melahirkan buah pikiran, menumbuhkan gagasan, membawa perubahan February 2015 I Pemerataan Pembangunan (Desa)
meminimalkan impor atau berkolabrasi untuk produksi yang lebih besar lagi. Memulai dari memetakan potensi dan isu yang dihadapi oleh desa-desa di Indonesia. Silahkan buka link ini untuk melihat potensi desa di Indonesia dan tag potensi daerah yang anda ketahui: h t t p s : / / w w w. g o o g l e . c o m / m a p s / d / edit?mid=zyCI05CucQYY.kShx9QwD6IJA
Petani Sayur Wanita dan Rumput untuk Ternak Kambing, Karangpandan, Karanganyar.
1
TENTANG MATA GARUDA INSTITUTE
2
Vidya Spay
Sebuah Visi
UNtuk Ribuan Desa di Indonesia
Mata Garuda Institute (MGI) merupakan think tank multi disiplin ilmu yang menggabungkan gagasan (insights) dengan aksi nyata. Kami berupaya untuk memberi kontribusi kepada bangsa melalui analisis kebijakan serta penerapan ilmu dan teknologi di tengah-tengah masyarakat. Kami yakin, perbaikan Indonesia perlu dilakukan melalui perbaikan di tataran kebijakan serta pemberdayaan masyarakat. Kami berkomitmen untuk menghasilkan analisis kebijakan yang berkualitas, independen, serta memberi manfaat kepada masyarakat. Dalam analisis kebijakan, kami berupaya melakukan in-depth analysis atas berbagai program dan pilihan kebijakan pemerintah sehingga masyarakat semakin tercerdaskan (informed) serta pemerintah mendapatkan pilihan kebijakan yang lebih baik. Pada saat ini, MGI terdiri oleh sembilan tim inti serta ditopang oleh 2500 alumni dan awardee Beasiswa LPDP. Bidang kajian MGI mencakup seluruh bidang keilmuan mulai dari sains dan teknologi hingga ekonomi dan sosial budaya. Lima produk unggulan kami adalah policy review, capacity building, community development, Mata Garuda Forum, serta Mata Garuda Institute Bulletin. Kami percaya, keberhasilan kami bergantung pada kualitas riset, kemampuan berkomunikasi, serta advokasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh Karena itu, dalam aktivitas, kami bekerja sama dengan divisi Strategic Partnership dan Social Affairs Mata Garuda. Bermitralah bersama kami. Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. Director of MGI
Oleh Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)
I have a dream and a vision for Indonesia that Indonesia will have the 3200-7200 rurals that are powerful and productive, well connected by technology and good infrastructures, supported by right policy, planning and design, developed with considering its own character and have beneficial-cooperation amongst the villages in national and global coorporation. Local sustainable village is global sustainable food and nature production. Vidya Spay “Someday, there will be many people work in remote areas, but they connected internationally cause of advancement on information and telecommunication technology.� (Alvin Toffler, 1970) Sebuah visi untuk pembangunan desa-desa di Indonesia adalah sebuah pemerataan pembangunan daerah berbasis pada karakter yang dimiliki oleh masing-masing daerah tersebut. Desa-desa yang tumbuh dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan membawa desa ke arah pembangunan yang lebih baik dan berkelanjutan. Desa dengan karakter yang baik dan unik saling bersinergi positif mendukung pembangunan nasional. Sinergi positif antar desa (dapat kita sebut sebagai sister-villages) didukung oleh infrastruktur yang menunjang dan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran. Desa-desa yang saling bekerjasama, berbagi, menambah nilai, menjaga produksi dan harga untuk kemakmuran bersama,
3
POLICY REVIEW: Good Govenance Pengelolaan Dana Desa Oleh Rully Prassetya, S.E., MPP,M.Sc. (Researcher MGI)
Tata kelola yang baik (good governance) Dana Desa merupakan hal penting dan mendesak untuk dilakukan. Dalam APBN 2015, 9,06 triliun Rupiah dianggarkan untuk program tersebut. Dalam APBN-P 2015, anggaran tersebut direncanakan dinaikkan hingga 20 triliun Rupiah. Jumlah yang diterima oleh desa akan lebih besar karena minimal 10% pajak dan retribusi kabupaten/kota juga harus diserahkan ke desa (pasal 72 UU Desa). Tanpa tata kelola yang baik, Dana Desa yang akan mulai dialirkan mulai bulan April 2015 nanti (pasal 16 PP No. 60 tahun 2014), ISI DAN ISU: 1. Tentang MGI dan MGIB 2. Visi untuk Ribuan Desa di Indonesia 3. Policy Review: Good Governance Pengelolaan Dana Desa 4. Membangun Daerah, Membangun Indonesia: UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan 5. Paradigma Perencana yang Baru 6. Tantangan Perencanaan, Program dan Kebijakan Strategis untuk Ribuan desa di Indonesia 7.An Introduction Rural Planning, Rural Design dan Rural Policy 8. Alumni Insight: Distributed Energy dan Ketahanan Nasional
1
dapat menjadi lahan mismanagement pengelolaan keuangan negara yang baru. Karena jumlah desa yang mencapai lebih dari 80 ribu desa, audit Dana Desa merupakan salah satu tantangan utama. Oleh karena itu, prinsip tata kelola yang baik perlu disiapkan sedari awal untuk mengurangi penyalahgunaan pengelolaan Dana Desa tersebut. Tata kelola yang baik dibangun atas prinsip partisipasi, visi (arah) strategis, kinerja, akuntabilitas dan transparansi, serta prinsip keadilan (UNDP Good Governance Principle, 2003). Terdapat lima, di antara banyak aspek pengelolaan Dana Desa, yang perlu diperhatikan. 1.Kebijakan konflik kepentingan (Conflict of Interest). Pengawasan merupakan tantangan utama pengelolaan dana desa. Konflik kepentingan pada saat pengangkatan Perangkat Desa serta berbagai transaksi keuangan desa seperti pengadaan dan proyek pembangunan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Peraturan dan pelatihan kepada masyarakat untuk mengelola konflik kepentingan perlu dilakukan. 2.Kebijakan pemilihan kegiatan. Dana Desa, sebagaimana diamanatkan di UU Desa, ditujukan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan desa akan menghadapi berbagai pilihan dalam mengalokasi dana tersebut. Pemilihan kegiatan diharapkan berdasarkan social cost and benefit analysis, yaitu analisis kegiatan yang memberi dampak sosial terbesar bagi masyarakat. 3.Ketersedian informasi publik. Transparansi pada publik sangat penting agar dana digunakan bagi kepentingan bersama dan dapat diawasi oleh semua masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui musyawarah desa yang partisipatif serta papan informasi. 4.Pengelolaan aset. Berbagai aset desa, seperti tanah, bangunan, perlengkapan, hasil pertanian, hutan, mata air, dan aset lainnya, akan sangat rawan untuk disalahgunakan. Kebijakan terkait pengelolaan aset tersebut juga penting untuk dibuat. 5.Kebijakan whistleblower. Pengelolaan Dana Desa yang baik juga membutuhkan sarana penyampaian keluhan dan pelaporan yang tepat. Hal ini dapat mendorong pengelolaan Dana Desa yang lebih hati-hati.
2
Mata Garuda Institute berkomitmen untuk membantu pengelolaan Dana Desa ini. Dalam waktu dekat, Mata Garuda Insttiute akan melaksanakan pilot project pelatihan (capacity building) tata kelola pengelolan dana desa yang baik. Mata Garuda Institute siap bekerja sama dengan insitusi pemerintah dalam meningkatkan capacity building tersebut.
4
UMKM bisa menjadi lokomotif pembangunan
Membangun Daerah perekonomian domestic Indonesia. Jumlah Membangun Indonesia:
UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan Oleh: Akbar Nikmatullah D., S.E., M.Sc. (Researcher MGI)
Indonesia memasuki fase otonomi daerah sejak tahun 1999 dimana lahir UU No 25 Tahun 1999 yang mengatur bagaimana dan seberapa besar porsi daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilkinya. UU ini lahir sebagai bentuk kekecewaan rakyat khususnya di daerah atas sikap dari pemerintah pusat yang melakukan sentralisasi pada pengelolaan yang berimplikasi pada pembangunan ekonomi yang tidak merata. Di sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, strategi pembangunan yang diterapkan untuk merangsang pengembangan daerah dengan melakukan pendekatan growth center dan meletakkan industri sebagai leading sector. Dengan memusatkan industri di pusat, diharapkan strategi itu mampu memecahkan masalah keterbelakangan, peluang kerja, dan pengentasan kemiskinan di daerah. Pada akhirnya daerah akan berkembang melalui spread effect or trickle down effect dari pusat-pusat pertumbuhan. Pada awalnya, pendapat ini mendapatkan dukungan secara teoritis dari berbagai pihak. Akan tetapi, menurut Hamied , kenyataan dilapangan adalah tekanan-tekanan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dan kemiskinan di daerah relative tidak mengalami perubahan. Ketidakberhasilan ini menurut Weaver disebabkan oleh dua pendekatan. Pertama, industri dipandang sebagai jalan pintas untuk memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi dan cenderung mengabaikan sector pertanian atau cenderung menguntungkan pusat, dalam hal ini kota. Kedua, penerapan pendekatan top down approach digunakan sebagai landasan operasional dan dalam banyak hal mendeskriditkan potensi, aspirasi, dan kemampuan penduduk marginal. Melihat potensi yang ada, tentunya Indonesia memiliki keberagaman potensi dan corak pembangunan yang berbeda sehingga dibutuhkan treatment yang berbeda pula oleh pemerintah daerah setempat dan tidak lupa masayarakat. Todaro dalam teori ekonomi pembangunannya mengatakan bahwa partisipasi masyarakat disini memiliki peran signifikan. Hal ini adalah karena masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek pembangunan negara, tetapi juga subjek dari pembangunan itu sendiri sehingga bangsa dapat berdiri secara mandiri. UMKM Sebagai Lokomotif Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam konteks Indonesia, keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia memberikan dampak yang baik bagi perekonomian negara.
pelaku ekonomi Indonesia didominasi oleh usaha mikro yaitu lebih dari 90 persen atau sekitar 56 juta unit usaha di tahun 2012 . Angka ini tumbuh rata-rata mencapai 2 persen setiap tahunnya. Kontribusi UMKM ini terhadap GDP bisa mencapai sekitar 60 persen. Bahkan jumlah tenaga kerja UMKM ini mencapai 90 persen dari total angkatan kerja di tahun yang sama. Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia tentunya bisa mensejajarkan dengan negaranegara maju lainnya setidaknya di tingkat Asia. Kekayaan alam di setiap daerah serta jumlah penduduk yang banyak dapat mendukung untuk menyusun program-program pengembangan daerah. Akan tetapi perlu kiranya bagi masyarakat untuk menyadari akan kekayaan yang dimiliki dan memperhatikan lingkungan sekitar. Hal ini agar pembangunan yang dilakukan berkelanjutan dan dapat merata. Penulis menawarkan beberapa solusi untuk memecahan permasalahan ekonomi di Indonesia melalui pengembangan UMKM khususnya di daerah sebagai bentuk pembangunan yang berkelanjutan serta merata bagi penduduk. Pertama, menggagas kepemimpinan daerah yang berkualitas dan bermodalkan sosial. Pada umumnya, yang terjadi di Indonesia adalah masayarakat di daerah berlombalomba untuk bisa menuntut ilmu di Ibu Kota guna mendapatkan pendidikan yang berkualitas jika dibandingkan di daerahnya dan tidak berniat kembali untuk membangun asal daerahnya. Gagasan memperkuat posisi daerah dengan menarik cendekiawan dan para ahli memerlukan kebijakan melalui kerjasama pemerintah pusat dan daerah. Untuk itu, membangun ekonomi melalui UMKM yang berbasis agro-industry merupakan kelayakan yang harus dilakukan oleh para pemimpin daerah. Kedua, mengembangkan UMKM yang berbasiskan riset dan teknologi. Teori Kuznet berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya berhubungan dengan sektor pengolahan dan industri pengolahan tetapi sangat tergantung pada penggunaan teknologi di sektor-sektor primer dan industri pertanian.
Pemecah Batu (komunitas lokal) yang mengalami penurunan produksi dikarenakan pembangunan tanggul lahar dingin menuju ke pabrik Pasir. Vidya Spay
Industri pengolahan akan bergerak semakin maju dimana dalam kenyataan sekarang revolusi teknologi informasi akan secara bertahap menggantikan peran – peran tradisional produksi dan pemasaran menuju tingkatan global . Permasalahan utama dari UMKM di Indonesia, selain insentif modal adalah penggunaan teknologi yang minim. Hal ini tercermin dengan hanya 20% UKM yang menggunakan Teknologi Informasi (TI) sebagai salah satu perangkat alat produksi mereka . Keberadaan pendidikan tinggi di daerah pendekatannya harus kepada ketersediaan potensi yang bisa dikembangkan di daerah tersebut. Misalnya adalah pendekatan pendidikan tinggi di Indonesia Timur yang mengarah pada penelitiaan dan pengembangan ilmu ke potensi alam dan maritim. Ketiga, pengelolaan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) dari setiap masjid yang ada di daerah sebagai solusi dalam menghadapi financial inclusion. Dana yang bersifat crowd funding yang terkumpul di masjid sangat potensial untuk di kelola karena besaran jumlahnya dan dapat disalurkan untuk kegiatan yang bersifat produktif seperti sumber investasi bagi penyelenggaraan UMKM. Sebab, tidak jarang UMKM yang terkendala persoalan inklusi keuangan oleh sebab menghadapi kesulitan mendapatkan dana pinjaman dari bank komersil pada umumnya. Tentunya semua solusi yang ditawarkan akan melalui proses yang tidak mudah. Perlu kerja keras dan kesadaran yang kuat bagi masyarakat Indonesia untuk bersama membangun bangsa. Referensi: Gore, Charles. 1984. Region in Qestion: S Pace, Development Theory and Regional Policy Methun. New York Hamied, Dachlan Abdul. 2000. Tesis Studi tentang Modal Sosial. Depok: Universitas Indonesia Weaver, Clyde. 1984. Regional Development and the Local Community, Planning, Politics, and Social Context. Wiley Sumber: Badan Pusat Statistik Managra Tambunan. 2010. Menggagas Perubahan Pendekatan Pembangunan: Menggerakkan Kekuatan Lokal dalam Globalisasi Ekonomi. Jakarta: Graha Ilmu Asosiasi Open Source Indonesia (2009)
5
Sehingga visi dari master-planning yang pada
New Planning Paradigm: umumnya menggunakan pendekatan statis
From Masterplan dan data, dan kecenderungan hanya pemplotan hal-hal yang umum, menjadikan visi
to Strategic Planning and Project pada master-planning tidak mudah direal-
Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)
Paradigma perencanaan yang baru mengakui bahwa sebagian besar kegagalan dari master-plan atau rencana induk program nasional untuk mencapai target adalah akibat kurangnya strategi implementasi dan ketidakmampuan master-plan untuk menangani masalah-masalah yang ditemukan dalam tahap pelaksanaan program. Keberhasilan desa tergantung pada kemampuan kerja tim untuk menemukan perencanaan strategis dan proyek untuk desa. Secara global, dalam dunia perencanaan terdapat sedikit pergeseran dari visi dan master-planning ke visi dan strategic-planning. Arsitek, perancang kota, organisasi internasional dan beberapa gubernur di beberapa kota di Eropa mulai menggunakan strategicplanning dalam menyusun visi dan perencanaan masa depan. Penyusunan rencana dengan sistem masterplanning masih aktif digunakan negara-negara berkembang dan mulai ditinggalkan oleh negara-negara maju baik dalam perencanaan kota maupun program-progam kepemerintahan. Keunggulan dari penyampaian visi yang disertai actions, projects co-productions atau visi besar yang diikuti oleh strategi implementasi akan memudahkan bagi orang lain untuk menilai kesuksesan dari sebuah proyek, atau untuk merancang program di masa mendatang. Pergeseran dari visi di master-planning ke visi di strategic-planning dipacu oleh perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan dari jaman yang lebih cepat dibanding beberapa abad yang lalu, tidak terbatas di kota-kota atau negara tertentu, tapi terjadi di dunia, dan dalam kehidupan manusia. Sehingga visi jangka panjang yang ada pada sistem perencanaan master-planning yang memiliki kecenderungan bersifat umum dan cetak biru yang memiliki kecenderungan kaku dianggap tidak mampu menjawab masalah-masalah dan tantangan-tantangan yang dapat berubah setiap saat. Beberapa contoh pemacu percepatan pada perubahan dari tuntutan jaman adalah penemuan dan teknologi. Teknologi memberi kemudahan pada manusia, mengakibatkan perubahan cara hidup manusia, dan juga mengubah tata ruang tempat tinggal kita. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa teknologi berperan terhadap munculnya permasalahan-permasalahan baru di luar prediksi manusia. Seperti penemuan kendaraan bermotor (mobil) yang telah mengubah tata ruang dan orientasi dalam pengembangan kota-kota, kemudian diikuti dengan perubahan gaya hidup yang lebih individualis, menuntut dibuatnya banyak kebijakan untuk menyelesaikan masalah terkait dan seterusnya.
isasikan dan perubahan yang cepat membuat visi dari master-planning tidak lagi relevan dengan perubahan jaman. Pendekatan perencanaan dengan master-planning dianggap sebagai pendekatan tradisional karena pada umumnya hanya mengumpulkan semua data yang berhubungan dan dibutuhkan untuk memprediksi masa depan yang logis ketika kenyataan sangatlah dinamis, perubahan sangat cepat dan permasalahan lebih kompleks, spesifik untuk tempat-tempat yang berbeda .
Penjabaran visions, actions, projects dan coproductions menjadi elemen penting pada sistem strategic-planning. Beberapa alasan yang membuat strategic-planning lebih aplikatif di era ini adalah karena pendekatan perencanaan yang bersifat kontekstual dan spesifik, pendekatan yang sesuai dengan kenyataan di lapangan dan bertujuan untuk kerja dan hasil yang nyata dan berdampak, pendekatan dalam kerangka yang dinamis, koheren dan mengintegrasikan. Begitu pula pendekatan dari strategic-planning pada manusia setempat, sosial ekonomi, spasial yang tidak hanya sebatas data dan sumber daya. Dari penjabaran co-productions, kita dapat mempertimbangkan kerja sama antara orang-orang yang terlibat sebagai motor untuk kapasitas mereka, memperkuat pemberdayaan dan pengembangan kualitatif. Perencanaan tipe ini mengedepankan survei atau blusukan yang menjadi sebuah kata baru di Indonesia saat ini untuk melihat kekuatan yang dimiliki alam dan masyarakat bukan hanya data statistik saja, selain masalah dan sumber daya alam. Strategic-planning juga mencoba menggabungkan antara bottom-up approach dan top-bottom approach sehingga rencana masa depan lebih mudah dilaksanakan. Oleh karena itu untuk memudahkan rakyat untuk menilai apakah sebuah visi itu dapat dilaksanakan atau tidak, apakah sebuah proyek, kebijakan dan program dalam memberi keuntungan yang maksimal bagi rakyat Indonesia dan memastikan tidak adanya konflik antar kepentingan, apakah kerja sama antar pemerintah dan beberapa aktor terkait dalam pendanaan, pelaksanaan sebuah proyek dan program dapat diterima akal sehat,serta aksi dan strategi apakah yang akan diambil pemerintah dalam mencapai visi tersebut yang tidak bertentangan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, dalam penyampaian program nasional atau agenda besar dalam jangka panjang haruslah bisa menjabarkan visions, actions, projects/ programs dan co-productions.
3
6
Tantangan bagi Ribuan desa di Indonesia:
Strategic Plannings, Projects and Policies
Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI)
Desa adalah sebuah sistem, lanskap, daerah, budaya, orang, dan masyarakat. Beberapa desa di Indonesia menjadi tertinggal dalam pembangunan karena paradigma perencanaan saat ini difokuskan pada kota pembangunan kota. Ketimpangan pendapatan, infrastruktur dan kondisi hidup antara pedesaan dan perkotaan semakin besar seiring berjalannya pembangunan di Indonesia. Desain perkotaan, perencanaan kota dan kebijakan strategis untuk perkotaan wacana umum dan praktek untuk ahli tata ruang, arsitek dan perencana. Sementara itu, perencanaan pedesaan, pembangunan pedesaan dan kebijakan strategis untuk masalah untuk pedesaan selalu berakhir menjadi sebuah wacana. Selama satu dekade terakhir, fokus pembangunan daerah terkonsentrasi di kota atau mengembangkan kota. Fokus pemerintah, investor, arsitek dan perusahaan arsitektur, regulator, dan perencana pembangunan daerah terkonsentrasi di kota. Selain itu, paradigma perencanaan tata ruang di universitas masih terfokus pada strategi pembangunan perkotaan dan solusi untuk masalah perkotaan. Oleh karena itu, pembangunan pedesaan sebagian besar dilakukan oleh permerhati desa atau LSM. Pedesaan bukan sebuah masalah atau lanskap yang kuno. Pedesaan adalah sistem yang kompleks yang tumbuh dan berkembang melalui proses yang panjang. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnis, bahasa, adat istiadat, sumber daya alam, serta komunitas cara hidup/budaya-hidup masyarakat dan lanskap produktif, yang antara lain adalah pertanian, perikanan, kehutanan, dan pertambangan. Seperti yang kita lihat, ada orang-orang yang tinggal di perkotaan, pedesaan, desa, pantai, gunung, hutan dan pedalaman di Indonesia dengan mata pencaharian yang beragam sebagai petani, nelayan, masyarakat pedalaman, pekerja, dan investor. Selain sumber daya alam yang melimpah dan keragaman seperti yang disebutkan di atas, Indonesia memiliki wilayah air, udara dan darat yang sangat luas. Namun, produktivitas pangan, pertanian, kelautan, peternakan, kehutanan, dan kualitas hidup masyarakat di Indonesia dinilai rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki wilayah yang relatif lebih kecil. Membangun 7200 desa dalam 5 tahun dengan 64 triliun rupiah anggaran (dikenal sebagai 1 miliar / desa dalam pemilu lalu) dapat dianggap sebagai program yang sangat ambisius. Jika tidak ada perencanaan dan program strategis dari Program Dana Desa ini, maka program ini akan berakhir sebagai pembangunan yang tidak bisa mencapai targetnya.
4
Lebih daripada itu, tanpa perencanaan dan program yang matang dapat mengakibatkan pemborosan APBN dan APBD serta desa-desa dibangun tanpa karakter dan keunikan.
Contohnya dapat dilihat pada petani di desa sayuran di Karangpandan yang diberikan pendidikan tentang verticulture dan terrace farm untuk meningkatkan produksi sayuran.
Tantangan bagi pemerintah yang hendak memfokuskan program kerjanya ke pembangunan desa adalah pembentukan kelompok kerja, program kerja, perencanaan dan kebijakan yang strategis untuk desa-desa di Indonesia yang jumlahnya ribuan dan memiliki nilai-nilai lokal, sistem, karakter dan kebudayaan hidup yang beragam.
• Memahami dan Menghormati Sistem Hidup dan Siklus yang ada di Desa
Belajar dari program nasional terdahulu, yaitu program 1000 menara yang bertujuan untuk mengurangi kekurangan perumahan di kota-kota besar di Indonesia untuk rakyat kalangan menengah kebawah, program tersebut tidak mampu mencapai sasaran jumlah menara dan target akhir pengguna bangunan yaitu masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Menara residensial yang terbangun berakhir menjadi produk investasi properti bagi sebagian orang tertentu.
• Mengelola Pendanaan melalui Koperasi (juga dikenal sebagai koperasi)
Beberapa poin yang dapat dipelajari bersama dari 3 program yang diinisiasi oleh kelompok kerja mandiri untuk 2 desa di Muntilan, Karangpandan dan sebuah Kampung di Solo sebagai review atau strategi implementasi untuk program “1 miliar/ desa” adalah sebagai berikut: • Membentuk Kelompok Kerja, Perencanaan Program Kerja Strategis Kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki multidisplin ilmu yang beruhubungan dengan isu yang dihadapi disatu desa tertentu. Kerja tim harus mampu untuk memutuskan perencanaan strategis dan proyek yang dapat tumbuh bersama sebagai proses dengan masyarakat di desa. Mengambil contoh proyek untuk desa salak di Muntilan, masalah utama yang ditemukan adalah tingginya produktivitas buah salak selama waktu panen yang tidak bisa bertemu dengan pasar potensial. Proyek strategis untuk desa buah salak di Muntilan adalah dengan memproses buah salak menjadi banyak produk alternatif, menciptakan pasar untuk buah salak dan produk derivatif dan pemasaran produk. Dan lebih dari pada itu, Kelompok kerja juga mengembangkan keuangan mikro bagi masyarakat yang membutuhkan, dengan memberikan beberapa pelatihan tentang bisnis dan kewirausahaan. • Mengintegrasikan pendekatan bottom-up dan top-down, Community Partisipatory dan mengembangkan perencanaan dari bawah Para ahli bersama masyarakat dan aparatur desa melihat potensi dan risiko desa, kemudian mencoba untuk merancang perencanaan bersama.
Desa adalah komunitas kompleks yang memiliki sistem sendiri. Hal ini sangat penting untuk menjadi bagian dari desa sehingga program, proyek atau perencanaan baru dapat meningkatkan kualitas dan potensi desa.
Hampir semua desa di Indonesia memiliki koperasi sebagai lembaga keuangan yang dikelola oleh masyarakat desa itu sendiri. Pendidikan dasar tentang keuangan mikro benar-benar berguna untuk koperasi di pedesaan. Perbaikan sistem melalui koperasi dapat memperbaiki pengelolaan dana desa. • Perencanaan dan Perancangan A Proyek Strategis Village • Peningkatan Produksi Desa dan Peningkatan Alternatif Kerja • Mengembangkan Investasi Sosial dan Perancangan Usaha Sosial • Mengenalkan Kebijakan-kebijakan ke Desa-Desa dan Merancang Kebijakan Strategis • Membawa Teknologi dan Energi ke Pedesaan Internet dan sistem yang baik dapat membantu pemasaran produk desa. Lebih daripada itu ditribusi gas nasional sering tidak datang ke pedesaan sehingga energi atas inisiasi masyarakat harus dikembangkan di desa-desa di Indonesia, misalnya pemrosesan kembali sampah untuk biogas, generator air bisa memberikan sumber energi alternatif bagi masyarakat di pedesaan. • Pendidikan Kontekstual untuk Pemuda Desa Calon Pemimpin Desa Pendidikan merupakan masalah utama bagi beberapa warga desa. Kesenjangan hidup antara desa dan kota membuat pendidikan mahal untuk desa. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat di atas dengan merancang pendidikan kontekstual, seperti sekolah pertanian, sekolah pertukangan. • Mengintegrasikan program strategis desa dengan Agenda Nasional Strategi dan Pengembangan Sister Villages (desa-desa yang terintegrasi dengan program nasional dan global) Sister Village adalah visi yang menawarkan desa-desa terpadu masa depan di Indonesia untuk bekerja sama untuk kepentingan yang lebih besar bagi masyarakat di desa, nasional dan global.
TRancangan kota dan bangunan-bangunan kokoh adalah jenis proyek yang dinilai dapat memberikan keuntungan yang relatif besar dan cepat untuk perusahaan-perusahaan arsitektur, arsitek berlisensi, pemerintah, pengembang dan investor. Namun pada kenyataannya, manfaat yang diberikan relatif singkat bagi mereka, kota dan masyarakat. antangan lain yang harus dihadapi oleh perencanaan desa dan program desa ini adalah beberapa pemerintah daerah masih menyukai jenis proyek pembangunan kota dan fisik yang besar-besaran karena dinilai memberikan mereka kemudahan dan keuntungan yang cepat dan besar dalam periode waktu yang singkat selama mereka memerintah.
Investasi Sosial, Kelompok Kerja, dan Program Kerja
7
Angin segar datang dari program pemerintah, Dana Desa, yang merupakan salah satu program andalan dari Kabinet Kerja 20142019. Program pemerintah Indonesia saat ini menitikberatkan pemerataan pembangunan ke desa-desa. Kabinet Kerja 2014-2019 merencanakan untuk memberikan kembali perhatian ke pembangunan pedesaan dengan meningkatkan dana pembangunan pedesaan.
An Introduction to Urban Rural Planning, Urban Rural Design, Urban Rural Policy
Oleh: Vidya Spay S.T.,M.Sc.(Researcher MGI) Urbanisasi
Pada awalnya, permukiman di Indonesia dibangun oleh masyarakat. Ekspresi di permukiman tradisional mewakili budaya dan agama yang dijalani oleh masyarakat. Permukiman tradisional dibangun merespon aturan adat, kondisi alam dan iklim. Kegiatan ekonomi, dan sistem hidup dalam komunitas tradisional dirancang dan diatur oleh masyarakat itu sendiri yang bersifat berkelanjutan. Seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran besar dalam penataan permukiman, arsitektur, perencanaan regional dan rancang perkotaan. Ada begitu banyak sekolah dan organisasi yang melahirkan arsitek dan perencana kota. Satu per satu, tanah yang diintervensi oleh arsitek dan perancang perkotaan, menjadi sebuah kota. Kata pengembangan masih sering dikaitkan dengan pembangunan ekonomi dan fisik yang sering diidentikkan dengan pembangunan kota baru. Gedung pencakar langit, super blok, apartemen, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan mewah, dan kota-kota besar adalah sebuah produk yang mudah untuk direkayasa untuk menjadi sebuah bisnis arsitektur, properti dan investasi. Maka tidak jarang kita temui sebagian besar bangunan kokoh dan megah tersebut tidak menyatu dengan lanskap dan masyarakatnya. Beberapa perencanaan dan perancangan kota saat ini hanya berakhir menjadi produk investasi.
Pemerataan Pembangunan Desa-desa yang berkarakter
Dengan 1,4 miliar rupiah per desa untuk 7200 desa, yang merupakan 10% dari transfer dana ke daerah yang sebesar 640 triliun rupiah untuk pembangunan pedesaan ditekankan untuk 3200 desa tertinggal atau dengan rencana anggaran dan kerja yang lain. Terlepas dari jumlah total desa akan dikembangkan dan anggaran total yang masih didiskusikan, Marwan Ja’far, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menargetkan 5000 desa mandiri pada tahun 2015. Program ini juga akan didukung oleh UU Desa dan diawasi oleh Tim Monitoring dan Komisi Pemberantasan Korupsi (juga dikenal sebagai KPK). Ini adalah kesempatan yang baik ketika paradigma baru dalam Pemerintah Indonesia bertemu dengan paradigma perencanaan baru yang menempatkan kepedulian pada pemerataan pembangunan pedesaan dan pencarian terhadap strategi percepatan pembangunan desa yang berkarakter. Perjalanan solo ke beberapa desa di Norwegia adalah sebuah pengenalan bahwa sebuah desa terpencil yang kecil dapat memiliki produktivitas yang tinggi dan manfaat yang berkelanjutan bagi penduduk desa tersebut, nasional dan global, jika didukung oleh strategi yang tepat dan kebijakan strategis. Jumlah penduduk yang sedikit tidak menjadikan Norwegia menjadi negara yang memiliki produksi yang kecil. Sebuah produksi ikan salmon di sebuah desa di Trondheim, yang dikelola oleh 6 anak muda dan diberi nama SalMar, mampu menghasilkan produksi ikan salmon yang diekspor ke banyak negara. Kekurangan tenaga manusia menjadikan sebagian produksi peternakan, perikanan atau pertanian memanfaatkan robot-robot seperti di sebuah pabrik ikan salmon, Flatanger Settefisk, yang dikelola oleh 10 orang muda dan dewasa di Trondheim, yang dapat diakses kurang lebih 1 jam dari stasiun Steinjer dengan kendaraan pribadi harus menggunakan robot dokter untuk menyuntik berton-ton ikan salmon yang dibudidayakan di dalam pabrik. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang sangat luas terbentang seharusnya mampu memproduksi hasil bumi lebih besar lagi.
Infrastruktur yang merespon alam dan menghubungkan desa-desa peternakan, pertanian dan nelayan di Norway
5
8
Distributed Energy dan Ketahanan Nasional
Oleh: Sharlini Eriza Putri, S.T., MSc, DIC
Bisnis: Pemerintah Pusat: (+) Visi dan aspirasi dalam memaksimalkan peran distributed energy bagi pengembangan daerah tertinggal (-) Waktu pengerjaan project yang cepat namun terbatas pada ketersediaan SDM ahli di BUMN
(CEO Mata Garuda)
Dalam Buku Putih Pertahanan disebutkan bahwa ancaman pertahanan negara Indonesia tidak hanya mencakup masalah keutuhan teritori tetapi juga ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, dan social unrest. Selain keterbatasan anggaran pertahanan, karakter geografis negara Indonesia yang terdiri dari 17.500 pulau juga menghambat reaksi cepat penanganan masalah terutama di daerah-daerah pelosok. Sejak kemerdekaan, mayoritas ancaman pertahanan merupakan ancaman internal yang terdiri atas separatisme, terorisme, social unrest, dan konflik komunal. Territorial dispute dengan negara tetangga juga menambah ancaman pertahanan nasional. Salah satu kasus territorial dispute terjadi pada Desember 2002, International Court of Justice (ICJ), pada konflik teritori antara Malaysia dan Indonesia, memutuskan jatuhnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia karena dinilai lebih berhasil dalam mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan derajat kehidupan masyarakat di kedua pulau tersebut. Selain melalui diplomasi dan dasar hukum yang kuat, hal utama yang diperlukan dalam mempertahankan teritori NKRI adalah okupansi berkelanjutan dan pengembangan sosial ekonomi. Namun ketidaktersediaan infrastruktur seperti air tawar dan energi yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat menghalangi proses okupansi tersebut. Menimbang lokasi pulau-pulau terluar yang cenderung terisolasi dan berada di luar jangkauan distribusi listrik, gas, minyak maupun air bersih, maka distributed energy dapat berperan aktif dalam penyediaan infrastruktur dasar. Secara singkat, distributed energy adalah bentuk penyediaan energi, yang normalnya dalam bentuk penyediaan listrik, dalam skala kecil (<15 MW) dan tidak bergantung pada ketersediaan electricity grid. Sumber energi yang digunakan dapat berasal dari sumber daya energi konvensional seperti minyak bumi, gas alam, maupun sumber daya terbarukan seperti air, angin, tumbuhan dan sinar matahari. Salah satu contoh yakni integrasi antara pembangkit listrik tenaga mikrohidro dan tenaga solar dari pemanfaatan sumber daya energi lokal dengan reverse osmosis membrane. Selain untuk sistem penerangan, listrik yang diproduksi dari distributed energy digunakan untuk menggerakkan pompa yang meningkatkan tekanan fluida air asin/ payau dan kemudian dialirkan ke reverse osmosis membrane yang akan membagi aliran menjadi air bersih dan larutan garam.
6
(+) Generasi muda yang memiliki pemahaman akan teknologi strategis dan sedang merintis sebagai entrepreneur (-) Bingung mencari jalan untuk bekerjasama dalam menyukseskan program pemerintah (-) Terkendala masalah keamanan dalam menembus daerah pedesaan yang belum dikenal
Dibutuhkan suatu wadah "Think Tank" untuk membantu Pemerintah dalam menjalankan program strategis nasional yang memihak kepentingan dan memberikan dampak maksimum bagi bangsa Indonesia yang berkelanjutan. BUMN: (+) Sadar akan pentingnya distributed energy dalam meningkatkan electricity ratio. Misal Program 1 juta Solar Panel PLN (-) Terbatas pada masalah ketersediaan SDM dan transportasi dalam menjelajah rentang geografis Indonesia yang luas
Masalah lain yang muncul karena tidak tersedianya distributed energy yakni, berdasarkan data Badan Intelijen Nasional, kerugian negara pada tahun 2003 akibat illegal fishing mencapai 20 tTriliun rupiah dan 10 tTriliun rupiah akibat penebangan liar. Kurangnya strategic monitoring infrastructure seperti radar merupakan salah satu penyebab kerugian tersebut. Adapun faktor utama yang menghambat pembangunan monitoring infrastructure terutama di daerah remote/ blank spot adalah ketiadaan jaringan listrik. Menekankan pentingnya monitoring infrastructure dan mempertimbangkan kondisi geografis Indonesia serta lansekap yang bergunung-gunung sehingga menghambat pembangunan jaringan listrik yang tersentralisasi, maka distributed energy merupakan salah satu solusi terbaik. Saat ini penggunaan distributed energy dalam bentuk portable genset menggunakan BBM Solar sudah merupakan hal yang standar. Namun pencabutan subsidi BBM dan keterbatasan minyak bumi membatasi jumlah solar yang dapat digunakan untuk kepentingan ini. Terdapat dua opsi yang ditawarkan guna memanfaatkan distributed energy bagi kepentingan nasional. Opsi pertama adalah mengombinasikan utilisasi sel surya, pembangkit mikro hidro, fuel cell dan pembangkit tenaga air guna memproduksi listrik yang digunakan untuk mengoperasikan ground-based radar. Meskipun demikian, ground-based radar hanya cocok untuk daerah tertentu karena memiliki radius coverage terbatas. Oleh karena itu, opsi kedua yang ditawarkan adalah space-based radar yang memiliki radius coverage cukup luas. Space-based radar ini membutuhkan jaringan pendukung berupa ground stations dimana kebutuhan listrik dapat disuplai oleh distributed energy menggunakan sumber daya lokal yang tersedia. Terlepas dari peran distributed energy yang telah disebutkan diatas, distributed energy juga dapat memberikan manfaat tambahan dalam penanganan bencana alam. Sebagai contoh, fuel cell yang diperkenalkan oleh supplier asal Inggris dalam penanganan bencana Merapi tahun 2010 telah membuktikan performansi yang lebih efisien dibandingkan dengan generator solar pada umumnya.
Militer: (+) Kemampuan operasional dalam menjelajah daerah daerah tertinggal di Indonesia (-) Penguasaan teknologi yang terbatas dalam hal distributed energy
Social entrepreneurship yang menyediakan solusi infrastruktur energi guna memberikan manfaat ekonomi bagi penduduk di daerah terpencil merupakan salah satu solusi yang bisa ditawarkan. Dengan bermodalkan dana sekitar dua juta rupiah, maka penduduk dapat mendapatkan solar panel dan kulkas pendingin ikan dengan lifetime sekitar 3 tahun. Kulkas ini diharapkan dapat dimaksimalkan pengunaannya untuk menyimpan hasil tangkap sehingga ikan dapat lebih tahan lama. Salah satu inisiatif yang telah diimplementasikan oleh Pemerintah Jerman GIZ (Gesellschaft fĂźuer Internationale Zusammenarbeit) yakni membangun 297 mini grids yang telah menggerakkan lebih dari 1300 bisnis rumahan di daerah pedesaan dengan menyediakan paket solar panel dan lampu rendah wattberdaya rendah. Panas yang dihasilkan oleh lampu ini dapat digunakan sebagai inkubator telur ayam sehingga produksi telur dapat ditingkatkan dan selanjutnya meningkatkan ekonomi keluarga. Meskipun penyediaan distributed energy dapat berdampak langsung pada kenaikan standar hidup, hal itu juga dapat memberikan dampak negatif bagi bangsa Indonesia jika pengelolaannya tidak tepat. Salah satunya yakni jika disediakan akses energi dan dibangun sekolah dengan fasilitas internet; konten internet yang tidak difilter dengan baik dapat menjadi â&#x20AC;&#x153;pintuâ&#x20AC;? masuk doktrin dan isu yang tidak tervalidasi serta intervensi yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Namun potensi dampak negatif ini tidak boleh menjadi justifikasi untuk tidak mempercepat pembangunan fasilitas distributed energy terutama di daerah tertinggal. Ide pengembangan distributed energy untuk daerah pedesaan di Indonesia divisualisasikan dalam matrix sebagai diatas.
MATA GARUDA INSTITUTE TEAM: Rully Prassetya, S.E., MPP, M.Sc. Co-Founder; Director of Mata Garuda Institute Macroeconomics, Development Economics
Muhammad Gibran, Ing., S.T., M.Sc. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Energy, Power Sector and Petroleum Engineering
Almag Fira Pradana, S.T., M.Sc. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Energy, Power Sector and Petroleum Engineering
Akbar Nikmatullah Dachlan, S.E., M.Sc. Researcher of Mata Garuda Institute Macroeconomics, Development Economics
Dea Fitri Amelia, S.T., M.Sc., M.Phil. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Industrial Engineering, System Dynamics
Annisa Rahmani Qastharin, S.T., M.Sc. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Industrial Engineering, Entrepreneurship and Innovation Management
T.A. Octaviani Dading, S.Hum., M.Sc. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Social Anthropology
Arditto Trianggada, S.T., M.Sc., DIC. Co-Founder and Chief Recruitment Officer, Teknik elektro, research
Vidya Spay P. A., S.T., M.Sc. Co-Founder; Researcher of Mata Garuda Institute Architecture dan Pemerataan Pembangunan
7
get us also @:
thinktank.matagaruda.co.id
Tentang
Mata Garuda Institute Bulletin
Assalamuâ&#x20AC;&#x2122;alaikum wr wb. Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan yang senantiasa memberikan kemudahan dalam melaksanakan segala urusan hingga kami mampu menyelesaikan edisi perdana dari Mata Garuda Institute Bulletin (MGIB). Walaupun pada mulanya penulisan buletin ini direncanakan untuk terbit pada akhir Februari 2015, namun dengan kerja sinergis tim redaksional, kami dengan kerendahan hati berhasil menghadirkan edisi pertama Buletin Mata Garuda Institute satu bulan lebih cepat dengan tema pemberdayaan potensi dan pemerataan pembangunan desa. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh direksi LPDP, seluruh rekan-rekan organisasi Mata Garuda, tim penulis, tim redaksi, serta seluruh tim riset devisi think tank yang telah bekerjasama untuk terbitnya buletin bulanan MGIB. Buletin yang berada di tangan anda ini merupakan buletin ilmiah-popular pertama yang mengkaji potensi di Indonesia dari segala lini bidang studi. Para penulis buletin ini merupakan awardee yang sedang bersekolah baik di dalam maupun luar negeri dan segenap alumni penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI-LPDP) dari berbagai bidang (perekayasa (engineer), peneliti, dan akademisi dari berbagai lembaga riset), sehingga kajian yang diangkat dalam MGIB merupakan kajian mendalam yang memang ditulis oleh pakar-pakar di bidangnya. Kehadiran Mata Garuda Institute Bulletin ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para cendekia, para praktisi, bahkan para penentu kebijakan akan ulasan mengenai potensi atau permasalahan di Indonesia beserta solusinya. Hal yang membuat buletin ini berbeda dengan kajian pada umumnya adalah cakupan temanya yang komprehensif beserta paparan riset ilmiah dari berbagai sudut pandang keilmuan seperti keteknikan, sosial, ekonomi, kesehatan, entrepreneurship dan sebagainya. Bila selama ini buletin pada umumnya hanya mengangkat satu tema saja seperti ekonomi atau keteknikan, maka buletin ini mensinergikan beberapa disiplin ilmu aplikatif yang relatif baru untuk kajian pemberdayaan potensi di Indonesia. Data yang dipaparkan dalam buletin ini pun didapatkan dari perjalanan survei dan riset; serta merupakan kajian praktical yang sangat berguna dalam pemercepat perkembangan perekonomian Indonesia. Buletin ini juga berperan sebagai media terbentuknya ide untuk pemberdayaan potensi wilayah dan juga untuk mempercepat rural empowerment di daerah tertinggal. Akhirnya kami berharap buletin ini dapat memberi sumbangsih kepada perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia serta menjadi khazanah baru terkait ide-ide percepatan pembangunan negeri dalam mempersiapkan dirinya mencapai Indonesia Emas di tahun 2040. Amin ya Rabbal Alamin. Wassalamuâ&#x20AC;&#x2122;alaikum wr wb. Muhammad Gibran, Ing., S.T., M.Sc. Koordinator Mata Garuda Institute Bulletin
Sampai jumpa di Edisi berikutnya
8