3 minute read

PENTAS

Next Article
BENTARA

BENTARA

Gambar: Dokumentasi Pentas

Alun Lincah Kidang Bocah

Advertisement

Oleh: Reva Nugraha

Kidang talun panganane jagung lawan lembayung. Sobone turut gunung among angu padi banyu. Wulu kuning awak langsing yen mlaku milang-miling.

Dua ekor kijang dengan atraktif mulai memunculkan dirinya. Seperti menikmati suasana hari ini, mereka berhadapan sambil sesekali menggoda satu sama lain. Melompat dari satu sudut ke sudut berikutnya, sesekali menimbul–tenggelamkan kepalanya seolah bermain petak umpet. Hingga ketika matahari mulai meninggi dan dua ekor kijang emas tersebut sampai di tempat yang jauh dari asalnya, kawanan kijang emas yang muncul semakin ramai seolah paham bahwa ‘teman jauh’ sedang berkunjung ke teritorial mereka. Meskipun tampaknya sepa- sang kijang yang berasal dari nun jauh itu masih belum menyadari ada kawanan lain yang ikut meramaikan permainan mereka. Gerakan luwes nan energik yang memukau mata itu ditarikan dengan apik oleh lebih dari 400 penari dari 54 kelurah- an di Kota Surakarta. Bukan tanpa alasan mereka menari dalam jumlah massal. Para

penari cilik tersebut unjuk gigi dalam festival Solo Menari Virtual 2021 dalam rangka peringatan Hari Tari Dunia. Mengambil waktu pada Kamis, 29 April 2021, ini pertama kalinya Solo Menari diadakan secara virtual mengingat kondisi pandemi Covid-19 masih belum terkendali. Berbeda dengan acara tahun-tahun sebelumnya yang berju- dul “Solo Menari 24 Jam” dan berpusat di Stadion Sriwedari, tahun ini setiap penari tampil dari kelurahan masing-masing secara serempak dengan panggung utama berlokasi di Ndalem Joyokusuman dengan penonton langsung adalah tamu kehormatan. Kawanan kijang terus berlari kesana-kemari seakan tidak ada yang mampu mengusik kebebasan mereka. Pe- nabuh dan pesinden masuk di tengah-tengah segmen melagukan harmoni se- perti suara alam dan para kijang bak menyambut alam yang sedang berlagu dengan bergerak makin dramatis. Senyum cerah terpatri di bibir para penari bersetelan emas yang menghantarkan pula keceriaan bagi audiens. Tanpa sadar para audiens me- nyambut senyum polos penari-penari cilik dengan tepuk tangan riuh tanda apresiasi terhadap penghargaan budaya yang sejak dini telah dilakukan oleh muda-mudi bertalenta itu. Lompatan-lompatan yang dibarengi gerakan kepala sukses memvisualisasikan bagaimana kijang itu sendiri hidup tanpa banyak berpikir dan menanggung beban seperti manusia dewasa. Sebuah kebebasan yang digambarkan secara gamblang melalui gerak tubuh. Kelompok besar kijang itu pun berpisah lagi menjadi beberapa kelompok kecil yang menampilkan gerakan berbeda. Dikutip dari wikipedia, Tari Kidang merupakan tarian asli dari Provinsi Jawa Barat yang merupakan tarian kreasi baru atau kontemporer. Sebagai tarian yang berjenis fabel, ada beberapa hal yang bisa dimaknai dari pementasan Tari Kidang ini, seperti keceriaan sekawanan kijang yang sedang berlari, melompat, bercengkerama, dan karakter kuat dari hewan kijang yang dimunculkan dalam tarian ini. Makna paling dasar dari pementasan Tari Kidang ini sebenarnya adalah kebiasaan dari hewan kijang tentang cara mereka bertahan hidup di hutan, membentuk kelompok, dan sifat-sifat natural kijang yang lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dari gerakan yang didominasi lompatan (gerak kaki), angkat tangan ke depan, dan gerak kepala. Dalam versi yang diperan- kan oleh bocah-bocah dalam festival Solo Menari Virtual 2021 ini, kreator atau pencipta tarian adalah Untung Mulyono dari Sanggar Kembang Sore. Berkali-kali, kawan- an kijang bergerak menjauh–mendekat mengikuti naluri hewani mereka, di mana sejauh apapun mereka berburu mencari makan, mereka akan tetap kembali pada kawanannya. Suara alam perlahan memelan bersamaan dengan para kijang yang sudah tidak seenergik saat mereka baru keluar di pagi hari. Hanya gerakan-gerakan kecil dan halus yang tergambar dari gestur para penari. Sang pimpinan pack muncul bersama pengikut-pengikutnya diikuti suara alam yang kembali meninggi, seolah ikut memberi penghormatan terhadap raja kijang yang sedang mene- rima sejenis persembahan dan penghormatan dari anak buahnya. Seperti ilusi matahari yang perlahan-lahan tergelincir menghilang ditelan laut dari seberang, kawanan kijang itu kembali ke peraduannya setelah mewarnai kehidupan hutan dengan sosok-sosok mereka. Selamat malam.

This article is from: