Buletin Mingguan Edisi ke-1 5 Maret 2019
SINO AKSI THINK AND TALK 2019 Insekuritas Dalam Beragama Pemimpin Umum Nitha Sarina Pemimpin Redaksi
Miftahul Ulum Mukhtamar Divisi Keredaksian Zainab
Siti Hainun Mukti Mukhtar Diasrini Wulan B. Yolanda Geraldy
Siti Noormadya Siradja Benazeer Ali Binti
Team Work Siti Hainun Miftahul Ulum Mukhtamar Zainab
Minggu 31 Maret salah satu organisasi eksternal di fakultas
kedokteran Universitas Hasanuddin, medical muslim family (M2F) mengadakan sebuah acara talk show “think and talk” di auditorium Prof. Amiruddin FK Unhas. Talkshow ini merupakan program kerja dari divisi kebijakan publik dari M2F. tema yang diangkat pada acara think and talk adalah “ insekuritas dalam beragama”. Tema diambil dengan melihat realitas toleransi beragam di Indonesia. Krisis toleransi beragama yang terjadi akhir-akhir ini menjadi sebuah kekhawatiran tersendiri terhadap proses social di kalangan masyarakat Indonesia. Masalah intoleransi dalam
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
1
SINO AKSI beragam inilah yang kerap menimbulkan adanya tindakan persekusi di masyarakat sehingga menimbulkan ketidakamanan dan ketidaknyamanan dalam beragama atau insekuritas dalam beragam. Talkshow pandu oleh moderator dr. Imam Nurjaya. talkshow ini juga dimeriahkan oleh penampilan afwan Acapella. Talkshow ini menghadirkan beberapa pembicara diantaranya Dr. H. Mujetabah Mustafa, MA (komisioner BAZNAZ Makassar), Prof. dr. Budu, Ph.D, M.Med-Ed, Sp.M (K) ( dekan fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin), dan Ir. Andi Sudirman sulaiman (Wakil Gubernur Sulawesi Selatan). Dr. H. Mujetabah Mustafa, MA membahas toleransi dalam lingkup profesinya sebagai seorang muballigh dan dosen. Sedangkan Prof. dr. Budu, Ph.D, M.Med-Ed, Sp.M (K) membahas toleransi dan intoleransi dalam lingkup profesi sebagai pelayan kesehatan. Pembahasan toleransi dan intoleransi oleh kedua pemateri masih dalam lingkup individu dan belum sampai pada pembahasan toleransi dalam masyarakat luas dan belum menjelaskan solusi untuk masalh intoleransi dalam skala masyarakat, nasional, maupun internasional.
2
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
SINO RESENSI
RESENSI BUKU Oleh : Zainb.saidt Judul Buku : Menjadi Muslimah Negarawan Penulis : Fika Komara Terbit : Cetakan pertama, Agustus 2016 Penerbit : Granada Publisher Tebal : 219 halaman ISBN : 978-602-74287-7-5 Rasa penasaran akhirnya membuat saya membaca buku yang ditulis oleh seorang ahli geopolitik kawasan dan peneliti isu-isu muslim di timur jauh, juga seorang aktif dalam mengemban opini di media sosial, Fika Komara. Banyaknya opini sang penulis di berbagai media sosial membuat rasa penasaran semakin mendalam bagaimana seorang penulis yang juga merupakan pengemban dakwah ini menulis hasil pemikirannya untuk mempengaruhi cara berpikir para pembaca tulisannya. Pembahasan awal buku “menjadi muslimah negarawan� ini adalah menjelaskan tentang apa itu sosok negarawan. Sosok negarawan yang dimaksudkan ternyata tidak seperti yang kita lihat pada hari ini. Sosok negarawan yang dimaksudkan adalah yang memilki kapasitas agency sebagai pemimpin perubahan. Penulis juga menuliskan ciri-ciri dari sosok negarawan yang dimaksud yaitu : memiliki mentalitas pemimpin atau kepribadian pemimpin, mengatur urusan kenegaraan artinya mampu berpikir skala sistem, mampu menyelesaikan permasalahan, serta mampu mengendalikan hubungan pribadi dan urusan umum. Dengan definisi dan ciri-ciri yang dijelaskan maka bisa kita katakan bahwa semua orang bisa menjadi sosok negarawan tanpa harus menjadi penguasa di suatu negara. Bahkan bisa saja penguasa merupakan sosok negarawan, bisa juga bukan. Sebaliknya, seseorang bisa menjadi negarawan, meskipun tidak melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Bisa saja dia seorang pedagang, guru, mahasiswa, petani di sawah, termasuk muslimah di dalamnya. Daulah Islamiyah sejak didirikan pada tahun pertama hijriyah sampai pada pertengahan abad ke-18 banyak melahirkan tokoh yang mempunyai mentalitas, watak, dan perilaku seorang negarawan. Namun setelah pertengahan abad ke -18 orang-orang yang bermentalitas negarawan mulai berkurang. Umat Islam tidak lagi menghasilkan orang-orang tersebut di tengah umat. Umat yang menjadi tempat tumbuhnya dan berkembangnya para negarawan, telah
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
3
SINO RESENSI diracuni oleh pemikiran barat sekuler. Sehingga menjadi amanah besar bagi para aktivis muslim untuk serius membangkitkan umat. Untukmu Jadilah Muslimah Negarawan Cita-cita besar yang memuncaki peran muslimah Ideologis. Menjadi muslimah negarawan adalah cita-cita kepemimpinan muslimah yang hanya diemban oleh mereka yang mendedikasikan dirinya menjadi pemimpin orang yang bertakwa. Visi utama seorang negarawan ada 3 (tiga) : Visi Keilmuan Islam, Visi Pendidik Generasi, Visi Penggerak Opini yang kemudian diolah menjadi triologi Visi bagi muslimah. Visi yang kemudian menjelaskan bagaimana seorang muslimah mengambil peran dalam terbentuknya peradaban yang mampu menghasilkan orang-orang luar biasa seperti Shalahuddin al Ayyubi, Muhammad Al-Fatih, dan para pejuang lainnya. Visi yang besar ini mampu membuat muslimah mempunyai cita-cita kepemimpinan Islam
4
yang besar, cita-cita kepemimpinan yang dicontohkan oleh generasi sahabat dan para pemimpin Khulafaur Rasyidin merupakan cita-cita besar yang melampaui profesi apapun. Visi itu kemudian diterjemahkan menjadi misi : (1) Intelektual Peradaban, (2) Penggerak Opini, (3) Ibu Generasi Penakluk. Menjadi sosok muslimah negarawan di era sekarang ini bukanlah sesuatu yang mudah. Tentu banyak tantangannya. Tapi tantangan tidak akan menyurutkan cita-cita besar ini. Tantangan yang dihadapinya mulai dari sekularisasi ilmu, kapitalisasi informasi, sampai pada krisis generasi. Dari segi gaya bahasa, saya sangat menyukainya karena mudah dipahami. Tambahan ilustrasi-ilustrasi membuat isi buku semakin mudah dipahami dan membuat tampilan buku menjadi lebih menarik. Sampul buku juga didesain sangat cocok dengan apa yang dijelaskan dalam buku. Warna merah sampul semakin menambah semangat dalam membaca buku ini.
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
SINO CERPEN
KARTIKA sumber : freepic.com Perhatianku belakangan ini tertuju kepada anak kecil itu, anak perempuan kecil mungil, yang kira-kira berusia 3-4 tahun. Aku baru datang dan pindah ke daerah sini, aku selalu dapat melihat anak itu di sekitarku. Anak manis berambut pendek terpotong tak simetris. Anak itu melihatku lalu menghampiri dan menyapaku, “Kakak, Kakak baru pindah ya? Aku baru lihat Kakak” dia bertanya kepadaku. Aku mengangguk dan tersenyum padanya. “Kenapa Kakak pindah ke sini?” tanyanya ingin tahu. Dengan iseng aku menjawabnya dengan suara anehku, “Karena kamu, karena kamu di sini, maka kakak di sini” Dia menggangguk terlihat mengerti ,”Oh, jadi Kakak di sini gara-gara aku” anak itu mempercayai begitu saja kata-kata ku. Dasar anak-anak, mereka masih sangat polos. “Namaku Tika, Kartika. Nama Kakak siapa?” Aku merasa, anak ini anak yang sangat penuh dengan keingintahuan, “Nama Kakak Anitya Atma, panggil Kakak Atma saja” jawabku, “Kakak namanya aneh sekali” kata anak itu tanpa basa basi, aku hanya tertawa mendengarnya. Sejak saat itu, Tika selalu bercerita kepadaku. Tika seperti yang kuperhatikan, termasuk anak kurus yang kurang makan, terlihat tulangtulang kering yang hampir menempel di kulitnya. Seperti yang diceritakannya padaku, ibunya selalu bekerja meminta-minta uang di lampu merah dan selalu mengajaknya. Ayahnya adalah
ayah tiri yang selalu pulang dalam keadaan mabuk. Kadang-kadang aku melihat lebamlebam biru keunguan di kaki atau tangannya. Tapi setiap kali dia selalu tertawa riang saat melihatku dan selalu bercerita dengan mulut kecilnya. Hari ini Tika melihatku lagi, dia menghampiriku. “Kakak...Kakak Atma, ini bonekaku” katanya sambil menunjukkan boneka yang terlihat masih baru dan mahal di tangannya, boneka berambut hitam, berkulit putih seperti boneka jepang, “Hari ini ada Kakak cewek yang baik hati, dia memberikan aku boneka ini...terus, terus, terus Kakak itu baik banget, dia tadi sayang sekali kepadaku, dia mencium jidatku....terus, terus, terus dia juga suka sama aku, tadi dia pegang-pegang kepalaku” katanya lagi sambil menirukan elusan-elusan lembut di rambutnya, persis yang tadi di lakukan Kakak itu kepadanya. Aku ikut mengelus rambutnya yang berantakan. Tika memeluk boneka itu dengan erat, “Aku juga ingin ibu atau ayah memegang rambutku seperti Kakak itu” Aku juga ingin ibu mencium keningku... aku suka saat Kakak melakukannya” Tika memegang jidat kecilnya, masih terasa kecupan Kakak itu di sana. Anak ini memang butuh kasih sayang, kadang-kadang aku perhatikan orang tuanya, yang tidak memperhatikan Tika sama sekali. Ibunya selalu berteriak dan marah-marah
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
5
SINO CERPEN kepadanya, ayahnya tak pernah terlihat. Sesekali terlihat, Tika dan ibunya mendapati ayah tirinya sedang bernyanyi-nyanyi di depan pintu rumah triplek mereka, lalu kemudian tak sadarkan diri. Hari ini pun hal yang sama terjadi pada anak itu, ibunya terus memarahinya walau dia tidak berbuat apa-apa, ayahnya masih tidak terlihat. Aku harus mengunjungi satu tempat hari ini dan aku melihat Tika sedang duduk di jalanan bersama ibunya. Tika duduk di sana sambil memeluk boneka itu. Ibunya mencoba meraih simpati orang-orang yang melewati mereka. Aku melihat gelas di depan mereka yang terlihat masih bersih dan kosong. Aku diam di sana sementara memandang mereka berdua. Jalanan itu pun semakin sepi dan kosong. Mereka tak bisa melihatku dari sini, tapi aku bisa melihat jelas mereka berdua. Aku melihat raut wajah ibunya yang sudah bosan. Ibu melihat Tika yang asik bermain boneka, rasa kesal terpaut di wajahnya. Tiba-tiba Ibu Tika memiliki ide yang lain saat melihat boneka itu. Ibu Tika kemudian merampas boneka di dalam pelukan Tika, “Hari ini kita tidak mendapat apa-apa, Aku akan menjual boneka ini”. Tika meminta bonekanya kembali, “Ibu...itu boneka Tika, Tika dapat boneka itu dari Kakak itu, kembalikan bonekaku, Ibu” katanya sambil mengulurkan kedua tangannya meminta bonekanya kembali. Ibu Tika mengayunkan boneka itu dengan kasar ke arah gadis kecil itu, “Jangan jadi anak badung... Aku tak suka anak nakal, Aku akan menjual barang ini, kau dengar itu !!”, sambil terus mengayunkan benda yang keras itu ke tubuh putri kecilnya. Tika melindungi tubuhnya dengan tangan kecilnya dan menangis meminta ampun, “Ampun Ibu...Ampunnn, Tika ga akan badung lagi, Ampunn Ibu..”. Suara benda tak berongga itu terus mengenai kulit halus lembut itu tanpa ampun. Aku ingin menghentikannya, ingin menghentikan kekasaran yang diterima
6
tubuh kecil tersebut. Pukulan dari boneka itu terhenti, Ibu Tika berhenti memukulinya. Ibu Tika melihat seseorang yang tidak jauh dari mereka, lalu di susul kehadiran orang kedua.Kedua orang itu terlihat sangat sibuk dengan urusannya masing-masing. Tidak lama kemudian jalanan di depan mereka kembali ramai, Ibu Tika meletakkan boneka itu begitu saja di sampingnya. Tika menangis terisak-isak di sebelahnya karena masih merasa sakit akibat pukulan tadi. “Kasihani kami” katanya Ibu Tika memelas kepada orang-orang, “Kami kelaparan, belum makan”. Kata-katanya dihiasi oleh tangisan Tika yang tak berdaya. Aku masih diam di tempatku tadi, masih memperhatikan mereka berdua. Setidaknya Tika sudah tidak apa-apa sekarang. Aku kemudian beranjak pergi dari sana untuk mengurusi urusanku yang lain. Tika menghampiriku, aku melihat matanya yang bengkak, warna-warna biru keunguan di tubuhnya yang semakin bertambah, dan kulitkulitnya terkelupas belum di obati. Aku melihat dia menggendong boneka cantiknya itu. Tapi sekarang terlihat sedikit berbeda, salah satu tangan boneka itu terlepas. Tika memegang salah satu tangan mainan itu di tangan kecilnya, membawa tangan itu bersamanya, “Kakak... Kakak Atma, Kakak bisa benerin bonekaku?” Dia memberiku boneka itu, bersama dengan tangannya, “Bonekaku rusak sedikit” katanya lagi. “Kakak tolong benerin bonekaku” pintanya. Aku mengambil boneka itu dari tangan mungilnya, tangan mungil yang dihiasi oleh bekas pukulanpukulan keras. Tangannya sedikit bergetar saat dia memberikan aku bonekanya. Aku mulai bertanya kepadanya apa yang terjadi, kenapa bonekanya bisa seperti ini, kenapa banyak bekas pukulan di tubuhnya, “Karena aku nakal... aku badung, Ibu bilang begitu. Karena aku nakal dan badung Ibu harus menghukumku...katanya biar aku tak nakal dan badung lagi. Ibu ingin aku
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
SINO CERPEN jadi anak yang baik...makanya, makanya ibu pukul...aku dipukul ibu...Aku tak mau jadi anak nakal dan buat ibu marah lagi, Aku sayang ibu...aku ga mau jadi anak badung, Ibu nanti tak sayang aku lagi” katanya menjelaskan padaku. Ah, begitu polosnyakah pikiran anak-anak, aku kemudian menanyakan lagi kenapa boneka Tika bisa rusak seperti ini. Anak itu menjelaskan kepadaku lagi, “Tadi Tika kan sudah bilang ke Kakak kalau TIka bandel, jadi Ibu marah...terus Ibu juga marah, karena tadi ibu mau jual boneka Tika, tapi katanya bonekanya ga laku...terus tadi ibu balikin boneka Tika, tapi Tika ga bisa tangkep pas ibu lempar boneka itu ke Tika. Tika takut kena boneka, soalnya sakit... jadi Tika jongkok pas ibu lempar boneka itu ke TIka, bonekanya kena dinding terus dia jatoh, terus, terus, tangannya putus deh”.Aku melihat Tika dan memperhatikan bonekanya, di lengan boneka itu terdapat cacat-cacat kecil. Aku bisa membayangkan sekuat apa Ibu itu melempar boneka ini ke anaknya. Untung Tika bisa menghindar. Seandainya aku bisa membawa anak ini pergi dari dunia keras yang dialaminya saat ini, aku pasti akan membawanya, tapi aku sadar aku juga tak bisa melakukan apa-apa sekarang. Aku kemudian berusaha memperbaiki bonekanya dengan tangan kurusku. Siang ini aku melihat Tika duduk di tempat yang sama, dengan ibu yang berada di sampingnya. Tika diam dan memeluk bonekanya, terlihat banyak lakban hitam di sana, di bagian bahu boneka itu. Mereka kembali meminta-minta di sana. Aku pun menjauh karena masih banyak urusan yang harus kuurusi hari ini. Hari ini aku harus menemui banyak orang. Aku melihat keadaan Tika kecil yang semakin menghawatirkan, bukan hanya
tangan dan kakinya yang terluka, kali ini aku melihat lebam di wajah kecilnya, pipinya pun bengkak dan memerah. Dia menenteng bonekanya berjalan menuju arahku. Dia duduk disampingku, lalu bertanya, “Apakah Tika anak yang badung Kakak?” tanyanya, “Tika bukan anak badung” jawabku “Kenapa Ayah dan Ibu selalu mengatakan Tika anak yang badung? Anak yang tak berguna?” tanyanya yang tak mengerti, “Kenapa Ibu selalu mengatakan... kalau Tika itu anak pembawa sial, Ibu juga bilang kalau lebih baik Tika tidak lahir...Ibu bilang, Ibu bilang gara-gara Tika, gara-gara Tika lahir, hidup Ibu jadi susah” kata Tika lagi, “Aku tak mau ibu jadi susah kak, Aku sayang Ibu...Tika harus ngapain biar Ibu ga susah?” dia bertanya lagi kepadaku. Aku diam, tidak tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan anak kecil ini, curahan hati anak berumur 4 tahun ini. Karena memang kesalahan bukan berasal dari anak ini, Tapi dialah yang salah di tempatkan, jiwa kecil inilah yang berada di tempat yang salah. “Bagaimana caranya biar Tika jadi anak baik? Biar Ibu dan Ayah sayang lagi ke Tika?” tanyanya lagi. Apalagi yang harus dilakukan anak ini? Aku juga tidak tahu. Dia sudah berusaha menjadi anak yang baik, sudah mencoba menuruti omongan orang tuanya.Walau aku tahu, kadang-kadang dia sedikit menuntut perhatian kedua orang tuanya. Saat itulah, saat dia meminta perhatian, saat akan munculnya banyak bekas luka yang menempel di tubuhnya. Tika tak menyadarinya, saat dia meminta perhatian kecil hanya pukulan yang diterimanya. Sebenarnya jiwa kecil ini hanya ingin sedikit perhatikan, kadang-kadang dia merasa pukulan-pukulan itulah perhatian
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA
7
SINO CERPEN sayang dari orang tuanya yang mengganggap dia anak yang nakal. Malam ini aku harus mengunjungi seseorang dan aku melewati rumah Tika. Terdengar suara Ibu-Ibu marah yang menggema dari dalam ruangan tersebut, “Dasar Anak tidak berguna...tidak bisa menghasilkan apapun....Anak pembawa sial, pembuat susah... Seandainya kau tidak pernah lahir, Kalau tahu begini... Aku tidak akan pernah melahirkan dirimu”, Aku mendengar suara kecil Tika, “Ibu jangan marah lagi...Tika akan jadi anak baik, Tika, Tika akan nurut...Tika ga akan bandel”. Dan terdengar suara tamparan yang keras, “Anak kurang ajar, ngomong saat orang tua ngomong...kurang ajar, sudah bandel, kau juga kurang ajar...anak ga tahu diri, anak yang bikin susah, hanya bikin sial...hanya bikin hidupku melarat”. “Ampun ibu...ampun, jangan pukul Tika lagi...Tika ga akan bandel lagi” cicit Tika terdengar ketakutan. “Masih membantah orang tua...dasar anak tidak tahu diri, kau memang pantas di hukum”.Aku mendengar suara keheningan sesaat.dan suara Tika tiba-tiba terdengar bergetar, “Ampun Ibu...jangan pukul Tika pakai itu, itu sakit sekali...Tika akan jadi anak baik... Jangan pukul Tika, Ampunn Ibu...”. Aku mendengar suara Tika menjerit kesakitan, saat suara sabetan keras itu menghantam tubuh mungilnya. Aku sangat mengenali suara tersebut, itu adalah suara tali med.unhas.ac.id/sinovia
@lpmsinovia
LPM Sinovia
@tbr6748d
@LPM_Sinovia
8
pinggang yang mengenai kulit. Aku melihat pemandangan di luar rumah tersebut, hari sebenarnya tidak terlalu larut. Masih terdapat banyak orang di tempat ini yang belum masuk ke dalam rumah mereka. Ibu-ibu yang sedang duduk berhadapan bermain kartu. Bapak-bapak yang sedang minum kopi dan merokok, beberapa anak muda yang sedang nongkrong menikmati sesuatu. Mereka semua mendengar suara Ibu Tika dan suara ketakutan Tika, tapi tidak ada seorangpun yang membantu anak itu. Sama seperti aku, yang hanya bisa diam mendengarnya.”Anak kecil memang bandel, memang harus dihukum” kata salah satu ibu yang bermain kartu sambil merokok, “Kalo ga di hukum, nanti dia bisa jadi bandel seperti anakku...yang ga bisa di bilangin”. Semua setuju dengan pendapat ibu perokok itu. Semua menganggap apa yang dilakukan Ibu Tika saat ini benar, karena itu dilakukan untuk mendidik Tika. Lagipula Tika adalah anaknya.Aku segera pergi meninggalkan tempat itu. BERSAMBUNG........
Sekretariat Jalan Perintis Kemerdekaan km. 10 Gedung Student Center Lantai 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Buletin Mingguan Edisi Ke-1 LPM SINOVIA