4 minute read

Cerpen

Next Article
Pola Hidup Sehat

Pola Hidup Sehat

Hasfa Ayatullah 0leh : Wahyul Elok L.Q Hembusan angin sesekali dengan manjanya membelai wajahku yang terdiam dibalik jendela kamar berteralis jeruji besi malam ini. Tak ku dengar apapun melainkan bisikan angin dan merdunya nyanyian burung hantu merayu, seakan mengusik kesunyian yang berkecamuk dalam hati. Sontak bola mataku tertuju pada sebuah benda yang terletak dimeja rias dekat bufet berjajar buku didalamnya, benda itu tak lain adalah bross mungil berkarakter kupu-kupu pemberian seorang anak laki-laki yang kukagumi saat masih duduk dibangku MAN kota Kediri empat tahun lalu. Hasfa Ayatullah, Rupanya nama itu tak kunjung lenyap pula sampai waktu kini. Waktu dimana harusnya telah ada nama lain yang dapat mengisi ruang kosong hati ini. Seakan fikiranku tak mungkin amnesia, sehingga selalu segar diingatanku tentang sebuah rasa terhadapnya. Saat itu, aku mendatangi undangan di desa Susuhbango kecamatan Ringinrejo kabupaten Kediri. rumah salah seorang alumni MAN kota Kediri seangkatanku. Anjar wati. Disana merupakan musyawarah perdana yang membahas akan diadakannya acara reuni angkatan tahun 2000, pun sekaligus pembentukan panitia pelaksananya. Kebetulan saat itu, ujian semester tiga dikampus STAIN Tulungagung tempatku mengais Ilmu telah usai. Sekitar 20 orang teman yang hadir saat itu. Aku datang bersama Raisy salah satu alumni juga. Sesampainya dirumah Anjar, ku lihat segerombol teman laki-laki sedang duduk, bercanda-canda diteras rumah Anjar. Kurasa wajah-wajah mereka tak asing dimata ku. Tak ku sangka, Sosok laki-laki berkulit agak putih, rambut sedikit panjang, berbadan kurus pun ada diantara mereka. dialah Hasfa. Memang sudah biasa tiap akhir bulan Desember adalah musim libur perkuliahan, sehingga banyak teman yang bisa hadir dirumah Anjar. Betapa saat kulihat Hasfa ada diantara mereka, suasana hatiku seakan berubah warna. Kiranya, rasa itu kembali menggebu layaknya empat tahun lalu. Bagaikan bunga melati yang sedang mekar dari kuncupnya dan semerbak wangi tercium harumnya. Namun gengsi ku sebagai seorang wanita, sebagian telah menutupi rasa itu. Seakan ingin ku sembunyikan dalam-dalam perasaan yang sedang bersemi ini, agar tidak gugup saat berhadapan dengan Hasfa. Seperti biasanya, aku datangi teman-teman kemudian berjabat tangan dengan mereka satu persatu sambil senyum lagi sapa. Namun satu hal serasa aneh. berat jemari tanganku berulur untuk bersalaman dengan Hasfa. Bukan karena aku tidak suka. Ini hanya bisikan hati, berikhtiar menahan diri dari rasa yang terbendam kian lamanya. Semua aku salami dengan jari lentikku, hanya Hasfa yang tidak. Sungguh, aku belum siap melakukannya. dengan senyuman ku katakan padanya, “Maaf ya fa”. Hasfa pun menjawab dengan ekspresi bingung sembari bercanda “Aku tok yang gak disalami”. Aku berlalu sembari mengerlingkan mata kananku menoleh padanya dan Hasfa pun tersenyum dengan tatapan mata tajamnya.

Acara musyawarah telah usai, Hasfa mendekat pada ku sembari membawakan sepiring nasi soto ayam untukku. Kami pun makan soto ayam dengan duduk bersebelahan dipojok paling barat sebelah selatan. “makasih”. “apa?”. “sudah diambilkan makanan”. “Iya, kamu dimana sekarang?”. “disini…”. “kuliahnya maksudku”. “di STAIN Tulungagung… kamu?”. “aku di Jakarta, UI As-Syafi’iyah”. Sesampainya disitu Hasfa pun menanyakan nomor telpon rumahku kemudian memintanya. Memang banyak yang berubah dari Hasfa sejak 4 tahun tidak bertemu dan tidak berkomunikasi. Kini Hasfa menjadi seorang mahasiswa pendidikan bahasa Inggris di Jakarta. Dia lebih terlihat akademis. Sisi kedewasaannya mulai bertambah. Hanya satu yang tidak berubah dari Hasfa,perawakan dingin serta sikap kalemnya itu. Ku fikir Hasfa tetap stay dipesantren hingga beberapa tahun lagi untuk memperdalam ilmu agama. Namun kenyataan berbalik dari fikiranku. Bulan Desember akan segera berlalu seiring dengan berjalannya waktu. Hasfa memintaku menemuinya sebelum malam berganti tahun 2002, di Sri Ratu pusat perbelanjaan terbesar dikota Kediri saat itu. Hari setengah siang, awan memutih dan langit pun membiru. Sedangkan matahari menampakkan senyum hangat dengan lebarnya. Seolah meridhoi dua anak manusia yang sedang bertemu untuk kali pertamanya. Pukul 10.30 WIB aku dan Hasfa akhirnya bertemu jua. Bukan untuk berbelanja akan tetapi terlebih dahulu aku mengajaknya menuju toko buku diujung timur lantai tiga Sri Ratu. Sudah Biasa, menjadi mahasiswa memang terkadang perlu membaca buku pengetahuan meski tidak terkait dengan mata kuliahnya. Apa lagi kalau aktif disalah satu organisasi kemahasiswaan. Dari situ aku menemukan satu buku yang menggelitik fikiranku sehingga berminat untuk membacanya “Feminisme dalam pandangan Islam”. Dilihatnya aku sudah membawa sebuah buku, Hasfa pun mendekat padaku sembari bertanya, “dapat bukunya?”. “iya…”. “kita langsung kelantai dua aja”. 30 menit sudah ditoko buku itu. Kemudian Hasfa mengajakku menuju rumah makan sebelah utara lantai dua Sri Ratu. Kami pun memesan makanan dan duduk dibangku paling ujung timur Rumah Makan itu. Dengan saling berhadapan, hanya terhalang dengan satu meja saja. Sehingga sesekali kaki ku tersenggol dengan kaki Hasfa. Betapa tak dapat menahan haus juga lapar, aku menyegerakan menyantap sepaket ayam krispy dan sebotol teh sosro yang telah dipesan, demikian pula Hasfa. Sehabis itu kami pun berbincang sembari memakan stik kentang yang dicocol dengan saus sambal instan. “ini kamu sudah free libur semester ya?”. “iya, tapi tanggal 3 aku harus balik ke Tulungagung”. “kamu ada acara?”. “ada, Diklat SC HMI Cabang yang mengadakannya. Seluruh dewan harian komisariat wajib ikut karena untuk persiapan penyelenggaraan LK-1”. “Kamu aktifis berarti”. “enggak juga”. “lha itu…”. -BERSAMBUNG

Advertisement

This article is from: