SINOVIA MEMEDIASI KOMUNIKASI YANG SEHAT
Buletin Mingguan LPM Sinovia FK Unhas Jumat, 9 Juni 2017
SinoOpini
Kesia-siaan, Jendela Dunia, dan Buku Oleh: William Gunawan Saya memiliki kebiasaan menanti waktu berbuka puasa. Mengamati timeline sosial media bekerja. Setiap detik ribuan teks mengalir. Di antara sekian banyak teks, saya tertarik dengan postingan akun Sinovia.
tulisan berjudul Buku adalah Jendela Dunia. Saya takjub. Usai membaca tulisan itu ketakjuban itu hilang. Kucari takjub itu sekali lagi dalam tulisan itu, tetapi benar-benar lenyap.
Saya hening sejenak. Mungkin ini benar Jariku menekan postingan tersebut. Pros- apa yang pernah ditulis dalam buku es loading usai dan bertatapan dengan Ariel Heryanto, yakni Identitas dan Kenikmatan. Indonesia sedang mencoba Pemimpin Umum: Cahya Ramdhani Sila. membangun ulang dirinya sebagai negPemimpin Redaksi: Widyatma Adinda Jub- ara-bangsa yang terhormat, modern, hari. Divisi Keredaksian: Musyarafah Jamil, dan berdaulat, seiring dengan runtuhnEka Reskiana WIdhiasnasir, Dheeta Khairunnisa, ya pemerintahan represif yang telah Marlyna Yanti Mukti Mukhtar, Ismiyanti Idham, memerintah dalam waktu lama. Rita Andriani, Andi Astrid Amalia
Sekretariat
Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10 Gedung Student Center Lantai 1 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin www.lpmsinovia.org
@lpmsinovia
LPM Sinovia
@tbr6748d
sumber gambar: freeiconspng.com
@LPM_Sinovia
1
Sejak Orde Baru usai, tidak banyak kebebasan benar-benar tampil di dalam pandangan biji mata. Kita hanya berpindah dari masa terkekang menuju masa penuh janji kebebasan sekaligus ketakutan. Pembungkaman dengan tindakan-tindakan represif.
kekasih. Mereka pura-pura saling cinta sampai melupakan kepura-puraan itu. Duduk silahturahmi menikmati teh, pajangan rak buku calon mertua, dan bercerita tentang penulis yang disukai.
Singkatnya begini, tindakan represif itu kalau pernah mendengar kalimat “masih mau jadi dokter� atau “kalian mau diskorsing� dengan nada yang tinggi ataupun kalian ditatap lewat celah sempit kacamata. Mungkin apatus ideologi negara tidak hadir langsung mencucuk pucuk senjata di hidung kita. Ia berubah wujud. Ini agak ribet bin ruwet untuk kalian yang cuman membaca ataupun sekedar menulis tips giat membaca. Seo-
William Gunawan
Seolah-olah dari tips itu sudah ribuan buku dibaca. Mungkin juga untuk yang masih mempermasalahkan format bacaan, digital atau cetakan, bagus untuk dinikmati. Sampai-sampai tidak membaca sebab tidak bisa memilih format bacaan.
Para penikmat buku cetakan juga terkadang unik meperlakukan buku miliknya. Ada yang bareng-bareng menyampul buku. Tidak jarang membubuhkan nama, tanda tangan, ataupun tempat waktu membeli buku. Mereka bertumpuk-tumpuk sampai dinding kamar, lemari pakaian, dan lantai tertutupi buku. Nikmat itu lebih indah dibanding sebatang rokok. Bahkan, receh-receh uang ditabung sedikit-sedikit untuk menebus buku di penjual buku.
Mengendap-endap pinjam tak ketahuan buku senior. Kadang juga nekad dilakukan oleh penikmat buku cetakan. Kelakuan itu justru cepat dilupakan oleh sang empu buku. Sering kali transfer pengetahuan terjadi. Interaksi pencuri dan korban justru tidak saling dendam ataupun maki-maki, malah akrab. Semua bagus. Digital membuat penikmat- Aneh. nya tidak kerepotan. Betul, tidak dijinjing ke mana-mana. Tidak berat. Bisa langsung diak- Iya, memang aneh. Bahkan buku kesehatan ses dengan perangkat gadget saat itu juga. mata yang berada di rak buku tidak pernah Mungkin generasi gadgeters bisa menam- menyalahkan buku cetakan sebagai penyebah faedah bacaan digital. bab gangguan refraksi. Mungkin kecukupan cahaya, jarak baca, dan banyak hal yang Sebanyak apa pun daftar faedah bacaan tidak mungkin diceritakan di sini. Kalian harus digital, tolong dengarkan ini. Generasi gad- membacanya sendiri. geters tidak akan tahu romantika itu. Halhal indah dari buku cetakan dalam ingatan Generasi gadgeters ini wajib memelihara yang tidak bisa dibunuh oleh gadget. kesehatan mata. Semua penyakit berdatangan menuju mereka. Insomnia, gangguan Insan manusia yang berusaha menum- refraksi, dan kegemukan. Apa benar gadbuhkan hati lewat buku dari pecinta untuk 2 get mereka digunakan untuk membaca?
Jangan-jangan itu digunakan untuk meny- itu membunuh semangat para penikmat ia-nyiakan waktu. buku yang hari ini berusaha menumbuhkan semangat membaca, pasti interupsi akan Mungkin ini adalah perdebatan genera- datang. si transisi. Manusia yang jumlahnya sedikit, berada di kelas menengah, tidak mewakili Lihat hari ini, ribuan mungkin jutaan, orang suara sebagian besar masyarakat kita hari bergerak mendonasi ribuan buku cetakan. ini. Namun, jumlah mereka terus bertambah Mau itu buku bekas, buku yang tidak dirawat dan suara mereka keras di ruang publik. lagi, mau tipis atau tebal. Mereka dikumpulkan dan ditaruh agar anak-anak, atau siapa Oh, iya soal ketakjuban itu dia tidak hilang. pun sekedar singgah lalu membaca. SehaDia muncul diakhir saat saya memutuskan rusnya, para gadgeters melihat dan meratidak hening lagi. Seburuk-buruknya tulisan sakan kekuatan itu. adalah yang diterbitkan. Tapi, jika tulisan
sumber gambar : samanthaholtauthor.blogspot.com
SinoCerpen
Cinta Lebih Kental dari Darah oleh : Neila
Rumah dan keluarga, merekalah yang paling kurindukan setelah berbulan-bulan aku harus meninggalkannya untuk mencari bekal cita-cita, bekal kebahagiaan orang tua, menuntut ilmu di sekolah boarding school. Sudah seminggu aku libur, dan aku kembali ke rumah. Rasa rindu dengan rumah dan keluarga pun sedikit terobati, namun sore ini aku harus kembali ke sekolah, tinggal di asrama yang jauh dari rumah dan keluarga.
Pahit rasanya untuk meninggalkan mereka, namun aku harus berjuang menahan rasa itu karena aku yakin semuanya akan berbuah manis saat aku telah menyelesaikan sekolah dan bisa membahagiakan keluarga, terutama orang tua.
3
Sudah menjadi kebiasaanku untuk mengecek seluruh isi kamarku sebelum kembali ke asrama, aku takut cemas jika ada
Sumber gambar : amberallen.com
barang penting yang tertinggal. Akupun memandang ke sekeliling kamar hingga seketika mataku terpaku pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Foto sosokku beberapa tahun lalu bersama sesosok anak laki-laki. Dalam foto itu kami terlihat sangat bahagia, kami melempar senyum yang sangat lebar. Badannya sedikit dia bungkukkan, dan aku sedang berjinjit di belakangnya, terlihatlah badanku yang sebenarnya memang lebih tinggi darinya terlihat lebih tinggi lagi. Kedua tanganku kutaruh di atas kepalanya membentuk seperti tanduk. Pose itu diabadikan oleh temanku saat kami mengikuti sebuah perkemahan. Aku senang pose itu dapat diabadikan, sangat jarang dia ingin berfoto denganku. Akupun seketika teringat dengan dirinya saat itu, dirinya saat dulu.
protes, apa-apa pilih-pilih, keperluan sana sininya tidak bisa dia urusi sendiri. Dulu, saat kita susah akur dalam masalah apapun. Sangat sering aku berselisih pendapat dengannya. Tak jarang harihari terlewati dengan perasaan jengkel dengannya. Banyak keluhku yang keluar karena tingkahnya. Namun aku selalu berusaha bersabar mengahadapinya, selalu mengalah untuk setiap keinginannya, selalu berusaha kebal dengan ocehan orang tuaku karena tingkahnya. Namun, semua itu terasa sulit untuk bisa mengubahnya. Aku masih ingat beberapa tingkahnya dahulu. Kebanyakan membuatku kesal padanya. Saat keinginannya tidak dipenuhi, dia akan marah. Marah yang tidak tanggung – tanggung, sampai-sampai kadang membanting pintu Dulu, saat badannya masih setinggi ba- di depan orang tua, kamarku kadang huku, suaranya masih agak cempreng, dibuatnya berantakan, bahkan sampai jakunnya pun belum tumbuh. Dulu, saat merusak beberapa perabot rumah. dia masih susah diajak kompromi, ini itu 4
Dulu dia sangat keras kepala, bahkan untuk kebaikannya sendiri. Karena keras kepalanya, dia pernah membuat Ibu menangis. Saat itu dia harus ke sekolah untuk keperluan ijazah sekolahnya. Pagi-pagi dia dibangunkan oleh Ibu. Namun entah karena alasan apa dia enggan ke sekolah dan masih membalut diri dengan selimut di atas pembaringannya. Ibu berusaha membujuknya, dia tetap tidak mau.
Aku tidak tahan melihatnya begitu keras kepala saat itu, terutama Ibu yang sedari tadi terus membujuknya yang tetap cuek. Perlahan nada bicara Ibu terbata-bata. Ibu menangis kecewa melihatnya.
“Ibu mau pergi. Percuma Ibu di sini kalau anak Ibu sendiri tidak mau mendengar Ibu. Kalau Ayah mencari Ibu, bilang saja Ibu pergi tidak tau ke mana!” Ucap Ibu kepadaku sambil mengemas beberapa “Kamu jangan keras kepala begitu. Ayo pakaian ke dalam tas. bangun, nanti Ibu yang antar,” Seperti itulah Ibu membujuknya, namun dia ma- Aku hanya terdiam. Aku yakin Ibu tidak sih tetap cuek. akan pergi. Ibu hanya mengancam supaya dia segera bangun dan berge“Kamu itu bagaimana sih, kamu harus gas ke sekolah. Akhirnya dia segera bake sekolah. Ijazahmu itu harus kau beri ngun dari pembaringannya kemudian sidik jari. Ayo bangun, Ibu sudah buat segera menahan Ibu yang hendak pergi. janji dengan gurumu. Banyak anak yang Bagiku tingkahnya itu sudah kelewatan. mau diurus dan diperhatikan seperti ini Sebagai kakak, aku ingin menasehatinoleh Ibunya. Tapi Ibu mereka cuek saja ya dalam keadaan seperti itu, namun tidak memperhatikan mereka,” tambah keinginanku surut dengan sikapnya yang Ibu dengan nada kecewa. tidak ingin dinasehati olehku. Dia tidak
5
Sumber gambar : prosperityedwell.com
gi badanku, suaranya sudah agak berat, jakunnya pun sudah tumbuh. Sekarang dia agak mudah diajak kompromi, ini itu sudah no comment, apa saja terima jadi tanpa ada gengsi, beberapa keperluannya sudah bisa dia urusi sendiri. Selama di rumah, kita sering-sering akur, dia tak lagi keras kepala, tak lagi menyebalkan, dan tidak lagi bermalas-malasan. Aku sedikit tercengang namun senang melihat perubahannya.
jarang melawan jika dinasehati atau ditegur sedikit saja olehku, sekalipun itu untuk kebaikannya sendiri. “Kamu harus belajar siapin baju sekolah kamu sendiri.!” “Sepatu dan tas kamu jangan disimpan di teras.!” “Kalau punya tugas sekolah harus langsung kerja, jangan kerja di waktu mepet seperti ini.!” Kurang lebih seperti itulah aku sering menasehatinya. “Kenapa kamu yang mengatur-atur aku,” Itulah jawaban yang sering ku dengar jika aku menasehatinya. Bahkan dia pernah melawanku di depan teman-temannya.
“Cinta itu lebih kental dari darah.” Kata – kata itupun terlintas di benakku. Kata-kata yang pernah ku dengar lewat acting seorang tokoh dalam salah satu sinetron favorit yang pernah tenar beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku mungkin belum begitu paham dengan maknanya, namun dengan embel-embel kata “cinta” cukup membuatnya begitu berkesan bagiku sebagai anak-anak yang masih labil kala itu. Dan apa yang aku rasakan sekarang perlahan memberiku petunjuk terang akan makna dari kata-kata itu.
Akupun sering mendengar protes dari teman-teman dan guruku tentang sikapnya. “Adik kamu beda sekali dengan kamu, dia itu malas sekali, sering tidur di kelas!” Aku pun hanya bisa diam mendengar protes – protes itu. Begitulah dia dulu, sikapnya yang teramat tidak kusuka itu sering kali menyiksa batinku, membuatku bersedih, dan kadang membuatku berpikir dan mencari cara bagaimana supaya hubungan persaudaraanku dengannya bisa berjalan sewajarnya, akrab, selalu akur, salSumber gambar : storieo.com ing tahu satu sama lain, saling mendukung satu sama lain, kurang lebih seperti persaudaraan antara Tias, temanku dengan saudaranya. Mereka sangat akur. Aku kadang iri setiap mendengar percakapan akrab mereka lewat telepon. Usia mereka terpaut 4 tahun. Mereka sering sharing masalah mereka di sekolah masing-masing. Setelah satu minggu aku di rumah, aku melihat ada banyak hal yang berbeda darinya. Aku tidak lagi melihat sosoknya yang dulu, fisik dan sikapnya telah banyak yang berubah. Tinggi badannya telah melewati ting-
6
Yang lebih kental akan lebih kuat untuk menyatukan beberapa hal yang berbeda. Jika dibandingkan dengan air yang enc-
er, selai yang lebih kental akan lebih mudah untuk menyatukan dua potong roti. Begitu juga dengan cinta. Cinta itu lebih kental dari darah. Kekuatan cinta lebih hebat untuk bisa menyatukan insan – insan agar lebih dekat dan lebih saling mengenali. Sementara darah. Ikatan darah mengalir dalam raga insan yang bersaudara seolah hanya sebuah ketentuan dan takdir dari sang khalik. Ikatan darah yang sama belum menjamin insan – insan dapat lebih saling mengenal dan saling dekat. Seperti itulah kami yang dulu, bagaikan dua potong roti yang hanya
sumber gambar : 99acres.com
disatukan dengan air, hanya ada ikatan da- ang. Telah aku bayangkan betapa indahnrah di antara kita, dan tak ada cinta. ya hubungan persaudaraan kita di usia kita yang sama-sama telah beranjak dewasa ini. Aku baru mengerti, butuh waktu untuk kita Ada banyak cerita yang bisa kita bagi berbisa saling mengerti. Dulu, dia masih belum sama, saling berbagi solusi untuk setiap mabisa berpikir dewasa, masih sulit untuk bisa salah kita. Namun saat aku ingin memulainmengerti orang lain. Aku pun demikian, saat ya, jarak dan waktu justru memisahkan kita. itu aku belum bisa berpikir dewasa menerima sifatnya yang masih kekanak – kanakan “Barangnya mana, sini saya bawa ke moitu. Perbedaan usia kita yang hanya terpaut bil?” Katanya yang ku dengar samar-samar satu tahun itu memang sulit untuk disatukan dari luar kamar. Begitulah, tidak ada sapaan dan sulit untuk saling mengerti. “kak” ataupun “dek” dariku padanya maupun darinya padaku. Sekarang kita sudah sama-sama bisa berpikir dewasa, sudah bisa saling mengerti. Akupun keluar dari angan-anganku tadi. Inilah waktunya untuk kita bisa menjalin tali Aku menunjukkan barang-barang yang hapersaudaraan yang lebih erat lagi. Air bisa rus dia bawa ke mobil. dicampur dengan selai. Jika selainya lebih banyak dari air, kekentalannya tidak akan Akupun meninggalkan rumah dengan anhilang. Jika seperti itu, kenapa tidak dengan gan dan harapan besar bisa lebih dekat darah? Talian darah di antara kita harus dib- dengannya, saudaraku. umbui dengan banyak cinta dan kasih say-
The End
7
SinoPuisi Semu
Tersebutlah suatu ketika.. Perasaan manusia bergerak lebih cepat daripada logikanya... Bagaimana bisa... Kamu membuka suatu cerita jika engkau berniat untuk menutupnya? Bagaimana bisa... Kamu menuliskan suatu cerita yang sudah engkau tahu akhirnya? Bagaimana bisa... Kamu menggoreskan cerita yang engkau tahu akan berujung singkat? Apakah itu nyata? Ataukah sekedar obsesi sementara belaka? Yang akan menjadikan segalanya semu... Pada akhirnya...
-Nina-
8