SAMBUTAN KETUA REDAKSI MAJALAH KM-SBM 2014/2015
Alhamdulillah. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya majalah edisi pertama KMSBM, LUMINAIRE. Saya selaku Ketua Redaksi Majalah KMSBM 2014/2015 mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas SBM ITB yang telah mendukung terbitnya majalah ini, khususnya para dosen, pihak prodi, dan teman-teman KMSBM. Saya juga berterimakasih kepada tim majalah yang telah bekerja keras demi lahirnya LUMINAIRE. I am nothing without you. Majalah ini dibuat sebagai sarana berbagi ilmu, khususnya dalam ranah bisnis dan manajemen secara lebih aplikatif. Diharapkan dengan peliputan pengalaman dari narasumber yang sudah bergerak di bidang bisnis, dapat menjadi penyemangat mahasiswa untuk lebih menerapkan ilmu yang ia peroleh selama kuliah dalam bisnis yang dikembangkannya. Saya dan tim mengharap kritik dan saran agar LUMINAIRE dapat menghadirkan konten yang ideal. Semoga dengan terbitnya majalah ini dapat memberikan manfaat untuk segenap pembaca LUMINAIRE. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Evita Purnamasari 19012185
List of Content
ight
s INs s e n i s Bu
Sambutan Ketua Redaksi
1
Siete Cafe Kebimbangan yang Berujung Kegemilangan
5
Roopacks Wearable Origami
9
Tarik Mang 1500 Cups Teh dalam Satu Hari
11
Chevalier Sepatu yang Balik Modal dalam Empat Hari
13
Namex Sensasi Meksiko dalam Mangkuk
15
OBS! The Art of Doing Startup Business
17
Cerita Duvera tentang Operation dan Finance
19
Mengupas Sisi Operation Goodism
21
Extrovert vs Introvert
23
E
FINANC
tion
Opera
rce
esou R N A M
HU
N SBM
SS I BUSINE
Event Cueva Bisnis Teknik yang Estetik
25
Woodka
27
Helver Solusi Pintar untuk Pengendara Motor
29
Arak-arakan Wisuda
31
Sekilas Mengenai KIB KM ITB
33
Apa itu AIBMS?
35
ation
iz ORgan
SIETE CAFE KEBIMBANGAN YANG BERUJUNG KEGEMILANGAN ‘Eh, mau nongki dimana hari ini?� Mahasiswa dan nongkrong adalah dua hal yang sangat erat hubungannya. Bagi mahasiswa ITB, Kafe Siete bukanlah tempat yang asing lagi. Mungkin banyak yang belum mengetahui bahwa Kafe Siete ini dirintis oleh seorang alumni ITB, lebih tepatnya Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB, yaitu Aji. Ia memulai bisnis ini bersama enam temannya. Sebagai mahasiswa sekolah bisnis, Aji memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi. Terbukti dari pengalaman berdagangnya sebelum ia sukses dengan Siete, dimana ia pernah berjualan nasi kuning hingga roti ciwawa di
kampus. Barulah setelah lulus kuliah ia memulai membuat business plan untuk membuka Siete. Awal mula yang mendasari Aji untuk membangun bisnis adalah kegalauannnya akan masa depannya setelah ia meraih gelar sarjana dari SBM ITB. Ia bimbang apakah mau melanjutkan kuliah, mendaftar kerja atau melakukan bisnis. Aji berpikir bahwa lulusan SBM itu seharusnya bisa berbisnis, tetapi pada kenyataannya lulusan SBM belum banyak yang melakukan bisnis. Oleh karena itu ia bertekad untuk menjadi salah satu pebisnis jeblosan SBM ITB. Ia banyak memperoleh informasi apabila diluar negeri anak muda yang berbisnis dapat memperoleh milyaran hingga bilyunan. “Di luar negeri saja kepikirannya begitu, kenapa di Indonesia tidak?� ujarnya. Fakta tersebut menjadi salah satu penyemangatnya dalam berbisnis. Meskipun begitu, Aji juga beberapa kali mengikuti tes masuk kerja perusahaan BUMN, konsultan, dan perusahaan lainnya. Hasil seleksi tersebut
akhirnya tidak diambil olehnya karena keinginan untuk berbisnisnya lebih besar. Aji sering berpikir saat mendaftar kerja bahwa walaupun bekerja di perusahaan menantang, ia merasa itu bukanlah jalannya. Menurutnya hidup yang hanya 50-70 tahun ini dapat digunakan untuk bekerja keras selama 25 tahun dan sisanya untuk memetik hasil agar dapat berguna untuk Indonesia dan orang lain. Aji merasa mindset seperti ini harus digunakan anak muda zaman sekarang. Alasan Aji membangun sebuah kafe adalah minatnya yang tinggi terhadap kuliner. Selain itu, ia juga melihat kebutuhan anak-anak ITB terhadap lokasi belajar yang belum terpenuhi secara maksimal. Salah satu tempat belajar yang sering dikunjungi anak-anak ITB adalah McD Dago dan menurutnya hal tersebut kurang sehat mengingat menu yang disediakan adalah junk food. Melihat hal tersebut terciptalah ide untuk membuat kafe, karena saat itu kafe di Bandung tidak sebanyak sekarang.
“Sebenarnya secara psikologis umur mahasiswa itu sudah matang, namun untuk tujuan hidup hal tersebut harus lebih digali dan dicari” Perjalanan mendirikan Siete awalnya penuh perjuangan. Aji dan timnya berpindah tempat sebanyak enam kali hingga menemukan tempat yang dirasa tepat serta cocok dengan budget mereka. Hal ini menyebabkannya juga membuat business plan sebanyak enam kali. Tujuan dari business plan ini adalah untuk menarik calon-calon investor mereka. Selain itu perjuangan mencari investor saat itu juga tidak mudah, banyak calon investor yang ragu akan kelayakan dari bisnis kafe ini. Pada akhirnya ia memperoleh investor seorang alumni ITB yang merupakan salah satu kenalannya. Kesamaan tujuan dalam membuka bisnis kuliner untuk anak muda lah yang membuat investor tersebut bersedia bergabung. Awalnya Kafe Siete memiliki konsep 24 jam. Namun karena pertimbangan anggaran dan beban-beban biaya lainnya, jam operasional pun diubah menjadi Senin hingga Jumat dengan jam buka hingga jam 12 malam, dan jam 2 subuh pada akhir pekan. Dalam mengembangkan bisnis ini, Aji sering berkunjung ke SBM untuk memperoleh dukungan dan meminta pendapat kepada banyak orang. Ia sempat bertemu dengan Ridwan Kamil dan disarankan untuk menghubungi berbagai komunitas serta mengikuti event. Untuk divisi marketing sendiri Aji mencari teman-teman seangkatan dan adik kelas yang dapat membantunya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesenjangan dan ini membantu Aji untuk tetap memahami perkembangan anak muda, terutama mahasiswa. Aji belajar dengan terus mengeksplor dan merekrut beberapa anak UNPAD atau UNPAR dengan tujuan diversifikasi. “Untuk marketing, salah satu cara yang kita gunakan adalah adanya marketing ambassador di universitas,” tutur Aji. Hal-hal yang mereka lakukan yakni melakukan banyak event dan promo yang berhubungan dengan anak muda. Menurut Aji, pengalaman yang dia hadapi menunjukkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Hampir semua orang yang membuat bisnis tidak memiliki background sekolah bisnis. Apalagi sarjana manajemen bisnis tentunya memiliki modal yang tidak
dimiliki orang lain. Walaupun begitu tetap terdapat berbagai macam kendala yang dihadapi Aji, seperti ditipu orang atau uangnya dibawa kabur. Ego dari tim juga dapat menjadi kendala. Aji merasakannya terutama saat awal memulai bisnis hingga masalah internal menjadi kendala terbanyak saat itu. Berdasarkan pengalaman Aji, dalam memilih partner harus dicobacoba terlebih dahulu, dalam mencari orang carilah orang yang lebih hebat dari diri sendiri serta orang yang memiliki visi dan misi yang besar. Ketika kendala datang dari keluarga, Aji tetap berusaha melakukan dulu hal tersebut kemudian baru mengabari ke keluarga. Ia menerima saran namun tetap ingin membuktikan kepada orang lain tentang idenya. Saat ini Siete mulai memiliki banyak pesaing dan dalam empat tahun pesaingnya bisa menjadi lebih dari empat kafe. Untuk kedepannya, ia terpikir untuk membuka cabang di akhir tahun nanti. Beberapa founder Siete juga ada yang sudah mendirikan kafe lain, perumahan, dan bisnis lain yang tak kalah terkenalnya di ITB yaitu minuman Tarik Mang. Saran dari Aji adalah untuk selalu melihat minat dan bakat diri. Apabila kita merasa perlu ikut tes untuk lebih yakin, akan lebih baik jika dilakukan. “Sebenarnya secara psikologis umur mahasiswa itu sudah matang, namun untuk tujuan hidup hal tersebut harus lebih digali dan dicari,” jelasnya. Selain itu saran dari Aji adalah belajar bisnis bukan hanya dari buku, tapi dengan bertanya. “Banyak usaha dan banyak tanya” menjadi kunci kesuksesan yang dipegang oleh Aji selama berbisnis hingga sekarang. (Laras/Bella)
1500 CUP TEH TERJUAL DALAM SEHARI
“Main rafting di Citarik Minumnya bareng Justin Beiber Yuk pada minum teh tarik Udah enak juga bikin seger” Pernah menemui tulisan di atas? Pantun tersebut bisa dijumpai pada kemasan minuman Teh Tarik Mang. Mahasiswa ITB tentunya sudah tidak asing dengan minuman yang kerap kali dijual di kantin-kantin ITB ini, mulai dari Kantin Barat Laut (KBL), Kantin Paguyuban Karyawan SBM ITB (Paksi), Kantin Bengkok, Toko Kesejahteraan Mahasiswa (Tokema), dan sebagainya. Selain itu, Teh Tarik Mang juga sudah memasuki kampus ITENAS dan kawasan Kebon Bibit. Meskipun nama Teh Tarik Mang melejit di Bandung, khususnya di kampus ITB, namun sebenarnya Teh Tarik Mang ini berasal dari Jakarta. Teh Tarik Mang merupakan bisnis yang didirikan oleh dua orang mahasiswa lulusan ITB, yaitu Faisal, alumni SBM ITB angkatan 2011 yang juga merupakan salah satu founder Siete Café dan Alvian dari Planologi ITB. Sejak duduk di bangku kuliah, Faisal sudah berjualan gorengan sebagai dana usaha. Ia juga pernah diberi tugas untuk mengumpulkan uang Rp1.000.000,00 untuk memenuhi anggaran hadiah dalam sebuah acara dengan melakukan dana usaha. Setelah mendapatkan uang tersebut, Faisal berpikir bahwa ternyata mendapatkan uang itu enak sekali. “Apalagi di SBM gampang dapet uang, karena biasanya satu anak bisa ambil dua sampai tiga gorengan, lalu uangnya ditagih ketika sesi auditorium.” tuturnya. Dari situ, Faisal ingin membuat produk yang dapat dijual di kampus.
Pada awalnya, keduanya membuat produk pertama yaitu Excitea. Excitea dijual seharga Rp10.000,00 dan saat itu dianggap cukup mahal untuk ukuran mahasiswa. Pendapatan Excitea diperoleh ketika ada bazar dan pesanan. Sayangnya, Excitea hanya bertahan selama empat bulan karena harganya yang dinilai kurang terjangkau. Akhirnya Faisal dan Alvian melakukan evaluasi dan timbul pertanyaan besar, “Sebenarnya yang salah itu bisnisnya atau orangnya?”. Mereka pun mengganti konsep bisnis mereka menjadi “Menjual minuman yang semua orang bisa minum”. Oleh karena itu harga yang ditawarkan harus murah sehingga terjangkau untuk semua kalangan. Salah satu caranya adalah dengan menurunkan kualitas produk. Mulanya ada seseorang yang meracik rasa dan bahan-bahannya, namun seiring berjalannya waktu ia sudah tidak meracik lagi dan sekarang menjadi konsultan rasa Teh Tarik Mang. Untuk packaging, Faisal memilih cup agar konsumen yang membeli langsung menghabiskan minuman Teh Tarik Mang saat itu juga, sehingga tidak disimpan dalam waktu yang lama mengingat jelly-nya mudah basi. Bisnis Teh Tarik Mang dimulai sejak November 2013 dan dijual pertama kali di FIB Universitas Indonesia. Disini Teh Tarik Mang mendapatkan respon positif dari pasar, yang dibuktikan dengan terjualnya 300 gelas teh tarik dalam waktu tiga hari
di bazar FIB. Setelah itu, dibawalah Teh Tarik Mang ke Bandung. Nama “Teh Tarik Mang” sendiri dipilih karena Faisal ingin menjadikan nama produknya “semurah” mungkin sehingga konsumen tidak perlu berpikir panjang untuk membeli. “Pengennya sih di ITB dijual dengan harga Rp5.000,00 juga, biar kalau pas bayar tinggal mengeluarkan selembar uang, tapi karena di ITB masuknya pake agen, jadi harganya naik seribu rupiah.” kata Faisal. Ketika ditanya mengenai kompetitor, sudah terjadi beberapa kali plagiarisme terhadap nama “Teh Tarik Mang”. Faisal pernah mendapat protes dari temannya karena Teh Tarik Mang berubah kemasan dan rasanya menjadi kurang enak. Setelah diselidiki ternyata produk itu bukanlah Teh Tarik Mang milik Faisal, melainkan milik pihak lain yang melakukan plagiarisme. Sekarang ini Teh Tarik Mang sedang dalam proses paten nama. Pernah juga Faisal diprotes oleh pedagang Milo karena Milo-nya menjadi tidak habis terjual karena Teh Tarik Mang lebih banyak terjual. Akhirnya Teh Tarik Mang hanya memasukkan 50 gelas per hari di sana. Di KBL, penjualan Teh Tarik Mang sempat dihentikan karena jus buah di KBL menjadi kurang laku, namun karena kebijakan Kokesma akhirnya Teh Tarik Mang kembali dapat ditemui di KBL. Agen resmi Teh Tarik Mang di ITB adalah Mang Dadang dari KBL.
Beliau sering berkeliling untuk menawarkan Teh Tarik Mang pada mahasiswa-mahasiswa yang sedang berjalan atau berada di ruang kesekretariatan mahasiswa atau yang biasa disebut dengan sekre. Teh Tarik Mang terjual hingga 1000 gelas di Bandung dan 500 gelas di Jakarta hanya dalam waktu satu hari. Hingga
saat ini, quality control Teh Tarik Mang dilakukan oleh dua orang, yaitu Faisal untuk wilayah Bandung dan Alvian untuk wilayah Jakarta. Kedepannya Faisal berharap dapat mengekspansi bisnis ini ke kota lain dan menciptakan satu trend baru. Faisal juga ingin memasukkan Teh Tarik Mang ke Pasar Baru, ITC, dan
tempat-tempat lain dengan target masyarakat kalangan menengah ke bawah karena baginya bisnis tidak harus berurusan dengan kalangan menengah ke atas saja. (Indi/Dyah)
NAMEX S ENSAS I ME K S I KO DA L AM M AN G KUK Bisnis kuliner saat ini banyak diminati orang, karena omzet yang dihasilkannya juga sangat menggiurkan. Setiap pekan, dapat dilihat dua atau tiga restoran atau kafe baru yang dibuka di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Variasi masakan yang ditawarkan juga sangat beragam, mulai dari masakan Indonesia, Jepang, Korea, hingga masakan Barat. Besarnya peluang bisnis kulier ini menarik minat banyak pengusaha pemula untuk memulai usaha dalam bidang ini. Salah satunya adalah restoran Namex yang diinisiasi oleh anak-anak muda Bandung jebolan ITB ini.
Namex yang ini bukanlah planet tempat asal Piccolo dalam kartun seri Dragon Ball, melainkan sebuah restoran yang menyajikan makanan bernuansa Meksiko dalam mangkuk. Ya, Namex merupakan singkatan dari “Nasi Mexico”. Target pasar utama Namex adalah mahasiswa. Maka dari itu, Namex dibuka di area tempat mahasiswa “berkeliaran”, misalnya kampus dan daerah rumah kost. Selain itu, Namex juga menyajikan menu yang sesuai dengan selera dan harga mahasiswa. Beberapa menu yang mereka tawarkan diantaranya adalah Salted Hongos, Taco, dan Chicken Spicy Original. Bumbu dan saus yang mereka pakai tentu merupakan resep racikan sendiri dan merupakan bumbu Meksiko yang disesuaikan dengan selera lokal, supaya pelanggan yang tidak terbiasa dengan makanan Meksiko juga dapat menikmatinya. Selain itu, mereka juga menawarkan jasa pesan antar bagi pelanggan yang berada di dekat cabang mereka di Kantin Koboi (Dago Asri) dan Universitas Parahyangan (Ciumbuleuit). Jadi, pelanggan dapat menikmati Namex semudah menelepon dari atas ranjang mereka. Awalnya, bisnis makanan Meksiko ini dinamakan Santana. Bisnis ini dimulai dari kemenangan Rendy, salah satu pendiri Namex, dalam sebuah kompetisi ide bisnis yang diadakan oleh Universitas Bakrie dan ia dihadiahi modal sebanyak sepuluh juta rupiah. Dengan modal itu, ia membuka Santana yang menyediakan nachos, taco, dan burito. Namun setelah beberapa kali pindah lokasi, bisnis ini tidak berjalan begitu baik. Akhirnya, Anka bergabung dan membawa ide segar, hingga pada akhirnya nama Santana diubah menjadi Namex. Alasan mereka memilih masakan Meksiko adalah untuk menyajikan sesuatu yang baru ke pasar, sebab selama ini kebanyakan restoran hanya menawarkan makanan Barat, Jepang, atau Korea. Secara keseluruhan, Namex dimiliki oleh empat orang yaitu Anka, Fandi, Rendy, dan Wira. Keempat orang itu memiliki peran masing-masing yang terbagi menjadi operation, pemasaran, keuangan dan sumber daya manusia. Akan tetapi, dari keempat orang itu hanya Anka yang merupakan full-time owner. Ketiga
rekannya yang lain memiliki pekerjaan masing-masing. Rendy sekarang bekerja di Garuda dan Fandi di Astra. Sedangkan, Wira kini telah memiliki proyek bisnis lainnya. Meskipun begitu, mereka masih bisa saling melengkapi satu sama lain dan menyadari tanggung jawab mereka di Namex. “Bisnis, berapapun orangnya itu, efektif kalo setiap orangnya bisa saling mengisi satu sama lain,” jelas Anka. Dalam mengoperasikan sebuah bisnis, pasti ada kendala yang harus dihadapi. Bagi Namex, masalah sumber daya manusia adalah satu hal yang sangat dirasakan. Kendala komunikasi antarpegawai dan manajer, kemandirian dan kesigapan pegawai, hingga profesionalitas kerja dalam mengikuti prosedur operasi standar kerap kali dihadapi. Namun, mereka tetap berusaha melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Harapan Anka untuk Namex adalah memiliki supplier sendiri untuk segala keperluan bahan makanan dan membuka cabang di kota lain. Selama ini, Namex masih bergantung pada pasar tradisional dan wholesaler. Oleh karena itu, memiliki supplier sendiri yang terikat kontrak dirasakan menjadi satu hal yang dapat mengefisienkan biaya produksi. Untuk pembukaan cabang di luar kota, sebenarnya Namex sudah “melirik” kota Jakarta. “Pengennya sih kuarter pertama 2015 mau ke Jakarta, kayak kampus Binus, Trisakti, Prasmul itu jadi sorotan,” jelas Anka. Akhirnya ketika ditanya mengenai prioritas setelah lulus kuliah, Anka memiliki jawabannya sendiri. Menurutnya, pilihan adalah tergantung masing-masing individu. Entah itu bekerja, melanjutkan studi ataupun berwirausaha, masing-masing memiliki manfaat dan kepuasan tersendiri. Kuncinya ada satu, yaitu mengerjakan satu dari ketiganya secara fokus, tidak mencampuradukkan satu dengan yang lain dalam waktu bersamaan. “Menurut gue kerja juga penting. Untuk start your own start-up masih perlu pengalaman di dunia kerja,” terang Anka pada kami, “Karena belajar penting, cari pengalaman penting, start your own business juga penting.” (Ammar/Julio)
“KNOWING IS NOT ENOUGH, WE MUST APPLY. WILLING IS NOT ENOUGH, WE MUST DO� - Bruce Lee Dibentuk pada September 2013 oleh mahasiswa tahun kedua Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung, Casafides sebagai start-up company memulai bisnis mereka dengan merilis DUVERA. DUVERA adalah sebuah brand dengan produk jaket sport yang casual dan fashionable. Kini akun Instagram DUVERA (@duvera_id) telah memiliki sekitar 1.400 followers. Untuk ukuran bisnis yang baru berumur satu tahun dan dijalankan oleh mahasiswa yang masih dalam masa studi, angka tersebut dapat dikatakan cukup tinggi.
TENTANG OPERATION DAN FINANCE
CERITA
D U V E R A
Beberapa waktu lalu brand ini mengeluarkan desain baru dengan judul DUVERA 4.0 yang cukup berbeda dari yang sebelumnya. Ingin tahu lebih dalam tentang manajemen operasional dan finansial bisnis start-up tersebut, kami mewawancarai Ayas sebagai manajer operasional dan Bianda sebagai manajer finansial DUVERA. Berikut adalah hasil wawancara santai kami bersama mereka: Belum lama DUVERA mengeluarkan volume baru, boleh ceritakan tentang pattern dan desain yang baru nggak? Sebelumnya kita pernah menjual beberapa warna, kebetulan warna favorit untuk wanita cenderung yang colorful, kalau laki-laki cenderung yang netral dan pattern yang kita pakai itu scottish pattern yang kebetulan lagi tren saat ini. Ada kesulitan mendapat bahan tidak? Katanya bahannya sekarang susah didapatnya? Misalnya yang Red Orizuru (salah satu nama desain produk DUVERA), itu bahannya sekarang sudah habis. Tetapi kita beli bahannya dulu banyak di awal untuk stok bahan, jadi kita sudah persiapan bahan untuk produksi banyak. Bahan yang sudah dibeli langsung melalui proses produksi dalam jumlah banyak atau bagaimana? Kita biasanya dibagi jadi beberapa batch, misalnya batch yang anniversary edition dibagi tiga kali. Jadi dalam satu tema bisa dibagi menjadi beberapa kali produksi. Bedanya tema yang pertama, kedua, dan ketiga apa nih? Kalau yang pertama kita belum berani warna yang mencolok, lebih ke yang netral dan soft. Kalau ada juga hanya satu warna. Di volume yang kedua kita masih melanjutkan seperti warna-warna yang pertama dengan size yang diperbesar 1 inch. Kalau yang ketiga kita baru berani ke warna yang berani dan color block, yang ternyata banyak peminatnya dari yang warna netral. Untuk edisi anniversary lebih main pattern saja, sih. Untuk selanjutnya kapan batch baru keluar dan apa inovasinya? Kalau itu lihat ke product development, keadaan pasar, dan ketersediaan bahannya. Tetapi lebih tergantung ketersediaan bahannya. Kendala dari operation biasanya apa? Kendala biasanya vendornya sibuk dan membuat produksi jadi terlambat. Selain itu juga tim sering kelelahan setelah event.
Untuk masalah vendor seperti itu antisipasinya bagaimana? Biasanya kalau terjadi seperti itu kita ke vendor yang alternatif, jadi produksinya setengah di vendor yang utama dan setengahnya ke yang alternatif. Sejauh mana perkembangan manajemen finansial DUVERA sekarang? Untuk event apa masih ikut terlibat langsung? Kita masih mengurus pemasukan dan pengeluaran, ada pembelian, dan jika event bagian kasirnya kita masih yang bertanggung jawab. Bagaimana pembagian tugas divisi finance? Di awal kita dibagi dua jadi book keeper dan treasurer. Book keeper itu bagian pembukuan keuangan dan treasurer yang memegang uang sekaligus akun bank. DUVERA biasanya mengeluarkan edisi khusus waktu ikut event nggak? Iya, pasti. Biasanya untuk tema kita buat sesuai eventnya. Apa kendala finansial yang biasa dihadapi? Biasanya divisi marketing dan operation sering lupa kasih bon, jadi bisa menunda proses pembukuan. Karena itu juga suka ada masalah reimburse, akhirnya anggota DUVERA yang dipakai uangnya sering terlambat diganti. Biasanya jadi langsung terkumpul banyak di akhir. Untuk itu apa solusinya? Kita biasanya mengingatkan ke tim. Di awal kita sudah membuat SOP, jadi kita berusaha mengingatkan tim menjalankan SOP itu. Intinya saling mengingatkan satu sama lain. Ada tips finansial nggak untuk mahasiswa yang mau start-up juga? Gunakan uang seefektif dan seefisien mungkin. Jika tidak perlu sekali mengeluarkan uang lebih baik tidak usah keluar uang. (Ammar/Bella)
MENGUPAS SISI OPERATION GOODISM GOODISM
adalah bisnis yang didirikan oleh beberapa mahasiswa SBM 2015. Inisiasi Goodism bermula dari insight bahwa banyak anak kuliah kurang bisa mengatur keuangan dengan baik.
Meskipun memiliki dompet, kebanyakan dari mahasiswa tidak menggunakan fungsi dompetnya secara maksimal. Ditambah lagi fakta bahwa hampir setiap orang membawa dompet dan handphone dalam keseharian mereka. Dari permasalahan tersebut, muncullah keinginan untuk membuat Goodism Wallet, sebagai barang yang tangible yang berfungsi sebagai Simple Managing Wallet dan aplikasi GoodCash di handphone sebagai pencatat keuangan yang dapat memudahkan untuk mengontrol laju uang yang dikeluarkan. Goodism sebenarnya masih belum menemukan vendor yang pas hingga sekarang. Pada awalnya mereka mencari material kulit dan penjahit, namun penjahit tersebut menolak dengan alasan desain produk Goodism yang rumit. Setelah bernegosiasi akhirnya penjahit tersebut menyanggupi untuk membuat sembilan sample dompet. Pada produksi pertama, bentuk dompet dapat dikatakan kurang bagus. Produksi kembali dilakukan tetapi masih belum mendapatkan hasil yang sempurna, hingga pada produksi keempat mulai ada peningkatan kualitas dan setelah dilakukan pengendalian mutu, rejection rate sudah berkurang.
dari Goodism Wallet. Pemilihan warna ditentukan oleh tim marketing dan terkadang terinspirasi dari melihat warna di suatu toko yang menurut mereka bagus untuk dompet.
Material Goodism Wallet berbeda-beda mulai dari kulit luar hingga kancing dan packaging. Setelah seluruh material terkumpul barulah material tersebut dikirim ke vendor untuk produksi. Pengerjaan tiap bagian dompet dikerjakan secara bertahap di vendor yang berbeda. Menurut Kevin, Director of Operation Goodism, kulit adalah material yang tahan lama dan kuat dibandingkan dengan material yang lain. Permasalahannya adalah apabila stok kulit yang ada di toko habis maka mereka harus mencari alternatif lain. Goodism berharap akan ada material kulit yang sustainable dan selalu ada. Hingga saat ini Goodism telah memproduksi dua batch dengan empat tipe, yaitu Obsidian Black, Oxblood Brown, Kanagawa Blue Vol I, dan Kanagawa Blue Vol II. Saat ini Goodism sedang mencoba untuk mengeluarkan varian California Almond, California Red Wood, dan Blue Wave. Goodism ingin menciptakan dompet dengan warna yang tidak hanya basic color, seperti coklat dan hitam. Goodism ingin lebih mengeksplorasi warna pada dompet karena orang-orang mulai bosan dengan warna dompet yang hanya itu-itu saja. Kedepannya akan lebih banyak varian warna
Quality control sejauh ini barjalan baik meskipun masih ada beberapa permasalahan yang sering ditemukan, yaitu jahitan kurang rapi, pemasangan label yang miring, dan lem yang terlalu menumpuk. Produk yang tidak lulus quality control tersebut langsung ditarik. Goodism juga tetap menjaga kualitas produknya melalui pelayanan after sales. Salah satunya apabila terdapat kancing yang lepas, Goodism langsung bertanggung jawab dengan prosedur dompet dikirim kembali untuk diperbaiki.
Operation company rawan memiliki permasalahan dengan vendor. Untuk itu ada beberapa tips dari Kevin dalam berhubungan dengan vendor. Tips pertama yaitu operation harus memiliki beberapa plan untuk mengantisipasi masalah vendor, seperti kemungkinan saat tengah tahap produksi vendor tidak menyanggupi atau kasus deadline yang molor. Tips kedua adalah dekat dengan vendor, yaitu bagaimana caranya agar vendor nyaman bekerja dengan company kita. Tips ketiga yaitu pemberian deadline ke vendor lebih dimajukan dari deadline company sebenarnya. Hal ini agar bisnis company berjalan dengan lancar. Selain itu, insentif untuk vendor juga sangat penting karena dapat memotivasi mereka untuk bekerja. Misalnya pemberian fee tambahan untuk vendor yang sanggup memproduksi lebih banyak dompet daripada biasanya atau selesai lebih cepat dari deadline yang diminta. Kevin berharap kedepannya Goodism mempunyai penjahit sendiri yang mengerjakan produksi untuk dompet Goodism saja, sehingga produksi lebih mudah dikontrol. Goodism juga akan rebranding produknya dengan functional wallet dan ingin menonjolkan saving function yang sangat personal bagi pemiliknya. Goodism tidak hanya akan memproduksi dompet dan aplikasi Goodcash, tetapi Goodism akan membuat dompet yang dibuat khusus sesuai fungsi yang dibutuhkan pemakai, seperti dompet untuk pengguna Mass Rapid Transit (MRT) ataupun dompet khusus musisi dengan adanya slot untuk menyimpan pick gitar. Untuk sementara ini, Goodism belum memiliki rencana untuk pembuatan dompet wanita. Apabila iya, maka Goodism akan melakukan Research and Development kembali terlebih dahulu karena variabel dalam pembuatan dompet wanita lebih banyak. (Fauzi/Dyah)
Cueva Bisnis Teknik yang Estetik Bandung-19 Januari 2014. Berawal dari memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan suatu inovasi baru dalam bidang teknologi dan seni, sekelompok anak muda berkumpul dan bekerja sama untuk mengembangkan ide tersebut. Itulah yang mendasari terbentuknya sebuah perusahaan bisnis start up, Earth. Company. Perusahaan ini membuat sebuah produk baru bagi para penggemar aksesoris Apple, khususnya iPhone dan iPod Touch. Dengan mengolaborasikan karya seni dan sistem akustik, terciptalah Cueva. Cueva merupakan sebuah dok iPhone dan iPod Touch yang berbeda dengan dok lainnya. Produk ini memiliki desain yang estetik, dibuat dari material unggulan, dan dilengkapi dengan soket charger. Keunggulan yang tidak kalah menarik yaitu terdapatnya aplikasi Cueva Music Player serta ruangan akustik yang dapat berfungsi sebagai speaker pasif. Bentuk Cueva terinspirasi dari kata ‘cave’ yang dalam bahasa Inggris berarti gua dengan tambahan dua lubang yang menyerupai speaker. Pada bagian tengah Cueva terdapat tempat untuk menyimpan iPhone dan iPod Touch agar terlihat lebih estetik dan menawan. Untuk bagian bawah, Cueva dilengkapi dengan soket charger. Dengan adanya kelebihan ini, Cueva dapat dinikmati ketika iPhone atau iPhone Touch sedang dalam kondisi mengisi baterai. Produk ini terdiri atas dua jenis yaitu Cueva Grande Dark dan Cueva Grande Light yang memiliki perbedaan dari segi warna.
Material yang digunakan untuk membuat Cueva tidak sembarangan. Cueva terbuat dari material kayu unggulan yang berasal dari Indonesia. Cueva Grande Dark dibuat dari kayu sonokeling, sedangkan Cueva Grande Light dari perpaduan kayu sonokeling dan sungkai Indonesia. Kedua kayu tersebut memiliki serat yang cantik dan warna yang menawan. Di samping itu, sungkai dan sonokeling termasuk dalam jenis kayu tonewood yang merupakan material kayu untuk alat akustik dan instrumen. Material kayu tonewood mendukung Cueva sebagai speaker pasif. Dengan menggunakan sistem akustik, Cueva dapat mengeraskan suara dari music player iPhone atau iPod Touch sehingga volume yang dihasilkan bertambah. Tak perlu khawatir dengan beban listrik yang besar karena semua kelebihan ini dapat dirasakan tanpa menggunakan listrik sama sekali. Rasanya tidak lengkap jika terdapat speaker tetapi tanpa ada lagu atau musik. Cueva dilengkapi dengan aplikasi Cueva Music Player. Keunggulan
dari Cueva Music Player yaitu memilih dan mendengarkan lagu berdasarkan suasana hati yang sedang dirasakan. Terdapat berbagai macam suasana yang bisa dipilih seperti senang, sedih, marah, bosan, bahkan optimistic. Beberapa lagu tersebut juga dapat dipilih sesuai genre yang pengguna sukai. Aplikasi ini menggunakan sistem streaming internet sehingga tidak menghabiskan memori data pada iPhone atau iPhone Touch. Untuk lebih memperkenalkan dan menjadikan Cueva lebih dekat dengan konsumen, Cueva mengadakan launching produk pada hari Jumat, 24 Januari 2014 di Potluck Kitchen, Jalan H. Wasid 31, Bandung. Launching ini dimulai pada pukul 19.30 WIB dengan acara talkshow bersama pembuat Cueva Music Player, Yohan Totting. Beliau merupakan founder ThinkRooms Studio dan konsultan The World Bank bagian web development and maintenance. Di samping itu, pengunjung dapat menikmati penampilan akustik, games, serta penawaran spesial dari Cueva. (Pipit)
SUDAH TAHUKAH KALIAN MENGENAI KEMENTERIAN IMPLEMENTASI BISNIS (KIB) KM ITB? YA, KIB MERUPAKAN KEMENTRIAN DI BAWAH KEMENKOAN PENGEMBANGAN KARYA DAN WIRAUSAHA (PKW). MENTERI KIB ADALAH MAHATMA WASKITADI ATAU AKRAB DIPANGGIL KAK GAGA DARI SBM 2014. MENURUT KAK GAGA ENTREPRENEUR ADALAH ORANG YANG MAU BERBUAT SESUATU DAN BERANI MENGAMBIL RESIKO DENGAN SEGALA IDE-IDE BARU DI OTAK. ENTREPRENEUR BUKAN SEKEDAR KONSEP, TETAPI BENAR-BENAR DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN TINDAKAN.
Sekilas Mengenai Kementrian Implementasi Bisnis KM ITB Tujuan dibentuknya KIB adalah untuk menambah partisipasi mahasiswa ITB yang mau berkontribusi di KM-ITB. Selain itu, KIB juga ingin memberikan isu dalam arti pentingnya entrepreneurship untuk dipelajari semua orang, khususnya mahasiswa ITB dan bukan hanya di SBM saja. KIB tidak sama dengan BUKM. BUKM fokus untuk memberi dana keberlangsungan KMITB, misalnya danus. Sedangkan KIB fokus pada memberi sarana untuk pembelajaran para mahasiswa dalam belajar bisnis. Selain itu, KIB juga ingin memperkenalkan kepada masyarakat bahwa mahasiswa ITB bukan hanya soal belajar, namun juga berwirausaha yang bisa membawa manfaat terhadap lingkungan. Selama masa kerjanya, KIB mempunyai 5 proker yaitu : 1. ITB Apparel
3. ITB Product Development
Dikarenakan di ITB belum ada brand yang official, maka ITB Apparel ini ingin menciptakan brand seperti baju-baju ITB yang fashionable sehingga bisa dipakai untuk jalan-jalan.
Program ini merupakan wadah untuk mahasiswa dalam mengembangkan produk yang sudah ada, seperti mengakuisisi produk dan selanjutnya dikembangkan.
2. ITB Gallery
4. ITB Progrevo
ITB Gallery yang berada di CC Timur ini bertujuan untuk mewadahi mahasiswa ITB yang mempunyai karya untuk dipamerkan. ITB mempunyai potensi besar karena para mahasiswanya memiliki latar belakang seperti sains, teknologi, seni dan manajemen yang dapat berkolaborasi. Kendalanya adalah kurang mendapat apresiasi dari masyarakat. Oleh karena itu, KIB memamerkan karya mereka di galeri sebagai wadahnya. Selain itu, KIB juga bisa menjadi partner mereka dalam membuat bisnis plan, mencari investor, dan lain sebagainya.
ITB Progrevo ini mirip dengan event organizer, kalau di SBM seperti Oddisey. Melalui program ini, para mahasiswa dapat belajar mengenai managament practice. Kak Gaga berharap ITB Progrevo dapat membuat acara yang menyimbolkan bahwa mahasiswa ITB bisa membuat karya yang baru. Ada rencana yang sudah digagas oleh Kak Gaga yaitu ITB akan mengadakan konser dan mengundang artis luar. Untuk mendukung acara ini, KIB mencari investasi dari pihak lain. Gagasan lain adalah membuat event market seperti Lookats atau event seperti Keukeun. Acara ini direncanakan akan digelar bulan Februari atau Maret, tergantung kesiapannya.
5. ITB Project ITB project bertujuan untuk memaksimalkan jasa-jasa yang ada di ITB.Salah satunya dalam ranah seni budaya, suatu unit tari bisa perform pada acara-acara tertentu, misal pernikahan, reuni, dan sebagainya. Kendalanya adalah mahasiswa ITB tidak mengetahui jasa-jasa yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, KIB membuat portal web yang di dalamnya terdapat jasa-jasa mahasiswa ITB. KIB akan menjadi pihak ketiga dan akan mendapatkan sharing profit. Progres saat ini masih dalam tahap pertama, yaitu unit seni budaya. Harapan ke depannya, KIB ingin merambah ke jasa himpunan-himpunan. Proker KIB dibuat saling berhubungan antara satu jurusan dengan jurusan yang lainnya. Menurut Kak Gaga, kolaborasi merupakan sesuatu yang penting, apalagi dalam ranah keilmuan. Masalahnya adalah dii ITB jarang ditemukan ada kolaborasi dalam ranah keilmuan. Sebenarnya ada ITB Expo yang merupakan wadah untuk saling berkolaborasi ranah keilmuan, tetapi acara ini tidak ada setiap tahunnya. Sementara itu, salah satu kendala kolaborasi di ITB adalah arogansi antar jurusan maupun antar himpunan yang tinggi. KIB ingin mencerdaskan himpunan-himpunan kalau sebenarnya potensi ITB dalam berkarya sangat tinggi, apalagi jika
dibarengi dengan kolaborasi. Kendala lainnya adalah awareness mahasiswa ITB terhadap keilmuan masih rendah. Kak Gaga berharap KIB bukan hanya soal belajar bisnis tetapi juga menambah knowledge, bukan asal mencoba tetapi mengerti landasan dan teorinya serta bermanfaat bagi orang lain. Kak Gaga berpesan kepada kita, mahasiswa SBM untuk berpikir dengan cara pikir yang berbeda dengan mahasiswa ITB yang lain dan keluarkan potensi kalian supaya jurusan lain bisa respect dengan kita. Apalagi mahasiswa SBM sudah memiliki modal yang lebih besar untuk mengelola organisasi karena softskillnya telah diasah melalui Oddisey dan juga IBE. “Kalian bikin sesuatu yang bisa dilihat orang lain, jangan cuma mikirin diri sendiri. Balik lagi ke tridharma perguruan tinggi yang pertama, pengabdian masyarakat. Selesaikan masalah di sekitar kalian, dan bersungguhsungguhlah di sana.� ucap Mahatma Waskitadi (INDI/SARIFUDIN)
“The best way to predict the future is create it� - Peter Drucker
19012185
Evita Purnamasari
Ketua Redaksi
19013036
Triana Apita Nugrahaeni
Editor, Ketua Penerbitan I
19013137
Dyah Hapsari Fajarini
Editor, Sekretaris
19012103
Ilham heru
Konten (Kadiv)
Luminaire Team
19013156 Audina Larasati Konten 19213023
Dimas Ammar Azhari
Konten
19013124
Fauzi Gunawan Nurantoni
Konten
19013105 Indi Auliana Konten 19013093
Rachel Nevi Febriana
Konten
19012042
Nabila Inas Salma
Editor (Kadiv)
19012152 Julio Alexander Editor 19213018
Fernanda Pandu Saputra
Editor
19013001
Mohammad Sarifudin
Editor
19012111
Carla Khairunnisa
Marketing (Kadiv)
19012064
Wenty Gafrina Martin
Marketing
19013142
Astrid Felicia Rumintjap
Marketing
19013022
Fathimah Noor Eniya
Marketing
19213037
Ibrahim Risyad Effendhy
Marketing
CP Luminaire Email : Phone :
dyah.hapsari@sbm-itb.ac.id 085736233411 (dyah)