Akyas Magazine | #9 Abstract!

Page 1



D

i suatu kerajaan yang masih berkembang, hiduplah seorang Raja yang gemar “blusukan” ke wargawarganya. Kala itu, Ia mendengar keluhan rakyatnya bahwa mereka kesulitan berjalan di jalanan kerajaan yang berbatu dan tidak rata. Diperintahkanlah oleh sang Raja untuk melapisi semua jalanan kerajaan dengan karpet kulit. Namun, beberapa warga dari ujung kerajaan protes lantaran karpet kulit tidak cukup sampai ke jalanan mereka. Kemudian seorang pemuda muncul mengusulkan, ”Mengapa tidak kau lapisi saja setiap kaki warga dengan karpet kulit?”. Dari situlah muncul budaya sandal atau alas kaki. Pernah berpikir kenapa menara pisa bisa miring? Bagaimana tokoh kurcaci, elf, dan centaur bisa tercipta padahal mereka tidak ada di bumi? Kenapa ada orang sehebat itu bisa menciptakan lampu di zaman yang tidak ada lampu (cahaya)? Tentu kita tahu itu hasil kemampuan akal manusia. Bahkan dengan akal, Allah Swt meninggikan derajat kita di atas malaikat dan iblis yang konon tubuhnya besar-besar.

Sering kali kita taklid terhadap orang-orang awam yang berpikiran “yang penting lurus”, “normalnya begini”. Kenapa kita bisa betah tinggal di suatu kenormalan. Padahal belum tentu yang kita anggap abstrak dan aneh itu buruk? Sering sekali kita mengasingkan sesuatu yang aneh, kalau begitu kapan kita bisa mendapat hal baru kalau semua hal yang aneh dan belum jadi lumrah kita asingkan. Cara inilah yang tidak dipakai para creater dalam karyanya. Bagaimana mereka mampu menciptakan spons yang bisa bicara, manusia biru, dan kumbang berbicara yang seharusnya abstrak bisa menjadi sesuatu yang unik. Ingat, Allah Maha Adil, setiap orang pasti punya kemampuan masing-masing, hanya saja kita tidak sadar sering membatasi kemampuan kita. So, jangan terpaku sama “yang adem-adem aja”. Berani absrak kayak pelangi yang warnawarni juga bagus, kan? ///Red: Kazama,Ed: Ai



T

anpa seni dunia terasa hampa tidak berwarna, bagaikan lembaran foto hitam putih. Dengan seni dunia tampak lebih berwarna bagaikan pelangi dengan sejuta warna dan keindahannya. Terbukti semenjak dulu kala, yang kian lama mulai termodifikasi oleh perkembangan zaman.




Kita yakini dulu bidang kita yang kita pelajari kita perdalam, kemudian kita yakini ini bidang sesuai dengan kita, atau boleh dikatakan kita enjoy dengan itu. Yaudah harus istiqomah di bidang itu. Apapun masalahnya apapun hambatannya ya tetap istiqomah, jalan terus.

Ada kisah dulu saya sama dua orang temen. Didin sama Irfan namanya. Kita bertiga terus tuh, dari SMA pas masih di ekskul teater sampai awal-awal berkarier di kesenian. Pernah suatu malam sehabis latihan ketika kite bertiga lagi pada merenung, tiba-tiba si Irfan nanya “ Lo mau ngedalemin bidang apa?” kan di teater banyak spesialisasinya. Si Didin jawab, “Gua mau ngambil penyutradaraan sama penulian ah, gua harus bisa itu”. Terus saya juga jawab, “ngga ah, gua mah ngambil seni peran aja, itu bidang gua”. Kalau si Irfan rada ragu jawabnya,” Gua apa ya...seni peran aja ya, eh penyutradaraan aja deh”. Keliatan ragu nih si Irfan. Nah, setelah beberapa tahun kemudian saya ketemu tuh sama si Didin, jadi sutradara sinetron sama film saat itu. saya juga pernah diajak buat meraninnya, sampai delapan sinetron kalau gak salah. Saya juga saat itu udah jadi pemain sinetron, pemain film, dabber film, sama ngisi suara iklan . Terus pas reunian, dateng juga tu si Irfan. Sekarang die jadi pegawai perusahaan. Ya emang ragu buat jadi seniman. Dari kisah ini, kita bisa belajar tentang tekad ama ikhtiar. Pokoknya jalanin terus selagi itu bakat kita.

Kurcaci

Berkesenian itu sama aja kaya bermasyarakat, banyak ragamnya, beragam karakter golongan, dalam keislamannya juga beragam. Dalam islam itu kan ada istilah temanmu adalah agamamu, islamnya kita sesuai dengan masyarakat kita. Kan dimasyarakat islam tu banyak macemnya. Nah, dipesantren kalian lebih tercoraki oleh tarbiyah. Ketika itu yang kita yakini yaudah itu yang diperdalam, itu yg kita jadikan basic. Jadi ketika bermasyarakat itulah yg kita bawa dalam apapun, termasuk dalam berkesenian. Apa yg kita dapat dari tarbiyah, ya itu jadi pegangan kita.

Apa ya.. gini deh, ngambil dari qiyadah aja ye, dari ustadz.. nahnu duat qobla kulli syai, kita nih dai sebelum jadi apapun, berati sebelum jadi apapun kita dai, dai dibidang apapun, Gitu prinsipnya.


“H

ahaha... Kamu cantik ya kalau pakai bedak,” Nadia memujiku. Namun bila ditelisik lebih dalam lagi, kalimat itu lebih terdengar ejekan bukan pujian. Saat ini duduk di taman adalah pilihan terindah, karena musim kemarau sedang bertamu di langit negeriku yang akan berakhir beberapa bulan lagi. Selain Nadia menjadi teman abadi, aku punya teman musiman yaitu es krim. “Arina... es krimnya meleleh tuh. Kamu lagi mikirin siapa sih?” tegur Nadia mengusik lamunanku. Mungkin baju panitia Ajang Sekolah yang dikenakan Nadia menjadi alasanku melamun, mengingat kenangan saat satu tahun lalu menjadi panitia Ajang Sekolah. Yang kurindukan bukan Ajang Sekolahnya, melainkan seorang lelaki jenaka nan jail yang kurindui. Sifatnya yang mudah berubah menjadi sosok pemimpin idealis dan visioner saat memimpin suatu bidang dan aku pun termasuk anggotanya. Setiap rapat panitia, pipiku merona lebih dari tujuh kali, karena terdapat lebih dari tujuh momen dimana namaku disebut untuk bahan godaan teman-teman untuk lelaki itu. Tak ayal lamunanku dipaksa berhenti oleh hati ini yang tak henti berdebar saat mata ini mendapati lelaki itu menghampiriku lalu mengucapkan “kalimat manis”.

*** “Iqbal, Arina ada di taman, pergi sana! Hampiri dia!” ujar kalimat perintah dari lidah Ical, dia manusia licik yang ahli menjaili orang lain dengan akal bulusnya. Sepuluh langkah lagi aku akan berada tepat di depan mata Arina. setiap langkahku terlihat geriknya semakin gugup, namun kemeronaannya pudar karena tertutupi oleh “bedak ramuan”. “Hai Arina, melihat wajahmu aku baru sadar bahwa tak perlu menanti malam untuk melihat bulan,” ujar kalimat manis yang keluar dari lidahku yang kelu. Kemudian aku beranjak pergi seolah suatu hal tak berarti telah berlalu. Kalimat manis tadi adalah finishing action aku dan Ical. Semua ini bersebab dari akal bulus Ical yang ingin membuat hati Arina kesengsem. Rencana bermula dari bedak Arina yang ditukar dengan tempat bedak yang berisi lulur kunyit tak berbau. Semua wanita SMA tentu memakai bedak di kamar mandi. Taktik klasik yang dilancarkan Ical adalah membuat buram cermin. Alamak, Jang. Tega nian budak badeur ni. Pipi merona khas mojang Bandung diubah jadi kuning pucat bak bulan di malam hari. // Red: MasPres



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.