M A J A L A H G R AT I S A N A K S M A
MAJALAHSUNDAY.COM
BACAAN TERBAIK LIBUR TAHUN AJARAN BARU 3 CERITA PENDEK 3 PUISI JUARA KONTES MENULIS “DARI HATI UNTUK DIRI SENDIRI”
EDISI JUNI 2022
check our other menu and follow us!: @ M A F I N S N A C K S
Yuk simak pesanpesan pedekate dari KATE!
Baca PEDEKATE di LINE Webtoon Kanvas Indonesia
Ed itor' s Note Dari Hati untuk Diri Sendiri
make your days
Kapan terakhir kali kamu benar-benar berbicara dengan dirimu sendiri? Self-talk adalah sebuah seni yang penting untuk merawat mental health-mu. Mungkin kamu selalu berusaha memberi yang terbaik kepada orang-orang di sekitarmu; namun sudahkah kamu berikan yang
Apa itu Sunday?
terbaik, dari hati untuk diri sendiri? “Dari Hati untuk Diri Sendiri” - inilah tema yang dihadirkan tim event
Jika kamu melakukan hal yang kamu
planner
cintai, maka setiap hari akan terasa
menulis puisi dan cerpen. Apresiasi sebesar-besarnya kami ucapkan
seperti hari Minggu. Berdasarkan filosofi
untuk semua kontestan lintas kampus, SMK, dan SMA yang telah
ini, lahirlah Sunday! Kami adalah free
berpartisipasi. Dan di edisi ini, kamu bisa menikmati karya semua
magazine bulanan (tiap tanggal 10)
pemenangnya!
untuk anak muda di kawasan Kelapa Gading, Sunter, Kota Harapan Indah, Buaran,
Rawamangun,
Kalimalang
dan Pulomas. Majalah ini dibuat oleh pelajar SMA untuk pelajar SMA. Tim
MajalahSunday.com
beberapa
waktu
lalu,
dalam
kontes
Semoga menjadi bacaan pengantar Libur tahun Ajaran Baru yang menyenangkan untukmu, happy reading Sunners :) Happy reading
kami percaya, majalah kaum muda bisa tetap asyik tanpa harus ada aneka gosip
Mimin Sunday
dan selebriti asing di dalamnya. Informasi? Iklan? Saran? Kontak kami ya
T hank You Magangers!
WA: 0815 10 294 294 Email : majalahsunday@gmail.com
Edisi bulan ini terbit atas inisiatif tim event planner "Dari Hati Untuk Diri Sendiri": Peggy Kakisina - Universitas Brawijaya Winda Narmera Ayuningtyas - PoliMedia Jakarta
Pemimpin Redaksi
Olivia Elena Hakim Koordinator Iklan, Humas dan Kerjasama
Budiman Manurung Social Media Admin
Priscillia Charista Koordinasi Podcast Ilustrasi cover oleh
Sparklestroke Global
22
Ari Setiawan
Desain Layout
Scatto! Photography and Design Majalah Sunday adalah publikasi bulanan Alamat REDAKSI
Jl. Tarian Raya Timur blok J 24 Kelapa Gading 14250 Telp: 4586 0389 Nomor ISSN: 2337-8018
IN BO
X
CHAT OF THE MONTH
Move on memang butuh proses - ketika kita ingin proses yang Bagaimana cara
instan, biasanya malah nggak cepet move on jadinya. Terimalah
melupakan seseorang,
segala perasaan yang masih kamu rasakan dalam diri, namun bangun
kak? Susah buat lupain
juga tekad yang kuat untuk maju terus dalam kehidupan, meski di
krn sayang bgt ama dia
tahap hidupmu selanjutnya ini sudah tidak ada si dia.
+62 821-9918-XXXX
Ini beberapa hal yang bisa kamu lakukan: ºMenyibukkan diri dengan berbagai hal yang positif ºHargai diri kamu dengan tidak membuang-buang waktu memikirkan orang tersebut dan terpuruk dalam kesedihan ºHabiskan waktu bersama circle teman yang baik; hal ini akan meyakinkan kamu bahwa masih ada banyak orang yang memiliki kepedulian dan perhatian yang besar terhadap kamu Kegagalan berhubungan selalu ada. Terima saja dengan lapang apapun yang terjadi. Jangan pernah mencoba untuk mengelak kenyataan dan memaksa suatu hubungan.
INFO! INFO! INFO!
Baca juga konten-konten digital Sunday untuk menemani keseharianmu di:
Wattpad:
Spotify:
Majalah Sunday
Podcast Bangku SMA - Majalah Sunday
Instagram:
@majalahsunday Web:
majalahsunday.com Yo u t u b e :
T i k To k :
Majalah Sunday Issuu:
Majalah Sunday
Majalah Sunday 3
Juara 1
Puisi
Ungkap Hati Oleh: Hamidah Universitas Negeri Jakarta
Langit redup merayapi tubuh jalanan Rinai gerimis melumuri pepohonan Hawa kepahitan dan keresahan Berkecamuk dalam selaksa pikiran Asmaraloka keluarga yang diberikan Dengan sejuta kian harapan Tentang mimpi dan sebuah keberhasilan Membuat kalbu terdayuh khawatir akan masa depan Di tengah napas yang terengah-engah Seakan ingin mengakhiri langkah Tiada lagi tawa yang terkakah-kakah Hanya lelah dan tiada gairah Gemintang yang tak lagi terang Bisikan otak yang belungsang Rasanya aku ingin sekali mengerang Supaya mereka tahu; jiwa dan ragaku sedang perang
Hatiku dipenuhi rasa pilu Berdiam diri di ruang sendu Air mata membasahi jalan-jalan nadiku Merasa diri seakan tak mampu Ya, itu dulu! Kini diriku telah bangkit! Meredam segala rasa sakit Belajar dari masa-masa pahit Tetap hidup meski rasanya sulit Wahai jiwa yang mudah rapuh! Meski terkadang terasa jenuh Tetaplah berusaha dengan sungguh-sungguh Untuk mencapai apa yang ditempuh
44
Yakinlah wahai kalbu! Jangan terlalu menggebu-gebu Asal selesai satu per satu Tidaklah asyik selalu merasa sendu Jika lelah berilah sedikit jeda Tidak baik dewana pada dunia Karena dunia sifatnya fana Maka janganlah sampai terlena Setiap anca kehidupan Ada Tuhan yang Maha Rahman Biarkan yang kelam itu padam Dengan berdoa dan salat malam Tetap berjuang menggapai cita-cita Dengan segenap usaha dan doa Bagiku itu sudah lebih luar biasa Karena Tuhan tidak pernah menutup mata Tak akan kubiarkan ilusi menenggelamkan diri Kini kucoba membuka mata hati Bagaimana bisa menjalani hidup jika tak sayangi diri sendiri? Kumulai menyayangi dan mengoreksi diri ini Wahai diri! Kamu begitu berarti Melangkahlah terus tanpa henti Untuk menggapai semua mimpi-mimpi Di sela-sela aku berjuang Menulis puisi seakan menambah rasa tenang Tak kubiarkan air mata kembali berlinang Biarkan sunyi, sendu kian usang
5
Walau langit tetap mendung Mentari enggan untuk bersinar Luka terus merundung Cita-citaku harus tetap dikejar Seraya angin yang bertiup perlahan melaju Menyejukkan dan merasakan geloraku yang baru Rinai gerimis memang sedikit mengganggu Tapi bersyukur adalah kunci hidupku Wahai jiwa yang mendekap dalam raga Hadapilah mereka! Buktikan bahwa dirimu bisa Jangan lagi berputus asa
Jalani hidup lebih terarah Meski suasana hati tak selalu cerah Kepada kaki yang tak kenal lelah Jangan pernah menyerah dalam melangkah Setiap insan memiliki potensi yang berbeda Karena kita diciptakan berbeda Dengan perbedaan warnailah dunia Maka jangan pernah berputus asa Diri, kutanamkan padamu jati-jati Tetaplah menjadi diri sendiri Ukir senyuman keluarga dengan prestasi Untuk kehidupan yang lebih berarti
66
Juara 2
Puisi
Bukan Nyawa yang Pilu Oleh: Beninda Dhiyaa PoliMedia Jakarta
7
Ada saat-saat aku dapat tertidur pulas Di lantai dingin tanpa alas bersama kerumitan soal Di tengah bisingnya bunyi detik berdetak, detak jantung bergemuruh, gemuruh sambar atap, membuat susunan semen berlapiskan keramik kala itu semakin dingin Mereka bilang aku gurun tanpa air Mereka bilang aku air yang terus menggerus batu Mereka bilang diriku batu, keras dan abu-abu Nelangsa sekali ya diriku Tapi tolong jangan sebut diriku nyawa yang pilu Semua orang punya izin untuk merasa lelah, katanya Tapi aku terlalu tutup diri dari penat yang payah Mengira penat itu lemah ialah kesalahpahaman yang terus aku pertahankan Aku punya izin untuk jeda, katanya Tapi berhari-hari malah semakin terasa kosongnya Rasanya memang harus diutarakan karena terlalu ku genggam erat-erat Genggaman itu semakin renggang dengan cucuran ego yang berantakan Sementara aku usahakan keras tunjuk birai senyum walau samar Sedari awal aku selalu kecil Dengan semua gagal yang menyapa di setiap niatku Dengan semua raungan putus asa yang terdengar di bawah kucuran rintik hujan Diteriakkan begitu rintih tanpa reda, ketika roda dua itu menggilas aspal jalan Aku, tolong jangan seperti itu Redup lampu kamar terlalu gelap untuk hiasi hari-hari Terlalu disayangkan ketika kedua kakiku tidak dipakai untuk jelajah pondasi ruang di dunia
88
Diriku Aku pernah jumpa kamu dengan senyum gusi ketika khalayak benar ramai Senyum itu benar tulus Benar terasa hangatnya meski luka-luka deras terlihat di balik punggung Diriku Kamu boleh bersimpuh, merasa Tuhan beri kamu luka penuh liku, penuh mata sayu Boleh merasa dunia banting kamu begitu memekak telinga hingga retakan tulang terasa ngilu didengar Perihal tangis yang kamu sumbang, biarlah itu jadi bukti bahwa kamu tidak sekuat yang diangankan Namun, detik yang kamu siakan untuk menggelung diri juga tidak dibenarkan Perjalanan harapanmu sia-sia jika digerogoti sedini mungkin, Sayang Diriku Ragamu masih harus sanggupkan hidup Cintamu terlalu sedikit untuk dibilang penuh Pelukmu belum cukup hangat untuk tiap-tiap tubuh yang mendamba Pada hakikatnya tubuh itu memang sendiri Tapi tetap saja manusia adalah makhluk kenaifan yang butuh sesama Tentang saling mencinta dan curahkan kasih sayang kan harus dari diri sendiri Memangnya, kepada siapa lagi aku minta diselamatkan dari segala keletihan yang terlipat di bawah kasur kali ini?
9
Juara 3
Puisi
Aku, Diriku, dan Hatiku Oleh: Herlina Elisabet Universitas Terbuka Malang
Apa kau masih ingat, hatiku? Aku, dari kapan dan di mana aku ada Hingga kini aku beranjak dewasa cerita dan makna menghantar aku melangkah Kata mereka demi apa yang terbaik entah kapan dan di mana Apakah kau tau, hatiku? Aku demikian adanya bersamamu di sini Mengejar apa yang tertanam dalam mimpi Mimpi setinggi awan berarak dalam putih Hendaknya aku bisa terbang dengan yakin di nurani Ya, kau pasti telah menyaksikan ini, hatiku... Alam dan sejarah membentukku terbiasa berlogika Pribadi yang menerima apapun agar selalu bisa Selalu bisa dan menjadi terbaik di bidangnya Semangat menghadap ke depan dalam angan yang cerah Perhatikanlah aku ini, hatiku? Berhambur bintang jaya yang merekahkan pendar sinarnya Mengurai angan lalu menutupi gelap
10 10
keputusasaan Ilmu demi ilmu ditimba memberi warna dalam jiwa Warna nan melebihi pelangi indahnya Maafkan aku, hatiku Seringnya penat, marah dan lelah mengisi waktu setiap tahap melangkah Tersadar itu untuk aku meraih sesuatu yang disebut “cita” Harapan yang kuterbangkan, menjadi cita terdalam semenjak aku mengerti maknanya Kukejar semua sampai tak peduli kau sedang apa Mohon tetaplah mengerti, hatiku... Cinta dari mereka yang sering mengajakku belajar dan berdoa Sayang dari mereka yang sering memadamkan amarahku dalam lelah Kusadari semua demi aku, yang mereka punya Bisa jadi, itu yang menjadi cambukku agar mereka dan aku sendiri bahagia Mohon sekali lagi tetaplah mengerti, hatiku... Bahagia dan bangganya mereka seringkali menyiksa Semua karena aku ingin selalu bisa Menuju aku yang menjadi jati diriku sebagai manusia Terbiasa melakukan semua dalam garis aturan dan norma Aku masih mendengar sayup bisikanmu, hatiku... Memang tidak ada yang sempurna karena memang sempurna hanya pada-Nya Usaha dan doa mengaitkan cita dalam keputusan-Nya Kemenangan akan terpatri pada akhirnya Bukan, bukan hal klasik seperti yang mereka kira Mari tengok ke sana, hatiku... Di sana, di tempat yang lain, mereka bertanya Apakah aku tidak bosan dengan jalan pikiran yang membuat mereka enggan Dunia ini luas, kata mereka yang di sana Tak sesempit pikiranku yang dikungkung derita katanya
11
Entahlah... Sampai detik ini aku masih menikmatinya Tolong, katakan bahwa senyumku ini masih manis, hatiku... Meski aku tak sebahagia apa yang mereka pikir di sana Semua kesenangan sementara bukan pilihan yang bijaksana Tak semua bisa menjadi sahabat dalam pemikiran Karena sesal bukanlah pilihan melainkan jawaban atas semua kebodohan Apa kau masih mengerti maksudku, hatiku? Tak perlu ku lakukan semua itu untuk tahu apa yang salah Terlalu banyak contoh dari apa yang dipaparkan dunia dalam beritanya Aku memilih jalanku untuk menjadi benar dan baik adanya Aku dengan yakinku memotivasi pikiran ini selaras dengan cita-cita Ya, ya, ya... Kau benar, hatiku... Dari dalam hati ini pasti ada suka cita Kesenangan karena merubah beban menjadi keunggulan Yakin ini akan esok hingga malam berpelita Mencari jawab atas apa yang aku tak tahu jawabnya Masih kuingat nasehatmu yang menghiburku, hatiku... Membawa wadah dari asal aku dicipta Berharap bisa kuisi dengan yang baik-baik saja Sejuta pilihan jalan dalam kehidupan Hanya dalam jalan-Nya yakinku kutambatkan
12 12
Dan kita masih di sini, hatiku... Tertawa, bersuara, bersatu dalam nyawa dan berusaha ceria Yang di sana mengira aku baik-baik saja Yang di sana lagi mengira aku sudah mati dalam tempurung pertapa Aku yang lelah, tau dengan sadar bahwa aku bukan seorang manusia baja Bolehkah aku berpikir begini, hatiku? Tak mengapa jika diri ini terpulas karena lelah Tak mengapa jika diri yang plagmatis ini memilih untuk melihat realita Tak mengapa jika pandangan sendiri tak nyaman dengan acuan yang ada Tidak apa-apa begini asal kau tetap ada Ini kataku padamu, hatiku... Ada sebuah tempat yang masih bisa kupakai untuk bersujud Berterima kasih pada yang sudah menemaniku berjuang Berterima kasih pada isi dari diriku yang tak sempurna Terima kasih karena telah menjadi diriku dan membuatku kuat Masihkah kau mau berjuang bersamaku, hatiku? Yakinku saat masa kejatuhanku pun ada Dia yang menopang Merengkuh dan mengangkatku dalam terang Perjalanan tak semudah yang kubayangkan Namun, ku kan tetap berjalan berbaju zirahkan iman Berkenanlah tetap kuat bersamaku, hatiku... Aku akan menang dari semua perlombaan Bersamamu dan Dia, Sumber Kekuatan dan Pengetahuan Takkan hilang semangat menggapai hikmat untuk diemban Aku melangkah bersamamu untuk diriku sampai di anjungan menang
13
Juara1
Cerpen
Apa Aku Cantik? Oleh: Anggi Juwita Silalahi SMKN 7 Jakarta
"An, Lo aja ya jadi narasumbernya." Lagi-lagi perkataan itu terus menghantui diriku. Pasalnya webinar kali ini membahas mengenai kecantikan. Sedangkan aku? Masuk kriteria cantik aja tidak. Wajah berjerawat, banyak flek hitam, warna kulit gelap, chubby juga, apa dia mau mempermalukan aku? Haduh. Setidaknya Arin harus melihat standar kecantikan wanita Indonesia baru bisa menunjuk orang untuk membawakan materi seputar kecantikan. Aku membuka ponselku. Memainkan jemari kecilku di atasnya. Merangkai kata penolakan terbaik kepada temannya itu. Dia tidak mau mengambil resiko lebih untuk menerima tawaran itu. Apa yang akan aku dapatkan nanti? Cibiran? Atau bahkan hinaan? Aku tidak bisa membayangkan para audien nanti hanya akan menatap jijik ke arahku.
Aku menatap malas ke arah Arin. "Lo itu sahabat gue bukan? Lo kasih tawaran untuk sesuatu yang sebenernya gue gak pantes dapetin itu, Rin. Lo mau buat gue jadi badut di webinar itu?" Bukannya memasang wajah bersalah, justru Arin tertawa lepas. Membiarkan diriku termenung di ujung kamar dengan bibir yang mengkerut kesal. "Lo itu cantik, An. Apa sih yang kurang dari Lo? Lo itu pinter, cantik, buset pria mana yang tidak klepek-klepek dengan pesona Lo?" ledek Arin kepadaku. Sontak aku melempar kesal bantal ke sahabatku itu. "Sini, Rin. Gue kasih tunjuk." Aku mendorong tubuh Arin ke depan cermin besar di kamarku.
Aku menatap cermin tepat dihadapanku. Menatap satu persatu bintik hitam di wajahku.
"Ini lemak, ini juga lemak, ini double chin, ini flek, ini jerawat, apa yang cantik?"
"Kapan wajahku bisa mulus seperti wanita lainnya ya?" gumamku dalam hati.
Seketika Arin memelukku dengan erat. Mencubit pipiku yang sudah menggembung kesal dengan sikapnya.
"Ana!" Teriakan seorang wanita membuyarkan lamunanku. Ya, itu Arin. Tokoh tadi yang memberikan tawaran lelucon padaku. "Hm?" "Lo kenapa gak mau sih, An?" sungut Arin dengan raut wajah kesal.
"An, menurut Lo standar kecantikan itu kaya gimana sih?" "Kaya Anya Geraldine, Nagita Slavina, Caitlin Halderman, ya kaya mereka lah. Kalau di sekolah mentok-mentok kaya Sisca. Dia kan perempuan paling cantik dan hits di kampus. Bahkan banyak pria yang ngejar-ngejar dia," ucapku. Arin
menarikku
duduk
di
atas
kasur.
Mengusap pelan bahuku seakan dia tahu apa yang dirasakan sahabatnya sekarang ini.
tercantik?"
"Ini wanita tercantik di USA," ucap Arin sambil menunjukkan foto seorang wanita dari ponselnya.
"Karena kita terlalu mematokkan standar kecantikan hanya dari beberapa bidang. Kalau putih, hidung mancung, kurus, gak jerawatan baru kita anggap cantik. Padahal bukan itu yang menentukan cantik. Semua kecantikan datangnya dari sini," ucap Arin sambil menunjuk dadanya.
"Kalau ini perempuan tercantik di Kenya, orang-orang di sana bilang dia itu sangat cantik." Aku tertegun. Menatap perbedaan yang sangat signifikan dari kedua foto itu. "Beda jauh ya?" "Iya." "Itu karena Lo udah pasang standar kecantikan orang di otak Lo," ucap Arin sambil menutup kembali ponselnya. Aku yang masih tidak mengerti arah pembicaraan hanya bisa mengerutkan dahi. "Gini, An. Orang cantik itu karena menurut dirinya dia cantik.Tapi orang akan terlihat biasa saja kalau menurut dia orang lain lebih cantik. Dari kedua foto yang gue tunjukin keliatan beda banget kan? Yang satu cantik banget yang satu menurut kita biasa ada. Tapi kenapa bisa menurut orang disana dia wanita
Aku menggeleng pelan.
Aku pun mengangguk pelan. Mencoba mencerna semua yang diutarakan oleh Arin walaupun pembahasan kali ini cukup berat menurutku. "Jangan terlalu mematokkan standar kecantikan orang lain. Gunakan standar kecantikan kita. Gak usah minder lah. Loh kalo mau minder gue juga bisa. Lo enak kan IP nya lebih tinggi dari gue," ucap Arin mencoba menggodaku. "Tapi Lo cantik." "Iya emang gue cantik. Karena gue pakai standar kecantikan gue sendiri. Mau orang bilang apa ya terserah. Gue hidup dengan apa yang gue mau kok. Yang jalanin kan gue."
"Dih! Kepedean!"
"Bilang sama diri sendiri. 'Gue cantik karena apa adanya gue' gitu," kata Arin.
"Lo itu cantik, An. Semuanya berasal dari hati Lo. Sifat Lo yang mau berbagi, mau menolong, ramah, itu semua punya nilai plus. Jangan liat kekurangan diri Lo doang kalo Lo punya banyak kelebihan yang bisa ditunjukkan. Yakan?"
Aku mengangguk setuju. Mungkin ini waktunya untuk menjadi pribadi yang lebih bersyukur dengan apa yang sudah aku dapatkan.
Aku tersenyum lebar. Apa yang dikatakan Arin ada benarnya. Aku terlalu mengikuti standar kecantikan orang lain. Tanpa memikirkan ternyata aku punya banyak kelebihan yang seharusnya aku tunjukkan, bukan kekurangan aja. "Iya deh sahabat gue yang paling the best!" Arin memelukku kembali. Menarik ujung bibirku untuk mengulaskan
16 16
senyum kembali.
Arin tertawa lepas. Membuatku ingin sekali melempar dirinya dengan bantal.
"So, mau kan jadi narasumber webinarnya? Lo hanya perlu menceritakan betapa cantiknya diri Lo. That's it!" tanya Arin sambil memasang muka memohon kepadaku. "Iya deh aku coba."
Juara 2
Cerpen
Memory Sweet Seventeen Oleh: Andina Zahra SMKN Yadika 6
17
S. Sweet Seventeen, hari itu hari Sabtu yang bertepatan dengan malam panjang alias malam mingguan, yang menurut sebagian remaja adalah suatu malam yang sangat indah. Sebut saja Eneng, gadis lugu yang masih berstatus pelajar di bangku Sekolah Menengah Atas. Pada hari itu, usianya genap tujuh belas tahun. Model potongan rambut depannya diponi. Ya, bisa juga dibilang agak mirip pemeran film kartun anakanak, Dora. Panjangnya kira-kira sebahu, yang terlihat raut wajahnya yang masih polos. Senyumannya sangat manis dipandang mata (gula kali manis). Bentuk tubuhnya semampai. Enyak bilang, “Geboy, boto, sekel” (sintal). Siapapun pria yang melihat pasti melintir, kaya gangsing, uring-uringan pada kepingin mencintai dan dicintai. W. Wajahnya agak oval, bulat telur. Sesekali air wajahnya sepertinya sedikit ingin merasakan kebebasan sebagaimana rekan-rekan remaja sebayanya. Yang terkesan tidak untuk dibiasakan keluar rumah, tapi sesekali keluar rumah juga walaupun hanya sekedar beli krupuk sama es plastik. Lain lagi fenomena di luar rumah, remaja seusianya berkesan dibiarkan keluar rumah hingga larut malam. Ada yang berkumpul bersenda gurau, ada yang sudah berpasangan. Kata enyak, “bujug dah baru mangkak gede uda pada pacaran alias bedemenan“. Menggerutu gelenggeleng kepala sambil tangannya muter-muterin susur alias nyirih di mulut. Tu bibir enyak-enyak sampai menor banget merah, seperti orang muntah darah. Susur itu bahannya, tembako, gambir, sirih, dan kapur yang dikunyah sampe merah. Itu tradisi nenek moyang jaman dulu. Sekarang mah udah nggak ada, udah zaman modern. Padahal pacarannya ditemenin sama kuaci, kacang kulit sama air putih dah terlihat sangat bahagia. Istilah yang cocok kala itu adalah “wakuncar” alias waktu kunjung pacar. Keren juga, ya. Pokoknya kalo diliat seru banget.
18 18
E. Eneng, anak gadis bungsu alias bontot. Bontot katanya si singkatan dari “beranak udah off eh nambah lagi ada yang nongtot” (nongtot Bahasa Sunda nongol alias muncul). Karena rasa cinta, sayang, serta khawatir dari seorang ibundanya, dia terkesan dibatasi dalam pergaulan remaja sebayanya. Karena berharap anak gadis bungsunya kelak akan menjadi anak yang berprestasi dalam segala bidang, ibundanya selalu mengawasi dengan alasan di luar lingkungan tempat tinggalnya berkesan pergaulan remaja yang semau gua, penuh dengan kebebasan, di setiap lorong gang tampak remaja berpasangan bercengkrama berkencan, cubit-cubitan, asal jangan main gigit-gigitan aja. W a w. Suatu fenomena yang menggiurkan. Bahasa asal-asalannya, “Gua jadi kepengen mau. Endah banget pada indehoy” (indehoy Bahasa Betawi bersenangsenang). E. Entah bagaimana hasrat keinginan perasaan direlung sukmanya bagi seorang gadis yang merangkak remaja. Eneng juga ingin merasakan coba-coba dikencani oleh seorang pria sebayanya. Dia juga kan pengen tahu kalo pacaran itu ngapain aja sih, apa aja sih yang diomongin. Terkadang ada yang berpelukan tidak jarang juga ada yang berciuman berpelukan, gelendotan (bersandar sambil berpegangan kepada pasangan). Mungkin juga Eneng pengen tahu gimana rasanya cubit-cubitan. Mungkin menurut pandangan sebagian rekan remajanya, Eneng adalah si bontot anak mami. Mungkin juga bete di luar rumah, capek, lagi nggak mood bisa juga dia lebih suka mager (bahasa gaul males gerak) daripada keluyuran di luar rumah. Panas hareudang (bahasa Sunda gerah). Hobi serta kebiasaan orang kan beda-beda. Het dah, iya juga sih. Kali aja dia lebih suka ngerem ngedekem (Bahasa Betawi berdiam diri).
T. Tetapi suasana di malam itu sangatlah istimewa. Berbeda dengan hari-hari biasanya, bagaimana tidak seorang pria bernama Ananta yang memang sejak pertemuan pertama di kantor Rukun Warga dalam aktivitas Remaja Karang Taruna, terbersit bunga-bunga asmara.
kegiatan sosial Keremajaan di bawah naungan Karang Taruna inilah Ananta beberapa kali bertemu Eneng dalam latihan olah vokal untuk memperingati acara, kata temen-temen, “Tujuh Belas Agustusan”. Ada juga yang bilang Tujuh Belas Agustusan, Dirgahayu Kemerdekaan.
Kalo kata enyak lagi nih, Anata “demen alias suka alias cinta” sama Eneng. Wah ini dia yang dibilang cinlok (cinta lokasi). Padahal mah tau dah, si Enengnya merasa atau tidak jika si Ananta itu cinta berat sama dia. Yang pasti, si Eneng enggak tahu. Paling-paling kalo si Enang tahu, dia bakal bilang, “Emang gua pikirin”. Kesian de lu.
Momen inilah yang menjadi sejarah berdirinya prasasti Roman Picisan. Ananta mulai jatuh cinta sama Eneng. Di grup vokal itu, lagu yang dibawakan dalam acara hiburan berjudul “La Olai Pucuak Lansano”, lagu daerah Sumatera Barat.
S. Saat itu malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Malam Minggu adalah momen yang sangat tepat. Ananta akan memberikan kado ulang tahun pada Eneng untuk ulang tahunnya yang ke-17. Kata orang bule, Westternaes (kebarat-baratan), disebut sweet seventeen. Keren abis ya, Bro. Kata Enyak lagi nih, si Eneng umuran segitu dinamain “baru tumbuh bulu kalong” (baru tumbuh bulu ketek, maksudnya). Belon apa-apa, dari kemarin si Ananta sudah ngucur keringat dingin. Jantungnya berdegup keras, deg-degan, terkadang salting alias salah tingkah. Kalo diliatin dari jauh pake kekeran, Ananta terlihat jelas sering garuk-garuk kepala, padahal kepalanya nggak gatel.
Sosok Eneng hanya bisa dilihat hanya ketika saat latihan vocal group saja. Hari-hari lainnya, Eneng tidak diizinkan keluar rumah. Dia ngedekem (Bahasa Betawi berdiam) lagi di kamar. E. Entah bisikan dari memedi (makhluk halus) dari mana, tiba-tiba Ananta mulai berani mengutarakan rasa cintanya kepada Eneng. Dia mulai bercerita kepada temannya bernama Supri ketika sedang begadang di kedai kopi. “Pri, gua mau curhat sama elu,“ pinta Anata sesekali nyeruput kopi. “Mau curhat apaan si elu,” jawab Supri sambil tersenyum. “Pri, gua dapet kabar dari emponya Eneng. Eneng
E. Et dah, udah hari gini, pengen ketemu cewe aja pake ada acara gemeteran segala. Celananya basah sampai terkencing-kencing. Maklum juga, Ananta baru kali ini merasakan jatuh cinta sama yang namanya cewe. Apalagi bisa dibilang Eneng, emang kece banget, bunga kampung istilah bahasa sononya. First Love, cinta pertama. Buat Ananta. Tapi tidak tahu juga ya, si Enengnya cinta juga engga sama Ananta. Tapi kalo sama-sama mau, itu pasti. Ananta mau berpacaran sama Eneng. Eneng malah mau tidur (iya, kan sama-sama mau). Jadi tambah lieur (Bahasa Sunda pusing). La...coba itu ejegeler (Bahasa Betawi kata seru tak bermakna). V. Vocal Group, iya, Vocal Group. Kelompok seni
19
besok ulang tahun yang ke-17,” kata Ananta. “Emangnya kenapa?” tanya Supri. “Gua demen sama Eneng. Gua mau beliin dia kado, kira-kira yang cocok buat dia. Gua ngadoin apa ya?” “Elu demen sama Eneng, ya?” tanyanya lagi. “Iya, gua cinta banget sama dia. Gua mau nebok celengan buat beliin kado buat dia. Cuma gua nggak tahu mau beli apaan.” kata Ananta. “Elu beliin aja sesuatu yang bisa buat dia berkesan, yang setiap hari diliatin dan bakal diingat sepanjang masa,” usul Supri. “Beliin apaan?” tanya Ananta lagi dengan wajah penasaran. “Elu beliin aja kaca atau cermin sama buku agenda. Udah pasti dah tuh kaca bakalan ditompo, diliatin setiap hari, dari pagi, siang, sore. Udah besok elu beliin sono,“ usul Supri. “Terima kasih, Pri elu emang temen gua yang paling baik. Besok gua ke Pasar Jatinegara, Pri,” sambut Anata dengan gembira sambil tangannya menepuk-nepuk bahu Supri. “Mantap.” N. Nun jauh di ufuk sana, sang surya matahari pagi bersinar cerah kemerahan, menyinari hamparan bumi yang masih terlihat agak sunyi. Bunga-bunga beraneka warna menghiasi halaman-halaman rumah. Kupukupu beraneka corak, juga burung-burung bertengger di ujung-ujung dahan yang masih nampak asri karena semalam bumi habis diguyur hujan. Ananta bergegas berangkat menuju ke Pasar Jatinegara dengan berjalan kaki. Jarak yang ditempuh dari rumah sampai ke pasar sejauh kurang lebih 5 km. Dengan semangat yang berapi-api dia berjalan tanpa mengenal jarak, demi sang wanita pujaan yang dicintainya. Maklum cinta pertama jarak sejauh itupun dianggapnya terlalu dekat. Setibanya di Pasar Jatinegara, Ananta berkeliling dari toko ke toko untuk membeli cermin dan buku
20 20
agenda yang dilihatnya cocok untuk kado gadis pujaannya. Setelah memperoleh kado yang dicarinya, Ananta pun kembali ke rumah dengan berjalan kaki. Irama jantungnya berdetak kencang, harap-harap cemas. Saking gembiranya tak terasa cermin yang dibawanya terjatuh dari pegangannya. Dia istirahat sebentar di warung kecil dan membeli es plastik untuk menghilangkan haus dahaga sambil memeriksa cermin yang tadi terjatuh. Alhamdulillah, cerminnya masih utuh dan baik-baik saja. Tidak ada yang lecet atau pecah. Kondisinya masih kinclong. T. Tepat pukul 08.00 WIB, Ananta membawa kado dengan berpakaian necis, rapi menggunakan rompi. Yah, namanya juga anak muda keren abis. Karena parfumnya habis, Ananta tidak habis akal. Dia membeli cream obat nyamuk oles untuk dioleskan ke seluruh pakaian dan rompinya. Nggak ada parfum, cream obat nyamuk pun jadi. Wangi juga, Bro. Keringat dinginnya keluar sebesar biji jagung. Kebetulan jam segitu pintu rumahnya eneng masih terbuka. “Assalamualaikum.“ Suara Anata bergetar member salam. “Waalaikumsalam,“ jawab kakak Eneng dari dalam rumah. “Eh, elu. Ayo masuk,“ ajaknya, yang memang sudah kenal dekat dengan Ananta. “Mau ketemu Eneng. Nganterin tahunnya,“ jawab Anata.
kado
ulang
“Elu tumben nggak bawa gitar. Eneng, nih ada Ananta mau ketemu. Gua ke dalem dulu, ya. Neng, temenin Ananta dulu, ya,“ ucap kakak Eneng sambil bergegas meninggalkan Ananta untuk membuat teh manis. Eneng menghampiri Ananta yang duduk di pojokan, nampak agak tegang. Kado yang dibawanya diberikan kepada Eneng. “Selamat ulang tahun ya, Neng. Semoga panjang
umur dan sehat sentosa,“ ucap Ananta dengan suara gemetar. “Iya, terima kasih ya kadonya,” kata Eneng yang terlihat agak ceria. “Kamu tahu dari mana hari ini hari kelahiranku?” tanya Eneng sambil tersenyum. “Aku dikasih tahu kakakmu,” jawab Ananta sambil sesekali memandangi wajah Eneng yang cantik. Karena waktu semakin larut malam, Ananta pamit untuk pulang. Pikirannya melayang jauh ke atas awan, menghayal dapat berdampingan dengan Eneng wanita pujaannya. E. Esok hari setelah berakhirnya acara pesta Rukun Warga memperingati Dirgahayu Kemerdekaan di lapangan bulu tangkis yang lokasinya tidak jauh dari rumah Eneng, mungkin inilah malam pertemuan terakhir antara Eneng dan Ananta sebab setelah itu orang tua beserta keluarganya pindah domisili ke daerah Jawa Barat. Cinta pertama Ananta kandas di tengah jalan. Wajahnya terlihat murung karena kehilangan jejak kekasihnya, yang tak tahu kini entah berada di mana. Teman setianya hanya sebuah gitar tua yang selalu dibawa dan dipeluknya sebagai pengganti kerinduannya terhadap Eneng. Terkadang dia duduk di teras rumah Eneng, yang sudah tidak ada penghuninya, dengan pandangan hampa melihat pintu rumah. Tak terasa air mata menetes di pipinya. Terkadang pikirannya melayang seakan tidak percaya dengan kenyataan yang dihadapinya. Rasa sedih duka lara serta putus asa menyelimuti perasaan direlung kalbunya, cinta yang terpendam mendalam. Hampir setiap malam Anata mengenang dan murung. Kadang berkata mengucap permohonan “Ya Allah, pertemukanlah aku dengan Eneng. Aku sangat mencintainya.” E. Entahlah tiba-tiba saja kegembiraan muncul karena rekan-rekan Ananta akan berangkat Ke rumah Eneng yang baru di Jawa Barat untuk bersilaturahmi. Ananta ikut dengan semangat. Sangat disayangkan sesampainya di rumah kediaman Eneng yang baru, Ananta tidak menjumpai Eneng karena sedang tidak berada di rumah. Kerinduan serta harapannya hampa, pupus di perjalanan yang jauh dan melelahkan.
serta dicintai oleh seorang wanita. Walaupun dia sangat mencintai Eneng. Rasa kecewa, cemas, dan putus asa selalu menyelimuti perasaannya. Memorinya hanya ada guntingan foto Eneng yang didapat dari panitia dokumentasi acara Dirgahayu Kemerdekaan. Guntingan foto Eneng disimpan di dompet, yang selalu menemani setiap saat. Ketika ingin beranjak tidur, selalu dipandangi fotonya dengan penuh cinta. Foto tersebut sering diperlihatkan dan diperkenalkan kepada setiap orang yang dijumpainya disaat ngopi di warung, “Ini foto pacar gua,“ pamer Ananta kepada orang. Terkadang ada juga yang mencibir sambil berkata, “Pungguk merindukan bulan elu mah. Ngimpi elu bisa pacaran sama dia. Emangnya elu siapa?“ Sambil tersenyum, Ananta berkata, “Jodoh enggak ada yang tahu.“ N. Nyanyian cinta terkadang terdengar syahdu di telinga, nyanyian rindu selalu menusuk kalbu. Nyanyian diciptakan oleh perasaan hati si penulis syairnya. Ada sedih, ada gembira begitu juga perasaan cinta terkadang membahagiakan. Namun tidak jarang juga ada yang menyedihkan seperti yang dialami Ananta, yang sudah sempat oleng. Dia sempat melampiaskannya mendekati miras alias minuman keras. Beberapa kali dia mencoba untuk meminum miras. Untung sekali Ananta tidak sampai terjerumus ke jurang kesalahan yang lebih fatal. Anata perlahan menjauhi miras dan berpikir positif. Miras tidak dapat memecahkan suatu masalah. Dia berusaha mengembangkan bakat seninya. Membuat lagu, mengajari rekan-rekannya bermain gitar, serta ikut dalam berbagai kegiatan keagamaan. Kini dia dikenal banyak orang dan karirnya terus menanjak di sebuah perkantoran. Ananta mendapat kabar dari rekannya yang sempat bertemu Eneng bahwa dia kini menjadi seorang pengajar di suatu lembaga pendidikan swasta terkemuka di Jawa Barat.
Dalam perjalanan pulang, Ananta sadar diri serta bercermin di kehidupannya, merenungi serta menyadari kalau dia anak orang yang kurang mampu, yang memang tak pantas baginya untuk mencintai
21
Juara 3
Cerpen
Hitam
Oleh: Shahzaidan Khalil Gibran Sutrisno SMKN 1 Jakarta
Bangun di malam hari, demi mempersiapkan presentasi atas penelitiannya. Tak ingat waktu dan tak sayang dengan badannya, ia kerjakan presentasi penuh percaya diri. Namun sangat disayangkan, ia kalah dengan ego nya. Ia memaksakan semua pengetahuan yang ia miliki untuk dijadikan sumber penelitian. Yang nyatanya, sama sekali tidak relevan dan ia masih perlu mencari referensi di internet. Berangkat ke sekolah di pagi hari, tampak sangat bersemangat dan ceria. Buku penelitian yang sangat tebal, ia bawa di dalam tasnya. Tiba saatnya, dirinya memberikan presentasi atas penelitian yang ia lakukan. Tampak sangat bersemangat dan penuh rasa sombong dalam hatinya, merasa hasil penelitiannyalah yang paling bagus. Mau dikata apa, sang guru menolak semua pengutaraan sang pemuda berhati keras dan besar kepalanya. Wajah yang semula penuh dengan kesombongan dan percaya diri, berubah menjadi layaknya batu bara yang dibakar dengan api. Dirinya marah, karena menurutnya penelitiannya sudah ia persiapkan dengan baik. Kertas laporan penelitian ia robek lalu ia makan ke dalam mulutnya. Merasa sangat kecewa dengan apa yang ia terima.
22 22
Membanting meja dihadapannya, memukul papan tulis seakan akan tidak ada orang yang harus dia hormati di depannya. Keluar kelas dengan wajah yang murka, melempar semua yang ia punya. Memukul semua tiang yang ada di sekolah dan membenturkan kepalanya ke gedung sekolah. Hingga akhirnya, ia sampai di halte bus. Duduk dengan keadaan hancur, dan tanpa arah. Ia mulai merasakan sakit dikepalanya, depresi mulai melanda kehidupannya. Lalu, ia melihat sekeliling, tampak semua orang tidak memiliki rupa dan wajahnya sama. Semakin aneh, ia mulai melihat orang-orang tersebut menjadi hitam gelap seluruh tubuhnya. Tanaman hijau mulai menghitam, bunga mawar tak lagi merah merona, dan langit mulai gelap gulita. Sampai pada saatnya, ia melihat sekujur tubuhnya mulai menghitam dan ia tak kuasa melihat apa yang sebenarnya terjadi. Hingga akhirnya, ia terbangun dari tidurnya.