Edisi 2 | Maret 2015 Ketahanan Pangan dan Prospek Komoditi Ekspor
MATAGARUDA INSTITUTE
BULLETIN
melahirkan buah pikiran, menumbuhkan gagasan, membawa perubahan Pengantar Redaksi Asssalamu'alaikum wr. wb. Alhamdulillah, atas berkah dan rahmat Tuhan YME kami dapat menyelesaikan edisi kedua Mata Garuda Institute Bulletin (MGIB), mengikuti edisi perdana yang kami luncurkan pada Indonesia Leadership Forum (ILF) lalu. Untuk edisi ini, kami memilih tema Ketahanan Pangan dan Prospek Komoditi Ekspor karena kenyataan ironis bahwa Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris dan maritim sangat bergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Isu ketahanan pangan merupakan isu strategis; sehingga Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia mencapai swasembada pangan dalam 3 tahun mendatang. Kami berharap, artikel yang terdapat dalam buletin edisi ini turut memberi kontribusi dalam pencapaian target tersebut. Sebagai tindak lanjut edisi perdana tentang Pemberdayaan Potensi dan Pemerataan Pembangunan Desa, kami sengera menerbitkan buku ProgramProgram Strategis Pembangunan Desa. Mengingat kekayaan intelektual keluarga LPDP yang begitu beragam, kami mengundang seluruh alumni dan awardee untuk berkontribusi untuk penulisan buletin dan buku. Sejak kami membuka pendaftaran, antusias publik sangat luar biasa. Besar harapan kami melihat semangat rekan-rekan, bahwa mencapai Indonesia Emas di tahun 2045 bukan angan semata. Akhir kata, kami terus berupaya melakukan perbaikan atas penerbitan buletin ini, termasuk melalui penggunaan kode ISSN (mulai edisi Mei 2015) serta peningkatan jangkauan pembaca (readership) buletin ini. Terima kasih dan selamat membaca. Wassalamu'alaikum wr. wb. Annisa Rahmani Qastharin Koordinator MGIB Content: 1. Sebuah Op misme untuk Industri Garam Indonesia. (1) 2. Pertanian Kota sebagai Modal Masyarakat Miskin Kota. (3) 3. DiversiďŹ kasi Pangan Lokal Sebagai Sumber Pangan Alterna f. (4) 4. Pemberdayaan Masyarakat Agraris Berbasis Kearifan Lokal. (5) 5. Op masi Lahan Pekarangan dengan Tanaman Rempah. (7) 6. Budidaya Jamur di Perkotaan. (8) 7. Energi Alterna f untuk Tambak. (10) 8. Wacana Swasembada Gula. (13) 9. Integrated Farming Sebagai Penyokong Pertanian Berkelanjutan. (14) 10. Transformasi Sistem Pertanian dan Pangan Dalam Pembangunan Pertanian Indonesia. (16) 11. Pembuatan Permen Ekstrak Daun Sirih Sebagai Produk Indigenous. (18)
www.thinktank.matagaruda.co.id; matagarudainstitute@gmail.com
1. Sebuah Optimisme untuk Industri Garam Indonesia Oleh: Muhammad Gibran (LPDP, PK-2) Msc in Engineering in the Coastal Environment, University of Southampton
Sebuah potensi yang sangat besar. Dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan dan semua provinsi di Indonesia memiliki wilayah pesisir atau lahan yang berbatasan langsung dengan laut. Namun, negara yang memiliki total pesisir terpanjang di dunia ini justru masih mengimpor garam setiap tahunnya. Produksi garam dalam negeri masih belum self-suďŹƒcient baik secara kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi kebutuhan industri maupun kebutuhan pangan. Secara logika, setiap propinsi di Indonesia dapat memanfaatkan potensi lahan pesisir dan memberdayakan masyarakatnya untuk memproduksi kebutuhan garam. Jika asset daerah dan sumberdaya masyarakatnya termanfaatkan secara eďŹ sien, maka Indonesia tidak perlu lagi mengimpor garam. Terlebih, dengan pemanfaatan teknologi, Indonesia sebenarnya mampu merajai pasaran garam dunia. Tetapi mengapa sekarang kita masih belum mencapai swasembada garam?
srategis karena semua orang m e n g k o n s u m s i n ya . D i l i h a t d a r i pemasarannya garam dibagi menjadi dua, yaitu garam konsumsi dan garam industri. Sedangkan jika dilihat dari kadar Natrium Chloride (NaCl), garam dibagi menjadi empat, yaitu: garam pengawetan ikan, garam konsumsi pangan, garam industri, dan garam farmasi (untuk keperluan infus, shampo, dan cairan dialisat). Data Kebutuhan Garam Data Kementrian Kelautan dan Pe r i k a n a n ( K K P ) m e n u n j u k k a n kebutuhan garam nasional saat ini sebanyak 4,02 juta ton yang terdiri atas 2,05 juta ton garam industri dan 1,96 juta ton garam konsumsi. Sedangkan dari kebutuhan industri sendiri kebutuhan garam naik sekitar 50 ribu ton per tahunnya. Kontrasnya, produksi garam dalam negeri mengalami penurunan setiap tahunnya lantaran panen garam yang pendek, karena itu volume impor garam akan terus meningkat jika tidak ada perubahan sistem. Data dari KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) dibawah menunjukkan angka total kebutuhan garam nasional semenjak tahun 2010.
Pemanfaatan Garam Garam sudah menjadi komoditas politik karena menyangkut kepentingan bangsa. Garam merupakan komoditas
Contoh Industri Garam Modern di Bonneville Utah (http://marlimillerphoto.com)
Sumber: KIARA (2015)
2
Jika harga garam impor dihitung rerata Rp 500.-/kg, maka pembelian garam antara tahun 2010 hingga 2014 adalah berkisar antara Rp 975 milyar hingga Rp 1,4 Trilyun per tahunnya. Harga yang signifikan ini sebenarnya bisa dialihkan untuk membeli teknologi dari luar negeri misalnya perangkat untuk pengeringan (mesin kristalisasi) garam, mesin screening, conveyor, peralatan vibroprocess, packaging machine, dsb. Pemilihan teknologi yang tepat dapat menghasilkan rerata 8 ton garam per jamnya. Rendahnya harga garam impor memaksa petani garam lokal membanting harga. Jika sebelumnya harga garam dari petani adalah Rp 750.-/kg untuk kualitas 1, setelah pemerintah mengimpor garam petani terpaksa menurunkan harga menjadi Rp 400.-/kg untuk dijual ke pabrik pengolah (seperti PT Garam). Terlebih jika musim penghujan, produksi garam dari tambaktambak tradisional pasti mengalami kendala sehingga harga garam lokal menjadi naik. Sayangnya, pasar akan tetap memilih produk impor yang kualitasnya terjamin dan harganyapun tetap terjaga. Angka fluktuatif produksi garam pada grafik sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi petani garam di Indonesia masih belum stabil. Kualitas garam dari petani dan industri rumahtangga juga tidak sebaik produk impor, seperti kadar air yang lebih dari 5%, kadar NaCl dibawah 95%, dsb, membuat garam lokal kalah bersaing di pasaran dalam negeri sendiri. Harga jual yang tidak stabil membuat petani garam merasa pesimis untuk melanjutkan produksi pembuatan garamnya; dan lambat laun hal ini menyebabkan berkurangnya produksi daerah dan meningkatnya kebutuhan impor garam. REFORMASI Industri Garam Nasional.
Untuk meningkatkan produksi garam nasional, perlu diusulkan
empat hal, yaitu: pembenahan administrasi niaga, pembentukan lembaga independen, pemberdayaan masyarakat pesisir, dan optimasi industri secara on-farm dan off-farm. Pembenahan Administrasi Niaga dan Pembentukan Lembaga Independen. Pembentukan tata kelola niaga yang baik secara otomatis akan membentuk frame hukum yang prorakyat. Jika selama ini industri garam diatur oleh tiga lembaga negara (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan), maka kedepannya perlu dibuat sebuah lembaga independen yang secara khusus mengatur industri garam nasional, seperti Salt Commissioner di India. Adanya banyak campur tangan menunjukkan akan adanya banyak pihak yang berkepentingan dengan bisnis ini. Hal ini sering kali dituding sebagai penyebab utama gagalnya usaha garam rakyat serta tingginya volume impor yang berdampak langsung terhadap jatuhnya harga garam dari petani lokal. Jika sebelumnya tata administrasi niaga adalah sebagimana yang diilustrasikan pada Bagan 1, maka kedepannya penulis mengusulkan agar tata niaga industri dibentuk seperti pada Bagan 2.
ladang garam garam dari ladang milik pabrik / swasta dikirimkan langsung ke pabrik pengolahan garam. Bagan 1
petani garam
petani menjual garam langsung dari ladang dengan harga yang ditentukan oleh pabrik.
industri rumah tangga
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di wilayah tepi laut; hal ini mengindikasihan bahwa wilayah pesisir sesungguhnya memiliki potensi jumlah tenaga k e r j a ya n g b e r l i m p a h . U n t u k meningkatkan produktifitas dan memajukan petani garam adalah dengan melibatkan atau memberdayakan masyarakat pesisir dalam industri hulu (tambak garam, modal usaha, dan teknologi) hingga industri hilir (pengolahan, quality control, pengemasan, dan pemasaran). Optimasi On-Farm dan Off-Farm. Hal teknis yang diperlukan untuk meningkatkan produksi garam adalah dengan memperbaiki sistem industri baik itu on-farm maupun offfarm. On-farm adalah memaksimalkan produksi lahan pertanian garam. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: (a) memilih tempat industri dengan memperhatikan iklim, letak geografis, suhu udara rerata, intensitas sinar matahari, dan kelembaban, (b) penerapan teknologi yang tepat guna untuk meningkatkan efisiensi lahan garam yang sudah ada, misalnya dengan alat berat, dan yang terakhir (c) adalah upaya perluasan lahan garam. Perluasan lahan garam dapat
Kemeperin Kemendag KKP pihak lain
INTERVENSI kebijakan IMPOR garam
eksportir
pabrik
distributor
Ÿ pengolahan Ÿ pengemasan
Ÿ pemasaran Ÿ penjualan
Industri kecil menjual garam ke distributor / langsung ke pasar
pasar Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ
konsumsi, pengawetan ikan, industri farmasi, industri lain.
Badan Independen Bagan 2
ladang garam
pabrik
disributor
garam dari tambak milik swasta Ÿ menggunakan teknologi modern, atau petani dikirim langsung ke Ÿ standarisasi kualitas produksi, pabrik pengolahan. Ÿ petani adalah sekaligus pengelola dan pemilik saham. pabrik.
pasar
pelaku distribusi adalah: Ÿ kelompok masyarakat, Ÿ individu petani, Ÿ badan usaha, dll.
Wewenang Badan Independen: membuat sistem untuk mempercepat produksi garam berkualitas, melindungi dan menumbuhkan usaha rakyat, membuat regulasi harga yang wajar, mengatur kebijakan impor dan ekspor, mengusahakan pemasaran, meminimalisir pengaruh nega f dari kepen ngan poli k.
3
dilakukan dengan proporsi yang sewajarnya dan dikombinasi dengan metode off-farm, yaitu pembuatan garam dengan teknologi modern tanpa harus menggunakan lahan yang luas. Misalnya dengan mesin kristalisasi atau vibroprocess, pabrik dapat dihasilkan garam dengan cepat dan berkualitas. Berikut adalah contoh pertimbangan dalam pemanfaatan mesin modern. Proporsi atau optimasi dari kombinasi on dan off-farm tentu perlu dikaji secara mendalam. Jangan sampai pembukaan tambak garam baru ternyata berpengaruh terhadap ekosistem pesisir. Karena itu perlu a d a n ya E n v i r o n m e n t a l I m p a c t Assessment untuk tercapai titik temu antara kebutuhan ekonomi dan keberlangsungan ekosistem pantai.
Kekurangan
Keutamaan Ÿ
Ÿ Ÿ
Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ
tidak memerlukan lahan yang luas (mendukung reforestation bioma mangrove di kawasan pesisir), air laut dapat diambil dari tengah laut (relatif lebih bersih), kualitas produk yang dihasilkan lebih baik (kadar NaCl > 97%, kadar air < 3%), quality control lebih mudah, produksi relatif lebih cepat (mencapai 10 ton per jam), tidak terpengaruh cuaca, dan human capital petani dapat diberdayakan untuk hal yang lebih produktif, (di pabrik / di tempat lain).
Ÿ
Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ
Ÿ Ÿ
membutuhkan sosialisasi dan pembelajaran khusus untuk kalangan pemula, modal awal relatif tinggi, membutuhkan tenaga ahli / teknisi yang didatangkan dari luar daerah, membutuhkan biaya perawatan dan operasional mesin, pencemaran suhu air dari pendinginan mesin pabrik dapat berdampak pada lingkup kecil biota estuari / pantai, polusi udara dan polusi suara dari mesin pabrik, dan membutuhkan bahan bakar / listrik untuk mesin.
Dengan tata kelola niaga, didukung oleh rekonstruksi system baik on maupun off-farm, birokrasi yang mudah, perlindungan hukum yang prorakyat, dan juga melibatkan masyarakat petani garam secara keseluruhan dari hulu hingga hilir maka negara Indonesia akan segera mencapai swasembada garam dan tidak mustahil untuk menjadi pemasok utama garam di pasar global. (-)
2. Pertanian Kota sebagai Modal Masyarakat Miskin Kota Oleh : Achmad Faris Saffan Sunarya, (LPDP, PK-17) Graduate Student Urban Management, TU Berlin
Integrasi Tata Ruang Perkotaan pada Produksi Pangan Saat ini dunia tengah berperang melawan kelaparan, disaat pesatnya urbanisasi berdampak pada berubahnya lahan pertanian menjadi lahan perumahan. Sebuah studi dari Pusat Sosio/Ekonomi dan Kebijakan Pertanian oleh Bambang Irawan (2005) mengungkapkan bahwa lahan pertanian di Pulau Jawa dan luar Jawa telah dikonversi sebanyak 110.160 ha pada tahun 2000- 2002. Di Indonesia, hanya Kabupaten Bantul yang mampu menerapkan kebijakan kuat untuk menahan konversi lahan pertanian menjadi lahan perumahan. Tidak dapat dipungkiri, jika menahan konversi lahan saat ini adalah sesuatu yang sulit. Tekanan kebutuhan pasar akan lahan banyak menggoyahkan para pemilik sawah untuk menjual lahan mereka kepada investor karena lemahnya kebijakan proteksi lahan pertanian. Di tatanan global, wacana perencanaan ruang mulai banyak memperhatikan isu ketahanan pangan sebagai aspek strategis bagi sistem perkotaan. Tarikan hubungan antara desa-kota merupakan suatu gaya yang tidak bisa dihindari. Namun saat ini kekuatan ekonomi kota selalu menjadikan desa sebagai loser dalam ekonomi dan tata ruang. Dampaknya, semakin banyak desa yang berubah menjadi kampung kota yang kumuh. Desa juga semakin banyak kehilangan anak muda yang tergiur migrasi ke kota, ketimbang mengembangkan usaha tani.
Lahan sawah di samping sebuah rumah di Ubud, Bali. (foto oleh penulis)
Saat ini ada pertanyaan utama tentang bagaimana megintegrasikan produksi pangan dalam tata ruang: (1) Bagaimana kita dapat mengelola lahan agar produktif bagi ekonomi dan pangan; dan (2) Bagaimana kita dapat menerapkan pembangunan berkelanjutan dalam lahan? Ide untuk mengintegrasikan produksi pangan kedalam kota bermula di Kuba sekitar 20- 30 tahun yang lalu. Pada saat itu, kota- kota di Kuba memiliki kemampuan untuk memproduksi 70% suplai kebutuhan untuk bertahan ditengah embargo ekonomi. Hal ini menjadi lebih efisien, ketimbang memproduksi di desa yang membutuhkan ongkos transport lebih besar. Di sisi lain, kota di Amerika Serikat, yakni Milwaukee dan Detroit juga melakukan pendekatan pertanian perkotaan yang berbeda. Di Milwaukee, pertanian perkotaan dilakukan atas dasar kesukarelaan, sedangkan di Detroit dilakukan secara individu karena banyaknya pengangguran. Tantangan Pertanian Perkotaan Tidak dapat dipungkiri jika pertanian perkotaan membutuhkan dialog baru tentang bagaimana merancang ruang hijau lebih produktif serta bangunan
4
yang cocok untuk menghasilkan makanan di daerah perkotaan. Dalam berbagai cara, pertanian perkotaan telah menemukan bentuk yang berbeda baik tujuan maupun fungsinya. Di Kuba, misalnya, pertanian perkotaan bersebelahan dengan bangunan tempat tinggal dan kadang-kadang menempati ruang sosial di diantara blok-blok apartemen karena alasan keamanan dan rendahnya biaya transportasi. Di Bandung, kegiatan Bandung Berkebun dilakukan secara populer pada banyak lahan kosong milik publik ataupun pribadi dengan maksud mengoptimasi lahan. Adapun partisipasi penduduk Indonesia dalam pertanian perkotaan masih 10%. Hasil riset seorang ilmuwan Inggris, Katrin Bohn (2005), menunjukkan dampak ekonomi pertanian di perkotaan; bahwa setiap £10 biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi bahan makanan di perkotaan sesungguhnya sepadan dengan £25 harga makanan di wilayah pedesaan dan sepadan dengan £14 harga bahan makanan di supermarket. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pertanian perkotaan berurusan dengan m a s a l a h k e l a ya k a n fi n a n s i a l . Umumnya keuntungan yang diperoleh tidak lebih besar dari biaya tenaga kerja dan sewa. Dengan demikian, biasanya, cara untuk betahan adalah dengan menyewa tenaga kerja murah, atau bahkan sukarelawan yang dibayar untuk mengolah pertanian mereka. Tak heran bahwa pemerintah kota juga perlu mensubsidi pertanian perkotaan karena merupakan bagian dari infrastruktur publik. Tanpa adanya subsidi, pertanian perkotaan akan sangat sulit dipertahankan. Biasanya bisnis jenis ini hanya mampu bertahan selama 5 tahun di Jerman, dan hanya efisien untuk jenis tanaman sekunder, seperti jejamuran. Kesimpulan dan Rekomendasi Solusi Pertanian perkotaan pada konteks perkotaan Indonesia tidak cocok
dijadikan sebagai strategi utama menambah suplai makanan. Prinsip pengembangan pertanian di pedesaan masih perlu menjadi prioritas. Namun tentunya, hal ini perlu didukung dengan adanya kebijakan proteksi lahan pertanian yang kuat dari pemerintah setempat. Roh pertanian perkotaan akan cocok jika diterapkan pada lingkungan miskin perkotaan. Masyarakat miskin berpotensi mengelola lahan bersubsidi milik pemerintah untuk sekedar menanam holtikultira seabagai nutrisi tambahan selain beras. Masyarakat miskin perkotaan yang rentan terhadap fluktuasi harga pangan akan mampu beradaptasi jika memilki alternatif pasokan mandiri. Mereka pun bisa menjual hasil panen pertanian perkotaan, untuk kemudian ditukar menjadi bahan pangan pokok. Implementasi pertanian perkotaan sebaiknya didukung oleh subsidi lahan yang diberikan oleh pemerintah. Untuk mendekati masyarakat miskin sebagai sasaran utama, lahan subsidi dapat d i l e t a k k a n d i a n t a r a k a wa s a n permukiman kumuh. Asistensi teknis untuk optimasi produksi perlu dikerjasamakan dengan berbagai komunitas dan NGO (NonGovernment Organization). Lahan-lahan terbuka hijau perkotaan yang dikelola pemerintah dapat diarahkan untuk ditanami tanaman pangan. Jika lanskap taman didesain secara tepat, jenis-jenis tanaman holtikultura seperti cabai atau sawi dapat didesain sebagai tanaman dekoratif. Perawatan tanaman pangan dapat dikerjasaman dengan masyarakat miskin lokal secara swakelola. Referensi: Konversi Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan, Dan Faktor Determinan. Irwan, Bambang. Continuous Productive Urban Landscapes: Designing Urban Agriculture for Sustainable Cities. Viljoen, André, Katrin Bohn, and J Howe. Urban Agriculture, Poverty, and Food Security: Empirical Evidence from a Sample of Developing Countries. Zezza, Alberto, and Luca Tascio i.
Serundeng, produk olahan kelapa. Sumber (indochinekitchen.com)
3. Diversifikasi Pangan Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Oleh: Sumiyati Tuhuteru, (LPDP, PK-25), Master Program bidang Agronomi, Universitas Gadjah Mada.
“Hidup matinya suatu bangsa ditentukan oleh ketahanan pangan negara.” (Ir. Soekarno) Ketergantungan terhadap beras tidak hanya dialami oleh Indonesia, seperti disinyalir oleh Food Agriculture Organisation (FAO), beras adalah salah satu pangan kunci di dunia dan dimakan oleh sekitar 3 m i l i a r o r a n g s e t i a p h a r i n ya . Sedangkan di Asia, beras merupakan makanan pokok untuk sekitar 600 juta penduduk. Lebih dari 60% penduduk dunia atau satu milyar orang yang tinggal di Asia bergantung pada beras sebagai makanan pokok; dan, hidup dalam kemiskinan serta kekurangan gizi. Untuk itu program diversifikasi pangan perlu terus digalakan demi melepaskan Indonesia dari cengkeraman permintaan produk impor dan penggunaan satu jenis pangan tanpa memperhatikan komoditas lokal yang ada. Program ini bertujuan untuk mengalihkan sebagian konsumsi karbohidrat masyarakat dari beras menuju sumber pangan pokok non-beras sebagai upaya untuk mengurangi
5
Berbagai kue, produk olahan ubi, jagung, dan kelapa. Sumber (kompasiana.com)
konsumsi beras dalam negeri. Selain itu, program ini merupakan langkah konkret untuk meredam gejolak pangan dunia dan nasional di tengah ancaman perubahan iklim yang sementara terjadi. Keberadaan industri pengolahan makanan hasil pertanian di Indonesia yang paling besar adalah industri rumah tangga, kemudian industri kecil dan industri menengah dan besar. Industri rumah tangga adalah sebagai salah satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh petani di daerah pedesaan untuk peningkatan pendapatan keluarga. Industri kecil dan rumah tangga sangatlah penting sebab dapat menyerap kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian dan memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepungtepungan adalah : a. Memfasilitasi bantuan peralatan yang dapat menghasilkan tepung berbahan baku pangan lokal kepada penerima manfaat yang telah ditetapkan berupa satu set peralatan pembuatan tepung terdiri dari: alat perajang, pengering, penepung, dan pengayak. b. Melakukan pendampingan kepada usaha mikro bidang pangan dalam mengembangkan usahanya, antara lain: peningkatan kualitas produk, pengemasan, dan pemasaran hasil.
c. Memfasilitasi pengembangan pangan lokal spesifik (khusus di provinsi yang telah ditetapkan), pemilihan jenis teknologi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Kegiatan ini diarahkan agar dapat menghasilkan “nasi campur” atau “nasi non-beras” atau dikenal dengan ”beras analog” dari bahan dasar pangan lokal. Hasil pertanian dan budidaya pangan suatu daerah merupakan suatu aset ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu sangat tepat apabila sasaran pembangunan bidang pangan di Indonesia, diantaranya adalah: terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga, terwujudnya diversifikasi pangan, serta terjamin keamanan pangan. Beberapa contoh produk pengolahan bahan pangan lokal adalah : 1. Kelapa : menjadi geplek, minyak kelapa, serundeng, dsb. 2. Singkong : menjadi gethuk, tape, keripik, kerupuk, dsb. 3. Ubi jalar : tepung, aneka jajanan penutup, dsb. 4. Labu kuning : menjadi puding, kue lapis, pie, nogosari, dsb. 5. Jagung : menjadi emping, aneka cake, tallam, muffin, dsb. 6. Tempe : menjadi keripik, dsb. 7. Sagu : menjadi mie, tepung, kerupuk, bagea (khas ternate), aneka cake, dsb Dengan demikian terlihat jelas bahwa, pangan merupakan k e b u t u h a n d a s a r ya n g h a r u s dipenuhi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan mereka. Selain itu, pangan merupakan sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air ) yang menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya dan merupakan pilar penting bagi sebuah bangsa. (-)
4. Mewujudkan Ketahanan Pangan dengan Konsep Pemberdayaan Masyarakat Agraris Berbasis Kearifan Lokal Oleh: Rimba Supriatna (LPDP, PK-5) Magister Hukum Ekonomi, Universitas Indonesia
Realitas dan Problematika Ketahan Pangan Indonesia Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan (archipelagic state) yang kaya akan potensi sumberdaya alam maupun manusianya. Dengan potensi yang demikian bangsa Indonesia dituntut untuk mampu mengelola dan memanfaatkan anugerah kekayaan tersebut semaksimal mungkin untuk kepentingan seluruh rakyat sesuai dengan amanat konstitusi (hukum tertinggi) negara Indonesia. Salah satu kekayaan alam bangsa yang dapat dijadikan tonggak kemandirian dan keberhasilan pembangunan bangsa adalah potensi kekayaan pangan. Sehingga dalam hal ini pengelolaan dan pemanfaatan potensi pangan nasional menjadi suatu hal yang urgent untuk direalisasikan demi mewujudkan kesejahtraan komunal bagi rakyat Indonesia.
Siswono Yodo Husodo dalam Seminar Nasional Teknologi Pangan tahun 2001 mengatakan bahwa ketahanan pangan mempunyai peran strategis dalam agenda pembangunan nasional, karena: (1) akses terhadap pangan dengan gizi yang cukup merupakan hak yang paling asasi bagi manusia, (2) kualitas pangan dan gizi yang dikonsumsi merupakan unsur penentu yang penting bagi p e m b e n t u k a n s u m b e r d a ya
6
manusia yang berkualitas, dan (3) ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama yang menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan. Untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan ketersediaan pangan yang cukup setiap waktu, higienis, bermutu, bergizi, beragam, dan dengan harga yang terjangkau. Dituntut pula peran pemerintah beserta seluruh elemen bangsa tidak terkecuali bagi Awardee LPDP ya n g t e r d i r i d a r i k a l a n g a n intelektual sebagai sebagai agent of change (agen perubahan), iron stock (cadangan masa depan), dan policy control (pengontrol kebijakan) yang dalam hal ini memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Perlu kita ketahui bahwa program dan strategi ketahanan pangan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah pada saat ini belum mampu menjawab berbagai kompleksitas permasalahan pangan yang dihadapi bangsa ini. Beberapa diantaranya adalah adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal dan l a m b a t n ya p e r k e m b a n g a n , penyebaran dan penyerapan teknolongi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, sosial, citra dan daya terima. Permasalahan diatas menjadi faktor yang menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat ketahanan dan keamanan pangan yang rendah
dibandingkan dengan negara agraris lainnya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kasus malnutrisi yang terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2013 di Indonesia terdapat sekitar 100 juta penduduk yang berisiko terhadap masalah kekurangan gizi, sementara berdasarkan data survei sosial yang dilakukan oleh Indonesia Fight Poverty pada tahun 2013, angka gizi buruk yang diderita oleh balita sekitar 900 ribu jiwa atau 4,8% dari total jumlah balita Indonesia (23 juta). Peran Awardee LPDP dan Pemberdayaan Masyarakat Awardee LPDP sebagai salah satu tongkat estafet p e m b a n g u n a n d a n kepemimpinan bangsa tentu harus berperan untuk mewujudkan cita-cita nasional yaitu hendak mensejahterakan rakyat sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945. Maka dari itu penulis menawarkan solusi berupa pemberdayaan masyarakat agraris melalui peran mahasiswa Indonesia. Pe m b e r d a ya a n m a s ya r a k a t agraris dalam hal ini tidak dimaksudkan mengajak pemuda untuk menjadi petani akan tetapi lebih mendorong kepekaan dan kesedaran para intelektual muda untuk responsif terhadap problem pangan dan kesehatan bagi masyarakat dan proaktif untuk menggerakkan potensi m a s ya r a k a t a g r a r i s d a l a m mengelola dan memanfaatkan potensi pangan yang dimiliki. Adapun langkah kongkrit untuk menumbuhkan paradigma
agraris, yang pertama adalah p e n g e m b a n g a n r i s e t . Pa r a Awardee LPDP tentunya telah memiliki dasar keilmuan baik secara sosial maupun eksakta untuk melakukan riset akademik. Riset yang bersifat lintas sektoral sangat dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi pertanian, mengembangkan varietas-varietas unggul, mengembangkan teknologi di bidang kesehatan. Kedua, hasil riset tersebut akan digunakan sebagai instrumen untuk diikutsertakan dalam merumuskan kebijakan di sektor pangan dan kesehatan. Ketiga, mengkaji problem malnutrisi dengan pendekatan â&#x20AC;&#x153;Assessment, Analysis and Actionâ&#x20AC;?. Setelah adanya assessment mengenai malnutrisi, selanjutnya perlu dilakukan analisis mengenai p e n ye b a b n ya . B e r d a s a r k a n analisis penyebab dan penilaian sumberdaya yang tersedia, action dirancang dan dilaksanakan untuk mengatasi masalah. Malnutrisi merupakan manifestasi dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan. Namun demikian, identiďŹ kasi penyebab langsung malnutrisi pada kasus-kasus individual ataupun pada masyarakat dengan prevalensi malnutrisi yang tinggi tetap relevan untuk dilakukan agar dapat dilakukan penanganan yang sesuai konteks kasus maupun masyarakat. Keempat adalah melakukan kajian dan pembekalan terpadu secara berkelanjutan dengan m a s y a r a k a t u n t u k mendiseminasikan langkahlangkah strategis yang telah dan akan dilakukan kedepan dalam meningkatkan kualitas dan
7
kuantitas ketahanan dan keamanan pangan nasional. Dan kelima adalah memotret kemajuan dan keberhasilan penggunaan konsep dan pendekataan yang telah dilakukan untuk diperkenalkan kedalam rancangan kebijakan yang lebih bersifat formal serta mengikat (Peraturan Desa atau P e r a t u r a n Te k n i s D a e r a h ) sehingga lebih berkelanjutan. Saran Berdasarkan uraian diatas memang problematika ketahanan pangan dan kesehatan merupakan hak mendasar yang harus segera diatasi. Fakta diatas menuntut pelaksanaan pembangunan nasional harus mampu menopang derajat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu perancanaan p e m b a n g u n a n t i d a k h a n ya berorientasi ekonomi semata akan tetapi lebih pada konteks global yaitu keamanan manusia sebagaimana termaktub di dalam Program Millenium Development Goals. Sudah saatnya Awardee LPDP lebih responsif terhadap problem pangan dan kesehatan bagi masyarakat dan proaktif untuk mengerahkan potensi m a s ya r a k a t a g r a r i s d a l a m memanfaatkan potensi pangan yang dimiliki dalam rangka memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia menuju bangsa yang adil dan makmur. (-)
5. Optimalisasi Lahan Pekarangan dengan Tanaman Rempah Oleh: Abdul Aziz LuthďŹ (LPDP, PK-25) Magister Management, Universitas Indonesia
Lahan pekarangan, atau lahan yang ada di sekitar rumah, ternyata bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan terutama di daerah pedesaan. Kerap kali masyarakat desa memanfaatkan untuk menanam sayuran untuk menunjang konsumsi tiap hari seperti sayuran, ubi, singkong, dll. Lebih dari itu, pemanfaatan lahan pekarangan bisa juga untuk menambah pemasukan ekonomi masyarakat desa. Salah satunya adalah dengan menanam aneka tanaman rempah. Di negara kita tanaman rempah sangat beragam jenisnya mulai yang identik untuk bahan jamu dan obat-obatan, dari kunyit, jahe, pala, lada, temulawak, dll. Kebanyakan tanaman rempah cukup mudah pembudidayaannya. Sebagai contoh adalah kunyit. Umbi berbentuk rimpang yang berwarna kuning tua ini termasuk rempah yang cukup populer di masyarakat kita untuk bahan jamu. Bapak Zulkarnaen, seorang pemilik CV Shinta Pratama, pernah mencoba menanam kunyit di lahan seluas 7 hektar (ha) dan omzetnya cukup besar yaitu senilai Rp 90 juta perbulan. (Fitri Nur Arifenie; peluangusaha.kontan.co.id ).
Usaha Bapak Zulkarnaen tersebut dapat dijadikan salah satu bukti bahwa rempah-rempah cukup menjanjikan pasarnya; tidak hanya
contoh jenis tanaman rempah yang dengan mudah tumbuh dipekarangan rumah di Indonesia; dan juga bernilai tinggi di pasaran Eropa. (dari kiri ke kanan: jahe, serai, dan daun sweet basil). Sumber: wikipedia
di pasar lokal, tapi juga rempah Indonesia sudah menjadi komoditi ekspor dunia sejak dahulu kala. Kesempatan ini cukup bagus untuk dilewatkan masyarakat kita. Salah satu contoh adalah kelompok ibu PKK Desa Kebonsari Kec. Kebonsari Kab. Madiun yang berinisiatif mengadakan pelatihan pengolahan rempah-rempah dengan mengajukan proposal ke Dinas Sosial. Setelah mendapatkan kucuran dana di bulan Desember 2013, PKK Ds. Kebonsari mengadakan pelatihan yang berfokus pada produk jamu hasil pengolahan jahe, kunyit, kunyit putih, dan asem. Menurut Siti Fatimah, salah satu pengurus PKK, pengolahan rempah-rempah tersebut tidak terlalu sulit dan biayanya juga tidak terlalu besar. Kegiatan di Kebonsari ini merupakan salah satu contoh inisiatif masyarakat yang patut dihargai. T i d a k h a n ya d i p e n g o l a h a n , masyarakat juga punya peluang besar di penyediaan rempahnya sendiri. Apalagi ketersediaan lahan masih cukup luas di desa. Tentunya tidak mudah untuk mengalihkan fungsi lahan sawah untuk tanaman jenis ini di benak masyarakat. Karena sebagian besar masyarakat menganggap sawah sebagai sumber makanan pokok mereka. Salah satu yang ditawarkan di artikel ini adalah pemanfaatan lahan pekarangan untuk pembudidayaan rempah-rempah. Lahan pekarangan atau lahan di sekitar rumah di desadesa masih terbilang cukup luas dan eďŹ sien. Disimulasikan tiap rumah m e n y i s i h k a n l a h a n n ya s e l u a s minimal 20 m² (5m x 4m) untuk ditanami rempah-rempah seperti jahe, kunyit, dll. Memang besaran pendapatannya tidak terlalu memikat bila hanya dengan lahan seluas itu. Namun,
8
bila dikelola dengan baik dalam satu desa, akan menghasilkan nilai yang cukup besar. Misalkan dalam satu desa ada 500 KK, maka estimasinya 10.000 m2 lahan rempah-rempah. Hasil panen bisa diolah di industri jamu rumahan di desa tersebut. S e p e r t i ya n g d i c o n t o h k a n d i kelompok PKK Kebonsari di atas, pengolahannya sudah cukup bagus dengan menghadirkan produk jamu serbuk yang bisa diseduh. Tentunya ini meningkatkan nilai ekonomi dari rempah-rempah tersebut. Kemudian untuk masuk dunia pasar, rempah-rempah hasil panen bisa dimasukkan ke berbagai industri dalam negeri melalui kelompok tani di desa tersebut. Bahkan dalam pasar yang lebih luas, komoditi ini bisa dijual di pasar internasional. Apalagi rempahrempah Indonesia sudah terkenal di berbagai negara, bahkan sejak jaman kolonialisme dimana rempahrempah menjadi alasan beberapa negara Eropa berbondong-bondong datang ke tanah air kita. Pemanfaatan lahan pekarangan ini adalah salah satu langkah sederhana tapi kongkrit untuk mendorong perekonomian masyarakat desa. Tentunya ini memerlukan inisiatif dan partisipasi semua pihak terutama pemerintah desa untuk mendorong dan mendukung masyarakatnya. (-)
6. Inovasi Pertanian Masa Depan: Budidaya Jamur Berwawasan Lingkungan di Perkotaan Oleh: Susan H. Krisanti (LPDP PK-2) Master of Landscape Architecture , Royal Melbourne Institute of Technology
Cukup banyaknya produk pangan impor yang memadati pasar di Indonesia membuat petani Indonesia semakin sulit mendapatkan penghasilan yang dianggap memadai. Jika terus begini, semakin sedikit orang yang berminat menjadi petani. Namun, berbeda dengan teman-teman pemuda dari IDEAS Indonesia yang menjadi “petani jamur” masa kini. Dengan inovasi, kreatifitas, dan kolaborasi tim dari beragam keahlian, warna industri pangan bisa menjadi unik, menarik dan bahkan solutif bagi beragam masalah. Contohnya adalah strategi yang sedang dilakukan oleh IDEAS Indonesia dengan Growbox dan Mycotech yang sedang dikembangkan. Apa itu Growbox? Growbox adalah sebuah kotak sederhana berisikan bibit jamur tiram yang bisa dibudidayakan oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan
Ά
saja. Growbox ingin memberikan pengalaman yang mudah dan menyenangkan dalam menumbuhkan makanan kita sendiri. Cara membudidayakan jamur ini relatif mudah. Dengan menyemprotkan sedikit air sehari 23 kali, dengan waktu tunggu sekitar 2-4 minggu jamur akan muncul dan siap panen. Tidak berakhir disana, 1 box ini dapat digunakan selama 4 bulan dan nantinya jamur dapat dipanen hingga 3 - 4 kali.
Growbox dapat dikatakan sebagai produk yang berkontribusi pada sustainabilitas (keberlanjutan) dengan menggunakan medium tanam yang berasal dari limbah serbuk kayu industri atau biomassa dari limbah pertanian dan tidak menggunakan bahan kimia buatan agar menghasilkan jamur yang organik. Kemudian serbuk kayu dicampur dengan dedak, kapur, dalam kemasan plastik. Plastik ini disebut baglog atau medium tanam jamur. Jamur tiram dipilih karena daya tahan hidupnya yang kuat, perawatannya mudah, dan tempat hidup yang relatif fleksibel. Selain itu, Jamur tiram putih merupakan salah satu dari tujuh makanan “super” dunia karena kaya nutrisi. Ibaratnya di Indonesia ini kita memiliki term 4 sehat 5 sempurna, dan ternyata kandungan itu semua ada di dalam satu produk, yaitu Jamur Tiram Putih yang sudah tidak asing lagi dalam kuliner Indonesia.
sumber: IDEAS Indonesia, http://haloGrowbox.com/
9
Dengan riset dan prototyping, jenis jamur yang dikembangkan semakin beragam. Dimulai dengan Jamur Tiram Putih, saat ini Growbox sudah mengembangkan berbagai spesies jamur lainnya, seperti Jamur Tiram Pink (Pleurotus flabellatus), Jamur Tiram Kuning (Pleurotus citrinopileatus), Jamur Tiram Biru (Pleurotus columbinus), Jamur Tiram Coklat (Pleurotus sajor-caju), dan Jamur Kuping (Auricularia auricula). Jamur yang berwarna-warni ini sangat baik untuk kesehatan. Satu Growbox dihargai Rp 40.000,- hingga Rp 75.000.Ide bertani dengan menumbuhkan makanan sendiri dapat mengedukasi masyarakat agar memproduksi makanannya sendiri sehingga kualitas dan kesegaran makanan yang dikonsumsi dapat dipastikan. Ini juga merupakan salah satu cara untuk memopulerkan urban farming, pertanian di kota yang mendekatkan produksi makanan pada konsumen sehingga biaya distribusi bisa ditekan. IDEAS Indonesia juga membuat modul pengajaran mengenai bertani jamur dan urban farming kepada murid sekolah dasar. Growbox juga telah mendapatkan berbagai prestasi dan penghargaan, diantaranya menjadi Finalis Shell Live Wire 2013, Mitra Kampus BNI,
dan menjadi 3 ᵈ Winner Global Innovation Through Science and Technology (GIST) Demo Day 2014. Berbagai penghargaan tersebut tentunya tidak lepas dari kolaborasi tim IDEAS Indonesia dengan latar b e l a k a n g d i s i p l i n i l m u ya n g berbeda, yaitu Teknik Arsitektur, Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Mikrobiologi, dan Desain Produk . Hingga saat ini, Growbox telah berhasil menjangkau lebih dari 12 ribu orang di kota. Sejak pertama kali diluncurkan pada Desember 2012, produk ini telah diterima dengan sangat baik oleh pasar nasional dan internasional, seperti: Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Cina, Inggris, Jerman, Hungaria, dan Islandia. Selain itu, IDEAS Indonesia juga mengembangkan sebuah solusi untuk pemanfaatan limbah pertanian dengan jamur. Produk ya n g m e r e k a s e b u t M y c o t e c h (material terbarukan dengan teknologi jamur ), dibuat dari kumpulan limbah pertanian yang direkatkan oleh mycelium jamur sehingga menghasilkan material baru yang lebih ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Inovasi ini terinspirasi dari makanan tradisional, tempe. Tempe memiliki prinsip dasar polimer, karena
kedelai yang mudah tercerai-berai dapat direkatkan oleh jamur (Rhizopus sp.). Dari hal tersebut, Mycotech dikembangkan lebih lanjut selama 2 tahun untuk terus disempurnakan. Material yang terbentuk memiliki karakter baru yaitu lebih kuat, ringan, dan tahan api. Material ini dapat mereduksi benturan sehingga dapat digunakan oleh berbagai aplikasi seperti material bangunan hingga kemasan barang elektronik, alat berat, dan sebagainya. Melalui pengujian karakter mekanis, material ini dapat menahan daya tekan setara dengan beban 50 mobil/m² dan 300 kali lebih fleksibel dari baja. Untuk pengembangan tahap awal, material ini dapat diaplikasikan sebagai material non-struktural, seperti: dinding, panel, langit-langit dan interior. Material ini (25 kg/m²) 10 kali lebih ringan dari bata merah (250 kg/m²) dan 2 kali lebih ringan dari bata ringan (57 kg/m²). Dengan begitu dapat dihemat 8% penggunaan beton dalam membuat struktur kolom. Hal ini sangat dirasakan ketika membangun bangunan high-rise (20 lantai). Kita dapat menghemat 16 juta rupiah per kolom, dapat dibayangkan bangunan sebesar apartemen yang
http://mycotech.haloGrowbox.com
10
membutuhkan sedikitnya 50 kolom, sudah 800 juta rupiah pengeluaran yang dapat dihemat.
7. Energi Alternatif untuk Petani Tambak
Material ini bisa dikatakan sebagai material masa depan karena bahan baku pembuatannya, yaitu limbah pertanian, cukup melimpah. Pada tahun 2012 Indonesia menghasilkan 120 juta ton biomassa dari limbah pertanian. Setiap harinya setiap pertanian jamur menghasilkan serbuk kayu sebanyak 3 ton yang terbuang begitu saja. Pemanfaatan limbah lokal ini sangat membantu petani dalam mengelola limbah. Terlebih, proses pembuatan material ini menggunakan energi yang sangat rendah (low embodied energy) / tidak menghasilkan emisi karbon yang besar. Material hanya memanfaatkan siklus hidup jamur yang memproduksi hifa yang membentuk mycelium untuk mengikat medium. Material ini dapat dijadikan alternatif pilihan karea mudah diaplikasikan.
Oleh: Anggoro Wisaksono (LPDP, PK- 6) PhD student at System, Power and Energy Research Division, University of Glasgow.
Growbox bisa menjadi contoh bagi inovasi produk pertanian lainnya. Hal-hal yang dapat menjadi inspirasi adalah pemilihan dan pemgembangan kualitas produk, pengembangan desain produk (kemasan), cara menggunakan produk, konten edukasi, dan penggunaan berbagai strategi pemasaran, seperti: personal, media sosial, edukasi kreatif, terlibat dalam pameran dan kompetisi bisnis, menggelar pasar petani, hingga mengadakan kegiatan table to farm (memasak dan makan bersama di kawasan kebun petani yang mendekatkan konsumen pada pertanian). Bahkan dengan riset lebih lanjut, limbah yang terhasilkan dari inovasi produk pertanian seperti diatas dapat dikembangkan untuk memperpanjang rantai sustainability dan meningkatkan value produk pertanian tersebut. Referensi: Ÿ Ÿ
Startup Asia Singapore 2014. IDEAS Indonesia. Urban Mushroom Farming. Growbox.
Ilustrasi kincir air tambak dengan 2 dan 4 pedal.
Dampak Kekurangan Listrik kepada Petani Tambak Usaha budidaya tambak cukup memberikan keuntungan yang signifikan apabila petani tambak dapat memenuhi syarat mutu atau kualitas air tambak yang dibutuhkan, menurut tulisan Cholik pada Seminar Satu Hari Pentingnya Pengelolaan Air Dalam Meningkatkan Produktivitas Tambak Udang tahun 1998 lalu, sehingga dapat menghasilkan panen yang memuaskan. Pada dasarnya untuk menjaga kelangsungan kebutuhan oksigen, maka dibutuhkan kincir air. Kincir air bukan hanya sebagai aksesori tambak, tapi berfungsi untuk menjaga kebutuhan oksigen dan meratakan kualitas air. Sebagai gambaran sederhana, dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan kincir air tersebut selama 24 jam non-stop. Dari berbagai merk yang ada, kebutuhan normalnya adalah motor listrik berukuran 1-2 HP dengan daya (P) 750 Wa (0.75 kW), maka kebutuhan energi (W) yang digunakan selama 24 jam adalah sebagai berikut:
Proses pembangkitan listrik pada panel surya (Dimodifikasi dari berbagai sumber)
energi W= P x t energi W= 0.75 kW x 24 jam energi W= 18 kW jam (kWh) Kita asumsikan biaya listrik per jam pada tahun 2015 untuk dari PLN adalah Rp 1.325,- maka dalam sebulan biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 715.500,untuk 1 buah mesin kincir air. Jika menggunakan BBM Solar dengan genset, sebagai contoh untuk tambak berukuran 30 meter x 40 meter selama 24 jam membutuhkan dibutuhkan Rp 150.000,- untuk pembelian 20 liter solar. Penggunaan Energi Alternatif Terdapat beberapa jenis energi alternatif yang berpotensi untuk lingkungan tambak, yaitu Panel Surya dan Energi Tenaga Angin (Wind power). Ÿ
Panel Surya untuk Tambak
Berdasarkan data dari Kementrian ESDM, energi surya di bagian barat Indonesia sebesar 4.5 kWh/m²/hari, sedangkan di bagian timur Indonesia 5.1 kWh/m²/hari dan rerata untuk seluruh Indonesia adalah 4.8 kWh/m²/hari.
11
Tabel disamping memberikan analisa mengenai keutamaan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) dari peggunaan panel surya photovoltaic (PV). Dengan menggunaan panel surya, masyarakat tidak perlu lagi bergantung pada listrik PLN atau genset; dengan catatan, panel surya harus dilengkapi baterai untuk menyimpan energi yang dapat digunakan pada malam hari. Berikut adalah cara kerja panel surya PV secara sederhana: Ÿ
Panel Surya: panel ini terdiri dari 2 lapisan semikonduktor yang biasanya terbuat dari silikon. Satu lapisan mengandung fosfor, yang membuatnya menjadi kutub negatif (-), disebut semikonduktor tipe N. Lapisan yang lain mengandung boron, yang membuatnya menjadi kutub positif (+), disebut semikonduktor tipe P. Pertemuan keduanya disebut simpang P-N. Secara teknis, ketika radiasi sinar matahari mengenai simpang P-N, maka elektron pada materi tipe N akan bangkit dan bergerak melekat ke materi tipe P, sehingga membentuk aliran elektron. Arus ini kemudian disadap oleh metal kontak atas dan bawah, seperti roti lapis. Arus listrik yang dihasilkan adalah arus DC
Ÿ
Inverter: arus DC pada proses diatas kemudian diubah menjadi arus AC oleh inverter.
Ÿ
Meteran, arus AC kemudian akan dialirkan ke meteran listrik untuk memonitor pemakaian.
Jadi bisa dikatakan potensi energi surya ini cukup besar dengan potensi yang dimiliki, serta biaya perawatan yang terjangkau. Pernyataan ini diperkuat oleh ahli energi alternatif di Inggris yaitu Paul Younger dalam bukunya Energy: All that ma ers.
Analisis Energi Panel Surya untuk
Weaknesses (Kelemahan)
Strengths (Keutamaan) Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ
Dapat digunakan sebagai sumber listrik yang dak akan pernah habis, Independen dari listrik PLN atau genset, Jaringan listrik mudah dirangkai, Tidak ada emisi / gas buang, Murah, tahan lama (+25 tahun), perawatan mudah.
Teknologinya masih berkembang, Memerkukan teknisi khusus untuk pemasangan, Ÿ Memerlukan area untuk penempatan panel surya, Ÿ Banyak masyarakat yang masih awam, Ÿ Minimnya dukungan pemerintah. Ÿ Ÿ
Opportuni es (Peluang) Hemat biaya dan kuan tas energi mencukupi, Ÿ Lebih murah dari migas, Ÿ Membuka lapangan kerja baru. Ÿ
Ÿ
Threats (Ancaman) Terbatas di daerah beriklim tertentu, Kompe si pabrik/pasar yang kurang sehat untuk saat ini, Ÿ Belum ada regulasi dari pemerintah. Ÿ Ÿ
Energi Tenaga Angin untuk Tambak
Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai kecepatan angin berkisar antara 2.5 - 5.5 meter per detik di ketinggian 24 meter di atas permukaan tanah. Berdasarkan data dari Kementrian ESDM, potensi energi listrik yang dapat dihasilkan adalah 9290 MW. Tercatat, daerah yang paling berpotensi adalah Nusa Tenggara, Sumatera Selatan, Jambi dan Riau. Berdasarkan data dari pemerintah Inggris, untuk memasang turbin angin yang menghasilkan 2.5 kW, diperlukan modal sekitar Rp 150 juta. Analisa SWOT untuk turbin angin untuk tambak bisa dilihat di tabel berikut. Kendala utama adalah kondisi angin yang tidak bisa ditebak sehingga memang sedikit sulit dijadikan sumber listrik utama jika hanya menggunakan satu turbin angin saja. Analisis Energi Turbin Angin untuk Tambak:
Weaknesses (Kelemahan)
Strengths (Keutamaan) Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ Ÿ
rela f mudah dan murah dalam pemasangan, Independen dari listrik PLN atau genset, Jaringan listrik dak rumit, Tidak ada emisi / gas buang, Baik untuk pulau terpencil yang dak terjangkau listrik PLN.
Kondisi angin yang dak konstan, Mengganggu pemandangan dan bersuara, Ÿ Belum banyak pemakaian dalam skala kecil (untuk tambak/pertanian), Ÿ Banyak masyarakat yang masih awam, Ÿ Minimnya dukungan pemerintah. Ÿ Ÿ
Opportuni es (Peluang) Ÿ Ÿ
Dapat berbagi dengan warga sekitar, Peluang peneli an untuk membuat turbin angin skala kecil.
Threats (Ancaman) Ancaman badai yang merusak, Bersaing dengan harga listrik konvensional, Ÿ Belum ada regulasi dari pemerintah.
Ÿ Ÿ
Cara kerja turbin angin menghasilkan tenaga listrik adalah sebagai berikut: Ÿ
Tinggi menara turbin, untuk mencapai kecepatan angin yang memadai, tinggi ideal untuk menara turbin ukuran kecil adalah 20-25 meter. Secara aerodinamis, energi yang diperoleh dari turbin angin hanya 59.3%, karena adanya kehilangan aerodinamis dan konversi energi, saat proses perputaran berlangsung. Maka, penentuan tinggi sangat berpengaruh.
12 Ÿ
Ÿ
Ÿ
Ÿ Ÿ
Angin menerpa baling-baling, dorongan angin akan menerpa baling-baling dan menggerakkan rotor. Girboks, putaran rotor yang tidak menentu, memerlukan girboks untuk menstabilkan putaran ke mesin turbin (memperlambat). Tu r b i n , g e r a k a n k e m u d i a n d i k o n ve r s i / d i u b a h m e n j a d i energi listrik oleh Turbin. Arus listrik yang dihasilkan adalah arus DC. Inverter, untuk mengubah arus DC menjadi AC, Baterai, untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan.
Selain untuk menghasilkan listrik, tenaga angin digunakan secara langsung untuk proses aerasi tanpa l i s t r i k . I n o va s i t e l a h b a n ya k dilakukan, contohnya seperti Eco A e r a t o r ya n g d i c i p t a k a n o l e h kelompok mahasiswa ITS.
Eco Aerator ITS (Sumber: Okezone)
Proses pembangkitan listrik pada turbin angin (Dimodifikasi dari berbagai sumber)
Dapat dilihat pula betapa rendahnya emisi panel surya PV 85 ton Co₂ e/GWh dan angin 26 ton CO₂ e/GWh. Pada grafik dibawah terlihat tanda berwarna kuning yang artinya besarnya emisi karbon yang sudah disimpan didalam Carbon Capture and Storage (CCS) atau “penangkapan dan penyimpanan karbon” adalah menyimpanan karbon dalam jangka panjang guna mencegah pemanasan global dan perubahan iklim. Risiko lingkungan dan sosial berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development), terutama dalam keputusan dalam melakukan investasi oleh institusi pembiayaan, dalam hal ini bank dan perusahaan pembiayaan menurut J. C. Groth (1994) mengenai Risiko Lingkungan dan Implikasinya. Perbankan memiliki hubungan usaha dengan perusahaan atau proyek-proyek investasi yang operasionalnya ternyata berpotensi atau sudah merusak lingkungan dalam buku Perbankan Hijau di India oleh Sahoo dan Nayak (2008).
PLT Hibrida Surya dan Angin (Sumber: Tempo)
Pembiayaan: Lebih Mudah karena Ramah Lingkungan Pembuangan karbondioksida (CO₂) yang dihasilkan dari produksi atau penggunaan energi alternatif ini sangat rendah. Pada grafik disamping terlihat bahwa batubara, minyak dan gas berkontribusi besar gas rumah kaca dunia saat ini.
Kontribusi gas rumah kaca secara global (Sumber: Younger, 2014)
13
Sebelumnya di tahun 2003, 10 bank besar dunia mencanangkan Equator Principles, yaitu mendahulukan isuisu sosial dan lingkungan sebelum memutuskan membiayai suatu proyek, yang kemudian mempelajari risiko-risiko yang berkaitan, tulis J. Andrew di jurnal m e n g e n a i Pe n d a n a a n Bertanggungjawab, 2008. Bank-bank n a s i o n a l s e s u n g g u h n ya a k a n memudahkan dalam pembiayaan, jika calon nasabah atau peminjam dapat menunjukkan proďŹ l usaha yang baik serta itikad bisnis yang baik pula. Penggunaan tenaga angin untuk kincir aerasi dinilai masih mempunyai kelemahan, yaitu kecepatan angin yang kurang
8. Wacana Bertahap Swasembada Gula Oleh: Rio F. Rachman (LPDP, PK-9) Magister Media dan Komunikasi, Universitas Airlangga, Surabaya
Pada tanggal 19 September 2013 di Surabaya, Pusat Penelitian dan Pe n g e m b a n g a n K e m e n t e r i a n Perdagangan melakukan pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan. Salah satu poin yang dibahas adalah prospek swasembada pangan. Gula turut menjadi komoditas yang dijadikan fokus diskusi. Dari hasil pertemuan tersebut, PTPN (2013) merumuskan sejumlah faktor yang mesti diperhatikan untuk akselerasi swasembada gula, di antaranya yakni: pentingnya kebijakan revolusioner terkait insentif petani, pembenahan regulasi mendasar, revitalisasi industri, riset penunjang produksi dan tata ruang kawasan budidaya. Poin pertama dan kedua bisa digolongkan dalam ranah kebijakan/regulasi. Sedangkan poin ketiga, keempat, dan kelima
konsisten. Maka disarankan kincir aerasi tenaga air hanya untuk tenaga cadangan, jika memang energi utama tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Berdasarkan gambaran di segi pembiayaan, tidak sulit untuk mencari pinjaman modal untuk hal yang bertujuan menjaga lingkungan hidup, karena industri perbankan modern mendukung kelestarian lingkugan dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai penutup, berikut analisa dari sisi politik (P), ekonomi (E), sosial (S), dan teknologi (T) pada energi alternatif untuk industri tambak, berguna bagi penyusunan strategi kedepan untuk penggunaan energi alternatif ramah lingkungan di lingkungan tambak. (-)
bertempat di ranah inovasi produksi. Faktor-faktor tersebut memang dicetuskan sekitar satu setengah tahun silam namun semua masih relevan untuk dikaji saat ini. Regulasi / Kebijakan Pe m b a h a s a n t e n t a n g r e g u l a s i produksi gula nasional tidak terlepas dari apa yang menjadi skala prioritas pemerintah pusat. Sementara pada bidang pertanian dan perkebunan, pemerintah saat ini cenderung menempatkan prioritas utama pada tiga komoditas pangan strategis: beras, jagung, kedelai. Otomatis, pola pikir anggaran dan
Lori tebu di Jawa Timur, salah satu infrastruktur pengangkut tebu peninggalan Belanda yang masih beroperasi hingga sekarang. Sumber: http://pendidikan-umitsabitah.blogspot.com
Poli k Peran dukungan pemerintah berupa dasar hukum untuk energi alterna f ramah lingkungan. Ekonomi Perlu pengurangan pajak (insen f), modal yang rendah, pemberian subsidi. Sosial Harus dilakukan pendidikan dan sosialisasi ke masyarakat tentang energi alterna f ramah lingkungan. Teknologi Kondisi cuaca (terutama tenaga angin), area pemasangan, kemungkinan produksi dalam negeri.
energi bakal terkonsentrasi ke sana. Bisa jadi ini disebabkan problematika gula dalam negeri yang begitu kompleks. Penyelesaiannya butuh waktu bahkan bisa lebih sedasawarsa. Professor Bustanul AriďŹ n (2014) mengemukakan fakta bahwa gula tebu dalam negeri pada tahun 2015 diperkirakan hanya memenuhi 50% dari kebutuhan gula domestik yang mencapai 5,9 juta ton. Agro Indonesia (2014) memprediksi bahwa, kebutuhan gula di Indonesia akan surplus hingga 266.298 ton h i n g g a M e i 2 0 1 5 . S a ya n g n ya , sumber surplus tersebut ternyata bukan dari ladang domestik. Saluran gula impor pun tidak sepenuhnya dapat disalahkan; sebab, secara prinsip produksi gula nasional memang tidak sanggup memenuhi konsumsi dalam negeri. Bagaimana cara agar kondisi itu berubah? Langkah awal yang dapat ditempuh adalah menetapkan target terukur kapan swasembada itu ingin dicapai. Perhitungan yang rinci terkait faktor eksternal dan internal harus dilakukan, perancangan
14
regulasi dan anggaran harus dibuat secara terstruktur. Begitu pula target waktu yang jelas sehubungan dengan kapan impor harus direduksi bahkan dihilangkan sama sekali. Dengan demikian, semua pihak akan fokus mengacu pada garisgaris pencapaian target tersebut. Tak perlu risau jika ternyata didapatkan angka bahwa swasembada gula tanpa impor baru tercetus hingga sepuluh atau lima belas tahun lagi. Angka yang secara politis tidak menjual dan kurang populer. Namun, dalam bidang apapun, target seharusnya merupakan poin yang realistis. Kebijakan seperti ini tidak bisa diurus oleh satu pihak, namum diperlukan sebuah sinergi dari pemerintahan tingkat atas hingga tingkat bawah (daerah). Sebab, regulasi tersebut juga terkait pada pencapaian petani tebu. Di dalamnya terdapat insentif yang bisa berupa transparansi angka rendemen dengan pabrik, Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan perjanjian penjaminan pupuk untuk stabilitas produksi. Pemerintah daerah wajib mendampingi agar keluhan, masukan, dan angkaangka statistik di akar rumput dapat sampai ke pusat guna perumusan
target yang valid.
sudah tidak tersedia di Jawa.
Inovasi Produksi
Kerumitan di sektor gula memang jamak. Tidak hanya soal eďŹ siensi dan efektiďŹ tas bibit dan lahan, namun juga soal cuaca (rendemen atau gula yang ada di tebu berkaitan dengan kondisi tanah dan cuaca), infrastruktur, dan revitalisasi pabrik. Peningkatan bahan baku di lahan akan menjadi sia-sia apabila infrastruktur pengangkut dan pabriknya sendiri belum siap mengolah.
Perguruan tinggi, lembaga pemerintahan, dan instansi yang terkait dengan riset teknologi harus bersinergi. Motivasi dan Penghargaan untuk melakukan penelitian harus terus diberikan untuk mendapatkan inovasi baru demi mempercepat produksi pertanian gula. Beberapa tahun silam, inovasi Single Bud Planting (SBP) yang dapat meningkatkan eďŹ siensi penggunaan bibit unggul diperkenalkan pada publik. Inovasi semacam ini perlu terus dikembangkan oleh para ahli, termasuk bagaimana teknologi memaksimalkan rendemen. Hal ini penting mengingat rendemen tebu lokal tergolong rendah, yaitu pada kisaran 5-8% sementara di Brazil atau negara lain adalah pada kisaran 15%. Teknologi efektiďŹ tas lahan juga harus dipacu, bila perlu ditambah dengan pembukaan lahan baru di luar Jawa. Tahun lalu, seorang periset swasta melakukan penelitian lahan untuk padi di Papua. Salah satu alasannya, teknologi yang akan dipakai kelak hanya dapat digunakan di lahan yang luas tanpa sekat, yang mana lahan seluas itu
9. Integrated Farming Sebagai Penyokong Pertanian Berkelanjutan Guna Mencapai Ketahanan Pangan Oleh: Ari Aji Cahyono (LPDP, PK-23) Master in Sustainable Agriculture and Food Security, Newcastle University, UK.
Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki tanah yang subur dan iklim yang mendukung untuk menghasilkan beragam jenis komoditas pertanian khususnya tanaman pangan, seperti: serealia, hortikultura, dsb. Pada tahun 1980an, Indonesia pun mampu mencapai swasembada beras. Prestasi ini berdampak secara langsung pada keberlangsungan hidup masyarakatnya sehingga kerawanan pangan pun dapat ditekan. Pada dasarnya, kemakmuran suatu bangsa dapat digambarkan oleh
Seperti yang disebutkan di awal sebagai kompleksitas persoalan. Swasembada merupakan jalan bertahap dan panjang. Sinergi dari b e r b a g a i p i h a k a da l a h f a k t or penting. Selain itu pengaturan kran impor juga memegang peranan bagi industri gula nasional. Penyamaan persepsi dan tujuan dapat dicanangkan dengan tegas oleh pemerintah pusat, dalam hal ini presiden, sehingga semua pemangku kepentingan dan kementerian yang menjadi hulu riset dan teknologi, infrastruktur, industri, pengolahan lahan dan aset, anggaran, dan lain sebagainya, segera menyerempakkan langkah. Referensi: Indonesia Banjir Gula Impor, agroindonesia (2014)
ketercukupan kebutuhan pangan pada masyarakatnya. Tanpa pangan yang mencukupi, asupan gizi masyarakat dapat terabaikan sehingga kualitas jasmani pun menurun. Oleh karena itu, ketahanan pangan harus ditingkatkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berbeda dari prestasi yang sudah disebutkan sebelumnya, akhir-akhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi pangan yang ditunjukkan dengan beberapa fenomena seperti makin melemahnya budidaya pertanian dan impor produk pangan. Ketahanan pangan di negara ini pun mulai mendapatkan perhatian lebih. Petani Indonesia yang rata-rata adalah petani garam memiliki lahan yang semakin sedikit. Hal ini mengakibatkan produksi komoditas pertanian menjadi semakin terbatas ditambah lagi dengan berkurangnya tenaga kerja tani. Program diversiďŹ kasi pangan pun mulai digalakan oleh pemerintah untuk
15
mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia dalam memandang beras sebagai hal yang sangat wajib untuk dikonsumsi tiga kali sehari. Program ini pun diharapkan agar masyarakat memanfaatkan sumber karbohidrat dari komoditas pangan lain misalnya, singkong, jagung, dan sagu. Namun, pada pelaksanaannya program ini masih terkendala mindset masyarakat yang masih belum bisa terlepas dari konsumsi nasi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan secara menyeluruh, kebijakan impor pangan pun mulai dilakukan. Impor pangan menyebabkan produk dalam negeri harus bersaing ketat untuk memperoleh konsumen. Namun, karena produk pangan impor memiliki harga yang lebih murah dan pengemasan yang menarik, produk domestik menjadi cukup kewalahan untuk berebut pembeli. Permasalahan inilah yang menimbulkan rasa pesimistis bagi para petani dalam negeri. Beberapa petani garam yang sudah bersemangat untuk menyuplai pangan pun lebih memilih untuk meninggalkan profesinya sebagai petani dan bekerja di bidang lain. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2003, jumlah usaha rumah tangga pertanian mencapai 18,7 juta unit. Namun, pada tahun 2013, terjadi penurunan usaha rumah tangga pertanian yakni menjadi 17,7 unit. Penurunan ini dapat menjadi
bagian awal dari adanya kekurangan ketersediaan pangan domestik. Di sisi lain, harga pangan seperti beras mengalami kenaikan yang signiďŹ kan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010-2013, harga beras meningkat dari yang semula Rp 6.995,-/kg menjadi Rp 9.265,-/kg. Masyarakat pun menjadi lebih susah untuk memperoleh beras. Kehilangan petani berarti kehilangan pangan, semakin langka pangan maka semakin sulit untuk hidup. Maka dari itu, perlu sebuah sistem yang mampu memberikan keuntungan bagi petani dan masyarakat luas. Pertanian berkelanjutan merupakan gagasan y a n g b r i l i a n u n t u k mempertahankan kegiatan ekonomi di sektor pertanian. Konsep tersebut dilakukan untuk mempertahankan dan memanfaatkan potensi pertanian Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan pangan. Melalui sistem ini, Indonesia akan mampu mencapai swasebada pangan di masa depan. Pada prinsipnya, pertanian berkelanjutan bertumpu pada prinsip pemanfaatan sistem ekologi seperti lingkungan dan organisme di sekitar lahan pertanian untuk memperoleh hasil maksimal dalam sustainable. Salah satu contoh aplikasi dari konsep ini adalah penggunaan sistem pertanian organik untuk mempertahankan kesuburan lahan meskipun dipakai berulang-ulang. Selain itu pertanian
Sistem Pertanian Terpadu (Sumber: http://pertanian-indonesia-asia.blogspot.com/2014/10/sistem-pertanian-terpadu.html)
organik juga ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi petani (kontaminasi) maupun organisme lain. Hasil panen dari sistem ini juga dapat ditingkatkan hingga dua kali lipat. Pada akhirnya, tujuan utama dari pertanian berkelanjutan adalah tercapainya ketahanan pangan. Integrated farming atau pertanian terpadu merupakan salah satu konsep untuk mendukung pertanian berkelanjutan. Sistem ini bertumpu pada diversiďŹ kasi usaha tani dengan mengkombinasikan seluruh aspek lingkungan di sekitar lahan produksi. Dengan demikian, petani akan mendapatkan pendapatan tambahan dari usaha lainnya. Dengan kata lain, integrated farming akan meningkatkan kegiatan perekonomian petani sehingga terjadi diversiďŹ kasi usaha tani. Bagan pada bagian bawah halaman ini adalah contoh dari pertanian terpadu. Bagan tersebut membagi usaha tani ke dalam dua bidang yaitu: peternakan / perikanan dan pertanian / perkebunan. Dari usaha pertanian / perkebunan, petani mampu menghasilkan hasil panen berupa beras, jagung, kedelai, dan sayur. Setelah pengolahan limbah hasil panen yang berupa jerami, bekatul, bungkil jagung, dan bungkil kedelai digunakan suntuk pakan ternak dan ikan. Selain mendapatkan hasil panen pertanian, petani juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pakan ternak sehingga keuntungan meningkat. Dari usaha peternakan dan perikanan, petani mampu menjual daging, susu, dan telur. Kemudian, kotoran dari ternak dan ikan dapat digunakan untuk memupuk tanah. Dengan demikian, petani tidak perlu mengeluarkan biaya produksi untuk pupuk. Kotoran ternak juga dapat digunakan untuk membuat biogas sehingga keluarga tani tidak perlu membeli gas alam untuk memasak sehari-hari. Konsep terintegrasi ini memungkinkan petani untuk
16
menghemat ongkos produksi dan mampu menghasilkan panen secara optimal. Oleh karena itu, pertanian terpadu dapat membantu produksi pangan dalam negeri ditambah dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Jika hal ini terjadi, petani akan lebih bersemangat untuk melakukan usaha taninya dan suplai pangan akan tetap tersedia. Dalam pelaksanaannya, integrated farming memerlukan dukungan langsung dari pemerintah. Pe n y u l u h a n da n pembimbingan bagi petani tentang pertanian terpadu harus dijalankan secara efektif. Di samping itu, akses perluasan usaha pertanian yang masih terkendala permodalan hendaknya akan terfasilitasi dengan baik untuk mengembangkan integrated farming. Pemerintah dapat menyediakan badan atau lembaga fasilitator perkreditan usaha pertanian. Selain itu, subsidi pupuk dan sarana produksi pertanian juga akan sangat membantu mengurangi p e m b i a ya a n p e r t a n i a n tanaman pangan. (-)
10. Transformasi Sistem Pertanian dan Pangan dalam Pembangunan Pertanian Indonesia menuju Ketahanan Pangan Nasional Oleh: Iman Widhiyanto (LPDP, PK-3) Program Doktor Ilmu Ekonomi Pertanian, IPB.
“Agriculture is the mother and nourishes of all other arts. When it is well conducted, all the other arts prosper. When it is neglected, all other arts decline”, (Xenophon, 425-355 SM). “There is nothing more important than agriculture in governing people and serving the Heaven”, (Lao Tze 600 SM).
K e d u a fi l s u f i t u p a d a d a s a r n ya menyatakan bahwa sektor pertanian berperan sangat strategis dalam setiap sendi kehidupan seperti dinyatakan oleh Daryanto (2009) dalam tulisannya untuk Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB. Pada abad 21, pertanian akan tetap menjadi instrumen dasar untuk pembangunan berkelanjutan, mewujudkan ketahanan pangan, dan pengurangan kemiskinan. Menurut UU No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Transformasi sistem pertanian sedang dan telah terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Proses dan tahapan transformasi petanian berbeda antar satu negara dengan negara lainnya, namun dengan satu tujuan yang sama yaitu pembangunan pertanian menuju pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, dan pengentasan kemiskinan. Di negara berkembang termasuk Indonesia, tiga dari empat orang hidup di pedesaan dan sebagian besar menggantungkan hidupnya di pertanian. Pertanian sendirian tidak akan mampu secara masif mengurangi kemiskinan, tetapi telah terbukti menjadi kekuatan yang unik untuk melakukan tugas itu. Sudah seharusnya pemerintah menempatkan pertanian sebagai pusat agenda pembangunan, dengan mempertimbangkan semua peluang dan tantangan yang mungkin akan muncul.
Apabila sektor pertanian didukung dengan kebijakan yang tepat dan investasi yang besar pada tingkat lokal dan nasional, maka ketahanan pangan nasional akan dapat terwujud, disamping itu pertanian akan memberikan kesempatan bagi jutaan orang miskin di perdesaan untuk keluar dari kemiskinan. Transformasi sistem pertanian tradisional menjadi, menjadi jalan keluar untuk menjaga ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan. Sistem pertanian modern menghasilkan produk-produk bernilai tinggi melalui pengembangan kewirausahaan / agribisnis dan agroindustri. Pe n a m b a h a n n i l a i p a d a p r o d u k pertanian mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan meningkatkan pendapatan petani. Sistem pangan di dunia, khususnya di negara-negara berkembang, sedang mengalami transformasi yang sangat cepat. Proses transformasi pangan ini juga melalui sistem rantai pasokan modern. Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang cepat, urbanisasi, integrasi pasar dunia dan perubahan g a ya h i d u p t e l a h m e n ye b a b k a n pergeseran pola konsumsi di negaranegara Asia tidak terkecuali Indonesia. Pergeseran tersebut ditandai dengan mulai berkurangnya volume konsumsi makanan pokok (beras) dan beralih kepada produk makanan bernilai tinggi yang dihasilkan dari peternakan (daging, susu, dan produk turunannya), sayur-sayuran, dan buah-buahan.
17
Tren pergeseran pola konsumsi tersebut mengikuti pola konsumsi di negara-negara yang telah terlebih dulu maju. Globalisasi dan konsekuensi keterkaitan global pada kelas menengah khususnya di perkotaan merupakan kekuatan pendorong dibalik pergeseran pola konsumsi di negara-negara Asia. Peningkatan peran supermarket, standar keamanan dan kesehatan makanan, integrasi pasar, dan perdagangan dunia pada produk dengan nilai tinggi menjadi pendorong perubahan transformasi sistem pangan berdasarkan tulisan Mergenthaler, et al (2009) mengenai transformasi sistem pangan dalam negara-negara berkembang. Indonesia sebagai negara agraris dan salah satu negara berkembang terkena imbas transformasi global pada sistem pangan dan pertanian. Pemerintah bersama-sama semua komponen bangsa harus bekerja sama menyukseskan transformasi sistem pertanian dan pangan sehingga ketahanan pangan nasional dapat dicapai. Oleh karena itu kebijakan yang diambil pemerintah dalam pembangunan pertanian harus tepat sasaran dan direncanakan dengan baik. Mantan Wakil Presiden Boediono pernah mengingatkan perlunya menjalankan program transformasi pertanian agar dapat menjamin terwujudnya ketahanan pangan berkelanjutan. Dengan transformasi pertanian diharapkan terjadi peningkatan produktivitas yang akan menambah suplai pangan, dan sekaligus meningkatkan pendapatan (daya beli) petani. Menurut Boediono, transformasi pertanian ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan sehingga ketersediaan dan keterjangkauan pangan di tingkat rumah tangga tercapai.
Agar transformasi pertanian berhasil dengan baik, maka pembangunan pertanian harus terarah. Pemerintah perlu membangun sistem pertanian yang mengarah pada pertumbuhan yang inklusif, yaitu pertumbuhan yang memberikan manfaat kepada seluruh elemen. Pertumbuhan ini diharapkan memberikan manfaat kepada petani atau pelaku usaha pertanian berskala besar dan juga kecil (buruh tani). Pada akhirnya pertumbuhan inklusif ini diharapkan akan menciptakan pemerataan dan keadilan atau sering disebut dengan â&#x20AC;&#x153;growth with equityâ&#x20AC;?.
â&#x20AC;&#x153;Tidak ada negara maju yang tidak didukung oleh sektor pertanian yang baik, namun demikian tidak ada negara yang hanya mengandalkan sektor pertanian dapat menjadi negara maju.â&#x20AC;? Untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif pemerintah harus mengembangkan agribisnis dan menunjukkan keberpihakan pada petani skala kecil. Petani skala kecil harus didorong untuk berpartisipasi dan banyak berperan dalam pasar melalui produksi yang bernilai tinggi khususnya di perdesaan. Oleh karena itu pemerintah perlu menyediakan infrastruktur pasar, peningkatan kemampuan teknis petani, instrumen manajemen risiko, dan tindakan kolektif melalui berbagai organisasi produsen. Pemerintah juga harus memperkenalkan dan mengembangkan sistem pertanian kontrak (contract farming). Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan penghidupan petani kecil di daerah
perdesaan melalui pelatihan management risiko produksi dan harga. Petani kecil harus beralih dari pertanian subsisten atau tradisional ke pertanian dengan orientasi pasar ya n g m e n g h a s i l k a n p r o d u k s i pertanian yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai dampak/efek pengganda (multiplier eďŹ&#x20AC;ect) bagi perekonomian di perdesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas. Produk pertanian Indonesia harus memiliki daya saing. Tidak dapat dipungkiri, dengan adanya globalisasi dan perdagangan bebas, hanya produk dengan daya saing tinggi yang mampu bertahan dan menguasai pasar. Sistem rantai nilai (value chain system) menjadi kian p e n t i n g t e r k a i t d a l a m u p a ya meningkatkan nilai tambah (value added) di sektor pertanian dalam arti l u a s . Pe n g o l a h , p e n g u m p u l , pengecer dan konsumen kian mengandalkan sistem rantai nilai yang menjamin kuantitas dan kualitas sesuai dengan permintaan konsumen, pendistribusian yang tepat waktu dan kesinambungan yang terjaga. Harus disadari bahwa permintaan konsumen terhadap suatu produk semakin kompleks sehingga menuntut berbagai atribut atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer's value perception). Jika di masa lalu konsumen hanya mengevaluasi produk berdasarkan atribut utama yaitu jenis dan harga, maka sekarang ini dan di masa yang akan datang, konsumen menuntut atribut yang lebih rinci lagi seperti atribut keamanan produk (safety a ributes), atribut nutrisi (nutritional a ributes), atribut nilai (value a ributes), atribut pengepakan (package a ributes), atribut lingkungan (ecolabel a ributes) dan atribut kemanusiaan (humanistic a ributes). Bahkan aspek animal welfare pun harus diperhatikan.
18
Pembangunan pertanian dan kelestarian lingkungan harus berjalan secara selaras. Dampak negatif lingkungan yang besar dari pertanian harus dapat dikurangi, sistem pertanian dibuat tahan terhadap perubahan iklim, dan pertanian dimanfaatkan untuk kelestarian lingkungan. Kebijakan pemerintah yang pro-poor melalui sektor pertanian akan membantu masyarakat miskin, khususnya petani, keluar dari belenggu kemiskinan. I n ve s t a s i p a d a i n f r a s t r u k t u r , p e n e l i t i a n d a n pengembangan, penerapan kebijakan subsidi yang tepat, dan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam pembangunan pertanian adalah bagian dari proses transformasi yang harus dijalani menuju ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. (-) Referensi: Ÿ
Memposisikan Secara Tepat Pembangunan Pertanian Dalam Perspektif Pembangunan Nasional. Daryanto A. 2009.
11. Pembuatan Permen Ekstrak Daun Sirih sebagai Produk Indigenous untuk Meningkatkan Kesejahteraan Mayarakat Oleh: Maryati (LPDP, PK-21), dan Nur Hidayah, Program Studi Ilmu Pangan, IPB.
Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan ďŹ&#x201A;ora dan fauna. Banyak jenis tumbuhan merupakan sumber plasma nutfah yang tidak ternilai, salah satunya adalah tanaman sirih (Piper betle Linn). Berdasarkan Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) bahwa sirih termasuk tanaman binaan komoditas biofarmaka. Tumbuhan merambat ini dapat tumbuh subur hampir di seluruh kawasan Indonesia. Sirih adalah salah satu jenis tanaman obat tradisional yang multifungsi. Keasadaran akan tingginya khasiat sirih membuat banyak masyarakat membudidayakan tanaman obat keluarga ini. Pada umumnya pemanfaatkan daun sirih adalah untuk menguatkan gigi, mencegah bau mulut, dan dapat pula digunakan sebagai cairan antiseptic/antimikroba karena adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat pada daun sirih. Selain itu, daun sirih juga mengandung gula, tanin, enzim diastase. Penggunaan daun sirih untuk menguatkan gigi dikenal dengan kata menyirih, yaitu mencampurkan daun sirih dengan gambir, pinang, dan kapur, lalu dikunyah. Kebiasaan menyirih telah menjadi tradisi di berbagai daerah di Indonesia bahkan sebagai salah satu syarat upacara adat. Selain dikunyah langsung, daun sirih juga dapat dimanfaatkan sebagai obat kumur dengan cara direbus terlebih dahulu kemudian diambil ekstraknya.
Cara ini kurang praktis sehingga diperlukan inovasi untuk meningkatkan kemudahan dalam penggunaannya, salah satunya dibuat permen. Produk permen banyak disukai oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat dikonsumsi kapanpun dan dimanapun. Produk permen tablet dari ekstrak daun sirih, selain enak juga dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. Inovasi pengolahan daun sirih menjadi permen bisa dijadikan produk asli di setiap daerah di Indonesia, sebagai contoh kecil di desa Yomdori, Biak Barat, Papua â&#x20AC;&#x201C; dimana penulis pernah tinggal selama satu tahun di desa ini. Berdasarkan observasi di wilayah ini, potensi daun sirih begitu berlimpah namun belum dimanfaatkan untuk produk yang bernilai ekonomis. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana proses pengolahan permen daun sirih serta bagaimana peluang usaha permen daun sirih. Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat pedesaan untuk membuat permen daun sirih sehingga dapat dijadikan peluang bisnis dan dapat meningkatan kesejahteraan ekonomi. Gambaran Umum Rencana Usaha Daun sirih adalah salah satu tanaman yang mempunyai kandungan bioaktif. Penggunaan daun sirih masih jarang ditemukan dalam produk olahan. Selama ini penggunaannya masih terbatas, diantaranya digunakan pada sabun, pasta gigi, dan jamu. Salah satu pemanfatan sirih pada produk pangan yaitu untuk permen. Pembuatan permen dari ekstrak daun sirih bertujuan memanfaatkan ekstrak daun sirih secara lebih praktis dan nyaman. Berbagai bentuk confectionary yang beredar di Indonesia saat ini belum terlalu beragam. Dengan menghadirkan inovasi permen ekstrak sirih yang unik dan bermanfaat ini, masyarakat dapat menciptakan peluang bisnis yang menguntungkan. Permen berbentuk tablet bulat dengan rasa khas sirih ini terbukti bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut. Selain itu produk ini akan sangat mudah diterima di pasar Asia karena sirih adalah tanaman obat yang populer khususnya di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, daun sirih mudah didapatkan di segala penjuru negeri. Selain itu, bahan pembuatan permen juga sederhana dan mudah didapatkan. Bahan dan Alat Bahan untuk pembuatan permen ekstrak daun sirih, antara lain: daun sirih, air, sukrosa, high fructose syrup (HFS), daun mint / ďŹ&#x201A;avour mint, pewarna hijau untuk makanan, plastik wrapping, and kertas label. Sedangkan peralatan untuk memproduksi permen, yaitu: timbangan, panci dengan penutup, gelas ukur, solet, blender, baskom, cetakan tablet, thermometer, pengaduk, saringan, dan kompor.
19
Membuat ekstrak daun sirih
Biaya Produksi
Pertama, daun sirih segar dicuci kemudian ditambah air dengan perbandingan berat 1:2. Selanjutnya daun dilumatkan dengan blender, lalu direbus dalam panci tertutup selama 1 jam. Terakhir, ekstrak daun sirih disaring.
Biaya produksi permen ekstrak daun sirih tidaklah mahal. Kisaran biaya dapat dilihat pada tabel berikut.
Pembuatan adonan permen Timbang sukrosa, HFS, dan ekstrak daun sirih dengan takaran 60%, 24%, dan 16%. Campurkan sukrosa kedalam ekstrak daun sirih kemudian o panaskan hingga suhu 100 C. Ta m b a h k a n H F S s e c a r a perlahan hingga adonan mencapai suhu 150-160 o C. Angkat adonan kemudian dinginkan hingga suhu 110 oC.
AȘÛȘŰfi
Sukrosa HFS
Jumlah
¾ kg 300 ml
Harga persatuan
Rp 8.000,-/kg Rp 20.000,-/liter
Total Harga
Rp 6.000,Rp 6.000,-
Daun Sirih 3 ikat (300gr) Rp 1.000,-/ikat Rp 3.000,Flavor mint 5,9ml Rp 10.000,-/30ml Rp 500,Pewarna 0,03ml Rp 10.000,-/30ml Rp 10,Label 50 buah Rp 30,-/buah Rp 1.500,Plastik 50 buah Rp 50,-/lembar Rp 2.500,Gas ¼ tabung Rp 20.000,Rp 5.000,Kisaran biaya untuk 50 tablet permen Rp 24.500.-
Pengemasan o
Adonan yang telah mencapai suhu 110 C ditambahkan flavor mint dengan konsentrasi 1% dan pewarna. Selanjutnya adonan dituang kedalam pencetak dan dibiarkan hingga cairan mengeras. Setelah mengeras, permen dikeluarkan dari cetakan. Proses pengemasan dilakukan
dengan mengguakan plastik wrapping. Lalu permen disimpan o pada refrigerator (5-10 C) selama 1 jam. Peluang Usaha Baru Daun sirih merupakan tanaman obat yang berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk, salah satunya adalah permen. Pembuatan industri permen ekstrak daun sirih ini dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat (functional confectionary) yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tidak hanya alasan kesehatan (seperti obat pencegah penyakit atau bau mulut), namun produk indigenous ini dapat meningkatkan nilai jual daun sirih sebagai prospek komoditi dagang di pasar nasional maupun internasional. (-)
TITUTE
INS MATAGARUDA
COMING SOON! Buku kumpulan program dan proyek strategis pembangunan desa.
k STRATEGIS Program &ANPGroUyeNAN DESA PEMB
MGI membuka kerjasama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan gagasan pada buku program ini.
hubungi: matagarudainstitute@gmail.com
Kolom Redaksi: MATAGARUDA INSTITUTE
BULLETIN
Edisi 2 | Maret 2015
PELINDUNG
PRODUSER EDITORIAL:
Eko Prasetyo
Dea Fitri Amelia Annisa Rahmani Qastarin T. A. Octaviani Dading
DIREKTUR INSTITUTE Rully Prassetya
PIMPINAN REDAKSI Muhammad Gibran Annisa Rahmani Qastarin
PENGARAH EDITORIAL: Rully Prassetya Vidya Spay
PRODUSER DESAIN dan ILUSTRASI: Muhammad Gibran Vidya Spay
KONTRIBUTOR EDITORIAL: Akbar Nikmatullah Dachlan Arditto Trianggada Almag Fira Pradana
KONTRIBUTOR ARTIKEL: Muhammad Gibran Achmad Faris Saffan Sunarya Sumiyati Tuhuteru Rimba Supriatna Abdul Aziz Luthfi Susan H. Krisanti Anggoro Wisaksono Rio F. Rachman Ari Aji Cahyono Iman Widhiyanto Maryati Nur Hidayah