"...Ibu Kita Kartini... Puteri Sejati... Puteri Indonesia... Harum Namanya..."
Penggalang
lirik lagu tersebut sudah pasti familiar diteliga kita, lagu yang diciptakan untuk menggambarkan sosok perempuan yang menjadi salah satu figur paling berjasa bagi perempuan-perempuan di Indonesia. Sosok Kartini yang lahir dan dibesarkan dari keluarga ningrat, tiba-tiba harus berhenti mengenyam pendidikan di usia 12 tahun. Padahal saat itu dia tengah dahaga menyerap kehidupan lewat pengetahuan. Namun karena alasan tradisi, Kartini harus menerima nasibnya. Kegalauan sang perempuan kemudian dituangkan lewat surat-surat yang ia layangkan kepada sahabat-sahabatnya di Negeri Belanda. Semasa hidupnya yang terkungkung tradisi, perempuan muda yang bermimpi akan lahirnya sebuah bangsa di mana kaum perempuannya memiliki kemerdekaan, kebebasan, kesetaraan dan bisa berdaya sepenuhnya. Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879, tepat pada tanggal tersebut 'Kartini Day' ditetapkan oleh Presiden Soekarno sejak tahun 1964. Selain merayakan ulang tahun Raden Ayu Kartini salah satu pejuang emansipasi wanita paling pertama di Indonesia, diharapkan 21 April juga bisa menjadi penghargaan terhadap perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak-hak mereka dalam masyarakat Indonesia. Memperingati Hari Kartini tentu tidak sekadar memperingati Kartini sebagai tokoh sejarah, tapi kita perlu mencermati ide-ide yang diperjuang-
kannya. Membicarakan R.A Kartini berarti berbicara tentang masyarakat Indonesia pada zamannya. Kendati sebagian besar bangsa Indonesia di masa itu pemeluk Islam, agama yang mendorong pendidikan dan kemajuan umatnya tanpa
kemauan untuk maju. Perjuangan Kartini seabad yang lampau identik dengan perjuangan emansipasi wanita. Perkataan `emansipasi` berasal dari bahasa Latin, emancipatio, artinya pembebasan dari suatu kungkungan atau ikatan. Walau demikian, cita-cita emansipasi Kartini bukanlah westernisasi atau meniru begitu saja kebudayaan Barat. Tidak bisa dipungkiri, perjuangan R.A Kartini dalam membuka sejumlah pintu kebebasan untuk para wanita tak dapat dipandang sebelah mata. Atas usaha untuk mencapai cita-citanya, wanita Indonesia saat ini tidak perlu lagi merasakan kesenjangan antar gender. Wanita Indonesia kini dapat dengan bebas menerima hak-hak mereka tanpa ada perbedaan dengan kaum pria. ''Perempuan itu jadi saka guru peradaban. Dari perempuanlah pertama-tama manusia itu menerima didikan. Di haribaannyalah anak itu belajar merasa dan berpikir, berkatakata, dan makin lama makin tahulah saya bahwa didikan yang mula-mula itu besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia di kemudian hari. Dan betapakah ibu bumiputera akan sanggup mendidik anaknya bila mereka sendiri tiada berpendidikan?' Surat Kartini kepada Ny Abendanon 21 Januari 1902. *Kami mengajak seluruh pembaca untuk mengirimkan bacaan surah Alfatihah kepada Raden Ajeng Kartini, semoga arwah dan segala kebaikannya diterima disisi Allah SWT. Amin
membedakan laki-laki dan perempuan, dalam zaman itu begitu kuat pengaruh adat istiadat yang tidak membolehkan anak perempuan bersekolah, tidak boleh bekerja di luar rumah atau menduduki jabatan Penanggung Jawab : Ummul di dalam masyarakat. Perem- Khatimah puan harus tunduk kepada adat Desain : Muh. Adhal istiadat dan tidak boleh punya
Hari Kartini yang diperingati pada setiap tanggal 21 April untuk mengenang jasa R.A Kartini, sosok wanita Indonesia yang berhasil memperjuangkan hak-hak wanita Indonesia. Berkat perjuangan R.A Kartini, wanita Indonesia kini berani mengejar mimpi mereka masingmasing. Pada Buletin spesial edisi Hari Kartini, tim Redaksi LPM Red Line merangkum tanggapan beberapa Srikandi organisasi kemahasiswaan IAIN Parepare mengenai sosok R.A Kartini menurut mereka.
perempuanlah yang kurang itu yang perlu dipahami." Nurul Annisa (Ketua DEMA Fakshi IAIN Parepare). "Kartini sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi tentunya adalah tokoh inspirasi semua perempuan, bukan cuma perempuan tetapi jga laki-laki karena sejatinya Kartini tidak memandang bulu dalam emansipasi. Dengan karyanya yang luar biasa membuat perubahan perubahan bagi generasi bangsa."
Rasdiyanah (Wakil Ketua DEMA-I IAIN Parepare). "Sosok R.A Kartini merupakan contoh disegala zaman dikarenakan ukiran sejarah yang telah dibuatnya memberikan dampak kepada seluruh wanita hingga saat ini. Sosok yang memberikan contoh untuk tetap Nurul Fadillah Latif (Sekretaris DEMA bergerak dan berjuang FUAD IAIN Parepare). didalam kesempitan "Mengenang sosok R.A dikarenakan adat iskartini dimata saya adalah tiadat yang membatasi, seorang pejuang sejati, sosok yang mengajarkan pahlawan perempuan untuk tidak pantang menyang sangat gigih memyerah serta mengajarkan arti perjuangkan hak-hak penting haus terhadap pendidiperempuan untuk menkan, R.A Kartini mengajarkan kita bahwa pendapatkan hak yang sama didikan tidak hanya bisa didapat di sekolah fordengan kaum laki-laki, mal namun juga dapat diperoleh dengan memdia ingin perempuan baca, sosoknya mengajarkan tentang bermimpi memiliki kebebasan bukan hanya untuk diri sendiri yang dibuktikan menuntut ilmu dan beladari apa yang diperjuangankannya dan beliau jar. Dan dia sangat menjuga merupakan sosok yang patuh dan orang ginspirasi semua peremyang sangat mencintai ayah dan suaminya." puan termasuk saya untuk menjadi perempuan tangguh dalam menghadapi segala hal." Mustika Ayu Safitri (Ketua DEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare). "Menurut saya Kartini Adinda Nur Bhayangkara (Sekretaris DEMA adalah Sosok perempuan FEBI IAIN Parepare). yang semangat juangnya "R.A Kartini merupakan perlu di teladani. Pada salah satu sosok inspirasi masa Kartini yang dulu perempuan dimana dia dengan masa sekarang berjuang demi hak seotentu berbeda, jadi kita rang perempuan yang perlu mengambil hikmah sudah seharusnya perdibalik perjuangannya empuan-perempuan Initu, apa yang betul-betul donesia dapatkan." sepadang pada hari ini, pada kondisi kita kali ini, seperti dilakukan oleh Kartini bagaimana mengangkat derajat perempuan karena pada dasarnya derajat perempuan sudah ada orang-orang secara internasional itu sudah mengetahui tetapi kesadaran
Dewi Sartika (Sekretaris SEMA-I IAIN Pare- jukan perempuan Indonesia." pare). Kasrina Bendahara DEMA FUAD IAIN "R.A Kartini meru- Parepare). pakan sosok perempuan yang memberikan cahaya "R.A Kartini menurut bagi perempuan di Indosaya sosok perempuan nesia karena beliau kita yang punya sifat ambisius dapat menikmati hak dan pekerja keras." kita sebagai perempuan yang salah satunya berpendidikan yang mana kita ketahui Kartini salah satu pejuang emasipasi wanita pelopor kebangkitan perempuan indonesia." Rifka Usman (Wakil Ketua SEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Parepare). "Bagi saya R.A Kartini adalah perempuan hebat Indonesia, beliau merupakan pahlawan wanita Indonesia yang memiliki harapan atas kesetaraan gender yang memang pada saat itu wanita tidak dihargai hingga mengangkat derajat wanita, beliau adalah wanita cerdas yang pemberani hingga semua yang dilakukan memberi arti yang sangat besar bagi wanita Indonesia sampai saat ini. Beliau adalah inspirasi bagi saya, beliau menginspirasi saya lewat tulisan-tulisannya yang beliau muat dalam bukunya "habis gelap terbitlah terang", beliau adalah junjungan untuk seluruh perempuan tanah air." Umrah Yani Umar (Sekretaris SEMA Fakshi IAIN Parepare). "Bagi saya sosok R.A kartini bukan hanya sebagai pahlawan nasional Indonesia namun juga menjadi role model bagi saya. Seseorang yang sangat saya kagumi, perempuan hebat kebanggaan hampir semua perempuan di Indonesia termasuk Pula saya. Beliau banyak mengajarkan spirit -spirit positif baik dari karya-karyanya maupun semangat juangnya untuk mema-
S.Nurrahimah (Sekretaris SEMA FEBI IAIN Parepare). "Menurut saya, R.A Kartini adalah sosok perempuan yang tangguh dan berani dalam melawan arus kehidupan, berkat perjuangan dan kegigihan beliau, kami sebagai kaum perempuan bisa merasakan kehidupan yang layak dan bisa diharagai oleh semua kalangan."
Penanggung Jawab : Ummul Khatimah Reporter : Suci Tri Handayani/Nurfadillah Redaktur : Windha Astuty M Desain : Muh. Adhal
Mukarramah Gustan : Meraup Rezeki Ditengah Pandemi Covid-19
Mukarramah Gustan
Dalam memulai bis nis, kegagala n adalah momok menakutkan bagi sejumlah orang, tapi berbeda dengan salah seorang Mahasiswi Inst itut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare Mukarramah Gustan. Berbekal ilmu menjahit yang ia pelajari saat masih duduk di bangku sekolah dasar mendorongnya untuk mencoba peruntungan melalui bisnis hijab dan masker. Dara cantik yang akrab disapa Mukar ini menuturkan, awalnya ia hanya berfokus pada bisnis hijab saja, tetapi dengan munculnya pandemi Covid-19 membuatnya harus memutar otak agar tetap dapat memiliki penghasilan. Ia mulanya membuat masker untuk dirinya sendiri, tetapi melihat permintaan masker yang melonjak disebabkan Pandemi, akhirnya masker dijadikannya sebagai sumber penghasilan.
"Untuk sekarang saya tidak memproduksi hijab dulu, saya beralih untuk memproduksi masker disebabkan keadaan yang menuntut untuk menggunakan masker akibat Covid-19," ungkapnya saat dihubungi melalui jejaring WhatsApp. Dalam memasarkan masker dan hijabnya, Mahasiswi Program Studi Tadris IPS ini menggunakan media sosial sebagai ladang bisnis. Untuk produk yang dihasilkannya dipajang di akun facebook miliknya . Wanita asal Parepare ini mengaku modal yang digunakannya tidak lebih dari 200 ribu, sebelum menetap pada satu bisnis dia melihat peluang melalui apa yang sedang trend d it e ng a h masyarakat. "Selama ini saya tidak pernah menetap pada satu bisnis saja melainkan melihat kondisi terlebih dahulu apa saja yang diperlukan masyarakat atau yang lagi lagi trend dan mengenai modal saya tidak pernah mengeluarkan lebih dari 200 ribu," jawabnya saat ditanya mengenai awal dirinya merintis bisnis. Berhubung buletin ini diterbitkan untuk memperingati Hari Kartini, kami dari Tim Redaksi LPM Red Line sempat meminta narasumber unt uk memberikan motivasi kepada wanita yang takut memulai bisnisnya. "Untuk orang yang masih ragu memulai semuanya, saya mau bilang kegagalan
itu urusan belakangan, yang pertama yaitu bagaimana harus mencoba dan yakin akan bisnismu kemudian take action. Pokoknya jangan berlama-lama untuk memulai semuanya karena memulai bisnis itu memang sulit tapi lebih sulit lagi jika tidak segera memulainya," tutupnya Penanggung Jawab :
On Facebook Mukarramah Gustan
Ummul Khatimah Reporter : Sulastri Redaktur : Ihdal Desain : Muh. Adhal
Kisah Sukses Owner Salempang Parepare dan Anflwrs Project, Dapatkan Omzet Hingga Jutaan Rupiah
Hasmiana Burhan
Hasmiana Burhan atau yang akrab disapa Ana adalah Mahasiswi lulusan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Parepare Tahun 2014, perempuan cantik kelahiran 28 September 1995 ini adalah Owner dari Salempang Parepare dan Anflwrs Project. Dihubungi Via WhatsApp, Hasmiana mengungkapkan meski dirumah aja dirinya tetap mener ima pesanan. "Kesibukan saat ini masih sementara dirumah aja, tapi tetap terima orderan selempang dan buket bunga," ungkapnya. "Saya memilih bisnis Salempang dulu waktu saya mau yudisium kepikiran saja mau buat punya saya sendiri, iseng- iseng tanya harga ke teman yang membuat selempang di Makassar, cek harga bahan di toko, hitung keuntungan dan mulai beli bahan sedikit-sedikit dan terima orderan, alhamdulillah semakin dikenal dan bisa beli mesin jahit lagi," ungkap Mahasiswi lulusan Program Studi Perbankan Syariah. Selain membuat selempang, Hasmiana yang hobi merangkai bunga juga mencoba peruntungan dengan membuat buket dari bunga. "Kalau buket bunga itu karena hobi saja, suka lihat bungabungaan dan ternyata bisa jadi peluang bisnis, dicoba saja dulu alhamdulillah dinikmati," ungkapnya. Wanita kelahiran Desa Matajang Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang ini mengaku sejak kecil dirinya sudah diajari menjahit oleh orang
tuanya. "Kalau belajar menjahit dari kecil sejak Sekolah Dasar (SD) diajari sama orang tua di rumah kebetulan ada mesin jahit jadi sudah bisa menjahit yang lurus-lurus seperti selempang, belajar menggunting, pasang renda dan pita," tambahnya. Untuk patokan gambar, menggunting dan cara memberi lem biasanya Hasmiana melihat tampilan dari aplikasi Pinterest, Instagram bahkan melalui YouTube hingga akhirnya bisa membuat beberapa model sendiri. Hasmiana memulai bisnisnya sejak tahun 2016, saat itu ia hanya berfokus pada pembuatan buket bunga. "Awal mula berbisnis kemudian membuat buket bunga dari tahun 2016, tapi baru mulai jualan awal 2018, saya memasarkannya melalu Instagram @anflwrs_project, setelah itu ditahun 2018 pada bulan agustus saya mulai membuat selempang bertepatan pada saat momen yudisium," ungkapnya. Wanita yang kini menetap di Kota Parepare juga menuturkan bahwa modal awal yang ia gunakan adalan RP 300.000,. "Karena beli alat dan bahan sedikit-sedikit dulu, nanti jika sudah ada penjualan baru diputar lagi modalnya." ungkapnya. "Kalau bisnis begini terbilang musiman jadi beda-beda tergantung keadaan, kalau musim yudisium dan wisuda baru bisa dapat omset banyak mulai dua sampai lima jutaan, kalau harihari biasa kadang sepi kadang juga bisa seminggu tidak ada yang masuk sama sekali. Tapi syukur sekarang saat seminar proposal pun orang sudah pakai selempang jadi alhamdulillah biar bukan musim wisuda tetap ada yang order." ungkapnya. Hasmiana memasarkan produknya melalui sejumlah reseller yang ada di setiap kampus yang diberi harga khusus. Melalui momen Hari Kartini yang jatuh pada hari ini, Hasmiana berpesan bahwa dalam memulai usaha bukan perkara mudah, namun usaha yang paling baik adalah usaha yang dimulai. Jika ada kemauan untuk memulai usaha jangan hanya dipikirkan, langkah awal yang harus dilakukan adalah survei pasar dan mulai mem-
pelajari usaha apa yang akan cocok. Mulailah dari hal-hal yang disukai. Punya modal banyak saja belum cukup untuk membuat sebuah usaha berkembang tapi harus disertai dengan skill dan kerja keras serta belajar dan terus belajar, semangat!
Anflwrs_Projek On Instagram
Salempang Parepare On Instgram
Penanggung Jawab : Ummul Khatimah Reporter : Andi Aisya Redaktur : Mildayanti Desain : Muh. Adhal
Meskipun perjuangan Kartini untuk emansipasi wanita telah usai sejak lama, semangatnya tak pernah padam dalam diri seluruh wanita Indonesia! Sekarang, para wanita yang memiliki semangat Kartini modern pun telah terus berkarya dan tidak menyia-nyiakan hasil perjuangan Ibu Kartini. Secara Khusus, tim Redaksi LPM Red Line meminta kesediaan sejumlah fungsionaris l embaga kemahasiswaan IAIN Parepare untuk menyampaikan pesan mereka kepada seluruh wanita yang sedang memperjuangkan pilihan mereka.
Tetaplah Membara!
Ulan Ayu Lestari Wakil Komandan Ipa Ariana Ketua De- KSR PMI Unit 01 wan PI Racana IAIN Parepare Malebbi IAIN Parepare
sampai hal-hal telah didapat saat ini malah membuat kita meremehkan kaum laki-laki. Ingat, kita tetap harus kembali ke kodrat kita sebagai perempuan yaitu melahirkan menjadi ibu dan istri jangan lupakan itu! meski begitu jangan mnghalagi kit a unt uk tet ap berkarir demi membahagiakan keluarga, teman-teman, bahkan bangsa kita."
"Pesan saya kepada wanita-wanita hebat diluar sana, tetap menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, berkarya sebanyakbanyaknya. Meskipun terkadang orang mengatakan bahwa nantinya kita hanya akan dirumah tapi tetap saja kita akan menjadi Madrasah pertama untuk anak-anak yang akan kita lahirkan nantinya, tetap ingat untuk tidak menyudutkan pihak manapun terutama lakilaki."
Suriana Sekretaris LDM Al-Mad ani IAIN Parepare
"Pesan saya untuk para perempuan hebat diluar sana, tetap semangat dan jangan takut untuk memperjuangkan hakhak kita, karena sebagai perempuan pasti Ummul Khatimah akan tetap berada di Pemimpin Redaksi belakang kalian-kalian LPM Red Line IAIN bahkan ketika dibutuhkan saya atau siaParepare papun bisa berada disamping kiri dan kanan kalian agar bisa sa l ing mer a ngku l sesama perempuan."
"Pesan saya kepada saudari-saudariku yang ada di luar disana, marilah kita sama-sama menjaga derajat kita Nurjannah Ketua Umum Animasi IAIN Surianti Sekretaris sebagai perempuan Parepare Umum Libam IAIN karena bagi ayah kita adalah anak yang palParepare ing berharga baginya."
"Dalam rangka memperingati hari Kartini ini, marilah kita teruskan perjuangan dan cita-cita R.A Kartini dengan cara-cara yang positif, salah satunya dengan mengup-grade diri menjadi pribadi yang berpendidikan dan berkelas baik dalam lingkup kes e ha r ia n a t a up u n sosial. Jadilah wanita yang hebat tanpa melupakan kodrat kita sebagai seseorang yang berakhlak, bert at a krama dan bersahaja."
Samsuriani Sekretaris Umum Perkemi Dojo
"Pesan saya jangan pernah merasa puas terus belajar dan bersyukur dan juga jangan per na h me n ye r a h karena seseorang yang paling sulit dikalahkan adalah ia yang tdk pernah menyerah."
"Pesan saya untuk teman-teman wanita yang sedang menjadi pemimpin atau sedang menjabat diluar sana agar tetap jaga kesehatan, masih panjang perjuangan kita, jangan
"Pesan kepada kaum perempuan hebat di luar sana adalah suatu u ngk apa n k epa da
kalian banyak manusia yang terlahir di muka bumi sebagai perempuan tapi tidak semua di beri kesempatan untuk berjuang dan tidak semua diberikan jiwa yang semangat dan tidak juga di berikan keberanian, maka dari itu teruslah berjuang dengan semangat kalian, saya mengatakan kalau kalian membatahkan statement perempuan itu tidak bisa apa-apa." Salam perjuangan dari saya.
nya kitaa juga akan menjadi ibu, tapi kita juga harus membuktikan bahwa wanita tidak hanya bisa di dapur tapi jugaa bisa berpengaruh pada pekerjaan yang umumnya dikerjakan oleh laki laki."
gai pengingat agar wanita dan laki-laki itu setara tidak ada perbedaannya tidak hanya lelaki dapat menjadi panutan tetapi juga wanita bisa menjadi panutan negara khususnya Indonesia."
Azisah Kepala Sub Urusan Hasma Anggota Aktif MisLogistik dan Bendahara pala Cosmosentri IAIN PareMenwa Sat 709 IAIN Pare- pare pare
Nur Atika Bendahara Porma IAIN Parepare
"Pesan saya, panjang umur buat perempuan yang melawan. Tetap perjuangkan hak kita sebagai perempuan. Kita perempuan, kita juga bisa."
"Pesan saya sebagai seorang perempuan jangan menyerah untuk membuktikan pada dunia bahwa kita juga bisa mengambil peran penting di bidang profesi manapun walaupun nanti-
"Pesan saya kepada mereka jangan pernah menyerah dan terus semangat membuat indonesia lebih bangga, keterbatasan tidak boleh menjadi penghalang bagi kalian yang terus berkarya, hari Kartini ini bukan untuk meninggikan wanita atau meninggikan laki-laki namun seba-
Tim Liputan Penanggung Jawab : Ummul Khatimah Reporter : Slamet Febrianto/ Nurul Mutmainnah B Redaktur : Marwan Prajayana Desain : Muh. Adhal
KARTINI DAN SEGALA PERUMPAMAAN PEREMPUAN
Muh. Taufiq Syam, M. Sos Dosen IAIN Parepare
Setiap kali mendengar kata „perempuan‟, maka memori internal manusia akan memberikan dua gambaran dari kata tersebut. Pertama, dari sisi biologis perempuan digambarkan sebatas sebuah susunan organisme makhluk hidup yang lemah dan gemulai. Kedua, dari sisi konstruksi sosial, perempuan digambarkan dengan sosok penyayang, lembut, perasa, pendamping, pelayan, penggoda, pembawa petaka dan makhluk submisif (terdominasi). Kedua gambaran ini bersumber dari narasi yang terdapat dalam institusi-institusi sosial di masyarakat yang menjelaskan tentang perempuan. Dari sumber institusi agama-agama Abrahamik (Yahudi, Kristen dan Islam), secara teologis perempuan pertama diciptakan oleh Tuhan berasal dari tulang rusuk laki-laki dan diberi nama Hawa. Tujuan dari penciptaan Hawa sendiri sebagai jawaban atas doa Adam untuk menemani perjalanannya kelak. Keterangan ini dapat ditemukan dalam Kitab Kejadian (Genesis) 2:22-23. “Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.Ia akan dinamai perempuan (ishah), sebab ia diambil dari laki-laki (ish)" (Gen, 2: 22 -23). Tentang penciptaan Hawa juga dapat ditemukan di dalam Al Quran, Q.S. An-Nisaa‟ 4: 1, yang terjemahannya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan isterinya (Hawa); dan daripada
keduanya Allah memperkembangbiakkan lakilaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu" (Q.S. AnNissa’, 4: 1). Penafsiran tentang Hawa yang berasal dari tulang rusuk inilah yang memberikan gambaran secara biologis bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah sebagaimana sifat dasar dari tulang rusak itu sendiri. Disamping itu, penafsiran tentang penciptaan Hawa untuk menememani Adam tidak lebih hanya sekedar sebagai partner (pasangan) untuk menjaga keberlanjutan populasi manusia melalui proses reproduksi. Ketika perempuan disandarkan sebagai objek reproduksi, secara lansung juga telah memberikan negasi bahwa perempuan adalah objek kebutuhan. Narasi tentang penafsiran perempuan sebagai objek kebutuhan, dapat ditemukan di dalam Buku Wanita Dalam Sutta yang ditulis oleh seorang bikhu agama Budha yang beranama Bhikkhu Cittajayo. Dia menyebutkan bahwa perempuan berasal dari kata “empu” yang berarti “tuan” atau orang yang mahir atau berkuasa, keras, hulu, yang paling besar. Maknanya adalah perempuan menjadi tuan bagi dirinya sendiri, juga berarti yang paling dihargai. Lalu terjadi pergeseran makna dari kata „perempuan’ ke ‘wanita’ yang berasal dari Bahasa Sansekerta, dengan asal kata “wan” yang berarti nafsu, Artinya yang dinafsui atau sebagai objek nafsu. Dalam bahasa Inggris “wan” ditulis dengan kata “want”, dengan bentuk kata lampau “wanted” (dibutuhkan atau dicari). Kalimat “who is being wanted” yaitu seseorang yang dibutuhkan atau diinginkan (Cittajayo, 2018: 1). Kata wanita inilah yang menjadi bentuk eufemis perempuan di masyarakat. Dimensi sosial tentang identitas perempuan di masyarakat sebagai objek yang memiliki kelemahan dan keterbatasan. Pemberian identitas tersebut bersumber perangakat-perangkat habitus (perilaku) sosial di masyarakat yang mendorong terbentuknya stigma tersebut. Para agen-agen sosial masyarakat terlibat lansung untuk mentransformasikan paham tersebut melalui ruang-ruang publik yang ada. Labelisasi terhadap citra perempuan dikemas dalam bentuk norma-norma sosial yang terkesan lebih mendiskreditkan pihak perempuan. Labelisasi Perempuan Perempuan adalah sosok penyayang, lembut dan perasa. Labelisasi penyayang
digunakan untuk menunjukkan sifat seorang perempuan yang pengasih dan mudah iba terutama kepada hal-hal yang berkaitan dengan segala hal yang dicintai dan dimilikinya. Lembut digunakan untuk menunjukkan perilaku perempuan yang senantiasa menjaga keindahan sikapnya yang santun, ramah dan anggun. Perasa ditujukan kepada sifat perempuan yang sensitif dan tidak stabil ketika terjadi sebuah perubahan di dalam dirinya. Gambaran ini dapat ditemukan dalam rekfleksi sosok perempuan pertama yang dikenal dan memilki ikatan personal yang kuat dari setiap individu. Sosok perempuan yang dimaksud adalah ibu. Selain, ibu terdapat sosok perempuan berikutnya yang juga memiliki kedekatan personal dengan invidu. Kedekatan dengan perempuan ini terbentuk setelah individu, khsusus laki-laki melakukan interaksi dengannya. Perempuan ini dikenal dengan sebutan istri. Sosok istri diidentikkan sebagai perempuan yang menjadi pendamping dan pelayan di dalam rumah tangga. Istilah pendamping digunakan untuk menunjukkan perannya sebagai mitra bagi seorang laki-laki di dalam keluarga. Istri yang menjadi perpanjangan tangan dari suami, bertugas untuk memastikan terlaksananya segala aturan dan ketentuan yang telah dibuat. Di samping itu, istri juga menjadi pelayan bagi seluruh anggota keluarga. Bertindak sebagai pelaksana tugas-tugas domestik di dalam rumah tangga, seorang istri dituntut agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal bagi seluruh anggota keluarganya. Di sisi lain, sosok seorang perempuan juga memperoleh stereotip negatif tentang gambaran sikap yang terdapat di dalam dirinya. Perempuan dikatakan sebagai makhluk penggoda dan pembawa petaka. Asumsi seperti ini merupakan hasil dari klaim sepihak yang dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah yang pernah terjadi dan melibatkan sosok perempuan dalam kejadian tersebut. Sebut saja beberapa diantaranya adalah kisah tentang sosok Dewi Sita, Helene, Cleopatra dan Salome. Dewi Sita adalah sosok perempuan yang dikisahkan dalam manuskrip wiracarita Ramayana mitologi agama Hindu. Dia dinarasikan sebagai penyebab perang besar antara bangsa Rakshasa yang dipimpin oleh Rahwana dan bangsa manusia yang dipimpin oleh Ramacandra yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda yang bertujuan untuk pemberebutkan Dewi Sita (Richman, 2008: 37). Sosok berikutnya adalah Helene yang dikisahkan oleh Homeros melalui karyanya Iliad and Odyssey menggambarkan sosok perempuan cantik penggoda, istri dari Raja Sparta yang bernama Menelaos. Helene dikisahakan sebagai
pemicu terjadinya Perang Troya yang melibatkan perseteruan Kerjaan Sparta dan Troya pada abad 13-12 SM yang memperebutkan dirinya (Burgess, 2001: 38). Selanjutnya, sosok dari Ratu Kerajaan Mesir Kuno tahun 69-30 SM yang bernama Cleopatra. Dia diceritakan sebagai penyebab terjadinya perang saudara di Kerjaan Romawi Kuno, sebagai akibat dari tipu muslihat yang dilakukannya (Middleton, 1997: 4-33). Terakhir adalah Salome yang di kisahkan dari Alkitab sebagai putri dari Herodias yang menghasut Raja Herodes Agung untuk membunuh Nabi Yohanes (Nabi Yahya a.s.) hanya karena diberikan nasehat bahwa segala perbuatannya adalah hal yang dilarang oleh Tuhan (Betsworth, 2010: 117). Kisah-kisah ini hanyalah beberapa contoh yang diambil dari sejarah mitologi agama dan sejarah peradaban suatu bangsa yang menceritakan sisi buruk dari perempuanperempuan yang menjadi penggoda dan penyebab datang sebuah malapetaka bagi orang lain. Kisah ini kemudian diformulasikan kembali sebagai rujukan bagi institusi soial di masyarakat untuk mengeneralisasikan citra perempuan karena bahwa pada dasarnya perempuan memilki potensi untuk melakukan hal –hal serupa, tergantung seberapa besar keinginan dan peluang yang dimilki untuk melakukannya. Hal yang terakhir yang menjadi negasi terhadap perempuan, yaitu mereka adalah makhluk submisif (terdominasi). Hal ini bersumber dari paham patriarki yang memposisikan perempuan tidak lebih dari sekedar objek penerima kuasa yang di dalam masyarakat hanya berada pada kelas penerima intervensi dari dominasi para lelaki. Ikatan sosiokultural yang dikenal dengan istilah „kodratâ€&#x; (takdir) yang berlaku di masyarakat, memaksa mereka untuk senantiasa menjaga kepatuhan sikap dan perilaku berdasarkan pada term norma-norma sosial yang telah ditetapkan. Adanya ancaman tentang perempuan yang bertindak secara bebas akan menjadi „aibâ€&#x; bagi keluarganya, secara bertahap terus menerus ditransformasikan. Menurut Weininger dalam bukunya yang berjudul Sex and Character: An Investigation of Fundamental Principles mengatakan bahwa perempuan yang tidak diberikan kekuasan untuk membuat konsep sendiri, sehingga mereka juga tidak dapat memberikan penilaian terhadap segala perubahan yang terjadi. Dalam pikiran perempuan mereka mampu berada pada posisi subyektif dan obyektif, akan tetapi pemikiran dari luarlah yang selalu menghalangi hal tersebut (Weininger, 2005: 139). Pembatasan akses tanggung jawab eksternal, membuat para perempuan terjebak dalam aktifitas yang
monoton dan ketika menuntut hal tersebut, secara lansung dianggap sebagai sebuah diversi (pembangkangan). Deviasi bukanlah sebuah hal yang buruk untuk dilakukan oleh seorang perempuan ketika tujuan untuk memperoleh kepastian terhadap posisi mereka di masyarakat. Setiap upaya yang mereka lakukan bertujuan agar dapat memperoleh posisi yang seimbang dan adil dengan kaum lelaki. Hal ini hanya dapat terwujud apabila mereka mampu melakukan sebuah gerakan reponsif gender untuk memperoleh keseimbangan dan keadilan tersebut. Gerakan inilah yang dikenal dengan istilah emansipasi perempuan. Kartini dan Perumpamaan Perempuan “Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar,penuh duri, onak, lubang: jalan itu berbatu-batu, berjendal-jendal, licin ... belum dirintis! Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan, saya akan mati bahagia. Sebab jalan itu sudah terbuka dan saya turut membantu meneratas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra” (‘Surat Kartini‟, Dokumen 7: 7-10-1900). Kutipan di atas merupakan salah satu isi dari surat-surat R. A. Kartini yang dikirimkan pada tahun 1899 s.d 1903 kepada sahabatsahabantya, Ovink-Soer, Stella Zeehandelaar dan J.H Abendanon yang berada di Belanda. Kartini menyampaikan segala penderitaan dan kegelisahan yang dialaminya sebagai perwakilan dari para perempuan Bumiputra di Indonesia yang menjadi korban atas negasi yang terjadi di era feodal saat itu. Kartini adalah putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ia lahir pada tanggal 21 April 1879. Kartini beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk menikmati pendidikan di ELS (Europese Lagere School) yang dikhususkan hanya untuk putra putri dari kaum Bumiputra. Semangat belajarnya terlihat jelas ketika di sekolah dia menjadi salah satu yang cerdas di antara teman-temanya. Sejak kecil dia bercita-cita untuk menjadi seorang dokter. Akan tetapi cita-cita tersebut harus dikuburnya dalam-dalam, karena pada usia 12 tahun dirinya harus dipingit untuk dipersiapkan menjadi seorang istri bangsawan lainnya. Kartini akan menjadi istri keempat dari Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodinngrat (Aning, 2005: 166-168). Pada masa itu sebagai seorang perempuan yang lahir dari golongan „ningrat’ (bangsawan), harus menjalani proses pingitan jika akan dilnikahi oleh seorang bangsawa. Hal ini merupakan bagian dari tradisi penerapan norma-norma kultural yang berlaku saat itu.
Norma kultural masyarakat feodal pada masa itu, memandang keberadaan seorang perempuan tidak lebih dari seorang calon istri. Meskipun, beberapa diantara mereka mendapatkan kesempatan untuk bersekolah, hal ini nyatanya hanya sekedar bekal bagi mereka untuk tetap menjaga citra para bangsawan tersebut agar dapat memiliki istri yang terpelajar. Disamping itu, mereka juga nantinya akan bertugas untuk memberikan pembelajaran kepada anak-anaknya tentang tata krama sebagai seorang bangsawan. Kartini sendri menolak tradisi tersebut. Baginya, seorang perempuan dapat memiliki hak yang sama dengan para lelaki. Setiap perempuan mampu untuk memilih jalan hidupnya sendiri, setiap perempuan dapat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga, setiap perempuan memiliki kemerdekaan untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dan setiap perempuan berhak mewujudkan cita-citanya (Pane, 1945: 11-16). Selama masa pingitan, segala kegelisahannya itu dia tuangkan ke dalam surat-surat yang dikirim kepada para sahabatnya di Belanda. Di dalam masa pingitan, selain terus berkirim surat kepada sahabatnya, Kartini juga membuka sekolah bagi para perempuan di Jepara. Di dalam keterbatasannya, dia memberikan pelajaran kepada mereka tentang segala hal yang dia ketahui. Tujuannya agar para perempuan ini juga memiliki kesadaran untuk mengubah tradisi yang selama ini mengekang kebebasan mereka, khususnya dalam hal mewujudkan cita-cita sebagai orang yang mandiri. Kartini tidak pernah dapat mewujudkan cita-citanya sampai dirinya meninggal. Dia meninggal pada tanggal 17 September 1904 di usia 25 tahun. Kartini merupakan sosok pejuang emansipasi perempuan Indonesia yang tidak ingin terikat oleh serangkaian perumpamaan – perumpamaan yang diciptakan oleh institusi sosial di masyarakat. Sebuah bentuk perlawanan atas labelisasi yang diterima oleh seorang perempuan lahir di masa feodalisme. Perjuangannya berfokus pada tuntutan penghapusan tradisi-tradisi budaya, agama, norma-norma sosial yang cenderung lebih bersifat patriarki dan terkesan lebih banyak mengekang kebebasan kaum perempuan. Perjuangan emansipasi yang dilakukannya sedikit banyaknya telah membuahkan hasil. Sampai hari ini, emansipasi perempuan telah dijalankan di berbagai sektor sosial masyarakat. Perempuan-perempuan di Indonesia sebisa mungkin mendapatkan hak dan kewajiban yang sama seperti yang diperoleh kaum lelaki, walaupun belum maksimal. Hal yang menyebabkan emansipasi ini belum berjalan secara maksimal karena masih
rendahnya tingkat kepercayaan kepada perempuan untuk memperoleh hak dan kewajiban yang sama. Setidaknya ada tiga alasan terkait hal tersebut. Pertama, para perempuan dikhawatirkan akan melalaikan tugas yang telah menjadi kodrat mereka, yaitu sebagai seorang istri dan ibu, yang menjadi pelayan di dalam rumah tangga. Kedua, para perempuan dikhawatirkan dengan mudah dapat terpengaruh terhadap hal-hal yang bersifat materialis. Ketiga, adanya kekhawatiran para perempuan akan memilki kuasa penuh di dalam struktur sosial di masyarakat, yang secara tidak lansung perlahan-lahan akan menghilangkan dominasi dari para lelaki. Akan tetapi perlu disadari, bahwa kekhawatiran ini hanyalah hasil dari bentukan konstruksi sosial tentang citra perempuan di masyarakat yang melibatkan para agen-agen sosial. Oleh karena itu, mulai hari ini sebaiknya hilangkan semua perumpaan yang negatif terhadap perempuan. Mari bersamasama melanjutkan perjuangan dari R.A Kartini sebagai pahlawan emansipasi perempuan, dengan mulai membangun sebuah kesadaran bahwa status perempuan dan laki itu dapat disamakan, baik dari segi pemberian tanggung jawab maupun pemerolehan hak. Dengan menghapus segala citra negatif tentang perempuan yang selama ini telah diterima, setidaknya memberikan jalan agar terjadinya rekonstrusi pola pikir yang baru. Kalau hal ini dapat dilakukan oleh semua pihak, maka representase makna dari kalimat “Habislah Gelap Terbitlah Terang” bukan lagi hal mustahil untuk diwujudkan.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, menyebut 1 dari 3 perempuan usia 1564 tahun pernah menjadi korban kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual misalnya saja kasus yang lagi buming adalah kasus Baiq Nuril yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, akan tetapi justru dia yang dilaporkan telah melanggar UU IT. Menurut KPPPA 3 dari 5 anak perempuan mengalami kekersan emosional dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik. Terlebih di media sosial, perempuan menjadi produk seksual, perempuan di media online seringkali dilecehkan secara verbal, secara visual. Dari fenomena di atas maka salah satu cara untuk membangkitan perempuan adalah dengan literacy, seperti yang dilakukan salah seorang pejuang Indonesia adalah Kartini. Bagaimana masyarakat memandang perempuan Perempuan dilihat dari sudut pandang budaya patriarki, menjadikan laki-laki sebagai penguasa, raja dalam keluarga, Dalam pesta pernikahan seorang laki-laki akan diberikan posisi yang terhormat, dilayani dengan hormat, seakan seorang raja. Perempuan seringkali disalahkan jika anak tidak berperilaku baik di masyarakat “liatki itu anakmu nakal”. Perempuan dituntut berpenampilan cantik depan suami sementara suami tidak perlu terlihat gagah. Perempuan liberal dan sekuler memiliki konsekuensi sikap bahwa agama adalah hambatan perkembangan negara, ilmu pengetahuan. Perempuan liberal dan sekuler membuka lebar ruang aktivitas perempuan, justru perempuan tidak lagi ingin melahirkan, tidak ingin menikah, karena pernikahan hanya menjadikan perem“SELAMAT HARI KARTINI UNTUK puan sebagai objek seksual, perempuan menjadi komunidity. SELURUH PEREMPUAN HEBAT DI Perempuan dari sudut pandang femINDONESIA” inisme, pengertian feminisme menurut Alwi Di langit kami titipkan doa, agar segala (2001: 241) berarti sebuah gerakan sosial yang perjuangan yang telah kalian lakukan sampai bertujuan untuk memajukan kaum perempuan hari ini, senantiasa bernilai kebaikan di sisi secara politis dan ekonomis. Menurut Ratna Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha (2010: 184), dalam pengertian luas, feminis Penyayang. adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan Stay at Home : Kartini Inspirasi Pejuang Lit- dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya, eracy tidak beda dengan laki laki dari segi biologis sehingga perempuan dalam keluarga merupakan subordinat, berperan dalam reproduksi dan dalam pekerjaan perempuan disubordinatkan, ketidak adilan gender. Perempuan dari sudut pandang agama, kita kenal sosok istri Rasulullah khalijah, ia adalah istri pertama Rasulullah, yang dinikahi sebelum Rasulullah menjadi utusan Allah, ketika itu khalijah berusia 40 Tahun. Khalijah adalah seorang bangsawan, cerdas, dan cantik. Muhammad Qadarudddin Abdullah (Ketua Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare
Khalijah merupakan perempuan yang sangat diidolakan oleh tokoh-tokoh quraisy dan hartawan terpandang kota mekkah. Namun khalijah, adalah sosok perempuan yang tidak hanya memandang harta dan kekuasaan, namun juga sifat dan perilaku, sehingga lamaran itu ada dipihak Rasulullah, selama bersama khalijah Rasulullah tidak berpoligami. Khalijah telah banyak bekorban harta dan jiwa mendampingi Rasulullah sejak awal kenabian dalam memperjuangan agama dan penyebaran Islam. Begitu pula dengan salah seorang pejuang bangsa Indonesia, Kartini merupakan pejuang perempuan, di tengah budaya jawa yang begitu kental dengan budaya patriartki, dimana seorang perempuan dianggap hanya sebagai pelayan laki-laki, hanya pemuas seksual, pernikahan atas keinginan orang tua, dan penguasa, dipoligami tanpa persetujuan. Perempuan tidak mendapatan pendidikan, tidak mendapatkan keadilan sosial. Kartini sendiri mengalami kehidupan demikian, disaat umur 12 tahun kartini dijodohkan oleh ayahnya, dan umur 25 tahun menikah dengan seorang bupati rembang, sementara saudara laki-lakinya dikirim sekolah ke Belanda, nampak ketidak adilan. Realitas inilah yang kemudian membangkitan semangat perjuangan kartini, meski dia sendiri terlahir dari keluarga seorang bangsawan, namun dia mampu merasaan bagaimana pahitnya kehidupan perempuan yang dipaksa menikah dengan penguasa.
puan, kesetaraan gender, keadilan sosial, pendidikan bagi masyarakat miskin dan perempuan. Melalui suratnya kepada sahabatnya di erofa, kartini menceritakan bagaimana ketertinggalan perempuan-perempuan Indonesia dalam pendidikan. Melalui buku-buku yang dibacanya yang merupakan kiriman dari sahabatnya di erofa, dia mendapatan inspirasi, sehingga banyak karya kartini yang kini menjadi ide besar dalam membangun negara. Saya menbaca satu komentar di FB saat kami menerbitkan buku coronalogy karya Dosen FUAD beberapa penulisnya adalah perempuan, dia berkata “jagang remehkan emak-emak berdaster saat depan laptop” ini berarti bahwa perempuan itu hebat diranah sosial. Menulis adalah bukti bahwa kita pernah hidup, menulis membuat kita hidup sepanjang masa, Karena karya akan senantiasa hidup. Sayyidina aly alaihissalam, menulis merupakan tali pengikat ilmu pengetahuan, banyak orang hidup bersama kita meskipun jasadnya telah terkubur ratusan tahun silam. Al Gasali misalnya, Ibn Klhaldun dll. Menulis ilmu ibarat anak yang akan tetap kekal Buya hamka, berdakwah dalam penjara melalui tulisan dan menghasilkan karya fenomenal “Tafsir Al-Azhar” Napoleon bonaparte pernah berkomentar “aku lebih suka menghadapi seribu tentara dari pada satu orang penulis”. Kartini memperjuangan keadilan melalui tulisan di tengah budaya ketidakadilan.
Bagaimana Perjuangan perempuan di era literacy
Memotret RA Kartini dalam SpekBanyak pejuang perempuan yang telah berkonstribusi terhadap negara, namun kenapa trum Moderasi Perempuan kartini dijadian sebagai ikon pejuang kebangitan perempuan. karena Kartini berjuang bukan dengan senjata, tetapi dengan pena dan tulisannya. Di saat yang lain berjuang dengan senjata, namun Kartini berjuang dengan media literasinya. Tulisannya berupa surat-surat untuk sahabatnya Abendanon telah dibukukan berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang", suatu karya yang fenomenal sampai sekarang. Surat kabar De Locomotief, majalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, majalah wanita De Hollandche Lelie. Buku Max Havelaar, dan Surat-surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht karya Louis Coperus, karya Van Eedden, roman feminis Ny. Goekoop de Jong Van Beek, roman anti perang karya Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder, adalah bahan bacaannya sebelum dan setelah dia menikah, mengurung diri dalam rumah ”stay at home” dihabiskan dengan membaca dan menulis ide-ide besarnya. Kartini merupakan pejuang literacy, meAhmad Riecardy (PK. PMII IAIN Parepare, lalui literacy kartini memperjuangkan peremMahasiswa FEBI IAIN Parepare)
Gagasan besar feminisme RA Kartini adalah spektrum perlawanan atas marjinalisasi perempuan era kolonial. Kata perempuan dalam metathesis dan kontoid secara maknawi memiliki nilai yang sangat tinggi dan mulia dibandingkan dengan padanan kata wanita. Perempuan dari kata mpu, empu yang bermakna orang yang terhormat dan mulia (Zoetmulder, 2009). konotasi perempuan lebih mengarah kepada emansipasi perjuangan, pembelaan hak dan pemberdayaan potensi diri. Perempuan memiliki visioner artinya peka dalam melihat kesengsaraan rakyat yang terjadi. ia hadir membawa perubahan dan semangat pendidikan. Wanita memiliki karakter yang agak berbeda. Bisa dilihat dari pandangan Sudarti dan Jupriono dalam bukunya yang memberikan penekanan pada karakter wanita yakni selalu mengalah dengan keadaan dan senantiasa berbakti atau tipikal yang manutan. Wanita tidak berdaya akan kebebasannya dalam hal pendidikan. Mereka juga tunduk akan hak dalam memilah-memilih pasangan masa depan. Faktor adat dan tradisi yang mengharuskan orang tua yang paling berhak menentukan menantu idaman, perempuan pun legowo apa adanya. Kemudian setelah menikah ia berbakti mengurusi profesi rumah tangga selayaknya budak era jahiliyah. Maka sosok RA Kartini kali ini adalah perempuan yang berjasa besar dalam perkembangan peradaban pendidikan dan hak mandiri kaum perempuan. Kehadirannya menawarkan gagasan membangun sebagai vaksin kala itu. Kondisi rakyat yang bias akan pendidikan dan diskriminasi perempuan menjadi cikal bakal lahirnya revolusi feminisme RA Kartini. Bagaimana tidak, carut marut pendidikan begitu diskriminatif sungguh tak sedap dipandang. Pendidikan hanya untuk anak-anak penjajah. Politik etis pendidikan yang jadi argumentasi cerdas ternyata alihalih hanya kepentingan kaum elit bangsawan, rakyat biasa dipinggirkan dan dikucilkan. Sekolah-sekolah rakyat biasa dipisahkan dari kelompok elit bangsawan dan anak penjajah. Sekolah Ongko Loro dan Sekolah Rakyat diperuntukkan bagi anak-anak kalangan menengah ke bawah minim finansial seperti anak petani, buruh, dan lama belajarnya kurang lebih 3 tahun. Ongko Siji ataupun HIS umumnya untuk anak-anak pribumi kalangan menengah ke atas seperti bangsawan, pegawai PNS atau pemerintahan, pegawai perusahaan danlama belajarnya sampai 6 tahun. Europesche Lager School (ELS) atau sekolah bagi anak-anak penjajah dan beberapa anak pribumi dari kalangan elit bangsawan. Lama belajarnya mencapai 6 tahun dengan syarat mampu berbicara bahasa Belanda. Potret sederhana pendidikan era kolonial dapat dilihat pada film Oeroeg (1995).
Walaupun pada akhirnya pendidikan versi penjajahan sekedar memberikan kecakapan ilmu yang nantinya untuk keperluan produksi dan kekuasaanya. Desentralisasi politik yang terjadi membuat penguasa (Hindia-Belanda) memberikan akses kerja selebar-lebarnya kepada pribumi. Ujungnya bagaimana rakyat dididik bukan untuk dicerdaskan melainkan sebagai buruh pekerja swasta dan negeri. Perlakuan berbeda bagi kaum perempuan. Mereka tidak layak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan selayaknya laki-laki. toh nantinya ia hanya akan menjalani profesi sumur, dapur dan kasur. Nah mempelajari RA Kartini sebagai sosok perempuan dalam kesehariannya tidak lepas dari aktivitas produktif yang jarang digeluti kaum perempuan pada umumnya. Aktivitas membaca senantiasa mewarnai kesehariannya dan semua gagasannya dituangkan melalui tulisan. Tulisantulisan satire-nya begitu tajam dalam menyadarkan akan pentingnya perlawanan akan hak dan pendidikan. Surat-suratnya diterbitkan dalam bahasa Belanda berkat kedekatannya dengan Mr. Abendanon bersama istrinya. Bahkan ia sempat membuat sekolah keputrian melalui nasehat dan petunjuk Mr. Abendanon. Perjuangannya tidak serta merta berfokus keprihatinan akan perempuan. Akan tetapi harus digaris bawahi bahwa RA Kartini berfikir akan nasib generasi putra-putri tanah air yang akan datang. Hanya saja kondisi rakyat waktu itu banyak memakan korban keprihatinan kaum perempuan. Potret kondisi rakyat dapat dilihat dari tulisan-tulisannya yang penuh kritikan dan gambaran akan kondisi perempuan. Dalam Bukunya Habis Gelap Terbitlah Terang RA Kartini (terj. Armijn Pane) disitu dapat dilihat situasi perlawanan RA Kartini lewat tulisan dan suratsuratnya yang ia kirimkan kepada Nona Zeehandelaar, Nyonya Ovink-Suer, Mr. Abendanon dan istrinya, Nyonya Van Kol. RA Kartini dihadapkan dengan budaya atau tradisi patriarki, feodalisme dan kolonialisme. Tradisi dimasa itu begitu mengkungkung kebebasan orang-orang khususnya perempuan tanah air dalam hal berkereasi bahkan bercita-cita. Hakhak mereka tidak diberikan dan disetarakan. Penilaian berdasarkan kasta, diskriminasi rakyat, kerja paksa dan tragedi kemiskinan yang menyengsarakan rakyat adalah potret perjuangan ibu kita RA Kartini. Tragedi kemanusiaan yang dihadapi ibu kita Kartini adalah gambaran umum masyarakat yang hidup dibawah penjajahan eropa. Bangkitnya revolusi kartini tidak lain sebagai bentuk keprihatinan terhadap gejolak kesengsaraan rakyat akan kungkungan penguasa. RA Kartini hadir bak pahlawan yang menawarkan kedamaian dan semangat hidup khususnya bagi kaum perempuan.
Dalam sejarah tradisi patriarki sungguh menyiksa batin kaum perempuan. Konsep-konsepsi rakyat tentang perempuan berbeda condong merendahkan. Akibat doktrin bangsa eropa yang menjajah kala itu. Sejak dini putra-putri Indonesia kita ditanamkan pemahaman ideal tentang perempuan. Perempuan tidak memiliki tujuan lain selain kawin atau dinikahi. Konsepsi ideal perempuan dipandang hanya sebatas kategori fisik lemah dan tak diperhitungkan. Wanita harus setia dengan suami yang memiliki selir hingga puluhan. Wanita dipaksa menerima praktik poligami akibat taklid buta laki-laki akan teks agama. Betapa munkin hidup damai bila aturannya demikian. Suaminya boleh membawa perempuan lain kerumah. Kesengsaraan perempuan yang dipoligami nampak adanya. Logika kartini "Bagaimana aku cinta dengan suami yang membawa perempuan lain kerumah dan itu dibolehkan". Sehingga RA Kartini berijtihad bahwa segala perbuatan yang menyakiti orang lain adalah dosa menurut RA Kartini. Kritikan dari RA Kartini melaui suratnya merespon Kondisi sosial yang terjadi, begitu hironis. Cita-cita dan kemauan perempuan ditaklukkan dengan tradisi patriarki yang menguatamakan laki-laki. Wanita tidak boleh banyak berinteraksi diluar rumah. Tempat belajarnya difokuskan didalam rumah. Ketika berusia 12 tahun maka ia dipinggit beberapa tahun dikurung didalam rumah. Berbeda dengan elit sebayahnya mendapat perlakuan spesial dalam hal pendidikan. Setelah patriarki ada feodalisme oleh hegemoni kaum bangsawan. Politik Kebangsawanan ini membuat struktur masyarakat berdasarkan pengakuan kasta. Bangsawan makhluk yang lebih tinggi maka ia berhak mendapat hak yang lebih tinggi berdasarkan paham feodal. Dalam Tradisi Feodalis bangsawan memiliki perasaan yang lebih tinggi dan selalu diistimewakan. Bangsawan bukan sebagai pelayan rakyat.Salah satu surat yang paling menarik dari RA Kartini adalah ketika ia menuliskan gagasannya tentang arti bangsawan. Dalam suratnya kepada Nona Zeehahandelaar (18/9/1989) bahwa ada dua macam bangsawan yakni Bangsawan pikiran dan bangsawan budi. Sama sekali RA Kartini tidak sepakat dengan marjinalisasi hak rakyat berdasarkan kebangsawan walaupun ia adalah seorang bangsawan. Maka bangsawan menurutnya adalah orang yang memberdayakan fikirannya untuk kepentingan rakyat tanpa mendikotomi, mendiskriminasi dan memberikan keteladanan akhlakul kharimah yakni budi pekerti yang luhur. Selaras dengan cita-cita tokoh pendidikan nasional kita Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan pada umumnya berarti berupaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), fikiran
(intelek), dan jasmani anak-anak agar selaras dengan alam dan masyarakat. Kolonial tidak lain adalah bentuk penjajahan kapitalis “tanam paksa” penguasa. Sistem tanam paksa dibuat oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830 setelah berakhirnya perang jawa. Efek peperangan tersebut menguras banyak kas pemerintah. Sehingga Van den Bosch dengan keahlian birokratnya mewajibkan rakyat menyediakan 20% lahannya untuk ditanami komoditas rempa-rempa yang laku di pasar Eropa. Bagi rakyat yang tidak memiliki lahan untuk ditanami maka mereka yang menjadi penggarap tanahnya. Olehnya itu diberlakukanlah praktik cultuurstelsel untuk memperbaiki kemorosotan keuangan pemerintah Hindia-Belanda dengan memperbudak anak-cucu bangsa. Lepas dari itu kita lihat bahwa sepanjang peradaban Islam kita kenal ada berbagai konstribusi kaum perempuan. Salah satunya Sitti Khadijah yaitu istri pertama Nabi Muhammad SAW yang digelari ummul mukminin dan ia adalah seorang pedagang kaya raya dan ahli perniagaan. Riwayat sejarah menceritakan sosok beliau yang begitu selektif memilih pasangan. Berkali-kali ia menolak lamaran raja-raja dan bangsawan quraisy untuk dinikahinya. Alangkah takjubnya ketika bermitra dagang dengan Nabi Muhammad SAW. Ia terkagum-kagum dengan sikap AlAmin-nya Nabi. Perempuan yang terpandang, tokoh masyarakat nan kayaraya ternyata dibuat takluk akan sikap kejujuran dan kebijaksanaan seorang laki-laki yang 15 tahun lebih muda darinya. Dibidang tasawuf yang bercorak sufistik (metafisik) siapa yang tidak kenal dengan Rabiatul Al-Adawiyah. Selama hidupnya yang kurang lebih 90 tahun tanpa didampingi oleh sosok laki-laki sebagai pasangan hidup. Umurnya selama didunia hanya untuk mempersembahkan cintanya kepada Sang Pemberi Cinta dan Rahmat yakni Tuhan semesta alam. Javid Narbakhs dalam bukunya “Wanita-wanita sufi” bahwa Rabiatul Adawiyah berkata “Aku adalah bukan milikku sendiri, melainkan aku adalah milik-Nya”. Tiada ruang bagi laki-laki dihatiku untuk menyimpan rasa kecuali kepada Allah semata. Tiada yang berhak menyelami cinta seorang Rabiah kecuali Tuhan itu sendiri sebagai pemilik cinta keabadian. Begitu juga tokoh-tokoh perempuan abad ini. Najwa Shihab dengan gaya bicara blakblakannya menyoal kebijakan pemerintah. ia aktif menulis, membaca dan memahami problem rakyat seperti halnya RA Kartini. Atau mengintip sosok yang lainnya yang sedang hits diparlemen yaitu ibu Sri Mulyani. Potensinya dalam mengelola keuangan dan ekonomi membawa Indonesia dari keterpurukan krisis ekonomi menuju peradaban Indonesia emas. Disisi lain
dengan kalimat khasnya “Tenggelamkan” adalah sosok Susi Pudjiastuti mantan menteri kelautan dan perikanan. Sikap tegasnya memberantas nelayan ilegal sangat heroik dan inspiratif. Quraish Shihab menguraikan potret perempuan abad ini dalam bukunya “Perempuan” tidak lepas dari proses ekploitasi untuk keperluan komoditi ekonomi. Para wanita dijadikan aktoraktor iklan bayaran produk-produk domestik. Iklan sabun, handbody, sampo dan produk kecantikan lainnya. Iklan-iklan tersebut menampakkan keseksian dan kemolekan tubuh wanita. Sama halnya didunia perfilman yang kesannya mengeskploitasi wanita. Mereka memainkan peran-peran hantu yang menakutkan seperti Kuntilanak, sundel bolong, Mak Lampir, Suster Ngesot. Tak jarang dipertontonkan juga adegan pemerkosaan, pembunuhan sadis, kekerasan rumah tangga. Dari dunia iklan, media dan perfilman itulah secara kasat mata mengubah perspektif kita tentang perempuan yang ideal, perspektif laki-laki tentang cantik. Penggambaran perempuan yang condong eksploitatif inilah yang dihadapi perempuan saat ini. Budaya lama dengan modifikasi baru yakni konsumerisme. Mengatur pola produksi, distribusi dan konsumsi demi memonopoli produk domestik. Memanfaatkan media yang ada agar rakyat terdoktrin sejak dini. Watak rakyat dibentuk sesuai kepentingan transaksi komoditas ekonomi. Media-media itu sebagai alat kepentingan elit yang dijual atas nama perempuan. Tidak hanya itu pergeseran kini semakin menguat pedas akibat ketidak mampuan mengelola media internet sebagai informasi yang bermanfaat. Iklan-iklan dan media streaming gencargencarnya dimuat diinternet saat ini. Ketidak cermatan dan bijak dalam mengeksplor diri dengan internet memiliki dampak negatif yang merubah pola-pola kebiasaan belanja, mudah terpapar hoaks, dan hubungan keluargapun mulai renggang. Untuk mewujudkan konsepsi berfikir kita tentang manusia yang adil, harmonis antara lakilaki dan perempuan maka tidak lepas dari nilai tauhid dan egalitas yang Murthada Muthahari utarakan dalam “Filsafat Perempuan dalam Islam”. Nilai-nilai egalitas atau menyamakan derajat itu kemudian disematkan dalam bidang apapun terutama dalam ekonomi, pendidikan bahkan kehidupan bermasyarakat. Peradaban maju yang dimimpikan Murthada Muthahari kiranya relevan dengan konteks kebutuhan abad ini untuk membawa kemajuan fikir kaum perempuan ditengah merembeknya kasus kekerasan terhadap kaum perempuan. Catatan tahun 2020 Komnas Perempuan telah tercatat 431.471 kekerasan terhadap perempuan yang meningkat kian tahun. Spektrum
kekerasannya sangat beragam diantaranya ancaman dan intimidasi penyebaran foto dan video vorno, kekerasan dibawah umur, KDRT, dll. Menandakan minimnya pendidikan atau penerapan kurikulum tentang kesehatan dan seksual. Maka darinya itu Komnas Perempuan memberikan rekomendasi ke Mendikbud akan penerapan kurikulum pendidikan yang berorientasi kepada penanggulangan kekerasan terhadap perempuan. (komnasperempuan.go.id) Maka selayaknya patut direnungi dan direfleksi akan peran dan fungsi perempuan bukan semata pada soal domestik dan dipandang dengan kategori fisik (seks). Perempuan adalah mitra berfikir laki-laki yang bisa menutupi kekurangan laki-laki. Potensi perempuan tidak jauh berbeda dengan potensi laki-laki. Seperti yang digambarkan oleh sosok RA Kartini dan perempuan-perempuan inspiratif lainnya. Bahwa aktivitas hebat perempuan tidak lepas dari kebiasaan-kebiasaan membaca, menulis, peka sosial, peduli rakyat dan mengkritik kebobrokan kebijakan penguasa. Tidak mengurung diri didalam rumah. Tidak hanya sebatas sumur, kasur dan dapur. Ia berpijak dengan potensi yang ia miliki. Kecerdasannya akan melahirkan peradaban-peradaban baru, bekal masa depan. Sikap moderat dalam mamandang perempuan artinya menempatkan pada posisinya (proporsional). Tidak melampaui batas minimal dan maksimal serta mengedepankan nilai toleransi sesama manusia. Generasi milenial yang hidup ditengah revolusi tegnologi sekaligus akan menghadapi bonus demografi. Persiapkan diri dan memperdalam potensi dimulai dari kesadaran akan peran dan fungsi. Memperbanyak membaca dan mengeksplor diri lewat tulisan. Mengirim dan membuat konten kreatif yang mengedukasi adalah karakter milenial.Tiada waktu untuk memperdebatkan kehebatan laki-laki dan perempuan. Tetapi bagaimana mereka saling berfikir untuk bangsa dan negara dengan kompetensi keahlian yang telah dianugrahi. Zaman serba canggih tidak boleh dipandang sinis. lewat keterbukaan informasi dan komunikasi kita dapat memperbanyak jejaring dan pengalaman.Perempuan dan lakilaki menawarkan gagasan-konstruktif untuk negeri selayaknya apa yang telah diajarkan RA Kartini. Maka dengan itulah rakyat memperoleh Pendidikan, penguasa tersadarkan.
Penanggung Jawab : Ummul Khatimah Desain : Muh. Adhal
DEMI PEREMPUAN PRIBUMI Gemetar tanganku tatkala aku menulis tentangmu. Tentang semua jerih payah dan linang air matamu. Tentang dedikasi dan pengorbananmu. Tentang semangat demi cita-cita kaummu. Dan tentang kau yang peduli keadilan bangsamu. Duhai perempuan tangguh. Hangatnya dekapan cintamu. Kau bangkitkan pengharapan kepada kami. Yang terus ditindas dan dimaki. Dihina dan dicaci. Kami dibiarkan bodoh dan babu. Hak kami terus direnggut paksa.. hah. Teriris batinku. Terasa pilu jiwa dan kalbuku. Bagaikan diiris sembilu. Ketika teringat nasib perempuan masa lalu. Pribumi penuh kelabu. Yang tak pantas tahu ilmu. Dan tak harus mengenal tinta dan Aksara. Hanya duduk dan merenung didepan tungku . Melirik pilu yang penuh sendu.
Sungguh benar katamu duhai ibu. Ohh duhai Ibu Kartini. Terimakasih atas segala kisah cintamu. Untuk kami sanak perempuanmu. Cita-citamu kini terpatri dibalik langit negeri dengan pancaran indah cahayamu. Habis Gelap Terbitlah Terang. IBU KITA KARTINI
Duhai perempuan tangguh. Semangat juang dari kemuliaan hatimu. Ketulusan serta kecerdasanmu. Begitu cantik akhlak dan budipekertimu. Kaulah sang puteri bangsa Indonesia. Dengan rasa haru kami sebut namamu. IBU KARTINI Pelopor perempuan pribumi. Kini semua tertata karenamu. Hak kami berhasil direngkuh. Sebab perempuan pantas berilmu.
Tulisan Hestiana untuk Perempuan Negeri.Tetaplah tangguh.