240.000 pada semester ini, dengan rincian DP sebesar Rp50.000, DM Rp50.000, DKM Rp40.000, DOP Rp400.000, DPL Rp300.000 dan SPP Rp400.000. “Saya tidak tahu kalau ada perubahan peraturan rektor mengenai biaya pendidikan. Setahu saya memang DM selalu ada setiap masa administrasi perkuliahan. Saya juga tidak tahu secara terperinci, kemana alokasi dana tersebut, yang saya ketahui anggaran cuma dialokasikan untuk perbaikan bangunan, taman dan infrastrukturnya, gaji-gaji karyawan dan alokasi ke rumah sakit. Selebihnya saya tidak tahu, karena tidak ada publikasi kepada mahasiswa,” ungkap mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini, Jumat (5/4). Berbeda dengan Maimunah,

salah satu mahasiswi dari Fakultas Psikologi, Fitroh Awwaliyah, mengungkapkan pada struk pembayaran semester genap tahun ajaran 2012-2013 tidak tercantum rincian DM. “Dalam rincian pembayarannya memang tidak ada rincian tentang dana mahasiswa,” tegas mahasiswi semester II tersebut. Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Keuangan, Sulamah Susilawati ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (1/4), menjelaskan, untuk mahasiswa angkatan 2011, 2010, 2009, dan seterusnya, memang masih dibebani DM dalam pembayaran pekuliahan. Namun, untuk mahasiswa angkatan 2012 tidak lagi membayar DM, karena pada tahun ini UIN mendapat BOPTN dari pemerintah. Ia menambahkan, sedangkan alokasi DM yang terkumpul dari mahasiswa selain angkatan 2012 dialokasikan ke Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa. “Untuk alokasi dana, Bagian Perencaan lebih tahu. Karena kami hanya sirkulasi kepada mahasiswa, melalui persyaratan yang telah ditentukan,” paparnya. Terkait masalah alokasi DM, Kepala Bagian Perencanaan, Edi Suwandi mengungkapkan, dana yang terkumpul dialokasikan ke kesehatan, pemira, UKM dan kep-

erluan penghargaan mahasiswa yang berprestasi. “Untuk tahun ini, UIN memang mendapatkan BOPTN dari pemerintah, namun hingga saat ini masih terkena bintang (masih dibahas dan belum bisa cair),” paparnya. Menyoal BOPTN Tahun ini UIN Jakarta mendapatkan BOPTN dari pemerintah kurang lebih 30 Milyar, hal itu diungkapkan Edi Suwandi. Menurutnya, penggunaan dana BOPTN ini dikawal ketat oleh pemerintah. “Jadi tidak boleh sembarangan dalam menggunakannya,” tegasnya. Edi menjelaskan, dana BOPTN dipergunakan untuk pelaksanaan penelitian, biaya pemeliharaan dan pengadaan, penambahan bahan praktikum, penjaminan mutu, pelaksanaan kegiatan mahasiswa,

3

pengembangan teknologi dan informasi, honor dosen atau tenaga pendidikan non-pegawai negeri, dll. “Kita tidak boleh melanggar Surat Keputusan dari menteri tersebut, kalau tidak mau masuk KPK,” katanya sambil tersenyum. Menyikapi hal tersebut, Pemimpin Umum Unit Kegiatan Mahasiswa HIQMA, Mohamad Fajar Mahbub mengaku, tidak tahu ke mana alokasi DM yang masih dibebankan kepada mahasiswa. “Harusnya pihak rektorat ada transparasi dana, meskipun transparasi adalah rahasia perusahaan yang tidak bisa diumbar begitu saja. Namun, setidaknya rektorat memberikan rasionalisasi anggaran dana selama satu tahun. Dana harus di-share ke mahasiswa, supaya semuanya jelas dan tidak ada pikiran negatif kepada rektorat,” paparnya, Jumat (5/4).

Representatif Buat Partisipasi Politik Mahasiswa Berkurang Sistem representatif merupakan aturan main yang dipilih rektorat untuk memilih Dewan Mahasiswa Universitas (DMU). Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat universitas hanya bertindak sebagai penentu mekanisme dan eksekutor saja.

Sistem one man one vote seperti pemilu tahun 2009, paparnya, lebih jelas mekanismenya bahkan lebih representatif ketimbang sistem bias ini. “Waktu itu, setiap partai memiliki kepengurusan hingga level jurusan dan kelas, sama dengan representatif yang seharusnya.”

Azizah Nida Ilyas Seperti yang diutarakan Ketua KPU Universitas, Mughni Labib, sistem representatif menggunakan perhitungan perwakilan satu persen dari jumlah mahasiswa di setiap fakultas. Satu persen pemilih ini merupakan jajaran Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) yang terpilih pada akhir Maret lalu. Kendala yang dirasakan KPU adalah sistem ini sendiri. Jika menggunakan sistem satu orang satu suara (one man one vote) secara sistemik jelas dan kalau representatif ini membuat posisi KPU sendiri terjepit. “Di satu sisi one man one vote terbentur oleh sistem yang diharuskan rektorat. Sedangkan, jika representatif terbentur dari sisi mahasiswa,” ujarnya. Anggota KPU pun merasa kesulitan untuk menemukan mekanisme penentuan jajaran struktural DMU, mekanisme pemilihan Senat Mahasiswa Universitas (SMU) dan menentukan jumlah kursi yang tepat untuk menjadi perwakilan seluruh mahasiswa UIN. “Perwakilan memilih perwakilan

kan susah, jumlah perwakilannya terlalu sedikit,” ucap Labib saat ditemui INSTITUT, Kamis (28/3). Terkait sistem representatif, Divisi verifikasi KPU, Tigor Einstein pun sepakat bahwa sistem ini tidak merepresentasikan seluruh mahasiswa, hanya sebagian dari DMF saja. Sistem ini digunakan hanya untuk menghindari konflik, “Semakin banyak suara, semakin besar pula konfliknya,” tambahnya saat ditemui di lobby Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Selasa (19/3). Sedangkan, Rektor UIN Jakarta, Komarudin Hidayat berkomentar, sistem representatif ini sudah demokratis karena tidak mungkin dengan jumlah mahasiswa yang mencapai 20.000 semuanya memilih. Hal tersebut ia sampaikan dalam sambutannya di acara Dialogue of Worldwide Experience Student, Senin (25/3) di Ruang Diorama, Auditorium Harun Nasution. Sedangkan menurut Wakil

Suasana Pemira di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), (27/3).

Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim, sistem ini digunakan karena sistem partai sudah dihapuskan. Menurutnya, jika disamakan seperti Pemilu 2009 lalu yang menggunakan sistem one man one vote secara psikologis mahal, secara moral mahal, secara finansial mahal dan waktu juga mahal, Rabu (13/3). Mekanismenya Harus Rasional Menyoal sistem representatif ini, mantan Ketua KPU 2009, Asep Asary ikut berpendapat, baginya tidak masalah bila KPU 2013 dan rektorat ingin menggunakan sistem representatif. Namun, ia menambahkan, “Mekanisme yang

digunakan harus rasional,” katanya, Senin (1/4). Jika yang dimaksud rektorat dan KPU 2013, DMF sudah mewakili fakultas itu sendiri, ia menilai, pengertian representatif yang dimaksudkan menjadi tidak jelas. Menurutnya, mekanismenya dikatakan representatif ketika perwakilan kelas membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Jurusan (DMPJ) atau Dewan Perwakilan Mahasiswa Program Studi (DPMPS). Kemudian, perwakilan tingkat jurusan membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF). Terakhir, perwakilan fakultas membentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU).

Partisipasi Politik Berkurang Sistem one man one vote seperti yang ditetapkan pada tahun 2009 dapat memancing partisipasi politik mahasiswa. Ia menganggap, sistem sekarang tidak ada keterlibatan langsung oleh mahasiswa dalam memilih badan legislatif dan eksekutif tingkat universitas. “Jika partisipasi politik mahasiswa ini berkurang maka upaya raktorat untuk mendewasakan mahasiswa telah gagal,” ujarnya. Lain halnya dengan Komarudin, yang lebih menginginkan mahasiswa fokus pada aktifitas akademiknya. “Yang mau ngomongin politik silahkan ikut organisasi ekstra (Oreks), tapi tolong yang di dalam kampus yang harus ditonjolkan adalah aktifitas akademiknya.”


4

WAWANCARA

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Kebebasan yang Membelenggu

Pemilihan Raya (Pemira) yang baru-baru ini terjadi di UIN Jakarta meninggalkan beberapa persoalan. Di beberapa fakultas terjadi kericuhan terkait penghitungan suara. Padahal, demokrasi mengharamkan kekerasan dan menjadikan musyawarah untuk mufakat. Terjadinya kericuhan tersebut lantaran mahasiswa tidak memahami substansi demokrasi secara mendalam, malah terjadi penyempitan makna demokrasi. Bagaimanakah substansi demokrasi sebenarnya? Dan seperti apa tatangan mahasiswa ketika dihadapkan sikap apatis pada demokrasi? Berikut wawancara reporter LPM INSTITUT, Adi Nugroho dengan Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi, Dedi Rumanta, Selasa (2/4). Seberapa penting mahasiswa mengetahui atau mempelajari demokrasi? Mahasiswa itu sumber atau bahan baku dari intelektual bangsa. Bangsa ini bisa maju atau tidak, sumber utamanya dari mahasiswa karena mereka kaum intelektual. Jika kaum intelektualnya tidak memberikan perhatiannya terhadap demokrasi, lalu siapa lagi yang akan memberikan perhatian pada demokrasi. Gejala mahasiswa semakin jauh dari soal-soal demokrasi. Penyebabnya secara umum situasi demokrasi tidak memberikan pengharapan. Sehingga ada pernyataan ‘demokrasi hanya omong doang’. Selain itu, demokrasi menjadi lompatan karier bagi seseorang untuk menduduki akses uang, kekuasaan dan seterusnya. Apa dampak dari mahasiswa yang tidak memberikan perhatiannya pada demokrasi? Jika gejala mahasiswa jauh dari demokrasi itu terus berlanjut, akan ada krisis intelektual. Dimana kita hanya akan melahirkan sarjana-sarjana teknis. Sarjana yang hanya berkutat pada keilmuannya

SURVEI

sendiri, jauh dari persoalan rakyat dan kebangsaan. Mereka disebut sarjana tenaga kerja bukan sarjana pemimpin. Misalnya, sarjana hukum. Ia akan menjadi tenaga kerja di bidang hukum, padahal yang dibutuhkan adalah pemimpin yang melakukan pembaharuan di bidang hukum. Bagaimana mahasiswa menerapkan demokrasi dalam kampus? Menurut saya, mahasiswa harus merevitalisasi mengenai pengertian dan pemaknaan demokrasi di dalam kampus. Dimana demokrasi dalam kampus adalah proses demokrasi untuk menghadirkan lembaga-lembaga dan orangorang yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Revitalisasinya, memperbaharui kewenangan lembaga-lembaga mahasiswa di dalam kampus. Kewenangannya pun untuk terlibat atau berpartisipasi dalam pengelolaan kampus. Jadi, mahasiswa dimintai pendapat soal bahan pembelajaran, penilaian, termasuk dalam pembiayaan perkuliahan. Sehingga mahasiswa sadar, kalo saya memilih seseorang untuk memperjuangkan kepent-

ingan mereka sendiri. Pertama, kewenangan tentang partisipasi bahan pembelajaran. Kedua, mengenai penilaian pembelajaran. Ketiga, transparansi anggaran pendidikan. Keempat, diikutsertakan mahasiswa dalam pemilihan pimpinan (rektorat) dalam kampus. Empat hal ini yang harus dimobilisasi sehingga mahasiswa diberikan kewenangan itu lewat lembaga-lembaga yang harus dihadirkan. Tantangan apa yang dilakukan mahasiswa ketika melakukan demokrasi? Mengembalikan tradisi intelektual. Tradisi seperti diskusi dan berdebat untuk menguji pendapat, pilihan, dan argumentasi harus marak dikembangkan dalam kampus. Saat ini, dunia maya sudah banyak memberikan bahan argumen, tetapi sekaligus menumpulkan tradisi berdiskusi karena hampir semua kebutuhan mahasiswa bisa didapat dari google. Sehingga bahan dari google itu tidak ada interaksi dari mahasiswa. Dari sinilah tradisi dialog menjadi jarang dilakukan. Yang kemudian muncul adalah seminar-seminar satu arah. Teknologi semakin canggih tetapi kemudian itu membuat mahasiswa menjadi asosial. Jadi, mereka sudah tidak lagi berhimpun untuk membahas kepentingannya tadi. Tetapi berhimpun hanya untuk menyalurkan hobi dan kesenangannya. Tidak ada empati memikirkan kelompok di luar kampus, bagaimana

masyarakat miskin bisa berkuliah, saat ini mereka sibuk dengan dirinya sendiri dan kesenangannya. Saat ini mahasiswa kehilangan momentum karena berada pada demokrasi liberal. Orang bisa mengakses informasi apapun dan berekspresi membuat mahasiswa mulai kehilangan pegangan. Ditambah perilaku aktor politik demokrasi di Indonesia tidak memberikan contoh yang baik. Ini yang kemudian membuat kabur atas substansi demokrasi. Ditambah posisi kampus yang saat ini membatasi perkuliahan membuat mahasiswanya dikejarkejar untuk lulus. Hal tersebut, mengubah oreintasi mahasiswa sekarang. Memulai demokrasi pada diri mahasiswa misalnya seperti apa? Harus ada yang memulai dan mengatakan, ‘jika kalian menjauhakan diri dari soal politik maka membiarkan bangsa ini semakin habis sumber intelektualnya’. Selain itu, juga berasal dari kelompok-kelompok pemula untuk memulai tradisi semangat intelektual. Kedua, kelompok tadi melakukan pembaharuan di kelembagaan mahasiswa dan peran kelompok ini bisa diambil oleh siapa saja. Bagaimana menghadapi demokrasi yang saat ini sangat bebas? Saya setuju tidak ada pembatasan waktu kuliah, karena mahasiswa itu sendirilah yang mengetahui kapan dirinya harus lulus. Terpenting menyelesaikan syarat

Dok. Pribadi

administrasi. Lalu biaya pendidikan perguruan tinggi harus murah. Dan harus ada evaluasi dalam kurikulum perguruan tinggi. Apa benar demokrasi melulu dengan kekerasan? Dalam demokrasi kampus yang utama bukan soal suara, tetapi apa output dari demokrasi ini. Karena yang diperebutkan suara, maka siapa pemenangnya dan jabatan apa yang didapat. Dari sinilah munculnya politik praktis. Jadi, pragmatis berpolitik itu untuk mendapatkan jabatan. Padahal esensi dari demokrasi kampus itu menghasilkan wakil-wakil mahasiswa yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Yang kedua, mahasiswa tidak memaknai demokrasi sebagai bentuk permusyawarahan untuk mufakat tetapi mahasiswa langsung melakukan demokrasi liberal. Pada hakikatnya, demokrasi lahir atas dasar anti kekerasan. Jika sudah berdemokrasi tetapi masih melakukan kekerasan itu berarti dia nggak mengerti demokrasi.

Sistem Representatif Pemilu BEM U: Benar-Benar Representatif (kah)?

Mahasiswa UIN Jakarta telah menyelenggarakan hajat besar demokrasi, Pemilihan umum Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas dan Ketua Dewan Mahasiswa Jurusan (DEMA F/DEMA J). Selanjutnya, di akhir April mendatang, Pemilu tingkat universitas atau pemilihan ketua Dewan Mahasiswa Universitas pun akan digelar. Ada yang berbeda dengan sistem pemilu kali ini, jika dulu di masa Student Government sistem pemilihan bersifat one man one vote, kini sistem pemilihan diganti menjadi bersifat representatif (representative).

Sitem representatif atau biasa disebut demokrasi perwakilan adalah sistem demokrasi yang berdiri di atas dasar prinsip sedikit orang yang dipilih untuk mewakili sekelompok orang yang lebih banyak. Dengan sistem ini, di tangan mahasiswa yang telah terpilih menjadi BEM J maupun BEM F-lah nantinya akan ditentukan siapa yang duduk di kursi ketua BEM U. Menanggapi pergantian sistem pemilu tersebut, LPM INSTITUT berinisiatif untuk mengadakan survei kepada beberapa mahasiswa. Menanyakan kepada ma-

hasiswa, apakah setuju dengan penerapan sitem representatif mewarnai kehidupan demokrasi kampus khususnya jika diterapkan pada pemilihan BEM U nanti? Jika mereka tidak dilibatkan secara langsung dalam pemilihan ketua BEM U? Dan bagaimana pendapat mereka tentang sistem baru tersebut. Menurut survei yang dilakukan pada 100 responden dari kalangan mahasiswa, hanya 34% yang menyatakan setuju dengan sistem representatif. Sisanya memilih untuk mengatakan kurang setuju sebanyak 39% dan tidak setuju sebanyak 27%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan mahasiswa sangat ingin menggunakan hak suaranya secara langsung untuk menentukan siapa yang akan memangku jabatan tertinggi kemahasiswaan. Namun, saat ditanya apakah mereka telah mengetahui bahwa sistem representatif tersebut akan diterapkan pada pemilihan ketua BEM U di akhir April mendatang, hampir 49% responden menjawab tidak tahu dan yang kurang tahu sebanyak 25%. Sedangkan hanya 26% yang mengaku benar-benar tahu. Bagaimana mungkin sistem

ini benar-benar ‘representatif ’ atau ‘mewakili’, jika yang akan diwakilinya saja banyak yang tidak tahu bahwa dirinya (mahasiswa) akan diwakili? Lantas mewakili siapa wakil terpilih tersebut? Suara mahasiswa kebanyakan ataukah kepentingan segelintir orang? Pun yang terjadi sosialisasi begitu minim, yang dilakukan oleh Dema Fakultas dirasa hanya 26%. Selebihnya, dari Brosur/Pamflet/ Banner dan paling banyak menjawab lain-lain, bahkan ada suara yang abstain sebanyak 3% karena kebanyakan mereka tidak sama sekali mendapatkan informasi tentang adanya pemilihan ketua BEM U dengan sistem representatif. Seharusnya, sosialisasi lebih digalakkan lagi agar ketika sampai pada waktu pemilihan, mereka (mahasiswa) tidak merasa ‘diacuhkan’, padahal sebenarnya memiliki hak suara. Sehingga sebanyak 52% responden menyatakan bahwa sistem ini kurang mampu mewakili suara-suara mahasiswa. Dengan kata lain, mahasiswa lebih banyak yang mengharapkan dapat memilih calon ketua dengan sistem one man one vote. Hal ini juga ditunjukkan dari animo mahasiswa untuk

melibatkan diri secara langsung dalam hajat besar demokrasi ini. Sebanyak 70% suara responden menyatakan bahwa mahasiswa memang perlu dilibatkan dalam pemilihan ketua BEM U. Hasil survei di atas, memberikan suatu masukan bagi para ‘pejabat’ di tataran mahasiswa, baik BEM J maupun BEM F, untuk segera mensosialisasikan pergantian sistem baru pemilihan. Penting, agar para mahasiswa ‘awam’ sedari awal paham bahwa suara mereka jatuh pada orang yang tepat. Serta menjadi kewajiban yang mewakili agar benar-benar merepresentasikan keinginan mahasiswa kebanyakan. Bukan jadi lahan ‘aji mumpung’ untuk mendapatkan keuntungan pribadi beserta segelintir golongannya. Supaya kelak, pemerintahan kampus berjalan secara bersinergi antara mahasiswa biasa, DEMA J, DEMA F, DEMA U dan rektorat. Untuk sama-sama menjadikan kampus UIN Jakarta ke arah yang lebih baik.


RESENSI

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

BUKU

Meniti Ajaran Sang Matahari Jawa

Selamet Widodo

Tatkala saya merasa terpuruk dan sampai-sampai harus memprotes Tuhan karena merasa telah diperlakukan tidak adil, buku karya Ki Ageng Suryomentaram, mendinginkan kepala dan hati saya. Seakan-akan bertutur langsung pada saya sebagai seorang bapak yang ngemong (membimbing dengan penuh kasih). Bahasanya yang bersahaja mengarahkan kesadaran saya untuk menyikapi realitas alam semesta dan hukum-hukum yang dikandungnya dengan berani, jujur dan bertanggung jawab. (h.48) Sebait pengakuan Abdurrahman El-‘Ashiy di atas, tertuang dalam karyanya yang berjudul Makrifat Jawa untuk Semua. Buku setebal 310 halaman itu, mengupas kearifaan Ki Ageng Suryomentaram yang dijuluki Sang Matahari Jawa. Lantaran ia dianggap sebagai pencerah dari Kota Mataram. Ki Ageng telah berhasil membumikan ajaran adi luhung leluhurnya. Ia juga mampu menerangkan berbagai wacana filsafat tentang mula dan akhir alam semesta ke dalam penjelasan yang mudah dicerna. Sesungguhnya Ki Ageng Suryomentaram atau Pangeran Suryo-

13

Judul: Makrifat Jawa Untuk Semua Penulis: Abdurrahman El-‘Ashiy Penerbit: PT. Serambi Ilmu Semesta Hal:310 ISBN: 978-979-024-290-6

mentaram merupakan Guru Utama ‘aliran kebatinan’ kawruh begja (pengetahuan tentang bahagia) atau kawruh jiwa (pengetahuan tentang jiwa). Aliran ini terinspirasi dari aliran kebatinan Jawa, sumarah yang berarti pasrah atau berserah. Terdapat aktivitas yang cukup penting dalam kawruh begja, yaitu pelajaran tentang diri sendiri guna mendapatkan pengetahuan tentang diri sendiri. “Mempelajari tentang rasa dalam diri sendiri, menurut Ki Ageng, bisa disamakan dengan mempelajari manusia dan kemanusiaan. Karena kita semua adalah bagian dari makhluk

bernama manusia, maka ketika kita mempelajari rasa diri sendiri dan berhasil memahaminya dengan tepat, otomatis kita akan memahami manusia pada umumnya. Maka, pengenalan diri itu mesti dimulai dengan penuh keberanian menghadapi segala yang ada di hadapan kita secara apa adanya.” (h.53). Selain itu, dipaparkan pula hakikat ibadah secara luas. Ki Ageng memberikan resep jitu untuk memahami ibadah secara totalitas, yaitu dalam menyembah Yang Kuasa sesuai dengan jalan pikiran dan akal sehat supaya bisa menenteramkan hati atau khusyuk.

Untuk mencapai kekhusyu-an itu terlebih dahulu kita harus memahami, siapa sesungguhnya yang menyembah, apa yang sesungguhnya disembah dan bagaimana ‘cara menyembah yang benar’. Berkaitan dengan ketiga hal tersebut, Ki Ageng pun menjelaskan bahwa aktivitas menyembah bukanlah naluri bawaan bagi semua orang. Yang membuat seseorang berkecenderungan menyembah adalah ketika ia merasa hidupnya malang atau kurang beruntung menurut anggapannya. Menurut penulis, yang dimaksudkan sebagai penyembah oleh Ki

Ageng disitu adalah orang yang berwatak budak sekaligus bermental pedagang. Hakikat penyembahan kepada Allah saat seseorang menyembah-Nya hanya semata atas dasar makrifat dan cinta. Inilah ibadah yang digagas dan dikehendaki oleh Ki Ageng. Belajar dari jejak-jejak kearifan yang tersirat dan tersurat dalam ajaran Ki Ageng, spiritualis bukanlah tujuan, melainkan seperti vitamin atau suplemen penambah energi untuk membangkitkan semangat yang mulai mengendor. Karena itu, jika ada pemburu spiritualis yang sampai terlena, asyik masuk dalam dunia ‘enak sendiri’ dan menutup mata terhadap penyakit sosial tanpa (negnakke liyan) di sekitarnya, ia bukan lagi menjadi vitamin, tetapi telah menjelma menjadi candu. Tak ada manusia yang sempurna, begitu juga buku ini tak luput dari kekurangan. Banyak bahasa dalam buku ini yang menggunakan istilah-istilah subjektif dalam ajaran Ki Ageng yang sukar untuk dimengerti, meski terdapat penjelasan pada setiap istilahnya. Meski begitu, buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca untuk memahami secara sederhana masalah ilmu hati.

Foto: Adi Nugroho/ INSTITUT

Pembuatan selasar (kanopi) di depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) membuat spanduk menjadi tidak terlihat dan peletakannya di mana saja, asalkan terlihat. Hal itu membuat spanduk tidak tertata dengan rapi. Kamis (4/3).


12

SASTRA

CERPEN

Galang masih berkutat di depan komputer bututnya. Matanya tak henti-henti memandangi layar nan lusuh dan berdebu. Sementara jari-jemari terus menempel di atas tuts-tuts keyboard hitam. Sesekali pandangannya mengarah ke kiri, ke kanan dan ke atas, menerawang arah fatamorgana. Ia terus memutar otak. Mencari kelemahan yang ada pada dirinya sehingga sesuatu yang ia citakan tak kunjung tercapai. Ia tak habis pikir dimana letak kekurangan dan kelemahannya? Di sisi kirinya berdiri saksi bisu, setumpuk buku tentang kiat-kiat menjadi penulis novel dan cerita pendek. Tak kalah banyaknya, di sisi kanan puluhan buku antologi cerpen dari berbagai penulis. Sementara di rak berjejer karya-karya fenomenal novelis kenamaan dalam maupun luar negeri. Dari sampul buku tampak Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Bumi Cintanya Habiburrahman El Shirazy. Di sebelahnya lagi berjilid-jilid Harry Potternya JK Rolling. Nampak juga di bawahnya novel kenamaan dunia seperti Dunia Shopie, The Da Vinci Code, Lord Of The Rings dan lain-lainnya. Sementara di paling ujung terlihat nama-nama novelis Indonesia sekaliber Asma Nadia, Helvi Tiana Rosa, Afifah Afra, Fahri Asiza, Dewi Dee Lestari, Ahmad Fuadi, Andrea Hirata dan Sequel Gajah Madanya Langit Kresna Haryadi. Serta berjubel novel-novel lainnya. Jarum jam menunjuk angka empat pagi. Ini hari ketiga Galang tak keluar kamar sama sekali. Tiga hari pula ia lupa mandi. Hanya sesekali membasuh muka dan gosok gigi. Di bawah temaram lampu yang mulai meredup rambutnya tampak kusut tak terawat. Matanya merah antara kelelahan, kurang tidur dan terlalu lama memandangi monitor. Tidur terakhirnya adalah kemarin siang. Itupun tak lebih dari dua jam. Sematamata untuk menghilangkan lelah. Bajunya kumal dan sedikit berbau peluh keringat. Adzan Subuh menggema. Ah, bahkan sholat pun Galang acuhkan sejak seminggu yang lalu. Ruparupanya ia tak peduli lagi dengan semua urusan. Semua teman sementara ia tinggalkan. Kalaupun boleh dibilang teman ialah seperangkat komputer, secangkir kopi dan beberapa batang rokok. Benda-benda itu yang menemaninya tiga hari belakangan. Bahkan kakaknya yang serumah sekalipun tak sempat ia sapa walau sebentar. Paling-paling ketika kakaknya mengantarkan seseduh kopi kala pagi dan sore hari. Itupun dengan ekspresi dingin. Galang sedang kesetanan dengan dunia tulis menulis. Ratusan kali ia mengirim cerita pendeknya ke berbagai majalah dan koran harian. Tapi tak satupun yang pernah dimuat. Rupa-rupanya dia sedang dendam dengan dunia cerita. Dan dendam itu ia ekspresikan dengan menulis sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya. Sembari membuka-buka buku lamanya tentang menjadi penulis best seller. Ia tidak lantas menciutkan nyali dan memundurkan langkah. Justru semakin banyak karyanya yang ditolak ia semakin tertantang dan menantang. Bahkan semakin memompa semangatnya dan melecut obsesinya. Obsesi untuk menjadi penulis yang diakui di kancah nasional maupun internasional. Obsesi yang perlahan-lahan menjadi liar. Sejak kecil Galang memang mahir mengarang cerita. Sejak masih di taman kanak-kanak ia berkali-kali

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Obsesi Liar Oleh: Ulin Nuha*

mengarang cerita dan melakonkannya di depan teman-teman. Ia sendiri tidak tahu bakatnya itu mengalir dari siapa. Selain mengarang ia juga gemar membaca kisah-kisah, terutama kisah para nabi. Dari sekian kisah yang pernah ia baca ada satu kisah yang mengesankan baginya dan bahkan sampai hafal secara detail. Ialah cerita tentang Nabi Sulaiman ketika berdialog dengan semut dan burung Hudhud. Ia belum mengerti tentang nabi dan mukjizat-mukjizatnya ketika itu. Ia hanya kagum dan heran dengan Nabi Sulaiman yang mampu berbicara dengan hewan. Hanya karena itu. Tak lebih. Sampai kemudian ia pun gemar mengarang cerita tentang persahabatan manusia dan hewan. Galang tak peduli dengan keadaan ekonomi keluarganya yang kurang mampu. Baginya ia punya mimpi dan cita-cita. Dan ia yakin pasti akan mampu menggapainya. Ayah dan ibunya hanyalah seorang petani. Petani yang taat, yang selalu mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kewajiban sholat lima waktu. Ia memiliki seorang saudara perempuan yang kini telah menikah dan tinggal di Ibu kota. Semenjak masuk bangku sekolah menengah pertama bakat menulisnya mulai terasah. Ia berkali-kali menulis cerita pendek dan sering memenangkan lomba meskipun hanya tingkat sekolahnya sendiri. Karena itu pula ia mendapat beasiswa sehingga tidak perlu memikirkan biaya lagi. Jiwa menulisnya semakin menjadi ketika masuk bangku sekolah menengah atas. Ia bergabung di organisasi majalah sekolah. Maka seakan menempati habitat yang sesungguhnya setiap minggu cerita pendeknya pasti terpajang di mading sekolah. Sesekali ia kirimkan tulisannya ke sebuah majalah nasional meskipun tak juga pernah dimuat. Selepas dari SMA, Galang memberanikan diri untuk masuk di perguruan tinggi sambil bekerja. Tapi baru sebulan merasakan bangku kuliah ia putuskan untuk berhenti. Kuliah dianggap hanya membuang-buang waktu dan biaya. Kemudian ia berangkat ke Ibu kota dan tinggal serumah dengan kakaknya. Di sanalah pengembaraan dunia fiksinya dimulai. Ia mulai merambah dunia novel. Novel pertama dan keduanya ia sodorkan ke penerbit. Tapi ditolak lantaran belum pernah punya tulisan yang dimuat harian atau majalah nasional. Kemudian ia fokuskan untuk membuat cerpen. Tapi belum juga mampu menembus pentas nasional. Seakan kurang puas ia men-

KOLOM BAHASA

rigala Di Antara Cakar Se

mengambil air wudhu untuk sholat Subuh” pikirnya. Lala mendekat ke meja komputer meletakkan secangkir kopi hangat untuk adiknya. Tanpa sengaja tangannya menyenggol mouse yang masih hidup. Seketika monitor menyala, menyinarkan cahaya. Ada sebuah tulisan. Sebuah judul dalam bentuk huruf kapital. Ia baca tulisan itu. ‘MISTERI PEMBUNUHAN BERSAUDARA’. Belum selesai Lala membaca tulisan itu tiba-tiba ia merasakan sakit di kepalanya yang teramat sangat. Dalam remang-remang ia sempat melihat Galang berdiri sesaat sebelum mendapati dirinya telah terkulai di lantai dengan darah segar yang mengalir dari otaknya. Lala pun menghembuskan nafas terakhir di sebelah pecahan guci yang menjadi saksi atas kematiaannya. Sementara syetan-syetan menepuki pundak Galang seolah merayakan kemenangannya. *** Pagi itu hari Sabtu pukul tujuh kediaman Lala dipenuhi polisi. Galang ditangkap dengan tanpa perlawanan. Minggu pagi warta Nasional menuliskan headline tentang pembunuhan bersaudara dengan tersangka Galang sebagai pembunuh. Sementara di halaman paling belakang pada rubrik cerpen memuat sebuah judul ‘Misteri Pembunuhan Bersaudara’ oleh Galang Gumilang. Hari itu obsesi Galang akhirnya tercapai. Impiannya untuk menjadi penulis yang diakui secara nasional menjadi kenyataan. Senyata kisahnya yang suram. Obsesi yang mengendap selama bertahun-tahun kini telah meledak. Obsesi yang liar, yang belum sempat ia jinakkan.

*Penulis adalah mahasiswa Dirasat Islamiyah

Bocah

Oleh: Rahmat Kamaruddin*

o*

senton Oleh: Irawan Karto

rigala lembah gal pada cakar se Darah yang terting kata-kata, membunuh jadi rasa takut yang akan tumbuh men pemburunya. a, Dan bulan purnam ditinggals luka yang pernah ka be ap masih menat ru yang mati, di jantung pembu kan sang serigala tanpa tahu alam akan mencabik m cakar yang sama a. ny cahaya ketika ia redupkan ris

sa dan Sastra Ingg

*Mahasiswa Baha

gunjungi dapur redaksi sebuah majalah secara langsung untuk mengetahui proses penyortiran sebuah kiriman tulisan. Adzan Subuh telah usai. Galang masih berpikir dan memutar otak. Memunculkan semua ingatannya tentang kiat-kiat menjadi penulis hebat. Meluapkan semua imajinasinya yang tak terbatas. Tubuhnya ia sandarkan pada kursi. Memejamkan mata. Sejenak bak orang ketiduran. Tapi bukan. Ia sedang berpikir. Ia bahkan tidak melihat makhluk bertanduk bak siluman di sekelilingnya yang kegirangan mendapati Galang telah lupa dengan sholatnya. Para syetan itu berpesta atas kemenangan mereka yang berhasil menggelincirkan Galang dalam sebuah semangat yang seolah-olah positif. Tiba-tiba wajah Galang berbinar. Matanya sedikit demi sedikit terbuka. Tangannya perlahan-lahan mengepal. Bak memperoleh sesuatu yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. “Ya. Ini dia. Kenyataan sebuah cerita.” Galang membatin. Selama ini Galang menulis fiksi berdasarkan imajinasinya yang brilian. Semua kiat telah ia coba. Semua sisi kehidupan telah ia tuliskan. Tapi sama sekali belum pernah menuangkan tulisan berdasarkan kenyataan. Kenyataan yang ia alami sendiri. Ia yakin bahwa penokohan Fahri dalam Ayat-ayat Cinta ialah sosok Habiburrahman El Shirazy itu sendiri. Penokohan Ikal dalam Laskar Pelangi ialah sosok Andrea Hirata itu sendiri. Penokohan Alif dalam Negeri Lima Menara ialah Ahmad Fuadi itu sendiri. Dan seterusnya. “Baiklah. Akan kutulis sebuah kenyataan,” pekiknya yakin. Tangan Galang kembali menggerayangi tuts-tuts keyboard. Ia ketik huruf demi huruf, kata demi kata penuh yakin. Sampai kemudian terdengar ketukan pintu. “Galang!” sebuah suara memanggil. Galang tidak menjawab. Ia diam seribu bahasa. Diam dalam sebuah rencana. “Galang! Apa kamu masih tidur?” sekali lagi suara itu memanggil. Galang tidak juga mengeluarkan suara. Ia sangat hafal si pemilik suara itu. Tiap pagi dan sore. “Galang! Ini kopinya sudah jadi. Kakak masuk, ya!” ketiga kalinya suara Lala, kakaknya Galang, memanggil. Pintu berderit dibuka oleh Lala. Ia menebarkan pandangan. Mencari-cari adiknya yang sedang kesetanan dengan dunia menulis. Di depan komputer. Tidak ada. Di atas kasur. Juga tidak ada. “Ah. Barangkali baru bangun tidur dan

Tak puas dengan penjelasan KBBI, saya merujuk kepada disiplin lain tentang penjelasan lema bocah. Menurut KBBI arti bocah adalah anak kecil; kanakkanak. Toh, kaidah-kaidah keberbahasaan Indonesia memang sangat longgar. Perluasan medan makna sebuah lema sewaktu-waktu dapat berubah. “Bocahbocah pada ke mana?” ujar seorang mahasiswa yang mencari rekan mahasiswa lainnya. Menarik melihat paparan dua pakar dan praktisi pendidikan anak dari Florida, Amerika Serikat, Pamela Phelps, Ph.D dan Laura Stannard, Ph.D tentang anak-anak dalam menyelesaikan masalah. Pertama, pasif (passive). Pada tahap ini, anak hampir tidak melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan lingkungan. Tahapan ini dialami oleh para bayi yang belum bisa bicara dan berbuat banyak, terlebih menyelesaikan masalahnya. Kedua, serangan fisik (physical ag-

gression). Anak-anak pra-TK (sekitar 2-3 tahun) seringkali menyelesaikan masalah dengan melakukan serangan fisik berupa: tantrum (marah), berteriak, menggigit, menendang, memukul, atau melempar benda. Ia belum mempunyai perbendaharaan kata-kata untuk mengatasi persoalannya. Saat menginginkan mainan, seorang anak akan langsung merampas atau ketika marah pada temannya ia akan langsung memukul. Ketiga, serangan kata-kata (verbal aggression). Ketika anak menginjak TK sekitar 4-6 tahun maka serangan fisik akan berkurang, namun mereka mulai memahami kekuatan kata-kata. Mereka akan bergerak ke tahap ‘serangan katakata’. Anak perempuan usia 4 tahun kadang berkata: “Bajumu jelek!”. Keempat, bahasa (languange). Tahap ini, seorang anak sudah dapat menyelesaikan masalah dengan bahasa: kalimat yang positif, tidak kasar, dan tidak menghakimi. Hal itu tercermin dari kematangan dan pengendalian emosi yang baik.

Anak-anak yang akan masuk sekolah dasar sebaiknya sudah sampai pada tahapan bahasa untuk mengatasi persoalannya. Contoh: ketika seorang anak sedang membuat bangunan dengan balok, seorang teman menyenggol bangunannya. Anak itu berkata, “Aku tidak suka, kamu merobohkan rumahku.” Kemudian temannya itu menjawab, “Maaf aku tidak sengaja!” Masalah selesai dan kedua anak itu melanjutkan pekerjaannya. Barangkali, perluasan medan makna pada lema bocah, selain karena longgarnya kaidah berbahasa kita, memang mengandung makna denotatif yang lebih representatif dalam mendeskripsikan realitas. Hanya saja dalam KBBI tak terdapat frasa yang menyarahnya lebih lanjut. *Penulis adalah mahasiswa Ushuluddin dan Filsafat


LAPORAN KHUSUS

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Suka Duka Anggota KPU, Dihujat dan Diapresiasi

Setelah itu, dekanat melakukan penyaringan melalui uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih KPU dan panwaslu. Mereka yang terpilih lalu mengucap janji untuk bersikap independen, profesional dan tidak membawa kepentingan apapun. Hal tersebut diungkapkan Ketua KPU Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Amzar Fadliatma. Menurutnya, sistem delegasi tersebut sudah mewakili suara mahasiswa dalam mengantisipasi kecurangan pemira. Banyak tugas berat yang harus diemban anggota KPU. Suka dan duka pun mereka rasakan. Di satu sisi, banyak tuduhan negatif terhadap kinerja KPU. Godaan imbalan hingga sebuah kecaman diterima KPU. Di sisi lain, KPU juga

diapresiasi ketika pemilu berjalan dengan sukses. Hal itulah yang dirasakan Ketua KPU Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Muhammad Takdir. Ia menyayangkan banyak mahasiswa yang memandang KPU sebelah mata. “KPU selalu dicurigai sebagai boneka BEMF. Ada selentingan saya lebih condong ke sini lah, ke situ lah,” ujarnya, Rabu (3/4). Walau anggota KPU dibentuk BEMF, Takdir menerangkan, mereka telah berusaha bekerja secara independen dan profesional. Ia mengungkapkan, sejak menjadi ketua KPU, telepon genggamnya tak pernah berhenti berdering. “Banyak yang menanyakan saya di mana dan mengajak bertemu,” katanya. Meski demikian, Takdir selalu menolak jika ada orang yang mengajaknya bertemu. “Apalagi yang mau datang ke tempat kost malammalam. Saya sudah tahu arahnya mau ke mana,” ujarnya. Ia berusaha untuk menghindari hal-hal yang bersifat gratifikasi dan ajakan untuk meloloskan salah satu kandidat. Di media sosial twitter pun, Takdir dan kawan-kawan masih

ganggap serius teror itu. “Saya cuek saja. Hal itu wajar saja, ada oknum yang mau mencacatkan pemira,” katanya. Baginya, ini sebagai proses pendewasaan politik mahasiswa. Meski begitu, KPU juga tetap berusaha menghindari kekacauan dengan melakukan kerjasama bersama pihak keamanan untuk menyukseskan pemira. Menjadi Ketua KPU Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), bagi Abdurrahman B.L memiliki kebanggan tersendiri. Sebab, KPU mempunyai peran yang sangat besar dalam pemira. “Ini juga sebagai deklarasi diri dan pengalaman,” ujarnya, Selasa (2/4). Ia juga jadi lebih memahami birokrasi dan demokrasi kampus. Dekan FSH, Amin Suma pun memberikan apresiasi atas kinerja KPU dalam menyukseskan pemira, sehingga tidak terjadi kekacauan seperti pemira sebelumnya. Ia berencana memberikan penghargaan berupa sertifikat atas keberhasilan semua anggota KPU. Terkait tuduhan KPU tidak independen dan tidak transparan, menurut Abdurrahman, mahasiswa bebas menilai apa saja. “KPU itu hanya sebatas fasilitator penyelenggara pemira dan mengonsep teknis lapangan,” ujarnya.

Foto: Nur Azizah/ INSTITUT

Anastasia Tovita Pemilu raya (Pemira) tingkat fakultas dan jurusan telah usai. Sebelum itu terlaksana, dibentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Mereka berfungsi sebagai penyelenggara pemira. Anggotanya dipilih melalui sistem delegasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ).

Wakil Rektor (Warek) Sudarnoto Abdul Hakim saat mengontrol pemira di FISIP, (30/3)

menerima hujatan yang mempertanyakan kelegalan KPU. Ia pun mengklarifikasi KPU dibentuk dan dilantik sesuai surat keputusan dekanat. BEMF hanya sebagai perantara pembentuk KPU. “Itu dukanya menjadi Ketua KPU, buat sistem begini, dikritik sanasini (mahasiswa),” jelasnya. Walau mendapat banyak kritik dan tuduhan, Takdir mengaku bisa mewujudkan misinya untuk membuat FISIP menjadi contoh penyelenggara pemira untuk fakultas lain. Ia juga berencana membuat prosedur standar operasional teknis penyelenggara

5

pemira untuk selanjutnya. Setelah rampung, akan diajukan ke KPU pusat. “Itu sukanya. Saya mempunyai otoritas untuk mengubah sistem,” jelasnya. Ketua KPU Fakultas Ushuluddin (FU), Saiful Bahri pun mulai banyak mendapat teror dan ancaman melalui telepon dan pesan singkat sebelum pemira berlangsung. “Bahkan, H-3 itu ada selebaran yang mengatakan, KPU itu rusak, cacat, curang dan isu pemilihan akan kacau,” tutur pria yang akrab disapa Ipung ini, Selasa (2/4). Ipung mengaku tidak men-

Foto: Dokumen Pribadi

san Biologi ini, bergabung dengan Tarsius mendapatkan manfaat yang banyak, terlebih di dalam perkuliahan terdapat matakuliah Ekosistem dan Primatalogi. “Kalau kita belajar secara teori hanya sekadar tahu, tapi di Tarsius kita bisa langsung terjun ke lapangan sehingga dalam memahami primata lebih mengerti,” kata Wahyudin yang menjadi wakil ketua di Tarsius. Tarsius sendiri merupakan salah satu primata yang kecil sangat lincah. Filosofi yang ingin diambil dengan menggunakan nama primata ini yakni meski hanya sebuah kelompok kecil dalam fakultas, namun LSO Tarsius harus bergerak lebih cepat untuk menciptakan karya yang besar.

Aktif

Aktif

Jumlah LSO

Jumlah LSO

Jumlah LSO Tidak aktif Aktif

Jumlah LSO Tidak aktif Aktif

Jumlah LSO Tidak aktif Aktif

Jumlah LSO

*Sumber data keaktifan LSO, berasal dari BEMF.

Aktif

Ada juru sumpah, jaksa penuntut umum, hakim, dan beberapa tokoh yang biasanya dibutuhkan ketika dalam sebuah peradilan. Seluruh tokoh ini diperagakan oleh mahasiswa Fakultas Hukum dan Syariah (FSH) yang tergabung dalam Mootcourt Comunity, dalam kegiatan simulasi Peradilan Semu. Selain kegiatan Peradilan Semu, kegiatan rutin LSO Mootcourt Rencana Mooting yaitu diskusi hukum tentang studi kasus. Setiap anggota mempersiapkan materi yang akan menjadi studi kasus dalam Rencana Mooting. Lalu akan diperdebatkan dengan menghadirkan juri yang merupakan dosen atau lawyer. Lawyer ini bukan berarti pengacara, namun orang yang mengerti hukum. Biasanya terdiri dari dosen atau senior Mootcourt yang sudah bekerja di lembaga hukum. Kegiatan Peradilan Semu dan Rencana Mooting tersebut dilakukan setiap

Jumlah LSO

Lembaga Semi Otonom (LSO) merupakan tempat untuk menyalurkan berbagai kegiatan untuk belajar dan berkarya di tingkat fakultas. Banyak dari LSO yang ada merupakan refleksi dari masing-masing fakultas. Sedangkan, fakultas yang tak memiliki LSO bukan berarti tak memiliki tempat pengekspresian diri. Meski begitu, sayangnya banyak LSO yang sudah vakum karena terkendala berbagai hal. Padahal menurut Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Studi Rizal, manfaat mengikuti kegiatan di luar perkuliahan mahasiswa dapat mengeksplorasi bakat dan hobi mereka. Meski banyak yang tak aktif, namun masih ada beberapa LSO yang eksis dan memiliki prestasi. Semisal Mootcourt Community dan Tarsius. Simulasi Pengadilan dalam Pengadilan Semu

Aktif

Karlia Zainul

anak LSO Tarsius tersebut hanya satu dari sekian banyak peristiwa yang aneh dan menegangkan lainnya. Wahyudin tak merasa kapok, ia justru menganggap bertemu dengan satwa liar merupakan keberuntungan. Pengalaman itu didapat ketika kelompok Tarsius sedang melakukan kegiatan rutin mereka monitoring (memantau) primata di kawasan hutan Tapos, Bogor. Monitoring ini biasanya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Tujuannya untuk memantau perkembangan primata-primata di hutan tersebut. Setelah melakukan monitoring, Tarsius membuat laporan dan dipublikasikan di majalah dinding (mading) FST. Publikasi bagi mahasiswa juga dilakukan dengan cara membuat seminar. Bagi Wahyudin dan Putri Qurota Ayuni, mahasiswa juru-

Jumlah LSO

Kegiatan monitoring yang dilakukan Tarsius di Muara Angke, Oktober 2011.

satu kali dalam seminggu. Tak hanya dua kegiatan rutin, kelompok hukum yang sudah memiliki 23 anggota aktif ini juga kerap kali mengikuti acara di luar kampus, baik debat maupun seminar. Ketua Mootcourt, Hilda Hilmiah Dimyati mengatakan, ini berguna untuk mengetahui calon sarjana hukum dari kampus yang berbeda. “Kita bisa tahu kelebihan dan kekurangan kita, bahwa ada yang harus dibenahi,” kata Hilda. Bulan Maret lalu, kelompok ini mengikuti lomba debat di Universitas Padjajaran (UNPAD), Bandung. Diikuti oleh 24 fakultas hukum dari seluruh Indonesia. Namun, perwakilan UIN Jakarta yang merupakan anak-anak Mootcourt tak lolos ketika penyisihan grup. LSO yang sudah eksis sejak 2005 lalu ini bukan berarti tak dihadang kendala. Menurut Hilda kesulitan yang paling terasa ketika sangat susah menciptakan atmosfir akademik di lingkungan mahasiswa, sehingga antusias mahasiswa untuk bergabung di sebuah LSO tak besar. Tarsius, Kelompok Kecil dengan Semangat Besar Ketika sore tiba, Wahyudin menyalakan api untuk masak. Tiga temannya menjaga tenda. Wahyudin dan kedua teman lainnya pergi mengambil air tak jauh dari tenda mereka. Saat akan naik ke camp sambil membawa air dengan sebuah galon, tiba-tiba ada sosok yang mengagetkan para mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) ini. Seekor macan tutul lompat di depan mereka. Seketika mereka lari, meninggalkan galonnya. Pengalaman yang dialami anak-

Tidak aktif Aktif

Foto: Dokumen Pribadi

LSO Sebagai Refleksi Fakultas


6

KAMPUSIANA Menikah Muda itu Pilihan

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Adi Nugroho Anggapan menikah sekali seumur hidup, membuat keputusan untuk menikah haruslah penuh dengan pertimbangan yang benarbenar matang. Tetapi, keputusan waktu untuk menikah saat kuliah atau menikah setelah mapan merupakan pilihan masing-masing individu. Manfaat menikah saat berkuliah dirasakan mahasiswi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Fildza Maulidya. Pada saat dirinya memutuskan untuk menikah, orangtuanya melarang untuk menikah, karena ketakutan orangtua, saat anaknya menikah harus mengurus keluarga dan nanti perkuliahannya akan terbelengkalai. Namun, dirinya bisa membayar ketakutan orangtua dengan membuktikan bahwa ia bisa kuliah tepat pada waktunya. Saat ini dirinya sedang menyusun proposal skripsi dan menargetkan wisuda pada tahun ini. Berat memang, ketika ia harus membagi waktunya untuk mengurus anak dan kuliah. Terlebih ketika rasa malas kuliah menghampiri—karena tidur larut malam untuk mengerjakan tugas kuliah dan mengurus keluarga. Namun,, di saat-saat seperti itulah sang suami memberikan suntikan

moral padanya. Mengenai alasan ia menikah muda sebenarnya sederhana. “Saya malas berpacaran,” ujar ibu satu anak ini, (4/5). Dirinya tetap bertanggung jawab mengurus buah hatinya walaupun dibantu baby sitter. Hal ini dibuktikan ketika ia mengerjakan tugas perkuliahan ketika buah hatinya sudah tertidur dan mengambil waktu kuliah siang hari saja, jadi ia bisa berkumpul waktu pagi dan setelah pulang kuliah.

“Kalau sudah seperti itu harus dinikahkan supaya bertanggung jawab. Tetapi hal itu membuat mahasiswa menikah belum pada waktunya” Semangat lainnya ditunjukkan Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan, Tri Winarsih ini sebelumnya tidak menginginkan berkuliah setelah menikah. Tetapi, suaminya malah merencanakan dan memotivasi dirinya untuk berkuliah. Karena motivasi suaminyalah dirinya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ia mengatakan, mengambil jam pelajaran perkuliahannya pun tiga hari dalam seminggu—

membagi waktu antara keluarga dan perkuliahan. “Pintar-pintar membagi waktunya saja,” katanya , Selasa (2/4). Ketika mengerjakan tugas ia pun harus menunggu anaknya tertidur. Terkadang suaminya membatu untuk mengerjakan tugas perkuliahan. Kesulitan membagi waktu antara kuliah dengan mengurus keluarga pernah dirasakan oleh Siti Fahla Nurmala Dewi, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Ia menikah saat dirinya diterima sebagai mahasiswi UIN Jakarta. “Awal kuliah saya sibuk mendahulukan tugas kuliah. Jadi, keluarga yang dibelakangi terus. Tapi, saat ini saya sudah bisa membagi waktu,” ujarnya. Hal tersebut karena ia tinggal di Bekasi, yang membutuhkan waktu cukup lama untuk pulang pergi ke rumahnya. Berbeda dengan Fildza, Fahla malah didorong keluarganya untuk menikah, karena ketakutan tidak ada yang menjaganya, terlebih jika ia harus tinggal sendiri. Melihat hal tersebut, Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah, Abudinnata menjelaskan, “Menurut fiqih, salah satu syarat menikah sudah balig. Tetapi menikah jangan hanya dilihat dari fiqihnya saja, karena umur 17 tahun sih

www.sehatnews.com

sah-sah saja,” tegasnya, Jumat (5/4). Selain itu, juga harus dari berbagai aspek atau komprehensif karena tanggung jawab saat menikah bukan hanya dari segi hukum, tetapi ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Dari segi sosial, katanya, setidaknya harus mempunyai pekerjaan sehingga dapat memberikan nafkah, selain itu dapat mengayomi dan melindungi, “Lebih baik siap terlebih dahulu

baru melakukan pernikahan”. Persoalannya berbeda jika si mahasiswa sudah hamil sebelum menikah. “Kalau sudah seperti itu harus dinikahkan supaya bertanggung jawab. Tetapi hal itu membuat mahasiswa menikah belum pada waktunya,” jelasnya seraya mengingatkan mahasiswa ketika memutuskan untuk menikah harus sudah mampu, karena jika tidak, rumah tangganya akan hancur.

Pemuda Harus Selesaikan Ancaman Disintegrasi Bangsa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menyelenggarakan Acara Konferensi Nasional (KONNAS) 2013 yang bertema “Pemuda Indonesia dan Ancaman Disintegrasi Bangsa” di Auditorium FISIP. Acara ini diselenggarakan sejak Selasa hingga Minggu 7 April. Ketua acara, Hilman Hidayat mengatakan, latar belakang diadakannya kegiatan KONNAS, yaitu untuk mengetahui penyebab terjadinya disintegrasi bangsa di daerah konflik oleh pemuda. “Kita ingin mengetahui dengan jelas keadaan di Aceh, kita juga ingin tahu bagaimana keadaan di Papua. Kita ingin mengetahui semuanya dengan real,” ungkap Hilman, Rabu (3/4). Menurutnya, tema yang diusung ini tidak pernah hilang. Meski konflik multi kulturalisme sempat hilang, namun muncul lagi. Begitu pula ketika ada konflik separatisme yang sempat hilang, tapi timbul kembali. Oleh karena itu mahasiswa yang menjadi delegasi dari univer-

sitas seluruh Indonesia, diharapkan bisa menemukan solusi agar tidak terjadi lagi konflik di tanah air. “Seharusnya pemuda itu mempersatukan bangsa bukan memecahkan bangsa,” ujar Hilman. Hilman menambahkan, acara ini dihadiri oleh 82 mahasiswa Fisip dari 20 universitas se-Indonesia. Tak hanya mahasiswa FISIP UIN Jakarta, Universitas Cendrawasih dan Universitas Syah Kuala juga ikut bergabung. Selain seminar, kegiatan KONNAS lainnya yaitu, simulasi sidang di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), kunjungan ke Sekretariat Negara, deklarasi mahasiswa serta masih banyak kegiatan lainnya. Panitia bagian acara, Muhammad Takdir mengatakan, tujuan adanya kegiatan simulasi sidang ini untuk mempelajari bagaimana Undang-Undang (UU) terbentuk. Mulai dari Rancangan UndangUndang (RUU) hingga disahkannya UU. Setelah itu dibawa ke sidang paripurna. “Kegiatan ini merupakan hal

yang prestisius. Sebab, satu hari peserta menjadi anggota DPR sungguhan yang mengambil keputusan. Jadi, kita tahu bagaimana susahnya membuat UU. Pengalaman seperti ini susah didapatkan,” ungkapnya lagi. Takdir mengatakan, setelah kita mendapatkan pengalaman tersebut, mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar bisa demo dan mengkritik yang destruktif saja, melainkan kritik yang membangun. Ada pun kunjungan ke Sekretariat Negara, peserta diajak untuk flash back sejarah serta untuk mengenang sejarah Indonesia. Namun, kegiatan ini tidak terlalu bersifat akademik. Dalam pengertian lain, hanya bersifat wisata sambil belajar. Salah satu peserta acara KONNAS, Federick mengatakan, acara ini sangat bagus. Terutama untuk menambah wacana mengenai ancaman disintegrasi bangsa terkait posisi mahasiswa juga. “Pembahasan ini harus panjang agar bisa mencapai konsensus.

Foto: Syafiq

Abdurrohim Al Ayubi

Peserta Konferensi Nasional (KONNAS), sedang melakukan simulasi sidang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (KAMNAS) di Gedung Operasional Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Kamis (4/4).

Berbicara masa depan, semuanya dipegang oleh pemuda. Kebebasan itu sangat penting dan ini berhubungan dengan demokrasi,” kata Mahasiswa Universitas Jendral Sudirman ini. Ia berharap agar acara ini bisa dihadiri oleh sebanyak mungkin mahasiswa. Sebab menurutnya, masih banyak mahasiswa yang memikirkan persoalan ancaman disintegrasi bangsa.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.Menulis adalah bekerja untuk keabadian”


SOSOK

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

11

Ketua Umum IMASASI, Tak Hanya Jago Kandang “Mungkin ‘darah’ saya sudah menjadi bahasa arab. Sering juga ketika saya berbincang dengan orang tua menggunakan bahasa Arab” Abdurrohim Al Ayubi

Nama: Basyir Arif TTL: Bekasi, 03 Maret 1991 Prestasi: Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Studi Arab se-Indonesia (IMASASI) Kegiatan: >Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah wal Arabiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta >Mahasantri International Institute For Hadith Sciences Darus-Sunnah Staf Ahli Bidang Public Relations UKMBahasa FLAT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta >Pengkaji analisis pemikiran dan politik timur-tengah di The Middle East Institute

Basyir Arif tidak mengira dalam perjalanannya sebagai mahasiswa yang aktif di sebuah organisasi bahasa (FLAT) menjadikannya Ketua umum pertama Ikatan Mahasiswa Studi Arab se-Indoensia (IMASASI). Prestasi tersebut merupakan hasil saat ia menjadi ofisial dalam mengikuti perlombaan tingkat nasional sejak dua tahun sebelumnya. IMASASI adalah organisasi mahasiswa studi arab tingkat nasional yang memiliki lebih dari 34 anggota. Tak hanya mahasiswa Studi Arab UIN Jakarta, Universitas Gajah Mada dan Universitas lain di Indonesia juga ikut bergabung. Organisasi ini merupakan sarana bagi mahasiswa studi Arab yang membutuhkan lembaga profesi untuk meningkatkan kompetensi profesionalisme dan pedagogik serta menciptakan peningkatan pembelajaran bahasa Arab. Sejak tahun 2010 ia sudah bergelut dalam bidang bahasa Arab di

wilayah nasional. Berbagai Kejuaraan ia raih bersama timnya dari UIN Jakarta. Seperti juara 1 pidato di UNJ, juara 2 debat di UGM, juara umum di UI, serta masih banyak juara yang ia sabet. Awalnya Basyir menganggap bahasa Arab biasa saja. Namun, sejak masuk FLAT ia mulai diajarkan untuk cinta bahasa dan budaya Arab. “Banyak pula dukungan yang diberi FLAT untuk ikut IMASASI,” ungkap Basyir sambil tersenyum. Menurut Basyir, potensi mahasiswa Studi Bahasa Arab UIN Jakarta banyak yang hebat. Baik dibidang debat maupun pidato. Sayang, kurang terdengar di luar universitas. “Mahasiswa UIN Jakarta hanya jago kandang, tidak jago tandang. Sehingga belum terdengar di kancah nasional,” ungkapnya. Sebab itu, Basyir membuat program diskusi Bahasa Arab bersama setiap dua minggu sekali yang bertujuan mengeksplor kemam-

puan mahasiswa. Hal itu terbukti banyaknya kajian studi bahasa arab pada universitas di wilayah jabodetabek dan universitas lainnya. Ia berharap dengan adanya IMASASI ini mahasiswa UIN Jakarta bisa mendalami filosofi bahasa Arab dan bisa menyalurkan kehebatannya ke tingkat nasional. Menurutnya, IMASASI sangat mendukung mahasiswa UIN Jakarta dan mahasiswa lainnya. Basyir adalah anak seorang guru yang dibesarkan dalam tradisi bahasa Arab. Ia sudah terbiasa belajar bahasa Arab sejak umur 7 tahun. Setelah Basyir menamatkan sekolahnya di Ma’had AlIstigotsah, ia melanjutkan ke UIN Jakarta untuk belajar lebih mengenai bahasa Arab. “Orang tua saya sangat bangga sekali. Bapak saya sudah lama menjadi guru bahasa Arab dan mendidik saya dengan bahasa Arab. Mungkin ‘darah’ saya sudah menjadi bahasa Arab. Sering juga

ketika saya berbincang dengan orang tua menggunakan bahasa Arab,” ujarnya sambil tertawa. Untuk menjadi orang nomor satu di IMASASI tentu tidak semudah yang dibayangkan. Tentunya ada banyak rintangan yang harus ditempuh. Seperti halnya Basyir, ia pun tak luput menemukan titik kejenuhan untuk belajar bahasa Arab. Namun, proses pembelajaran yang terus-menerus membuatnya berkarakter bahasa Arab. Menjadi Ketua Umum IMASASI bagi Basyir seperti sebuah impian yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ternyata banyak juga mahasiswa dan dosen yang mendukung. Basyir mengatakan, ia tak mungkin bisa menjadi ketua umum IMASASI tanpa bantuan FLAT.

KOMUNITAS Kurang Fasilitas Tak Mematikan Kretifitas Karlia Zainul

“Gue masuk ke UIN dengan harapan bisa belajar broadcasting, tapi ternyata nggak bisa apa-apa,” kenang Ray. Ya, berawal dari kegelisahannya itu, dia dan temannya mendirikan Komunitas Mahasiswa Kreatif Audio Visual (Komka). Komka yang tadinya hanya komunitas lalu diangkat menjadi Lembaga Semi Otonom (LSO) di fakultas. Namun, tak berjalan semudah yang dibayangkan, Ray mengatakan ada pihak yang tidak mengakui Komka sebagai LSO. Sehingga, setiap akan melakukan kegiatan kurang mendapatkan support dari kampus. Merasa dianak tirikan akhirnya, Komka memisahkan diri dari UIN dengan nama baru Komunitas Djuanda sejak Oktober 2009. Kini hampir empat tahun berdiri sendiri tanpa menggunakan nama universitas, komunitas yang sudah memiliki sekitar 24 anggota ini sudah menghasilkan banyak karya baik tulisan, film maupun video. Film dokumenter dengan judul ‘Naga yang Berjalan di Atas Air’ berhasil dipertontonkan di festival film negeri ginseng Korea Selatan. Film yang bercerita tentang Cina Benteng di Tangerang ini sebelumnya telah diperkenalkan dengan roadshow ke berbagai kota seperti Malang, Surabaya, Kediri dan Tasik. Ketika datang di base camp Djuanda di Jalan Mandor Baret, salah

satu anggotanya sedang menghadiri undangan festival film di Denmark. Keberhasilan film anakanak Komunitas Djuanda tersebut didapat setelah melewati banyak kendala. “Sering ada yang keberatan direkam,” kenang Ray yang sekarang bekerja di salah satu TV nasional. Tak hanya bersinar dalam produksi filmnya, komunitas ini juga memiliki sekitar 14 video yang dinamakan AKUMASSA. Video AKUMASSA merupakan video cerita tentang keadaan sekitar Tangerang Selatan. Komunitas ini memang fokus pada lingkungan sekitar Tangerang Selatan, sehingga karya-karya mereka lebih banyak berbicara mengenai kejadian-kejadian daerah tersebut. Tak terkecuali tulisan- tulisan feature mereka. Alasan komunitas ini memulai dari lingkungan sekitar karena sangat sedikit informan untuk masyarakat tentang lingkungannya. Komunitas yang menurut Ray seharusnya lebih banyak bicara mengenai lingkungan sekitar justru mengikuti media massa dengan fokus mainstream. “Sebenarnya nggak perlu langsung bicara besar, mulai aja dulu dari hal-hal kecil tapi bermanfaat,” ucap Imam mahasiswa Tarbiyah yang juga penulis buku ‘Gampang

Kok Jadi Jurnalis’. Meski sudah memiliki banyak karya, namun visi mereka yakni membangun kebudayaan visual berbasis media melalui diskusi, penelitian, produksi dan deminasi diakui sulit tercapai. Jika dihitung Ray mengaku baru mencapi 10% keberhasilan dari visi tersebut. “Tujuan memang sangat panjang dan berat, kita sendiri kewalahan membangun budaya visual,” katanya serius. Ray mengaku kendala saat ini kebanyakan anggota sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sehingga yang aktif saat ini hanya berkisar sembilan orang. Sadar akan kelemahan itu, komunitas ini berencana akan mengaktifkan

kembali dan merubah penampilan website mereka. Setelah mengadakan open recruitment. Untuk bisa bergabung di komunitas ini tak perlu harus pandai dalam menulis, membuat film atau merekam video. Cukup dengan satu syarat, memiliki kemauan besar untuk belajar. Rencananya Maret lalu Komunitas Djuanda akan membuka pendaftaran anggota baru. Namun, karena beberapa hal, rencana itu tak sempat diwujudkan. Saat ini komumitas tersebut sedang menyiapkan launching perpustakaan yang terbuka untuk umum.

Foto: Dok. Pribadi

Minimnya peralatan laboratorium broadcasting di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), mengakibatkan mahasiswanya sangat kurang praktikum. Namun, kekurangan ini justru membangkitkan kreatifitas Ray Sanga Kusuma dan kawan-kawan mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), untuk mendirikan sebuah komunitas yang berbasis media informasi.


10

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Pahlawan Kebersihan di Tengah Kerumunan Pasar

Sisa buah dan sayuran serta sampah kertas dan plastik bertumpuk hampir di setiap sudut pasar Ciputat, Kamis (4/4). Bau busuk yang menyengat pun tak terelakkan. Namun, para pengunjung pasar dan pengguna jalan terkesan tidak peduli. Seorang laki-laki paruh baya berjaket oranye mondar-mandir dipinggiran jalan. Sambil menggenggam sapu lidi, ia membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Tak dihiraukannya bau busuk dari sampah-sampah tersebut. Sejak matahari masih bersembunyi hingga terik, ia terus menyapu sudut-sudut jalan di sekitar pasar. Matanya mulai sayu dan rasa letih mulai tergambar di wajahnya tetapi ia tidak berhentih hingga seluruh jalan bersih dari sampah.

Foto Pilihan

Azizah Nida Ilyas Reporter INSTITUT


7

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Data Hasil Pemira Fakultas dan Jurusan Fakultas dan Jurusan

Nama Ketua dan Wakil

Perolehan Suara

Tidak Sah

Abstain

Tidak Memilih (Golput)

Total DPT yang Memilih

Jumlah Mahasiswa Aktif (DPT)

FDI

Bung Ulinnuha

120

4

-

79

266

345

FSH

Zakial Pajri Nas dan Waldan Mufattir

729

150

10

-

1367

-

Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum

Eko Ramadhani Nanto dan Taufik Hidayat

68

27

-

-

156

-

Jurusan Ilmu Hukum

Rizki Haryo Wibowo

103

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Siti Nuraini dan M. Irhamni

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

*Aklamasi

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Dedi Eka Setiawan dan Rand Rasyid *Aklamasi

22

1

-

188

-

Dan Rizki Firdaus

FST DEMA

Nur Ikhsan

421

-

37

668

908

1576

FST SEMA

Dimas Istanto

464

-

34

668

908

1576

FEB

-

-

-

-

-

-

-

FPSI

Lalily Inayah

264

9

-

87

523

610

FISIP

Hilman Hidayat dan Rida Fauziah

364

13

12

188

715

903

Jurusan Sosiologi

Saskya Andriyani dan A.Hakim. S

73

13

-

22

153

175

Jurusan Muamalat

Husnul Qori dan Kevin D Putra

341

47

3

-

577

-

Jurusan Siyasah Jinayah Syariyyah

Fauzi Amrullah dan Fifit Umul Naila

49

20

-

-

117

-

Jurusan Studi Ahwal AlSyakhsiyah

Eka Kurnia Maulida dan Azhar Nasution

157

37

-

-

333

-

28

132

325

457

437

-

12

356

1017

1373

Khairy Fuady dan Nur Atfal

-

Agus Wawawi

Jurusan Hubungan Internasional

150

FAH Jurusan Bahasan dan Sastra Arab

TB. Ahmad Akbar

129

-

3

79

250

329

Jurusan Ilmu Politik

127

-

1

36

235

271

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

M. Fikri

234

-

5

167

322

489

Ahmad Nurcholis dan A. Faedulah

FKIK

544

85

244

410

873

1283

Jurusan Sejarah Peradaban Islam

M. Nawfan Faikar

79

-

4

33

144

177

Zaki dan Yusna

13

4

172

228

400

Rizca Amelia Akbar

89

-

7

63

240

303

Candra dan Rois

141

Jurusan Ilmu Perpustakaan

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Jurusan Tarjamah

Rizky. T

-

-

-

-

-

-

Jurusan Farmasi

Bakhtiar dan Agung

132

18

2

75

280

355

Jurusan Pendidikan Dokter

Dimas dan Ayat

163

52

23

101

238

339

Jurusan Keperawatan

Iqbal dan Izza

113

8

6

62

127

189

FITK

Arif Nurhidayat dan Febria Afia

*Aklamasi

FUF

Jurusan Tafsir Hadis

Sintya Aulia. R dan Dani. K

-

M. Rasidi dan M. Juriyanto

147

-

-

-

-

-

6

-

-

-

-

*Aklamasi Jurusan Aqidah Filsafat

Tanwirul. N dan Nanang Rosidi

81

-

Jurusan Perbandingan Agama

Fatma. U.J dan M. Haikal. R

53

-

-

1

-

-

FIDKOM

Bimo Wahyu Ramadhani dan Muhammad Damar Yudistira

802

-

18

855

918

1773

Jurusan Manajemen Dakwah Haji dan Umrah

Wahyu Amaludin dan M. Agus Nashor

185

Jurusan Kesejahteraan Sosial

Dimas Suryo Prayogo dan Tridiwa

-

-

-

5

-

10

-

-

-

237

-

Jurusan PBA

Ahmad Fahri Azizi dan M. Syahirul Alim

138

38

-

-

209

-

Jurusan PAI

Hasan Basri dan Syahrul Falakh

173

37

1

-

374

-

Jurusan P IPA

Alfian Yadi Saputra dan Yessi Fauziah Rahmi

213

12

-

-

432

-

Jurusan P IPS

M. Faisal Ramadan dan Ahmad Hambali

233

9

-

-

340

-

Jurusan MP

Faiz bin Amrilah dan Saefullah

135

19

-

-

202

-

Jurusan PGMI

Hana Maulana dan Yulandari

107

-

22

-

218

-

Jurusan PBI

Putra Dian Karisma dan Lulu Walidaini

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

*Aklamasi.

*Aklamasi

Jurusan Jurnalistik

Dewi Apriani dan Rama Virda Ayu

-

-

-

-

-

Jurusan PBSI

*Aklamasi

Ahmad Syamsudin dan Ika Sutiandari *Aklamasi

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam

Jamal Nur Said dan Abdullah Ubay *Aklamasi

-

-

-

-

-

Jurusan P Matematika

Keterangan : Ini data sementara hasil pemira setiap fakultas. Hingga berita ini diturunkan Berita Acara Perkara (BAP) hasil pemira beberapa fakultas masih dalam proses. Sumber Data : KPU

Maulana Hafiz Al-Hadi dan Agung Wijaksono *Aklamasi


8

KOLOM

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Kepemimpinan Perempuan dalam Islam Oleh Tien Rohmatin*

Membicarakan kepemimpinan perempuan selalu menjadi topik yang hangat. Hal tersebut dikarenakan perbedaann pandangan yang ada di dalamnya. Sebagian umat Islam meyakini bahwa hanya laki-laki yang dapat memimpin, baik di wilayah domestik dalam kehidupan rumah tangga, maupun di wilayah publik, seperti menjadi kepala negara dan imam (memimpin) shalat berjamaah. Keyakinan tersebut disandarkan kepada al-Quran surat al-Nisa’ (4): 34 dan beberapa hadis, misalnya hadis riwayat Bukhari dari hadis Abdurrahman bin Bakrah dari ayahnya yang menyatakan bahwa tidak akan sejahtera suatu kaum yang dipimpin oleh perempuan (lan yufliha qaumun wallaw amrahum imra’atun). Sementara sebagian yang lain meyakini bahwa perempuan boleh dan bisa menjadi pemimpin. Ayat yang menjadi landasan bagi pembahasan ini adalah alQuran surat al-Nisa (4): 34 yang artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…”(Depag, 123) Menurut pandangan sebagian ulama yang tidak membolehkan perempuan menjadi pemimpin, ayat di atas menegaskan tentang kaum laki-laki sebagai pemimpin atas kaum perempuan, dalam arti pemimpin, kepala, hakim dan pendidik perempuan jika ia menyimpang. Berdasarkan ayat dan terjemahan tersebut, sebagian ulama menganggap haram hukumnya jika dibalik, yakni perempuan memimpin laki-laki. Karena laki-laki itu lebih utama dan lebih baik. Diperkuat dengan kenyataan sejarah tidak ada seorang pun nabi yang berjenis kelamin perempuan. Begitu pula Khulafa al-Rasyidin, para Khalifah sepeninggal nabi, semuanya laki-laki. Bahkan dalam ilmu fiqih tidak sah shalat yang diimami oleh seorang perempuan sementara makmumnya laki-laki. Diperkuat lagi dengan sebuah hadis nabi yang menyatakan: “Tidak akan sejahtera suatu

kaum yang dipimpin oleh perempuan (lan yufliha qaumun wallaw amrahum imra’atun). Juga hadis lain yang menyatakan: “Celakalah raja (seorang raja kerajaan Romawi) yang mengangkat anaknya yang perempuan menjadi penggantinya.” Pandangan sebagian ulama yang mengharamkan perempuan memimpin di atas diperkuat dalam banyak tafsir, diantaranya: Tafsir al-Baidhawi: Kelebihan kaum laki-laki dari kaum perempuan karena ‘kamal al-‘aqli’ (akalnya lebih sempurna), Husn altadbir (kemampuan mengatur dan mengendalikan suatu gejolak), Mazid al-quwwah fi al-a’mal wa altha’ah (lebih kuat mengerjakan pekerjaan dan ketaatan). Sebab itu, kenabian dan kepemimpinan umat khusus dipilih dari kalangan kaum laki-laki saja (khassun bi alnubuwwah wa al-imamah).(Juz I: 213) Tafsir Aysar Tafasir: Tuhan memberikan kemampuan laki-laki untuk memimpin karena diberi akal yang sempurna, mampu melaksanakan kelengkapan agama seperti berkhutbah, memimpin jumat dan jihad dengan postur tubuh yang meyakinkan bertarung fisik (Juz I: 472) Tafsir Majma’ al-Bayan: Kelebihan yang diberikan Allah kepada kaum laki-laki ialah penambahan ilmu dan pikiran rasional yang lebih baik serta mampu mempertahankan pendirian (Juz IV: 43) Tafsir al-Mizan: Yang dimaksud Qawwamuna ialah mampu mengendalikan dan mempertanggungjawabkan amanah terutama diberikan kepada kaum laki-laki sesuai ayat di atas, dengan bertambahnya kekuatan fisik dan kemampuan akal serta mampu menghadapi kesulitan dahsyat. Sedang kaum perempuan memang diciptakan dengan bentuk badan yang halus, cantik dan perasa, sehingga tidak semua pekerjaan dapat dilakukannya dengan maksimal. Dari keempat uraian tafsir tersebut, jelas menunjukkan bahwa seorang laki-laki akan lebih mampu bertanggung jawab dan memimpin wilayah atau pertempuran

jika dibutuhkan. Berbeda dengan pandangan di atas, Dr. Yusuf al-Qardhawi mempunyai pandangan bahwa dalam konteks kepemimpinan dunia hari ini, beliau lebih cenderung mengharuskan perempuan memegang posisi dan jabatan apapun. Alasan yang diajukan alQardhawi antara lain: Kisah kepemimpinan Ratu Balqis, digambarkan sebagai seorang pemimpin perempuan tertinggi yang berwibawa dan mampu membawa kaumnya kepada kebaikan dunia akhirat, sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Naml: 33 dan 44: “Berkatalah mereka, kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”(33), “…berkatalah Balqis,”Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan Semesta Alam.”(44) Sifat umum pada hadis riwayat Bukhari. Beliau menyatakan bahwa menggunakan hadis tersebut untuk melarang kepemimpinan perempuan adalah tidak disepakati sepenuhnya. Selain itu, seandainya ia diambil dengan pengertian umum, maka akan bertentangan dengan kisah teladan Ratu Balqis sebagai pemimpin tertinggi yang berjaya. Sementara itu, pandangan ulama yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin mendasarkan pandangan mereka pada adanya tafsir yang tidak ‘sama’ di dalam al-Quran. Penafsiran terjemahan surat al-Nisa (4): 34. ‘Al-Rijalu qawwamuna ditafsirkan dengan ‘pemimpin’. Padahal di ayat lain kata ‘qawwamuna’ tidak berarti pemimpin. Seperti pada surah al-Nisa (4): 123 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar jadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah…’’ (Depag 144), demikian pula pada surat al-Maidah (5): 8 yang artinya “Wahai orang-orang yang beri-

man, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil…” (Depag 159) Dengan perbandingan kedua ayat lain tersebut maka pengertiannya menjadi samar (meragukan). Pengertian yang meragukan tidak lagi menjadi sesuatu yang pasti. Adapun pengertian yang sebenarnya ‘qawwamuna atau qawwamina’ yang berakar dari kata ‘qawama’ adalah mengawasi terus menerus dan mempertanggungjawabkan. Sama dengan makna ‘aqim al-shalat’ (mendirikan shalat) yang juga berasal dari kata qawama, dalam hubungannya dengan shalat dimaksudkan tanggung jawab yang dilaksanakan dengan cara rutin, khusyu’ dan bertanggung jawab. Dengan demikian, yang paling tepat makna ‘qawwamuna’ pada surat al-Nisa (4): 34 di atas adalah penanggung jawab bukan pemimpin. Pemimpin dalam al-Quran Kata pemimpin di dalam alQuran disebut imam (selalu di depan sebagai teladan) dan khalifah (di belakang maju ke depan sebagai pengganti). Di dalam alQuran hanya ada 7 ayat mengenai imam. Salah satu di antaranya ‘Inni Ja’iluka linnasi imaman’ (Aku angkat engkau (Ibrahim) menjadi pemimpin bagi manusia) (QS. Al Baqarah (2): 124). Ibrahim memohon, juga keturunanku. Tapi Tuhan menjawab ‘La yanalu ‘ahdi al-dzalimin’(janjiku ini tidak kutujukan kepada orang yang suka berbuat zalim). Selanjutnya istilah Khalifah yang juga berarti pemimpin menurut al-Quran, diantaranya: “Wahai Daud, Kami (Tuhan) telah menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan suatu perkara dengan benar dan janganlah mengikuti hawa nafsu. (QS.Shad (38):26). Adapun tugas utama seorang pemimpin yang memimpin wilayah, al-Quran secara umum menyatakan “Orang-orang yang Kami teguhkan kedudukan mere-

ka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan munkar…(QS. Al-Hajj (22): 41). Berdasarkan ayat di atas, maka seorang pemimpin wilayah, minimal mampu melakukan shalat lima waktu yang rutin sebagai hubungan dengan Allah, mampu mengeluarkan sebagian hartanya berupa zakat, sedekah dan infak, sebagai gambaran keharmonisan hubungan dengan manusia dan mampu mengendalikan perintah kepada yang makruf untuk kesejahteraan negara serta mampu menegakkan yang benar dengan menghukum kaum pembuat munkar termasuk koruptor. Artinya seorang pemimpin wilayah diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola wilayah, menyeimbangkan kehidupan yang harmonis, memelihara harta, agama, akal dan budaya. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka sesungguhnya tidak ada halangan dan yang menghalangi perempuan tampil menjadi pemimpin, karena dari ayat yang dibahas, tidak ditemukan adanya larangan perempuan untuk memimpin, apalagi jika ia memiliki kemampuan, kejujuran, ketaatan terhadap agama, mengutamakan kepentingan masyarakat umum dan siap menghukum orang-orang yang bersalah serta dipilih oleh mayoritas masyarakat. Wallahu A’lamu bi al-shawab *Sekretaris Jurusan Akidah Filsafat & Pegiat Pusat Studi Wanita UIN Jakarta

Surat Pembaca Dari: 085717418xxx LPM INSTITUT, saya mahasiswa dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Saya mau menyampaikan kekecewaan saya terhadap pelayanan di perpustakaan utama UIN Jakarta. Saya Merasa bahwa petugas-petugas di sana tidak bisa memberikan layanan yang baik. Seperti halnya mereka jutek, bahkan marah-marah saat melayani mahasiswa/i yang pinjam & mengembalikan buku. Saya tahu kalau gaji mereka itu kurang, tapi tolonglah pengabdiannya dalam bekerja. Terima kasih. Dari: 083846523xxx Assalamualaikum. Wr.Wb. Saya Heri Kurniawan, dari Jurusan Perbandingan Agama. Saya mempunyai keluhan soal buku-buku perpustakaan utama. Kampus sebesar ini kok masih banyak kekurangan buku ya? Jadi bagaimana mau minjem, baca-baca la wong buku-

nya nggak ada. Terima Kasih dan Wassalamualaikum. Dari: 083895234xxx Pagi LPM Institut, cuma masukan untuk tabloid Institut edisi-23. Tabel grafik di halaman lima, kalau tidak diberi warna sebaiknya diberi corak karena kurang jelas. Sekedar saran untuk ke depannya.


OPINI

TABLOID INSTITUT Edisi XXIV April 2013

Ekspektasi Mahasiswa Oleh Muhammad Fanshoby*

Pemilihan umum mahasiswa telah usai. Harapan kemajuan kampus ada di punggung para pemenang. Mahasiswa hanya menginginkan hal yang sederhana, segala aspirasi yang menunjang kegiatan akademis, minat dan bakat, mampu ditampung dan dikembangkan. Terlebih para kontestan sudah memaparkan visi-misi yang menjadi salah satu alasan dipilihnya mereka. Meskipun pemilihan tidak berjalan mulus, dengan melihat azas demokrasi one man one vote, sudah dapat merepresentasikan bagaimana pemilihan berjalan dengan cukup baik. Apresiasi harus diberikan kepada pihak universitas yang berupaya meracik sistem pemilihan. Sekalipun banyak kontroversi yang ditimbulkan karena itu bagian dari dinamika pemilihan. Layaknya kita berfokus pada bagaimana para pemimpin baru ini mampu mengemban tugas mereka. Sejak dibekukan Student Government pada 2010 lalu, mahasiswa mengalami kesurutan partisispatif dalam kegiatan kampus. Unsur partisipasi inilah yang membedakan mahasiswa dengan siswa sekolah. Mahasiswa mesti menentukan apa

yang harus mereka lakukan. Dan pihak universitas mesti memberikan ruang kreatifitas bagi mereka. Ruang kreatifitas yang berawal dari menyejajarkan struktur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dengan pihak universitas agar unsur partisipasi tidak tergerus. Dengan partisipasi mahasiswa, segala kegiatan yang dibuat dan dilakukan oleh mahasiswa, cukup melakukan koordinasi dengan pihak universitas, bukan instruksi. Dengan begitu, mahasiswa dapat bebas dalam memaksimalkan ruang kreatifitas. Ruang kreatifitas nanti juga memberikan banyak prestasi bagi kampus untuk meningkatkan positioning universitas. Coba kita evaluasi kinerja pemimpinpemimpin sebelumnya, apa saja pencapaian yang dilakukan untuk meningkatkan positioning universitas? Bahkan ada beberapa pemimpin kampus yang tidak melakukan apapun untuk memberikan banyak prestasi. Atau paling tidak mengupayakan ruang kreatifitas dan memaksimalkannya di tengah minimnya partisipasi mahasiswa. Para pemimpin baru ini, harus memberikan suatu hal yang beda. Gebrakan yang tidak biasa harus dilakukan demi meningkatkan prestasi kampus. Bukan hanya sekadar menjadi event organizer dalam acara seminar yang berbuntut proyek. Namun, mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki setiap mahasiswa agar lebih berprestasi. Tentu pengembangan potensi di tiap fakultas dan jurusan akan berbeda-beda, tapi yang penting harus ada upaya yang mengarah ke pengembangan mahasiswa.

Jangan sampai, masa jabatan para pemimpin itu sia-sia. Tanpa ada bekas. Hanya jabatan yang menempel dalam Curriculum Vitae (CV) minus pencapaian. Tentu sangat tidak bisa dibanggakan. Layaknya euforia kemenangan pemilihan kemarin dicukupkan, kemudian dilanjutkan untuk fokus dalam menjalankan tugas sesuai target dan aspirasi mahasiswa. Saat universitas terkesan membatasi setiap pergerakan mahasiswa, kita dituntut lebih kreatif dalam mengembangkan minat dan bakat. Melalui pemimpin yang baru ini, ekspektasi diberikan agar menjadi fasilitator aspirasi di tengah represi partisipasi kegiatan mahasiswa. Tentu sangat menyenangkan seandainya setiap jurusan dan fakultas bersaing dalam meningkatkan kreatifitas dan prestasi meski minim ruang kreatifitas yang diberikan universitas. Walhasil, seumpama setiap pemimipin bisa bersaing dalam memaksimalkan kreatifitas, akan banyak ditemukan inovasi-inovasi brilian yang mampu meningkatkan positioning universitas. Itu akan menjadi pembuktian yang nyata untuk mengejutkan pihak universitas yang terkesan membatasi pergerakan mahasiswa. Kemudian kita bisa tersenyum. *Pemimpin Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT Periode 20102011 dan 2011-2012

Potret (Buram) Pemira

9

EDITORIAL Belajar Mandiri Inisiatif rektorat mengumpulkan pihak mahasiswa dari berbagai organisasi intra, UKM dan BEM, guna membahas persiapan pemira beberapa waktu lalu patut kita beri apresiasi. Upaya kolektif mandiri mahasiswa dalam menentukan sistem lembaga kemahasiswaaan yang mengalami kebuntuan, berakhirlah sudah. Kita patut bersyukur atas berlangsungnya pemilihan ketua dan wakil BEM tingkat fakultas dan jurusan di seluruh fakultas beberapa waktu lalu, terlepas dari adanya berbagai kendala. Ini merupakan momentum, setelah beberapa tahun vakum, mahasiswa membangun pola berorganisasi agar lebih baik dari sebelumnya. Agar lebih baik dari sebelumnya, kita harus mencegah modus operandi veteran lama yang kontra produktif dalam berorganisasi, hingga berakhir pada pembekuan lembaga kemahasiswaan, terulang kembali. Pula, mengkonfersi nilai-nilai intelektualitas ke ranah aplikatif, terutama dalam mengatasi permasalahan diantara mahasiswa. Sesungguhnya, kondisi politik bangsa kita saat ini tengah tak sehat. Sebagai mahasiswa, yang hidup ditengah atmosfer intelektualitas, sejatinya kita harus mempunyai corak berbeda dari politikus di luar sana. Jika kemudian sedini kini kita sebagai mahasiswa melakukan hal serupa di luar, sulit kiranya kita menantikan perubahan bangsa ini ke arah lebih baik. Lembaga kemahasiswaan yang baik bukanlah barang jadi (taken from granted) yang tinggal kita nikmati. Ia memerlukan rekayasa kolektif berbgai pihak, komitmen kuat, memegang nilai-nilai luhur keberorganisasian. Cukup bijak kiranya jika keputusan rektorat ambil andil membantu proses perbaikan di tugu lembaga kemahasiswaan, jika kita, mahasiswa, senantiasa alergi belajar dewasa dan mandiri dalam berorganisasi.

Oleh Muhammad Umar*

Ritual tahunan Pemilihan Umum Raya (Pemira) telah terselenggara di UIN Jakarta pada akhir Maret lalu. Perhelatan yang menggunakan aturan main rektorat ini diadakan untuk memilih pemimpin baru di tingkat fakultas dan jurusan sekaligus meregenerasi pengurus yang telah menjabat tahun sebelumnya. Setelah digelarnya hajatan demokrasi ini, sekiranya terdapat beberapa catatan yang membuat potret pemira menjadi buram. Kurangnya sosialisasi, demokrasi formalitas, dan kisruh mewarnai kanvas pemira. Pertama, Pemira tahun ini terasa begitu tergesa-gesa. Akibatnya, sosialisasi kandidat terasa kurang. Padahal calon pemilih perlu waktu untuk mengenal calon pemimpinnya. Jika mengenal saja tidak, apalagi tahu visi, misi, dan program utamanya. Durasi waktu sosialisasi kandidat juga dirasa begitu sempit, seperti pelaksanaan Pemira di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Sempitnya waktu terasa ketika pada 26 Maret, KPU mengumukan kandidat yang ikut andil pada pemira. Kemudian pemilihan diadakan keesokan harinya. Selaku mahasiswa FEB, saya

hanya mengenal satu kandidat dari prodi akuntansi tanpa mengenal lawannya. Itupun karena kandidat itu masuk kelas saat dilangsungkan proses belajar mengajar. Saya rasa, kurangnya sosialisasi juga terjadi di fakultas lain. Jika keadaanya seperti ini, atas dasar apa calon pemilih memilih? Kedua, Kandidat tunggal memberi warna pada pemira kali ini. Di beberapa jurusan seperti Tarjamah, Kesejahteraan Sosial, Jurnalistik, IESP, PBSI, PBI serta beberapa jurusan lain hanya terdapat kandidat tungal tanpa ada lawannya. Sedangkan di tingkat fakultas, kandidat tunggal terdapat di FITK, FKIK, dan FEB. Jika hanya satu kandidat, buat apa diadakan pemilihan umum? Toh, pemenangnya sudah dapat ditentukan sebelum adanya pemilihan. Pemira diadakan tanpa ada kompetisi terbuka, seolah hanya formalitas agar disebut demokratis. Terkait kandidat tungal, terjadi perbedaan regulasi penetapan pemenang dalam pemira. Pada pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FITK dan beberapa jurusan di FIDIKOM, kandidat tunggal menang secara aklamasi, tanpa proses pemungutan suara. Sedangkan penentuan pemenang pada pemira di FKIK dan FEB harus melalui proses pemilihan. Selaku pembuat regulasi teknis pelaksanaan pemira, KPU seharusnya bebas dari intervensi sehingga aturan yang ditelurkan tidak ada tujuan terselebung. Ketiga, Sebagian mahasiswa menolak kandidat tunggal untuk menjadi pemenang dalam pemilihan ketua BEM FEB. sampai akhirnya terjadi kekisruhan. Bahkan menurut kabar dari beberapa

teman, berita acara pemenangan itu dirobek oleh mahasiswa yang menolak hasilnya. Pasalnya, suara abstain di FEB lebih besar dibanding suara yang diperoleh kandidat tunggal tersebut. Kemudian, sebagian mahasiswa yang menolak keputusan itu, meminta diadakannya pemilu ulang. Kekisruhan juga terjadi di Faklutas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) antara pendukung calon satu dengan yang lain. Petugas keamanan yang mecoba melerai malah bentrok dengan masa dari salah satu pendukung calon. Saya menilai, kekisruhan terjadi akibat fanatisme berlebih terhadap golongan masing-masing. Permira digunakan untuk mencari pemimpin yang memperjuangkan kepentingan mahasiswa. Bagi pihak yang kalah, alangkah baiknya bersikap dewasa dalan menerima kekalahan. Tidak perlu berbuat gaduh. Semoga pembelajaran demokrasi di kampus ini tidak dipahami oleh mahasiswa dengan kebebasan untuk bertidak anarkis dan main hakim sendiri. Ajang ini harusnya membuat kita belajar tentang penerapan demokrasi di kampus karena pemira merupakan salah satu bentuk representatif penerapan nilai demokrasi dalam kehidupan sebagai mahasiswa.

*Penulis adalah Pemimpin Umum LPM INSTITUT periode 2012-2013

Redaksi LPM INSTITUT Menerima: Tulisan berupa opini, esai, tekno, puisi, dan cerpen. Opini, cerpen, tekno, dan esai: 3000 karakter. Puisi 2000 karakter. Untuk esai, temanya seputar seni dan budaya. Kami berhak mengedit tulisan yang dimuat tanpa mengurangi maksudnya. Bagi pengirim tulisan akan mendapat bingkisan menarik dari Institut. Tulisan dikirim melalui email: lpm.institut@yahoo.com Kirimkan keluhan Anda terkait Kampus UIN Jakarta ke nomor 085242878868. Pesan singkat Anda akan dimuat dalam Surat Pembaca Tabloid INSTITUT berikutnya.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.