Arsip Kritik Majalah Ganesha

Page 1

2017

MA(J)ALAH GANESHA KUMPULAN KRITIK CASIN MG 2016-2017


LAY - OUT: praditaaprilia

cont ent S: tentang mg/ / di majalah ganesha / / majalah ganesha / / beberapa patah kata untuk mg / / kritik : mg- kssep itb / / kritis dan menggerakan / / disuruh nulis / / aku dan majalah ganesha / / mg. / / mengkritisi majalah ganesha / / tugas / / (ga ada judulnya) / / majalah ganesha: ukm kajian dan dinamisnya zaman / / mengkritisi maba, bukan majalah ganesha / / mengkritisi kritis / / mengenang bulan- bulan di majalah ganesha / / calon sindikat / / corat- coret majalah ganesha / / majalah ganesha itu apa? / / bukan majalah ganesha / / seluk beluk perkenalan dengan majalah ganesha / / novu- syndicate


T EN TA N G M G oleh : M.D. Larasati Sekarang saya ingin menulis tentang sebuah unit kegiatan mahasiswa di perguruan tinggi saya. Unit ini memiliki singkatan MG dan merupakan salah satu dari tiga (sebut saja tiga) unit kajian yang ada. Lokasi (orang menyebutnya) sekrenya berada di dekat perpustakaan, berderetan dengan unit-unit lain.

Yang lebih menariknya lagi, semua kajian yang saya alami tidak gampang berakhir dan seringkali juga tidak berujung sama sekali. Kajian-kajian tidak jelas itu bagaikan jamming yang sangaaat lamaaa sedangkan beberapa orang lebih suka berlatih sebuah lagu tertentu. Saya sendiri tidak masalah dengan keduanya.

Mungkin untuk orang lain penampilan sekre MG tidak menarik. Sudah beberapa kali saya mendengar ucapan ?Laras, kamu ikut unit apa aja? Oh, orchestra, oh Jazz... Hah? MG yang mana ya?? Tentu saja saya mendeskripsikannya. Kemudian deskripsi saya dijawab dengan ?Oh, baru tahu ada MG disitu.?

Dan lebih uniknya lagi, saat masa kader kami malah disuruh sering-sering mengunjungi sekre (sedangkan kebanyakan unit lain ?steril?dari manusia kader). Karena itu kadang-kadang saya ke sana, tapi sayangnya hanya bertemu orang yang itu-itu saja. Yah, cukup menyenangkan.

Tapi bagi saya, unit ini memiliki daya tariknya tersendiri. Semenjak saya sering pulang bersama kakak saya, saya sering melewati sekre MG, dan saya memandang sekre tersebut dengan penuh rasa penasaran. Posternya yang hitam putih seolah menandakan bahwa ada sesuatu yang menarik dari unit ini.

Bagi saya sendiri, unit MG merupakan sisi lain dari kampus yang memiliki begitu banyak corak. MG menunjukkan sisi kritis, keinginan berpikir, dan juga kesadaran bahwa manusia itu bodoh. Seandainya MG dapat melakukan tindakan konkrit, isi kampus saya pastilah semakin berwarna. Setidaknya menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa dari unit kajian tidak perlu dipandang sebelah mata. Ada saja yang memiliki pandangan begitu karena sudah beberapa kali saya mendengar secara samar-samar bahwa mereka dari unit kajian seringkali ?sok tahu?tapi IPK belum tentu cemerlang ._. Semoga saja hal ini tidak relevan bagi MG...

Seiring berjalannya waktu, keunikan MG semakin terbukti. Saat pertemuan pertama kader pun ketuanya menjelaskan bahwa MG merupakan unit yang tidak jelas yang diisi dengan orang-orang yang tidak jelas. Tugas-tugas yang diberikan pun tidak seperti unit lain yang menyuruh membuat buku angkatan kemudian wawancara puluhan orang. Manusia-manusia yang dikader hanya disuruh membaca sebuah buku, kemudian pada pertemuan selanjutnya buku tersebut akan dibahas. Kadang kami tidak membahas buku, namun sebuah topik.


Di Majalah Ganesha Oleh: Serena Vau

Sudah hampir dua bulan sejak saya bergabung menjadi ?calon sindikat? unit Majalah Ganesha-Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, dan Politik ITB. Saya mengenal Dusta Ganesha terlebih dahulu. Official account yang bikin sensasi dengan tulisan-tulisannya, kerap mengkritik dan beropini sambil berlindung di belakang tameng keanonimusannya. Setelah status anonim itu hilang, barulah saya tahu keberadaan unit Majalah Ganesha dan memutuskan mendaftarkan diri menjadi anggota. Kenapa? Karena sekadar penasaran saja. Pertemuan pertama MG-KSSEP kedatangan banyak calon anggota, beberapa di antaranya antusias untuk menulis dan berkontribusi

untuk majalah yang nyatanya tidak ada. Tidak heran jumlah calon yang hadir di pertemuan-pertemuan berikutnya berkurang. Saya rasa ada yang merasa bosan juga karena di unit hanya kajian dan diskusi yang terus-terusan membahas masalah tanpa berusaha menyelesaikannya. Para anggota juga kebanyakan (walau tidak semua) lebih sering di sekre daripada aktif di wadah kemahasiswaan lainnya. Padahal mungkin jika mereka lebih aktif di KM atau sebagainya, bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk ITB. Jadi begitulah kurang lebih unit MG-KSSEP yang sekarang. Sekian saja.


Namanya majalah tapi gapunya majalah. Paling-paling zine yang penyebarluasannya juga ga luas. Kegiatannya kajian, kajian, kajian, dan makan mie. Dan tidur. Heran kenapa unit kaya gini masih dipertahankan. Apa ITB dapet benefit dari sini? Kelihatannya engga. Paling-paling unit ini menghasilkan sebuah ketubiran. Ah, lupa, mereka punya kajian. Kajian bisa mengedukasi massa kampus. Tapi, ada berapa orang dari total massa kampus, sih, yang suka ikut kajian? Sedikit. Jadi apa guna MG? Bikin akun-akun anonim yang kerjaannya mengkritisi internal maupun eksternal kampus? Bikin tulisan-tulisan pemantik keributan? Atau cuma buat menuh-menuhin Sunken Court? MG nirfaedah,

kecuali kasur di MG dan Mie Odin di sebelah MG.

oleh:alyasabila.

{M ajalah

Gan esha


"BEBERAPA PATAHKATA UNTUKMG"

Oleh: Hanafi Kusumayudha


Tak terasa sudah hampir dua bulan aku menyandang status sebagai mahasiswa. Hari-hariku pun dipenuhi oleh masalah klasik mahasiswa pada umumnya. Untuk mengisi waktuku, kuputuskan ikut unit Majalah Ganesha. Awalnya ku berpikir ini adalah unit media cetak progresif sejenis boulevard dan persma. Namun tidak begitu ternyata. Kata majalah di depan ganesha tak berarti apa-apa, hanya untuk formalitas semata. Lucu memang, tapi inilah realitanya. Kata orang sih, unit ini aktif di media sosial menebar dusta dan wacana. Kritik sana-sini dan jadi musuh semua massa, akun anonim selalu jadi andalannya. Bagaikan pecundang yang tak mau disalahkan, sok-sokan oposisi tanpa mau ikut beraksi. Kegiatannya kajian-kajian tak jelas sepi peminat. Terlalu banyak komentar internal, tanpa mau ikut campur permasalahan Bandung sekitar. Sekrenya pun tak jarang kosong layaknya kuburan. Tujuan ga jelas, proker tak punya, struktur organisasi tak jalan, bahkan AD/ART tak ada. Ini organisasi macam apa? Jumlah anggota juga sangat minim. ?Bahkan pada saat aku tingkat dua, seangkatanku hanya ada tiga orang, dan satu orangnya pun hilang entah kemana. Tiga tahun angkatan diatasku tidak ada anggota MG sama sekali, yang ada hanya swasta tingkat lima, enam, bahkan tujuh yang akan lulus?, ucap Uruqul, Ketua MG-KSSEP 2011?2012. Mendengar hal itu akupun tersentak, separah itukah keadaan MG dulu? Parahnya lagi, setiap ganti ketua, nilai MG yang dibawa bisa saja berganti 180 derajat. Ketuanya sekarang terkenal bermasalah, dan sialnya terkadang nama MG tertutupi oleh warna Ofek yang sangat mencolok. Contohnya saja, ada temanku yang tidak tahu MG justru malah tahu Ofek. Kalau begitu, yang aku jalani sekarang ini kader unit MG atau kader Ofek ya? Hahaks. Oh iya, sampai lupa. Di sekre MG itu sirkulasi udaranya kurang baik. Tak ada jendela yang bisa dibuka-tutup dan ventilasinya juga sedikit. Atapnya bocor di dua tempat dan belum ditambal sampai sekarang. Inventarisnya kacau, unit ini punya papan tulis tapi tak jarang meminjam spidol, punya kasur tapi tak ada bantal tidur, kan lucu. Di dalam sekre juga banyak barang sampah yang ga jelas kegunaannya, ada amplifier rusak, kolor penghuninya, dll. Pengarsipan karya tulisan anggotanya juga masih sangat buruk, banyak dokumen-dokumen yang hilang entah kemana. Seakan-akan tak menghargai tulisan itu sendiri.


> KRITIK :

MG-KSSEP ITB

OLEH: FAISHAL M AHDI

Unit Kegiatan Mahasiswa Majalah Ganesha?? ?Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, dan Politik (MG-KSSEP) adalah unit media berbasis kajian, opini, dan analisis data. Unit ini lahir 22 Februari 1989. Unit ini memiliki sekretariat di Sunken Court E-04, ITB. Konten Majalah Ganesha berisikan penjabaran terhadap problematika isu strategis dengan analisis yang kritis dan menggerakkan. Terbitan MG-KSSEP terbit dalam dua media: cetak dan online. Terbitan kami bertujuan untuk menjadikan mahasiswa ITB peka dan kritis terhadap isu strategis melalui tulisan. Analisis yang tajam menjadikan Majalah Ganesha sebagai sebagai media alternatif untuk kritis dan terus menggerakkan kampus. Ada kalanya pena lebih tajam daripada pedang. Oleh karena itu, saatnya mahasiswa ITB berbicara lewat kepenulisan, dan MG-KSSEP sebagai media penyadaran. Kegiatan Majalah Ganesha adalah kajian, penerbitan Majalah Ganesha, penerbitan Ganesha Review, Malam Kebudayaan Ganesha dan pelatihan jurnalistik. (https://km.itb.ac.id/majalah-ganesha-kelompok-studi-sejarah-ekonomi-dan-politik-itb/


Tahun ke-2 perkuliahan, aku masuk unit ini. Pendapat pribadiku setelah mengikuti kegiatan kaderisasi di sini: 1. MG adalah unit kajian, tetapi terlihat sebagai unit media. 2.Materi yang diberikan berupa kiat menulis dan propaganda. 3. Timbul kegiatan atau minat membaca. 4. Mengenal istilah ?oplah?. Kenapa kusebut sebagai unit media? Alasannya adalah pendapat ke-2. Untuk advance dalam menulis, harus banyak membaca agar memperbanyak kosakata dan gaya penulisan. Inilah dasar muncul pendapat ke-3. Sekarang, apakah itu ?oplah?. Seringkali berita di TV berupa isu politik, ekonomi, kriminal, dll, disajikan terus menerus. Namun, kadang sedikit mahasiswa yang peka terhadap isu tersebut. Namun, ada isu atau event yang bisa dibilang kecil bahkan tidak penting yang terjadi di sekitar kampus. Isu tersebut di-posting dari suatu akun LINE bernama ?Dusta Ganesha?. Absurd-nya, isu tersebut mendapat banyak like atau comment dari massa kampus. Cara mengemas posting-an yang mampu membangkitkan sensasi disertai foto paparazzi seputar isu atau event kampus. Menurutku, posting-an-nya frontal, menyindir, dan kadang kala to the point. Aku sebagai massa kampus terasa tercerdaskan dan peka terhadap isu atau event yang beredar di kampus setelah membaca akun tersebut. Nah, berita seperti inilah yang diistilahkan sebagai ?oplah?. Dari pemahamanku, teknik oplah tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1.Perhatikan isu atau event yang sering diperbincangkan oleh massa kampus. 2. Tuliskan konten tulisan dengan gaya sindiran.

3. Sertakan foto paparazzi isu tersebut agar konten semakin heboh. 4. Ini yang penting, perhatikan waktu yang tepat untuk menge-post konten tersebut. Selain MG, juga ada unit kajian lain, yaitu Perkumpulan Studi Ilmu Kemasyarakatan (PSIK), Institut Sosial Humaniora-Tiang Bendera (ISH-TIBEN), dan Harmoni Amal Titian Ilmu (HATI). Berikut obrolan yang kurasakan dari orang-orang unit kajian tersebut. PSIK membuat kajian mengenai isu politk yang dibahas dari sisi kemasyarakatan, menurut pengamatanku, seperti kasus dwikewarganegaraan Mantan Menteri Enerdi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archanda Tahar, yang dibawakan oleh Alfatehan Septianta (Teknik Mesin, MS?14), dan juga kasus kenaikan harga rokok yang dibawakan oleh Yolanda Wijaya (Manajemen Rekayasa Industri, MRI?15). Obrolan mereka terkadang juga seputar krtitik evaluasi kegiatan kampus, seperti Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa (OSKM), Inisiasi Terpusat Keluarga Mahasiswa (INTEGRASI), Open House Unit (OHU), Festival INTEGRASI, Pemilu Raya (PEMIRA) Presiden Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) atau Ketua Majelis Wali Amanat-Wakil Mahasiswa (MWA-WM), dll. Hal yang kuingat dari obrolan bersama mereka adalah hidroponik dari INTEGRASI terbuang percuma dan pembukaan gerbang belakang yang belum terwujud. TIBEN membuat kajian mengenai filsafat. Namun, karena aku sulit memahami filsafat, aku pun sulit memahami apa yang mereka obrolkan. HATI membuat kajian mengenai syariat Islam. Aku pun juga anggota HATI?15. Tentunya, obrolan yang kualamai berupa bahasan isu kampus berdasarkan Islam. Secara luas, dibahas juga mengenai sistem negara berdasarkan Islam.


Nah, sekarang, unit yang sedang kuikuti kaderisasinya, yaitu Majalah Ganesha (MG). Hal yang kudapati dari obrolan dengan mereka adalah isu kampus, statistik dan analisis, cara menulis, dll. Beberapa ?sesepuh?di sunken, mahasiswa angkatan 2008?2012 pernah kulakukan obrolan dengan mereka. Aditya Firman Ihsan (Matematika, MA?12), alias PHX, dahulu adalah Ketua Himpunan Mahasiswa Matematika (HIMATIKA) 2015. Setelah itu, menjadi Menteri Pusat Studi Arsip dan Kajian Kebijakan KM-ITB 2016. Namun, karena dia mengambil fast-track, akhirnya jabatan tersebut harus dilepas. Hal yang pernah kuobrolkan dengannya adalah cara mengarsip. Hasil obrolan yang kudapati adalah arsipkan semua hal yang kita miliki, apakah hal itu penting atau tidak, seperti barang, tulisan, dll, sehingga nanti di masa depan akan menjadi sejarah tersendiri. Menteri Kajian Strategis KM-ITB 2014, Okie Fauzi Rachman (Fisika Teknik, FT?11), dan Ketua Pers Mahasiswa (PERSMA)-ITB 2011/2012, Direktur Penelitian dan Pengembangan KM-ITB 2014, Husein Abdulsalam (Matematika, MA?10), pernah menjadi pemateri di MG mengenai kiat menulis. Hasil obrolanku di MG bersama mereka adalah banyak membaca agar bisa menulis. Kemudian, hindari logical fallacy agar paragraf serta tulisan saling membangun dan berkaitan. Aku juga pernah mengobrol bersama Tarjo, alias Senartogok. Sebelumnya, aku juga pernah bergabung dengan ISH-TIBEN. Namun, karena tidak datang tugas akhirnya yang berjudul ?Makan Sendal, Minum Oli?, aku tidak dilantik sebagai anggota ISH-TIBEN. Akan tetapi, aku kadang-kadang juga main ke sekre ISH-TIBEN untuk membaca buku, bahkan meminjam buku. Oleh karena itu, mungkin bisa disebut sebagai Sahabat ISH-TIBEN. Hal yang kudapati dari obrolan bersama Tarjo adalah terkadang orang-orang yang kurang mampulah yang peduli jika ada yang meminta pertolongan.

Hal ini aku dapati dari obrolan Tarjo bersama mereka yang mengikuti tugas akhir tersebut. Ada yang dari mereka mendapati pekerjaan dari salah seorang pedagang di pasar. Pedagang tersebut peduli karena mau menolong yang bersangkutan agar bisa pulang dengan memberi mereka pekerjaan. Kemudian, mereka diberi uang. Nongkrong di sekre MG, kalian bisa juga makan mie odin, alias indomie, yang dijual di arah selatan dari sekre MG, alias kanan apabila kalian menghadap ke sekre MG. Selain itu, kalian juga bisa ke Institut Sosial Humaniora-Tiang Bendera (ISH-TIBEN) sambil membaca buku. Tenang saja, mereka sangat terbuka untuk umum. Di sekre, aku menemui infografis survei popularitas Calon Presiden KM-ITB 2015, buku psikologi, filsafat, dll. Kalau kalian haus, ambil saja air di sana karena ada dispenser. Kemudian, MG juga punya proyektor. Mau tidur, di sekre juga ada kasur. Inilah pengamatan serta pendapat pribadiku mengenai apa saja yang kudapat setelah nongkrong di sekre MG. Hal yang kudapati setelah membaca tulisan dari akun LINE Majalah Ganesha adalah seputar isu kampus, perbedaan masing-masing unit kajian, opini dari kadernya, argumentasi mengenai isu kampus, dll. Begitu pula dari tulisan para kadernya, berisi opini dan argumentasi mengenai kehidupan, berupa isu kampus, masalah hidup, ocehan, pengalaman hidup, kritikan, dll. Aku pernah bertanya kepada salah satu kader MG mengenai apa saja yang dilakukan orang-orang di MG. Katanya, di MG itu terserah saja mau apa. Mau religius, ateis, agnostik, sekuler, yah terserah


Dari pengalaman yang aku rasakan bertemu dengan orang luar sunken court. Sektor ?tengah?ada yang beropini ?Admin Dusta Ganesha?, ?Kajian isu kampus ama survei?, ?unit kajian yang kritis?, ?Oh, Ofek ya??, dll. Sektor ?depan?ada yang beropini ?Pastinya, kamu akan menemui hal umum.?, ?Olah informasi yang kamu terima di sana, jangan terima mentah aja.?, ?Punyailah dasar yang kuat agar tidak terpengaruh?, dll. Namun, opini yang paling bijak dari yang kurasakan adalah ?Kenapa harus mengelompokkan massa kampus. Toh, kita nanti sama-sama kerja ama mereka kok.?. Inilah keseluruhan yang kudapati selama bergabung di MG. Namun, ada hal yang masih belum kutemui. Dari nama organisasinya, Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, dan Politik, belum kutemui kajian berupa Sejarah dan Ekonomi. Kemudian, dari sumber yang kudapati di https://km.itb.ac.id/majalah-ganesha -kelompok-studi-sejarah-ekonomi-dan-politik-itb/, belum kutemui terbitan dari MG dalam bentuk media cetak. Namun, pernah kutemui hasil karya MG berupa ?Jurnal Kebangkitan? yang berkolaborasi bersama PSIK, ISH-TIBEN, dan Lingkar Sastra (LS). Selanjutnya, belum kulihat kegiatan Malam Kebudayaan Ganesha dari sumber yang telah kusebutkan. Untuk selanjutnya, MG-KSSEP tetap gencar dan kritis mengenai isu kampus dan mencerdaskan melalui tulisan dan karyanya.

#SalamPembebasan


KRITISDAN MENGGERAKAN Oleh: Adi Perw ira Purba Tulisan berikut merupakan pandangan pribadi penulis terhadap Unit Kegiatan Mahasiswa Majalah Ganesha (MG) yang sifatnya sangat subjektif. Tulisan ini sendiri ada untuk memenuhi tugas kaderisasi unit tersebut. Majalah Ganesha ? Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, & Politik (MG-KSSEP) ITB atau sering disingkat dengan Majalah Ganesha (MG) saja merupakan unit media progresif berbasis opini, kajian, & analisis data. Majalah Ganesha dibentuk pada tahun 1989 sebagai insan pers yang mengkoridori arah revolusi pemerintahan menuju demokrasi. Sampai di sini bisa dilihat bahwa MG itu sendiri lahir untuk memuaskan hasrat para mahasiswa dulu akan adanya sebuah pergerakan yang diharapkan menghasilkan sebuah transformasi. Kata ?pergerakan?di sini, merupakan pergerakan dalam arti yang sebenarnya (literral) yang berbentuk ?turun lapangan?seperti demo di jalan, memasang berbagai atribut di tempat-tempat tertentu sebagai aksi protes atau bentuk lebih ekstrimnya mungkin melakukan sedikit tindak pengrusakan untuk mendapat perhatian yang lebih besar. Tapi itu kan cerita romansa tempo dulu, saat Orde baru masih berdiri tegak, saat Soeharto adalah bapak besar yang tidak tersentuh, saat orang masih bisa dicabut nyawanya sesuka hati petrus (penembak misterius). Sekarang Majalah Ganesha (MG) bagaimana?


Seiring berjalannya waktu dan berubahnya jaman, Majalah Ganesha (MG) akhirnya dipaksa untuk ikut beradaptasi. Seperti sebuah patung batu yang terus ditetesi hujan dan akhirnya menjadi sebuah bentuk baru dengan bebrbagai perubahan, Majalah Ganesha sendiri pun mengambil bentuk baru hasil bentukan jaman sekarang. ?Kini Majalah Ganesha menjaga nilai-nilai pers sebagai pilar demokrasi yang netral dengan motto ?Kritis dan Menggerakkan?, Majalah Ganesha aktif melakukan kajian dan riset dalam mengkoridori menuju demokrasi yang cerdas, mengkritisi serta memberikan rekomendasi terhadap isu nasional, serta penerbitan GANESHA Review setiap bulannya? Perubahan inilah yang membuat kesan seolah-olah Majalah Ganesha sedang mati suri. Minim pergerakan dan aksi membuat Majalah Ganesha sering dihujat sebagai kumpulan pecundang yang hanya berani berlindung di balik akun anonimous. Dalam pemahaman kalangan mahasiswa ITB sendiri, nama Majalah Ganesha sering tenggelam dibalik bayang-bayang PSIK ataupun ISH Tiang Bendera. Hal ini diakibatkan oleh kata ?Majalah?di awal nama Majalah Ganesha yang sering membuat orang berpikir bahwa Majalah Ganesha sendiri merupakan unit media yang memproduksi majalah, setara dengan Boulevard atau Persma. Walupun pada kenyataannya, Majalah Ganesha sendiri tidak lagi memproduksi majalah fisik. belakangan ini.

Padaakhirnya,Majalah GaneshaadalahMajalah Ganeshaitusendiri,unit yangkajiannyaselalusepi (samaseperti unit-unit kajianlainnya). kaderisasi yang(sok) mengatasnamakan egaliter,sekreyangsepi penghuni,kuatnya pengaruhOfekyang kadangmenjadi representasi Majalah Ganeshaitusendiri dan seekor kucinglucuyang sekarangmenjadi penghuni barusekre.


D isur uh N ulis Oleh: Adrian Thomas Sudah 2 bulan lebih sejak saya menapakkan kaki di kota Bandung ini untuk berkuliah di salah satu perguruan tinggi yang paling overrated di kalangan anak SMA kelas 12. Tulisan ini ada karena saya disuruh untuk membuat tulisan oleh Majalah Ganesha. Unit Majalah Ganesha dikenal sebagai unit aneh tukang buat onar. Menurut salah satu petinggi suatu unit di CC Barat, ketua dari MG adalah SJW yang keliatan kalem di luar tetapi ganas kalau dalam media. Tidak jarang juga banyak yang bilang ke saya agar hati-hati dengan unit satu ini. Unit ini unit yang tidak jelas. Organigram nggak jelas, acara kajian juga dikit yang datang. Arsipnya juga nggak jelas. Saking ketidakjelasan arsip di MG, sering disebutkan bahwa MG itu dimulai dari Uruqul di sekitar tahun 2012, padahal unit ini sudah ada sejak tahun 80an. Eksistensi kehidupan di dalam sekre juga tidak jelas. Kadang sekre MG juga sepi sekali. Sudah berapa kali saya cabut ke sekre tetangga karena sekre MG sepi. Lalu kondisi sekre juga nggak jelas. Walaupun tiap hari dibersihkan Odin / Jajang, penjual mie goreng sebelah, banyak juga barang-barang nggak jelas di sekre. Selain itu sekre banyak nyamuk juga. Yang paling ngeselin sih, sering dicengin ?Kamu kan anak Kanisius, kenapa ga ke PSIK aja??. Sekian tulisan yang nggak kalah nirfaedah ini. Terima kasih.


AKUDAN MAJ ALAHGANESHA Salah satu ekspektasi diriku saat kuliah di ITB adalah untuk belajar apapun sebanyak-banyaknya. Aku tak peduli apakah itu matematika, sains, teknik, seni, sejarah, ekonomi, politik ataupun humaniora. Aku tak ingin membatasi cakrawalaku. Dari hal tersebut, aku ingin mencoba memanfaatkan UKM ?Kajian? sebagai ?salah satu? bentuk untuk memenuhi hasrat tersebut. Sebenarnya, aku masuk unit majalah ganesha (MG) karena ketaksengajaan. Pada awalnya, unit kajian yang ingin kumasuki adalah ISH-Tiben. Namun, ketika diriku datang ke lapak ISH-Tiben saat festival integrasi (Pengenalan UKM di ITB), aku merasa sepertinya diriku belum memenuhi prasyarat untuk bisa mengikuti materi ?Tiben dan filsafatnya?. Mungkin aku akan memasukinya pada tahun kedua di ITB. Akhirnya, diriku kepincut dengan UKM yang ada di sebelahnya yaitu majalah ganesha karena memang sedikit mirip dengan ISH-Tiben. Hari-hari awal ?hidup?di MG cukup aku nikmati. Aku bisa memanfaatkan kasur dan buku yang ada di dalam sekre. Namun, nyala kipas angin sekre di malam hari cukup mengganggu bagi diriku karena aku merasa Bandung sudah dingin. Di MG, aku bertemu dengan berbagai jenis manusia dan berbagai macam ?Isme? yang dibawanya. ?Isme-isme? tersebut cukup menarik untuk menambah cakrawala diriku meski terkadang isme-isme tersebut tidak berfaedah dalam pandangan subyektifku. Hal yang kunikmati di MG juga adalah sistem kaderisasinya. Sangat cocok untuk diriku yang fleksibel dan tidak suka hal-hal berbau ?Spek?(Read : Malas).

OLEH: ADAM

Kaderisasi yang berkutat dalam hal datang ke sekre, membaca, mengkaji, menulis dan pertemuan di malam hari kerja atau akhir pekan kurasa tak terlalu banyak menyita waktuku sehingga tidak mengganggu aktivitas diriku untuk menyusup ke kelas di fakultas lain dan kakak tingkat, ataupun kegiatanku di luar kampus seperti kenduri cinta, belajar bareng bandung, edushare, dsb. Namun, di sisi lain hal ini mengundang stereotype ?Unit Tak Jelas? bagi beberapa orang di luar MG. Stereotype lain menyatakan bahwa MG dan isinya hanya bisa kajian tanpa bergerak dan malah menambah masalah dengan tubir. Bahkan, beberapa orang mengatakan ?Hati-hati? , ?Waspadalah-wapadalah? karena MG itu bisa membawa kepada lubang nista yang paling dalam yaitu kesesatan. Orang-orang seperti ini memang terkadang dicap bigot, ignorant, tolol, atau tidak open minded oleh segelintir orang di internal MG. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal tersebut tidak ekuivalen dengan ?beberapa?orang ?Hijrah? yang juga mengecap atau mengkotak-kotakan orang di luar mereka dengan sebutan bukan orang kita, mereka tidak di jalan Allah, aku suci kalian penuh noda, kafeeerrr, sesat, dsb ??? Kembali pada ?Isme? masing-masing. Awal-awal kajian di MG, aku mencoba menjadi seseorang yang vokal. Namun, setelah aku ingat kembali tujuanku masuk MG, aku rasa hal tersebut malah bisa mengganggu hal yang akan kuperoleh dari MG sehingga aku lebih memilih menjadi -


-seseorang yang vokal. Namun, setelah aku ingat kembali tujuanku masuk MG, aku rasa hal tersebut malah bisa mengganggu hal yang akan kuperoleh dari MG sehingga aku lebih memilih menjadi pendengar yang baik (Apalagi, setelah membaca tulisan-tulisan mereka, aku rasa mereka orang-orang hebat yang berwawasan luas. Aku hanya remah-remah rengginang coy). Setelah selesai, barulah aku akan mencoba bertabayyun (memverifikasi) terhadap hal yang kudapat dan mencari data serta sumber lain. Setelah lebih dari sebulan ?hidup?di MG, aku sampai kepada tugas untuk menulis. Tulisan ini merupakan salah satunya. Tugas menulis berikutnya adalah ?Tubir Pemira?. Namun, untuk yang ini aku tak bisa serta merta dan gebyah uyah menurutinya. Sebagai mahasiswa baru, data yang kuketahui mengenai perpolitikan kampus belumlah cukup.

Aku perlu berbagai data karena bisa saja aku malah hanya akan dijadikan bidak politik oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan. Aku akan menulis, kalau aku sudah merasa data tersebut cukup. Diriku bukanlah seseorang yang menyukai keterpihakan. Bahkan, ketika pimpinan MG diisukan untuk dicalonkan menjadi Presiden K3M, aku memilih diam (Sorry fek,wkwk). Walaupun selama di MG aku merasa kepemimpinan beliau itu paling bagus (selama diriku dipimpin di ITB), tapi itu hanya lingkungan sosialku. Lingkungan sosial di ITB jauh lebih luas. Dengan mengetahui ada emas di dalam kamar, aku tak bisa mengurung diri dan berasumsi di luar tidak ada emas atau berlian. Ya, ?Bagiku? datanya belum cukup. Memang, sangat wajar bagi senior-senior sunken yang sudah berpengalaman di ITB untuk melakukannya. Namun, melihat bagaimana ?Calon Sindikat Ganesha? yang terkesan ?buru-buru?dan bahkan meminta jabatan jikalau beliau terpilih, kurasa itu hal yang bisa dikritisi bila landasannya tidak kuat. Aku bahkan sempat berpikir, kalau seandainya Pimpinan MG menjadi Presiden dan Sunken berpotensi untuk tidak mengawalnya di jalan yang lurus, aku akan membuat ?Dusta Ganesha? yang baru,wkwk. Namun itu hanya pikiran sesaat. Yap, aku hanya tak ingin kehidupanku di MG membuatku mendewakan seseorang. Meskipun begitu, aku sangat berterima kasih pada semuanya.

Salam Pembebasan.


MG. O leh : D av id A nugr ah W ir anat ak o Berawal dari keinginan untuk memiliki unit. Saya pun mencoba mendaftar MG. Dilihat dari namanya unit ini pasti kerjaanya bikin majalah. Tapi selama 1 tahun di ITB saya tidak pernah membaca atau melihat atau mengetahui keberadaan Majalah Ganesha. Mungkin karena kurangnya informasi oleh saya sendiri. Salah satu alasan untuk memutuskan mendaftar MG karena saya menemukan kesesesuaian dengan pertanyaan yang disajikan di form pendaftaran. Alasan yang sangat sederhana. Didorong juga oleh keinginan untuk memiliki unit. Pada saat pertemuan pertama MG kami diceritakan sejarah MG dan juga aturan-aturan kaderisasi. Tidak seperti kaderisasi di unit yang saya gagal masuki sebelumnya. Di MG tidak dibutuhkan buku angkatan maupun buku pribadi yang biasanya digunakan untuk mencatat dan juga untuk kegiatan wawancara antar calon anggota. Bahkan di MG kunjungan ke sekre dianjurkan. Maksudnya untuk lebih mengenal para penghuni sekre dan unit itu sendiri.

Setelah saya mendaftar MG saya pun mulai mencari tahu mengenai unit tersebut. Banyak hal negatif yang tersemat dari MG mulai dari stereotipe sebagai non-believer(sumber beberapa teman fakultas saya). Sampai keberadaan admin akun anonim yang cukup kontroversial yang merupakan pimpinan MG-KSSEP yaitu Ofek. MG juga dianggap sebagai unit dimana para anggotanya membaca ataupun mempelajari ideologi atau pemikiran yang dianggap tidak biasa maupun bertentangan.

Cukup segitu aja karena saya juga belum banyak tahu. Ke sekre aja jarang bagaimana bisa tahu. Mohon maaf jika banyak salah info maupun sok tahu.

Terima kasih.



Men gk r it isi Sebelum kita memulai mengkritisi Majalah Ganesha (MG), alangkah baiknya saya perkenalkan dulu apa itu MG. Majalah Ganesha ? Kelompok Studi Sejarah Ekonomi dan Politik, adalah salah satu UKM di ITB yang berfokus pada kajian, opini, dan lain-lain kemudian cara publikasinya.

G a n e s ha

Sebagai tugas Ca-Sindikat Ganesha -begitulah para calon anggota MG disebutyakni mengkritisi MG, maka kali ini saya akan mengkritisi MG. Tapi jujur saja, saya masih belum tahu apa yang harus dikritisi dari MG. Bukan berarti saya bilang bahwa MG adalah unit tanpa cacat, tapi memang hasil interaksi (yang sangat jarang) saya selama ini dengan MG membuat saya berpikir bahwa unit yang saya masuki ini memang cocok dengan pemikiran saya. Karena untuk memenuhi kuota, ya sudah, saya coba kritisi apa yang (mungkin) perlu dikritisi.

M a j a la h Oleh: M. Hisyam Ramadhan

Kita mulai saat mulai ada kajian. Saat kajian (terutama saat kajian internal), saya sering mengumpat dalam diri sendiri ?Ini ngomongin apa sih sebenernya? Filosofi? Ideologi? Ato cuma ngomong-ngomong doang?? Begitulah kira-kira umpatan yang sering saya ungkapkan dalam hati sempit saya. Lalu, kajiannya yang sering sepi membuat suasana kajian di dalam sekre kurang bergairah dan kadang malah diem-dieman, seperti ada setan di dalam sekre. Yang terakhir adalah masalah fisik di dalam sekre. Sekre MG itu pengap dan banyak barang-barang berceceran, sehingga membuat kurang konsentrasi untuk kajian karena yang dipikirkan ?duh, pengap amat sih. Kapan kelarnya?? Mungkin kira-kira segitu saja yang bisa saya kritik.


{T u -gas Oleh: William Chandra Sedang malas buat preambule jadi langsung ke intinya aja. Setelah beberapa kali ikut kajian di MG, saat kajian terkadang ada awkward moment, tiba tiba semua diam sejenak. Sekrenya sebenarnya bisa terasa lebih luas lagi seandainya barang-barang yg sudah tidak terpakai di singkirkan, minimal dirapikan lah.

Kalau pendapatku pribadi terhadap MG sih, unit ini unik karna berisikan manusia-manusia yg ?lebih? berpikir dari orang-orang yg hanya mengikuti sistem dan pasrah saja mau diapakan. Kata pute ?MG unit bangsat?, menurutku sih karna manusia di MG ini terkadang atau mungkin saja selalu dianggap bangsat oleh ?kalangan lain?. Tetapi ada senpie rAy yang disanjung kok, jadi ya gk bangsat bangsat amat wkwkwkwk.

Ada juga yg bilang ?MG tu isinya org yg Omdo?. Klo menurutku sih mungkin emang MG itu cara bergeraknya ya menggerakkan/merangsang org lain untuk bertindak.

Ya ini sih hanya pendapat pribadi. Maaf jika tidak rapi karna saya sedang mager.


(Ga Ada Ju du ln ya) O leh: Q usa iry Wa rd a na Ha ra ha p Kalau dihitung, sudah 2 bulan sih resmi sebagai mahasiswa ITB dan 2 bulan juga udah mengikuti unit kajian di ITB yang bernama MAJALAH GANESHA , biasa disingkat MG.Bermula dari festival integrasi ITB 2016 ya saya mendaftar unit yang waktu integrasi stand nya berada paling pojok dan sepi ini , mungkin karena didepan stand nya yang dilihatin buku doing sih , coba kalau ofek disuruh orasi 3 jam tanpa henti pas nambah beberapa orang yang tertarik. Namun, ada ratusan orang juga yang mendaftar , hal ini masih menimbulkan tanda tanya besar bagi penulis hehehehe Jadi tulisan ini merupakan penilaian aku terhadap MG.Maafkan saya selaku penulis jika terlalu subyektif. Hal ini disebabkan karena pengalaman saya di MG masih seumur jagung dan juga tulisan ini ditulis 3 jam menjelang deadline. MG memiliki sisi positif dan sisi negatif, kebanyakan negatif sebenernya.Hal ini dibuktikan dari pengalaman penulis sendiri saat pertama kali datang ke sekre MG. Waktu itu saya berniat menanyakan kapan kumpul perdana bagi mahasiswa baru yang ingin bergabung dengan MG , didepan sekre ada beberapa orang lagi duduk .Akhirnya setelah seminggu saya mengetahui bahwa ketiga manusia tersebut bernama ofek , nad , dan glory .Dimulai lah percakapan yang agak aneh tersebut.

Saya : M isi m as, n gu m pu l per dan a yan g daf t ar u n it in i k apan ya ? Of ek : Ha? Nad : -diem ? Glor y : -sen yu m Saya : Bu k an n ya h ar i in i ya n gu m pu ln ya Of ek : Siapa bilan g , u dah baca bu k u aja didalam .

Nah dari situ pembaca bisa menilai sedikit bagaimana manusia-manusia di MG. Bisa juga menilai orientasi seksualnya.Mungkin hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi tempat yang agak lembab basah gitu sih. Pertanyaan untuk anak-anak MG ( dijawab ya ) : Kenapa sih kita harus memikirkan dan menimbang sesuatu melalui sudut pandang yang terlalu banyak jika ujung-ujungnya kita hanya bersikap netral dan tidak mengambil sikap terhadapnya ? Harapan saya tidak terlalu besar , saya berharap agar kajian-kajian di MG lebih rame lagi dan efeknya berkelanjutan terlepas dari baik atau buruk hal tersebut

Terimakasih


Mahasiswa adalah salah satu elemen sentral dalam sejarah perjuangan di Indonesia. Mahasiswa sering dikaitkan dengan pergerakan, dan memang tidak salah. Beberapa tahun yang penting bagi sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia adalah tahun 1966, 1974, 1977? 1978, 1990, dan 1998. ITB sebagai salah satu universitas di Indonesia pastinya mempunyai wadah pergerakan mahasiswa. Dan wadah itu adalah cikal bakal unit yang akan saya bahas sekarang, Ganesha. Ganesha sudah berdiri cukup lama, saya pun tidak tahu pasti kapan berdirinya. Namun sebuah sumber menyatakan bahwa Majalah Ganesha berdiri tahun 1989 sebagai insan pers yang mengkoridori arah revolusi pemerintahan menuju demokrasi[1].

Banyak orang bingung dengan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa, untuk selanjutnya akan disingkat ?unit?? red) ini, pasalnya unit ini sangat berbau ?kejurnalistikan?, namun dalam kenyataannya, unit ini hanya melaksanakan kajian-kajian yang kadang kala jelas dan seringnya kurang jelas, tapi tetap berfaedah. Padahal dalam laman resmi Majalah Ganesha[1] disebutkan:

?Kini Majalah Ganesha menjaga nilai-nilai pers sebagai pilar demokrasi yang netral dengan moto ?Kritis dan Menggerakkan?, Majalah Ganesha aktif melakukan kajian dan riset dalam mengkoridori menuju demokrasi yang cerdas, mengkritisi serta memberikan rekomendasi terhadap isu nasional, serta penerbitan GANESHA Review setiap bulannya.?

Majal ah Ganesh a: UKM Kajian dan Dinamisnya Zaman

O LEH : FABI FUU


Dari deskripsi singkat mengenai apa itu Majalah Ganesha kita dapat menarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah unit ini merupakan unit jurnalistik yang netral, kritis, dan mempunyai implikasi atas tulisan-tulisannya, yaitu aktif menggerakkan. Dalam rangka menciptakan kekritisan tersebut dilakukanlah serangkaian kajian untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan padangan mengenai suatu permasalahan tertentu. Apa yang suka dari seri kajian ini adalah setiap orang bebas mengeluarkan tesis, mengeluarkan antitesis, bahkan ganti topik juga diperbolehkan. Semua hal ini? jika dilakukan dengan tepat? dapat menambah wawasan, dan memang hal itulah yang dibutuhkan untuk membentuk tulisan yang berbobot tapi tetap sederhana dan terjangkau untuk kaum awam, yang sejatinya merupakan ciri khas Majalah Ganesha. Dari deskripsi di atas, ada kalimat yang perlu digarisbawahi: serta penerbitan Ganesha Review setiap bulannya.

Sayangnya Ganesha Review pada saat ini belum juga muncul, apalagi terbit berkala tiap bulan sekali. Padahal, penerbitan kumpulan tulisan-tulisan secara berkala sangat besar manfaatnya. Selain sebagai pengarsipan tulisan, gagasan-gagasan dari berbagai anggota Majalah Ganesha juga dapat dihimpun. Menghimpun di sini sangat bermanfaat karena seperti yang saya paparkan, Majalah Ganesha mempunyai berbagai macam pemikiran yang pastinya berbeda-beda, dan perlu bagi kita untuk melihat dari berbagai sudut pandang. Satu sudut pandang bagaikan seekor lalat yang ingin keluar dari kaca di jendela, padahal ventilasi terbuka dengan lebarnya. Penyebarluasan gagasan dalam bentuk kumpulan tulisan dari sudut yang berbeda-beda dapat menawarkan solusi alternatif bagi khalayak, yang pada waktu ini, sangat dibutuhkan oleh para mahasiswa ITB di tengah antusiasme mahasiswa ITB dalam berbagai event dan kepanitiaan. Dapat diharapkan tulisan-

Majalah Ganesha ini ?Kritis dan Menggerakkan?, sesuai dengan deskripsi Majalah Ganesha itu sendiri. Sanggup mengubah jalan pikir sekelompok orang dari cara berpikir sempit menuju cara berpikir yang luas menurut saya merupakan sebuah pencapaian tertinggi dalam kehidupan. Jangan mengajari cara hidup pada orang lain, tapi hidupkanlah orang itu. Sia-sia jika kita hanya bercerita tentang bagaimana pemikiran Immanuel Kant mengenai rasionalisme dan empirisme, bagaimana pandangan Descartes tentang realitas alam ini, bagaimana Nietzche membunuh Tuhan, bagaimana pemikiran Heidegger mengenai ontologi dan fenomenologi. Semua hal itu akan menjadi angin belaka jika pemikiran orang yang bersangkutan masih sempit, masih terkena indoktrinasi atas segala dogma-dogma yang diterima. Singkat kata, belum merdeka. Berbicara tentang kaderisasi Majalah Ganesha, dari segi teknis, saya kira cukup sederhana dan tidak menyita banyak waktu.


Sangat cocok untuk mahasiswa yang malas tidak terlalu rajin. Meskipun begitu, kaderisasi Majalah Ganesha tidak serta merta tanpa ada kegiatan apa-apa. Berbagai buku ditugaskan kepada para kader Majalah Ganesha untuk selanjutnya didiskusikan dengan berdialektika. Pemilihan waktu pertemuan juga sangat fleksibel dan tidak perlu membawa sesuatu yang aneh-aneh. Cukup membawa badan dan pikiran, tentu jangan lupa membawa kesadaran. Tapi apakah pikiran bisa hadir tanpa kesadaran? Ah itu lain ceritanya dan tidak saya bahas di sini. Lalu apa tujuan akhir yang bisa kita peroleh ketika memasuki Majalah Ganesha? Saya sebenarnya tidak terlalu memikirkan hal ini. Apalah itu tujuan akhir, jika proses menyajikan hal-hal yang lebih bermakna daripada tujuan akhir itu sendiri. Mungkin menulis bisa dimasukkan dalam kategori ini, tapi jika hanya menulis, kenapa tidak ke Lingkar Sastra, atau Persma? Ada hal yang lebih dari itu. Majalah Ganesha dapat mempertajam sifat kekritisan kita terhadap suatu masalah dan melihat dunia dalam cara pandang yang lain. Namun hal itu malah yang menjadikan Majalah Ganesha sering dicap dengan berbagai atribut yang bernada negatif. Pernah seorang penjaja kopi bernama Adam menanyakan hal ini kepadaku, ?Mengapa masuk MG? MG itu di zaman saya sering dicap jelek loh oleh massa kampus yang lain.? Mungkin saya bisa memaklumi hal ini. Memang tulisan-tulisan dari Majalah Ganesha sering berbau kontroversial dan memancing keributan. Tapi jika hanya sebatas ide-ide semata, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. Tulisan pasti bercorak, dan corak itu merupakan refleksi dari diri penulis, atau setidaknya gagasan yang diikuti penulis. Gagasan-gagasan tersebut biasanya berupa ide-ide dasar yang digunakan sebagai alat untuk memahami dunia. Cara pandang inilah yang kemudian disebut ideologi. Ofek, salah seorang mahasiswa tingkat akhir, pernah menyinggung masalah ideologi ini.

Beberapa hal yang dapat kita catat ialah bahwa dulunya Majalah Ganesha ini sangat merah sekali, namun seiring perubahan tahun berubah menjadi lebih netral dan bervariasi (dalam hal berideologi). Memang tidak ada ideologi yang sepenuhnya benar, tidak ada cara pandang dunia yang lebih benar daripada cara pandang yang lain. Tapi mengapa Majalah Ganesha mengubah ideologinya, yang memang dulu sangat terkenal akan ideologi itu. Saya pernah menanyakan hal ini pada Adam yang sama dengan Adam tadi, apa alasan yang mungkin mendasari perubahan ideologi di dalam Majalah Ganesha. Kita dapat mengkategorikan Majalah Ganesha zaman dulu bergolongan kiri, marxist, dan sebagainya. Tapi apakah sejatinya yang disebut kiri? Bagaimana suatu set ide-ide dapat diatribusikan dengan kategori kiri? ?Kiri? merupakan spektrum, bukan hal yang saklek dan paten. Begitulah kira-kira yang dikatakan Adam. Perubahan zaman sering kali memicu sebuah pemikiran yang baru. Pemikiran yang dapat menyesuaikan zaman. Jika kita tidak berpikir sesuai zaman, pada skala yang besar mungkin dapat dikatakan kita tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat perubahan zaman itu sendiri.


Dinamisnya zaman ini berubah mungkin merupakan hal yang membuat Majalah Ganesha mengubah ideologinya yang sudah melekat. Seperti yang bisa kita lihat, mahasiswa saat ini berbeda dengan mahasiswa saat dulu. Dahulu mahasiswa mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai musuh bersama, dan oleh karenanya, dapat dilawan bersama. Ideologi kerakyatan jelas berperan di sini. Apalagi Ganesha (sebutan Majalah Ganesha dulu) merupakan unit pergerakan, melawan tirani dan musuh bersama. Melontarkan gagasan yang dapat menyuarakan suara mahasiswa dan melakukan aksi nyata sebagai realisasinya. Namun hal yang sama tidak terjadi saat ini. Perubahan struktur ideologi Majalah Ganesha ini dapat saya katakan sebagai mengikuti dinamisnya zaman. Ketika orang-orang tidak lagi sama pemikirannya dalam memandang masalah, maka set ideologi yang dipegang pun musnah. Apakah hal ini dapat menjadikan Majalah Ganesha lebih baik atau tidak? Saya rasa tidak ada hubungannya. Dinamisnya zaman tidak mengenal apa itu baik buruk. Perubahan ini terjadi bukan berarti meninggalkan yang buruk. Bukan. Namun perubahan ini terjadi untuk mengakomodasi masalah-masalah baru yang tercipta. Kita harus menggunakan alat lain untuk memotong hal yang lain. Gergaji dan pisau jelaslah berbeda, tapi apakah mereka digunakan untuk memotong pisang? Jelas bukan dan tidak ada yang lebih baik daripada yang lain karena dari fungsinya pun sudah berbeda. Berbicara tentang corak, fungsionalitas merupakan corak yang tidak kalah penting dari ideologi. Sunken memiliki empat unit kajian: Tiben, Majalah Ganesha, PSIK, dan Hati.

Semuanya memiliki corak masing-masing berdasarkan fungsionalitasnya. Menurut Nad dalam tulisannya tentang perbedaan empat unit di atas, perbedaan fungsionalitas dapat dianalogikan dengan sebuah restoran. Jika kamu lapar dan ke PSIK, kamu akan mendapat makanan. Jika ke Majalah Ganesha, kamu akan dapat resep dan bahan makanan. Namun jika ke Tiben, kamu akan ditanya lapar itu apa. Dan akhirnya di Hati, kamu akan diberikan satu jenis makanan yang diklaim terbaik. Saya tidak sedang mengulas perbedaan dari keempat unit kajian di atas. Namun seorang penajaja kopi lain yang bernama Bilal pernah mengaktakan hal yang serupa, bahwasannya corak ini sudah mulai pudar. Dulu perbedaan antara ketiganya (tidak termasuk Hati) sangat kentara. PSIK berkutat tentang politik praksis. Majalah Ganesha berkutat dengan sejarah, politik, seperti PSIK namun dibahas secara mendalam. Tiben jelas berkutat dengan dunia ide dan masturbasi verbal serta pikiran. Bilal berpendapat bahwa corak ini sudah mulai hilang seiring dengan zaman. Seperti tiga-tiganya melebur. Apakah ini sesuai dengan realita? Saya yang baru beberapa bulan berkuliah tidak tahu. Mengenai apakah perubahan ini bermanfaat atau tidak, saya juga tidak tahu. Tentunya perubahan yang dialami Majalah Ganesha ini didasari atas anggotanya yang memang ingin berubah, melihat dunia dengan cara pandang baru sesuai dengan dinamisnya zaman. #Salam Pembebasan! Referensi [1] Laman resmi Majalah Ganesha, http://majalahganesha.zine.or.id/


Majalah Ganesha, salah satu unit dalam ITB yang berfokus pada kajian, opini dan jargon pembebasannya, adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa yang entah kenapa saya ikuti. Sebenarnya, saya sendiri tidak mempunyai dasar dalam menulis, mengetahui ilmu-ilmu sosial humaniora atau semacamnya itu, tahu menahu akan sejarah. Hal-hal tersebut bukanlah halangan bagi ketertarikan saya akan unit ini, dan akhirnya, akibat magnet dari teman saya yang lucunya sudah keluar dari unit ini, membuat saya mengikuti beberapa kajian-kajian dalam kaderisasi Ca-Sindikat. Ca-Sindikat, nama tersebut adalah pangkat yang diberikan pengader untuk mahasiswa-mahasiswa yang dikader. Para Ca-Sindikat ini diperbudak untuk melakukan kegiatan-kegiatan pengaderan. Salah satunya adalah tulisan ini, pemaksaan untuk pembebasan pemikiran bagi para ca-sindikat sepertinya. Dalam tulisan ini, saya selaku salah satu ca-sindikat akan mengkritisi tentang majalah ganesha itu sendiri. Tujuh kata untuk Majalah Ganesha, terima kasih telah membuat saya membaca sesuatu. Sebelumnya saya hanyalah serpihan penduduk terdjajah oleh produk negara nippon, berkat pengahrusan tugas kader, saya dapat alasan lain untuk pergi ke toko buku. Hmm... saya kira itu bukan pengkritisan ? Ya, namun itu yang saya pikir saat pertama kali berpikir mengenai Majalah Ganesha. Dalam tiap kajiannya terutama yang internal saya tidak mengantuk, padahal kalau bertemu dengan mata kuliah, saya mengantuk. Oke, mungkin yang perlu dikritisi adalah namanya ? Majalah Ganesha, kata majalah itu sendiri membuat banyak maba yang berpikiran bahwa dalam unit tersebut akan membuat suatu terbitan yang berkala. Bahkan, teman se-sekolah saya sendiri ada yang benar-benar tertipu akan kata majalah tersebut.

Oleh: Gusna Naufal Taris

Mengkritisi Maba, bukan

M a ja l a h

G a n esh a


Padahal, yang benar menerbitkan suatu dalam waktu berkala adalah unit-unit pers. Sedangkan MG-KSSEP ini adalah unit kajian. Oke, kata majalah sendiri menurut KBBI berarti terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pan dan gan t en t an g t opik ak t u al yan g pat u t dik et ah u i pem baca. Menurut saya kata yang dibold tersebut dapat memberikan gambaran bagi unit ini dan kesan yang saya dapatkan. Jadi bagi maba yang salah kaprah dalam mengartikan hal ini, anda perlu dikritisi. Selain itu, saya juga akan mengkritisi kaderisasi dalam unit ini. Gambaran dari kaderisasi yang telah saya jalani yaitu pengader memberi materi berupa suatu karya tulis seperti novel ataupun komik. Materi yang saya dapatkan ini kecenderungannya memiliki topik yang merupakan jargon dari unit ini, pembebasan, liberal ? Ya, entah, saya tidak dapat berkata lebih dari ini, Saya hanyalah manusia nyasar (tersesat) ke dalam unit berisi filsafat-filsafat tersebut. Teman saya yang mengajak saya mengikuti unit ini bahkan sampai tidak kuat dan malah melakukan tugas kader kali ini berupa pengkritisan, namun pengkritisan dalam OA unit ini sih. Lepas dari teman saya yang lelah akan topik saat kader dan rasa terintimidasi dikelilingi pembabat kata sastra, memang benar kata Ofek sendiri, MG dulu dikenal dengan kekiriannya dan pendapat saya, yaa... yaudah saya menikmati saja dan gali ilmu-ilmu orang yang menurut saya mempunyai pengetahuan lebih luas dari saya. Sekali lagi, yang perlu dikritisi mungkin mabanya?

Kaderisasi yang lain adalah berupa kunjungan dari unit-unit sebelah. Kajian-kajian tersebut seringkali membuat saya gusar, gusar akan keinginan mengutarakan pendapat tentang materi yang telah saya baca, meski hanya satu materi yang benar-benar terbaca oleh saya. Kajian-kajian tersebut mengajarkan saya beberapa hal berupa menulis, cara buat ingin menulis, cari ide, dan topik-topik mainstream lainnya. Kadang malah membahas isu kampus, sejarah MG, dulu MG gimana, terlepas dari itu semua, keingin-tahuan saya tentang isu-isu kampus, yang kata Pute adalah kecil, masih menghantui saya. Ya overall kalau ditulisan Qori ya gud la. Oiya, di sekre sumuk dan pengap. Kalau mau ngadem diluar aja. Mungkin itu karena banyaknya ca-sindikat yang jumlahnya tidak diduga oleh seorang admin dusta ganesha. Sebagian besar dari ca-sindikat adalah maba, dan lagi-lagi mungkin maba yang perlu dikritisi. Memasuki paragraf terakhir, saya akan mengaku bahwa saya menulis ini juga supaya memperpanjang kontrak saya dari pekerjaan bernama ca-sindikat ini. Dikarenakan kekurangan saya mengunjungi sekre dan unit kajian lainnya dan malah mengunjungi unit pementasan suatu topik sarkasme, saya jujur saya kekurangan data, padahal ada data-data minimum yang telah ditentukan. Akhir kata, beginilah tulisan seorang yang masih baru beberapa bulan terbrenwosh dalam unit ini. Terima kasih bila sudah berkenan membaca suatu produk pikiran maba yang perlu dikritisi ini.


Kini sudah sekitar dua bulan saya lalang melintang di sindikat ini. Unit yang mengundang minat saya semenjak hari pertama di Sabuga. Secarik kertas bertuliskan ?Mahasiswa Baru ?Ngehe?dan Eksistensinya?. Spontan malam itu juga, 18 Agustus 2016, saya Oleh : Alvin Pu t r a Sisw in u gr ah a mendaftarkan diri menjadi anggota Majalah Ganesha; unit pertama yang ?Seorang yang kritis belum tentu saya minati. membuat gebrakan. Kritis membuat seseorang sadar bahwa terkadang hal Alasan saya sederhana : rilis tulisan yang terbaik untuk dilakukan adalah yang dicurahkan sejalan dengan diam.? Sungguh tepat yang dikatakan, pikiran saya waktu itu. Sebuah kritik bahwa memang kritis tidak selalu sederhana yang ingin menyentil mendatangkan solusi. Kadang kritis setiap insan yang menjejaki (katanya) membuat kita berputar di tempat yang institut terbaik bangsa ini; dan sama, menggunjingkan lagu yang sama setidaknya berhasil menyentil nurani layaknya anjing yang dirantai di pasak. saya. Terpenjara dan tidak merdeka. Saya bukanlah penggemar kaderisasi Memang, barangsiapa menghendaki gaya lama yang menganut sistem kemerdekaan, ia harus bersedia instruksi pasif - satu arah. Hal ini pun kehilangan kebebasan itu sendiri dan turut berperan dalam minat saya dipenjara, karena dengan penjara terhadap sindikat. Sebuah unit yang itulah kita mengerti arti kebebasan. bebas dari tugas tanpa esensi, Namun terkadang kita terlalu nyaman konsekuensi absurd yang di dengan ketidakbebasan itu sendiri dan logis-logiskan, dan lain-lain. terpenjara dalam pikiran kita sendiri. Sejujurnya saya sebagai warga baru Kita pun lupa akan tujuan awal kita : pun tidak punya hak menghakimi memahami kebebasan. kaderisasi semacam ini, namun Lalu, perlukah kritis? Kapankah perlu namanya juga mahasiswa; banyak kritis? Manakah yang perlu dikritisi? bicara dan sedikit ilmu. Kapankah kritis perlu sebagai sebuah Dua bulan kemudian, saya masih stress and strain; sebuah pribadi yang sama, namun dengan ancang-ancang untuk melontarkan diri paradigma yang berbeda. Setelah ikut ke depan? Ataukah kritis yang kita gali beberapa kajian yang saya rasa perlu, sembari menyantap dagangan Jajang, saya pun pun mulai merasa kendur. semata-mata hanya masturbasi Kajian mulai jarang ikut, jungkir balik pikiran? Kritik anonim sempat jadi dari semangat menggebu-gebu di budaya, seakan jadi pahlawan pertemuan pertama. Ada satu hal kesiangan. Setelah akhirnya yang cukup menggelitik bagi saya dan tenggelam, dimulai kembali dengan berperan dalam menekan akun anonim lainnya bertajuk antusiasme saya : kritis yang kurang pembawa pesan, yang akhirnya jadi perlu. alat propaganda juga. Memang benar seperti Ofek, media adalah senjata dan Reynaldi Satrio (Ketua Divisi Pusat oplah adalah panglimanya. Studi Analisis Data MG-KSSEP ITB) pernah berkata pada saya dalam sebuah kajian unit lain,

m en gk r it isi k r it is.


Saya pun sadar, mungkin kajian dan pertemuan yang selama ini diadakan kurang cocok dengan saya. Bukan salah siapa-siapa memang, ini hanya soal preferensi. Saya kurang suka sekedar bermasturbasi ilmu, dan pada akhirnya hanya dituangkan dalam media anonim atau zine - yang sampai sekarang belum saya lihat dampak peredarannya untuk massa kampus. Ironisnya, media tidak pernah menjadi realita pada dirinya sendiri; ia selalu menjadi bagian dari pergulatan yang terjadi pada aras ekonomi, politik, sosial, bahkan ideologi dalam suatu masyarakat. Saya belajar banyak dari MG, terutama dari Rey dan Ofek yang selalu menyuapi nurani saya dengan lontaran pertanyaan dan tulisan-tulisan hebat. Saya belajar bagaimana sarana tulis sederhana mampu memberikan guncangan bagi banyak orang, setidaknya di dunia maya. Sudah sekitar 6 unit yang saya ikuti, dan ditendang empat kali dengan alasan yang sama : rendahnya komitmen. Kini, saya menyelesaikan oplah (pertama dan) terakhir saya, sebagai bentuk penghormatan akan sindikat yang selalu membuat saya kagum; yang memantik hari-hari pertama saya dalam mengarungi kehidupan kampus. Saya dengan hormat mohon undur diri, dan berterima kasih atas 2 bulan yang luar biasa; yang membuat saya tersadar akan kodrat seorang insan akademis : manusia merdeka.

Bandung, 17 Oktober 2016, 5 menit sebelum deadline. Alvin Putra Sisdwinugraha 16516068 Ex - Ca Sindikat Ganesha - KSSEP ITB Utopis Kebebasan.

Sumber (ditulis dengan format ngasal dan pengetahuan seadanya) : Malaka, Tan. ?Dari Penjara ke Penjara?, Penerbit Narasi, 2015. Sudibyo, Agus. ?Kebebasan Semu : Penjajahan Baru di Jagat Media?, Penerbit Kompas, 2009. Serta pendapat dan pengalaman pribadi yang tidak begitu kredibel.


Sudah beberapa bulan sejak saya mendaftarkan diri menjadi anggota MG. Berkaitan dengan hal ini, dan sekaligus karena tugas, saya menulis ini.

Mengenang Bulan-bulan di Majalah Ganesha Oleh: Ardji Naufal Setiawan

Singkat cerita saya bergabung ke MG. Awalnya saya sempat bertanya-tanya, ?Kapan kumpul perdananya nih?? tapi Saya sebelumnya hidup di sebuah pada akhirnya justru saya yang tidak ikut kabupaten kecil yang sering saya sebut kumpul perdananya karena sakit. Sampai sebagai ?Daerahnya daerah?, Rejang sekarang saya masih menyesal tidak ikut Lebong, Bengkulu. Sebuah kota kecil yang pernah ditanyakan oleh temanku, kajian animal farm yang menarik itu? ?Ada jalan gak di sana?? Mendengarnya Pertemuan perdana bagi saya pribadi saya tertawa saja, sudah biasa bagi justru bukan saat PAB, tapi justru saat saya saat pulau-pulau selain Jawa di sebuah kajian yang dibuka untuk umum Indonesia ini diperlakukan seperti bertemakan ?Tertipu Statistik?. Awalnya anak tiri. Kecuali Papua Barat, jadi saya tidak begitu tertarik, ?Masa statistik anak pembantu tampaknya? lagi sih?? setelah dibuat mual oleh Yah, karenanya tak salah memang jika nasionalisme teman-temanku di daerah terbilang lemah. Upacara bendera hanya menjadi ujian dengan pingsan sebagai kondisi gagalnya, sejarah hanya menjadi buku teks yang hanya perlu dihapal beberapa istilahnya. Miris memang, tapi apakah kita dapat menyalahkan mereka? Saya yang beruntung karena memiliki orang tua yang berpendidikan tinggi dan memiliki sudut pandang lain karena besar di Ibukota, memiliki pandangan lain atas nasionalisme dan sejarah. Tapi hanya seperti setetes air di gurun sahara, apalah artinya stigma saya yang berbeda ini? Pada akhirnya saya justru merasa janggal karena hampir tidak ada teman yang tertarik dengan pokok pembicaraan saya yang sedikit berat ini. Karena hal ini, saya nyengir saat mendengar trio unit kajian di ITB, MG, PSIK, dan Tiben. Walaupun tidak mengerti maksud dari analogi restorannya, saya memilih MG karena ingin mengangkat topic-topik yang berkaitan dengan fenomena sejarah. Saya pikir MG hanya unit kajian biasa, dan ternyata, entahlah? Yang pasti saya salah besar.

kalkulus di kelas. Tapi lagi-lagi saya salah besar. ?Four hostile newspapers are more to be feared than a thousand bayonets,? begitulah yang pernah dikatakan oleh Napoleon Bonaparte. Sangat logis memang, mengingat bahwa kerusuhan puluhan ribu orang, yang dapat disebabkan oleh ulah Koran-koran, jauh lebih menyeramkan daripada seribu bedil. Senjata menyeramkan yang bernama ?informasi?ini memang sangat hebat, mengingat bahwa informasi dapat menggerakkan manusia dengan mudahnya. Sesuai dengan kalimat Napoleon di atas, hal yang saya dapatkan di kajian tersebut justru sebuah latihan untuk perang! Perang dengan pena dan kertas tepatnya. Analogi yang terdengar ?lebay? memang, tapi ini pendapat jujur dari saya yang masih asing dengan istilah oplah, tubir, dan lainnya. Tidak hanya diajarkan teknik bertaahan dari serangan dan tipu daya dunia ?buaya dan lintah?ini, tapi juga cara menyerang dan menggunakan senjata, pena yang kadang lebih tajam dari pedang Salahudin. Catatan saya untuk pertemuan itu masih tersimpan di dompet saya, yang belakangan isinya kosong melulu, hahaha.


Waktu terus berlalu dan makin banyak ilmu ayng menyingkap tabir dunia saya dapatkan. Yah, saya tahu dunia ini kotor, tapi apa saja kotornya, atau fakta bahwa di dalam kotoran itu ada kotor yang lebih kotor lagi, baru saya dapat setelah bergabung di MG. Saking takjubnya, saaya sampai berkata kotor sambil perlahan namun pasti dan bahkan dengan atau tanpa saya sadari, saya mulai melangkah ke dunia kotor yang lebih kotor dari toilet kosan saya ini. Yah, dengan tahu berarti kita terlibat, kalimat itu mungkin dapat membuat kalimat-kalimat saya tadi terdengar lebih jelas. Orang-orang di MG sadar akan hal ini namun tetap rajin datang dan terus berkemelut dengan busuknya dunia. Ofek contohnya, ketua MG saat ini, tampak pendiam, santai, dan tenang, tapi ternyata tulisannya setajam pedang emir mesir. Tulisan-tulisannya yang baru-baru ini say abaca membuat saya sadar ribuan kekurangan saya dalam menulis. Anggota-anggota seangkatan saya juga tidak kalah hebatnya, membuat saya mulai berkaca karena mulai malas membaca dewasa ini? Unit kajian yang lain juga sangat menarik. Beberapa kali saya berinteraksi dengan anak Tiben dan selalu mendapat pencerahan baru dari sudut pandangnya yang berbeda, sekaligus lelah karena sudut pandang yang berbeda ini.

Pernah juga saya berbincang dengan orang yang disebut sebagai ?Tetua Sunken? dari MG, sayangnya tidak begitu ingat namanya, tapi saya ingat ia akan lulus di tahun keenamnya di ITB tahun ini. Ini terjadi saat pertama kalinya saya masuk ke sekre MG, dan terbengong-bengong karena telah mendengar hal-hal yang saya rasa tidak seharusnya saya dengar. Belakangan setelah saya mendengar mengenai sebuah organisasi yang disebut ?Rakapare?, saya merasa bahwa hal ini berkaitan. Saat itu saya dipersilahkan masuk, hanya terdiam mendengar sang tetua sunken berbincang dengan seseorang yang tampak meminta tolong padanya. Beberapa menit kemudian, saya tiba-tiba saja ditinggal sendiri di sebuah ruangan yang baru pertama kali saya masuki, terpaksa menunggu karena tidak bisa meninggalkan ruangan itu tanpa penjagaan. Beruntung setelah beberapa saat seorang anggota MG, yang setelah berbincang dengannya saya ketahui bahwa ia adalah mantan ketua MG, yang menemani saya berbincang selama beberapa saat. Kata-katanya yang sangat berkesan bagi saya adalah, ?MG bukan mengiriimkan anggotanya, tapi anggotanya boleh berkegiatan di luar dengan menggunakan nama MG.? Anehnya, beberapa stigma negatif kerap saya dengar dari teman-teman seangkatan saya mengenai MG.


Beberapa orang mengaitkannya dengan 'ateis', yang menurut saya sangat salah. MG bahkan tidak pernah memberikan penjelasan tentang paham apapun, kecuali jika kita sendiri yang bertanya tentunya, dan ini pun tidak memiliki sangkut paut dengan MG karena hanya berupa perbincangan antar anggota yang ingin bertukar pikiran. Yah, masih muda umur saya di sekre MG ini. Apa saja yang akan saya dapatkan dan apa saja yang dapat saya berikan ke depannya, hanya Tuhan dan orang-orang di masa depan yang tahu. Mari berharap saja bahwa perubahan yang terjadi membawa dampak yang baik ke diri saya, orang-orang sekitar saya, dan lingkungan sekitar, atau bahkan dunia? Masa depan memang selalu lebih tidak terduga dari fiksi, jadi mari kita tunggu saja kelanjutan ceritanya....


CalonSindikat Oleh: Nicco Avinta

Dalam rangka memenuhi keinginan untuk berunit dan memiliki sekre di daerah sunken, mendaftarlah saya ke unit MG, Majalah Ganesha-Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi, dan Politik nama lengkapnya. Alasan memilih unit tersebut dari unit yang lain karena apa ya? Karena malas ikut unit olah raga dan kesenian yang kadernya pasti ribet ataupun unit agama yang jujur aja males juga. Selain itu juga karena ada beberapa kenalan dari rumah KAIL yang ternyata manusia MG serta mantan menteri PRISMA KM ITB. Setelah sekian kali acara kader, yang saya banyak bolong nya gegara osjur dan tugas, saya cukup menikmati unit ini. Unit kajian yang santai-santai saja tapi saat ada suatu isu langsung semangat ngoplah. Santai nya tetep jalan terus sih tapi. Apalagi dengan adanya TIBEN di depan MG yang menghasilkan kombo, hidup senang-oplah jalan terus. Tugas kader juga senang-senang: baca buku. Apalagi bahan bacaannya fabel. Siapa yang ngga suka cerita binatang? Sungguh jaya lah hidup ini di MG. Grup LINE kami (anak yang dikader) namanya Ca-Sindikat Ganesha. Isinya antara Ofek ngirim artikel random, Rey promosi hasil tulisan, sampai kucing yang sekarang jadi penghuni sekre. Yang pasti random. Tapi banyak yang bermanfaat kok. Salah satunya saran buat nonton Rick and Morty. Yang paling penting yang saya dapat dari MG adalah: ?menulislah!? Menulis adalah sarana menjadi abadi. Agar ide dan pemikiran kita yang abadi walau tubuh ini juga lama-lama busuk. Dan ekspresikan saja sebebasnya. Dan ketika baca suatu tulisan, jangan langsung berprasangka yang tidak-tidak. Bisa saja yang nulis itu nulisnya sambil nyruput kuah Indomie sama dengerin AKB48. Semoga dengan tulisan ini, bisa dilancarkan saya dalam kader ini. Kasihan lah ga punya unit euy. Cheers! R9122 GKU Barat ITB, 17 Oktober 2016


Corat- coret

Ma j a l a h Ga n es h a O leh: Atwin Pa ra mud ya


Menulis sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari teknologi dan engineering dalam sebuah institut teknologi, saya dapat katakan bahwa lumrah bila pengetahuan maupun minat para mahasiswa di sini terhadap ilmu humaniora tidak besar. Tidak ada yang mendaftar dengan motivasi berkutat mempelajari fenomena-fenomena sosial maupun perkembangan politik di sini. Mereka masuk karena ingin menjadi seorang engineer, umumnya. Atau pebisnis dan seniman? Atau sekedar ingin membuka jalan bagi nafkah yang menjanjikan di masa depan. Apapun itu, tidak ada mahasiswa yang datang ke sini dan berharap dijejali ilmu-ilmu sosial di dalam kelas. Tapi untungnya kampus tidak terbatas pada kelas saja, di luar kelas tersedia banyak unit kegiatan yang mewadahi minat para mahasiswanya yang tidak terbatas pada sains dan teknologi, misalnya saja bidang ilmu sosial, politik, dan humaniora. Karena tulisan ini merupakan tugas wajib sebagai kader Majalah Ganesha?? ?Kelompok Studi Sejarah Ekonomi dan Politik (yang berikutnya akan disingkat MG), tentu saya akan menjadikannya sebagai pokok bahasan pada tulisan ini. Bersama dengan unit-unit kajian lainnya seperti Tiang Bendera dan PSIK, MG berperan banyak dalam mengembangkan pola pikir dan memperluas pengetahuan para mahasiswa, khususnya yang rela dikader di sini. Selain itu, minimnya pengetahuan ilmu sojial yang diberikan oleh kurikulum ditebus dengan pengetahuan ilmu-ilmu sosial yang disajikan di sini, didiskusikan bersama, dan dikaji.

Lepas dari apa peran-peran positif MG, khususnya sebagai unit yang bergerak di bidang ilmu sosial, MG kurang dalam hal pelaksanaan aksi-aksi konkret. Aksi-aksi nyata di luar sekadar mengkaji dan mengkritisi. Mengingat dulunya unit ini dikenal sebagai pelopor pergerakan di kampus, disayangkan bahwa akhir-akhir ini tindak nyatanya hanya sebatas kritik dibawah akun anonim?? ?setidaknya sebelum akhirnya ketahuan. Padahal MG punya bekal yang cukup untuk melakukannya. Para anggota (atau yang senang dikenal sebagai sindikat) tahu banyak tentang politik dalam dan luar kampus serta segala hal yang menyertainya. Beberapa juga merupakan orang yang dipandang di dalam kampus, pejabat dalam kabinet maupun petinggi himpunan dan unit. Andaikan MG mau, bisa dibayangkan pengaruh yang akan dibawa dalam aksi-aksinya signifikan, apalagi bila mau berkolaborasi dengan unit-unit serumpun lainnya. Bila mau menggandeng KM ITB. Lagi-lagi, bila mau.


?

M aj alah G anesh a

it u A p a oleh: sa lsa b ila Jangan berharap bahwa tulisan ini akan mengandung bahasa yang berat dengan perbendaharaan yang terdengar intelektual. Ataupun mengandung kritik pedas di dalamnya. Ini hanyalah sebuah tulisan ngawur saya yang semoga masih layak untuk dibaca. Mungkin saya akan menyampaikan kritik secara implisit. Majalah Ganesha itu apa? Itulah yang sering teman-teman sekitar saya tanyakan ketika saya menyebutkan Majalah Ganesha, salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau yang biasa warga kampus ini sebut unit, yang saya ikuti. Pertanyaan yang sama tidak saya lontarkan ketika pertama kali saya mendengar sebuah unit bernamakan Majalah Ganesha (MG). Karena perkiraan pengiraan saya adalah sebuah unit yang rutin mencetak majalah dalam periode tertentu. Sama hal-nya ketika saya SMA dulu saya menjadi bagian dari editor Majalah Aksara. saya kira MG dan Aksara tidak jauh berbeda hanya lingkup distribusinya saja yang berbeda.

Kemudian, pernah saya membaca salah satu postingan di Official Account DnU Ganesha ada pesan dari salah seorang sender berisikan ?Majalah Ganesha, majalah-nya mana??kurang lebih seperti itu. Pemahaman saya tentang unit ini masih sama hanya ditambahkan sedikit adjektiva ?sebuah unit yang membuat majalah yang tidak aktif ?. Kemudian pemahaman saya tentang unit ini berubah kita h-1 OHU Sunken diadakan. Saat itu teman saya, Alya Sabila, kaget ketika saya katakan,?Katanya majalah Ganesha pasif ya?? (ini pengaruh membaca postingan di DnU Ganesha tadi). Kemudian beliau bilang bahwa MG adalah sebuah unit kajian. Sedikit lebih jauh lagi saya mencari tau bahwa MG mempunyai nama lengkap MG-KSSEP yaitu Kelompok Studi Sejarah, Ekonomi dan Politik ITB. Selebihnya, saya tertarik dengan semboyan akhir ?Salam Pembebasan!? terhipnotis dengan kata ?Pembebasan? itu sendiri. Persetan dengan hal lainnya. Saat itu yang hanya ada di dalam pikiran saya adalah bahwa saya ingin mendapatkan suasana kebebasan berpikir. Walaupun saya sendiri tidak percaya ada kebebasan (sejati). Dan saya masih belum tau saat itu bahwa Majalah Ganesha juga ternyata membuat Majalah seperti perkiraan awal saya tadi.


Namun, baru-baru ini saya mencari tahu bahwa Konten Majalah Ganesha berisikan penjabaran terhadap problematika terhadap isu strategis dengan analisis yang kritis dan menggerakkan. Terbitan MG-KSSEP terbit dalam dua media: cetak dan online. Bertujuan untuk menjadikan mahasiswa ITB peka dan kritis terhadap isu strategis melalui tulisan. Analisis yang tajam menjadikan Majalah Ganesha sebagai sebagai media alternatif untuk kritis dan terus menggerakan kampus. Ada kalanya pena lebih tajam ketimbang pedang, oleh karena itu saatnya mahasiswa ITB berbicara lewat kepenulisan, dan MG-KSSEP sebagai media penyadaran. Kegiatan Majalah Ganesha adalah kajian, penerbitan Majalah Ganesha, penerbitan Ganesha Review, Malam Kebudayaan Ganesha dan pelatihan jurnalistik. Ya, unit yang berdasarkan data web resminya didirikan pada 22 Februari 1989 bisa lebih dibilang merupakan ?unit kritik?. Kemudian saya juga baru selesai membaca file Majalah Ganesha Zine #1 dan #2. Dan saya menikmati setiap variasi artikel di dalamnya. Mulai dari review-review buku sederhana, artikel tentang surat cinta nya terhadap Tuhan yang ditulis oleh Atolah R. Yafi, Ketua Majalah Ganesha, kumpulan puisi dan yang paling menarik perhatian saya adalah tulisan oleh Kudiw yang berjudul Cacat Pikir Lembaga Kemahasiswaan ITB. Paling menarik bukan berarti paling bagus? versi saya. Saya memang baru sekali menghadiri kajian MG karena jadwal yang selalu berbenturan dengan unit lain (kebetulan saya awalnya mendaftar sepuluh unit dan sekarang tersisa lima kemudian berniat ingin mempertahankan sampai akhir? kalau bisa) yang saya dapatkan ketika pertama kali menghadiri kajian MG adalah pengetahuan baru, opini-opini baru dan orang-orang di dalamnya yang mempunyai referensi pengetahuan luas? versi saya. Saat melontarkan pendapat pun anggota lainnya menyimak dengan baik dan sangat jauh dari stereotypes negative massa kampus (setidaknya, sejauh ini). Sebelumnya, pasti anda sering sekali mendengar komentar-komentar negative tentang Tiben atau MG bukan? Atau hanya saya saja? Pasti bukan.


Kegiatan MG sejauh ini menurut saya cukup berfaedah, kami pernah disuruh untuk membaca Burung-Burung Rantau karya Y.B. Mangunwijaya yang ternyata saya baru tau merupakan alumnus Arsitektur ITB. Kemudian saya juga dikenalkan dengan buku-buku beliau lainnya yang penuh dengan kompleksitas dan sarat makna, sangat tercermin betapa luas pengetahuan penulis-penulisnya. Informasi itu saya dapatkan pada pertemuan pertama saya pada unit kajian ini. Kemudian minggu selanjutnya menjelang minggu UTS kami ditugaskan untuk membaca komik Persepolis karya Marjane Satrapi, seorang kartunis asal Teheran. yang menurut saya cukup kuat dan kritis sebagai sebuah komik autobiografi. (Saya belum selesai membaca Burung-Burung Manyar jadi tidak mereview) Persepolis menunjukkan Iran yg lebih warna-warni dan jauh dari kesan sangat Islami. Persepolis diawali dengan pernyataan bahwa adanya kewajiban memakai hijab pada tahun 1979 bagi para siswi SD adalah sesuatu yang terjadi secara mendadak dan tidak disangka-sangka. Marji (panggilan untuk Marjaneh, yang juga penulisnya sendiri?ingat, ini komik autobiografi) berasal dari keluarga liberal yang tampaknya tak terlalu peduli dengan Islam maupun agama Majusi (istilah internasionalnya ?agama Zoroastrian?). Masa kecilnya ini dilatarbelakangi demonstrasi masif oleh para penentang Syah Iran pada tahun 78-79. Demonstrasi ini dimotori oleh orang-orang komunis dan sosialis di Iran yang muak dengan ketimpangan sosial di Iran dan tidak adanya upaya berarti Syah Iran untuk menyejahterakan masyarakat umum. Bapak-Ibu Marji aktif dalam demonstrasi-demonstrasi ini; bapaknya hampir tiap hari hadir di lokasi demonstrasi untuk memotret, sebuah tindakan yang sebenarnya bisa membahayakan nyawanya, karena tentara Syah rutin ?mengamankan? perusuh (termasuk fotografer) dan ?membasmi? mereka.

Kemudian, setelah saya muter-muter membahas tugas membaca tadi saya akan mengembalikan topik bahasan saya mengenai unit MG itu sendiri. Pertanyaan saya adalah mengapa sedikit sekali yang mengikuti MG? Padahal, pastinya banyak sekali massa kampus yang tertarik dengan dunia politik? Kemudian, dari beberapa anggota MG hanya itu saja pihak-pihak yang menonjol dari MG. entah atau memang saya yang kurang pengetahuan. Kemanakah yang lain? Lagi dan lagi ini hanyalah pendapat tentang seorang yang baru masuk MG dua bulan dan baru mengikuti kajian MG sekali. Kemudian yang saya dengar tentang MG adalah anggotanya yang hanya pandai berteori dan kaji mengkaji tetapi tidak melakukan sesuatu (atau belum? atau sudah tapi orang di luar sana tidak tahu) yang jelas sejauh ini saya masih mempertanyakan mengapa sedikit sekali yang daftar MG? dibanding unit lain. Tapi, jangan anda bandingkan dengan anggota Tiben tentunya. Apakah mungkin kesan atau nuansa MG yang menyeramkan? Apalagi seperti mahasiswa TPB awam pasti stereotypes-stereotypes negatif yang beredar membuat mereka bahkan enggan mengetahui tentang MG.

Referensi: https://km.itb.ac.id/majalah-ganeshakelompok-studi-sejarah-ekonomidan-politik-itb/ https://id.wikipedia.org/wiki/ Y.B._Mangunwijaya ?http://majalahganesha.zine.or.id/


BUKAN MAJALAH GANESHA O l eh : Fa ust o K ei l uh u

Majalah Ganesha, tempat berkumpulnya sindikat Institut Teknologi Bandung. Berdasarkan KBBI, salah satu definisi dari sindikat adalah perkumpulan orang jahat dengan berbagai keahlian.

Orang-orang yang berkumpul di sekretariat unit yang menyandang kata majalah padahal tidak memiliki majalah ini, rata-rata orang yang termasuk unik pada zamannya. Orang-orang yang sibuk mengikuti kajian-kajian yang tidak mampu direalisasikan pada kesehariannya, yang senangnya menulis, mengkritisi, mengomentari sekitarnya tanpa identitas, dan mempertanyakan eksistensi diri. Konyol, seperti film anak-anak yang pemeran utamanya sebuah sponge, dan teman bodohnya, bintang laut.

Kenapa harus susah-susah menghabiskan waktu untuk duduk dan mendengarkan orang-orang memaparkan hal-hal yang belum tentu kebenarannya dan kepastiannya?

Lagipula, apa itu kebenaran?

Sindikat ini tidak pernah kelaparan, mereka bisa memangsa siapa saja yang daya pikirnya lemah, akan tetapi, kita semua tau bahwa anak-anak ITB itu orang-orang yang pintar, berwawasan luas, berpikiran jauh ke depan, sejauh lini depan aksi yang di adakan oleh badan eksekutif mahasiswa yang kurang massa, jadi tidak mungkin jadi mangsa sindikat yang daya pikirnya sangat lemah dan berwawasan sempit ini. Karena anak ITB tidak ada yang bisa mereka mangsa, akhirnya indomie lah yang jadi harapan terakhir untuk menyambung tenaga yang di perlukan untuk menulis dan mengkritisi bagian-bagian dan gerakan konyol di ITB, seperti aksi yang kurang massa.

Sejauh itulah saya bisa memberikan pendapat saya tentang unit yang kualitas sekretariatnya kalah jauh dibandingkan sekretariat para penggerak aksi kurang massa.

Tetap pertanyakan segala sesuatu, kebenaran itu hal yang fana.


Seluk Beluk Perkenalan dengan

Majalah Ganesha OLEH: HAFID BARAAS Pengalaman gue waktu kaderisasi MG seru sih. Tugasnya simpel, baca buku, dari gue yang dulunya gak suka baca buku jadi suka baca buku. Pilihan bukunya juga menarik dari Animal Farm yang simpel dan menarik, Burung-Burung Rantau yang penuh sarat makna, lalu Persepolis yang menggambarkan kelamnya revolusi iran. Jadi awalnya gue gak tau kalo di ITB bakal ada unit kajian sosial. Gue emang dasarnya suka sama sosial sains tapi gue males sama mapel sosial sains waktu di sekolah dulu. Jujur menurut gue cara penyampain materi sosial sains waktu di sekolah kurang menarik, isinya cuman dengerin-ujian-dapet nilai jarang banget ada diskusi padahal sosial sains ?harusnya?sarat akan diskusi. Waktu masuk ITB gue mikir pasti gak ada unit kajian. Semua opini gue tentang gak ada unit kajian di ITB berubah sejak gue kenal sama salah satu kating yang masuk grup angkatan fmipa16. Sebut saja namanya Adam Aji, dia sering diskusi berbagai macam hal sama anak-anak di grup angkatan terus pola pikir dia juga keren. Jujur sih temen-temen gue satu angkatan gue waktu SMA dulu yang mau diajak berdiskusi aja langka banget apalagi yang pola pikirnya keren. Karena kehausan dan kelaparan gue akan diskusi, gue tertarik tuh sama pemikiran Adam dan gue jadi makin penasaran pemikiran dia kok bisa gitu sih. Setelah gue korek-korek informasi ternyata dia ikut unit kajian tiben. Nah ternyata ada unit kajian dan masih banyak lagi orang-orang yang pola pikirnya keren, ?akhirnya gue menemukan tempat diskusi? pikir gue. Terus Adam juga jelasin beberapa unit kajian di ITB. MG masuk salah satu yang dijelasin Adam. Majalah? awalnya gue gak tertarik sih. Lalu sebelum kuliah dimulai ada Sekolah Pendek Tiben dan gue ikut, waktu pertemuan kedua sptiben gue ketemu ofek di sekre tiben.


?

Kedua dengan analogi Tarjo

Ofek? Ofek admin dusgan? gue baru tau ternyata Ofek anak MG. gue langsung mikir ?wah, kayaknya MG juga menarik nih? akhirnya gue daftar MG juga waktu festival. Beberapa waktu kemudian kaderisasi MG dimulai ternyata bener MG keren banget. Ujung tombak MG lebih ke ranah media, bagaimana literasi media, kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media, dan penggunaan media secara efektif. Setiap unit kajian di ITB punya pendekatan masalah dan ujung tombak masing-masing. Kalo MG punya ujung tombak media maka Tiben punya ujung tombak filsafat dan PSIK punya praksis.

Perbedaan pendeketan masalah MG dan dua unit kajian lainnya, Tiben dan PSIK, bisa dijelaskan dengan dua analogi sederhana. Pertama dengan analogi Rey senpie kalo MG, Tiben, dan PSIK dianalogikan sebuah restoran dan elo ke sana mau makan ketika elo ke Tiben elo bakal ditanyain ?makan itu apa??, ketika elo ke PSIK bakal dikasih makan satu piring penuh, ketika ke MG elo bakal dikasih cara bikin dan bahan masakan yang bebas mau elo apain.

misalkan ada seseorang yang kena pukul, sebut saja Haris, yang dilakuin bakal beda PSIK bakal ngobatin Haris, Tiben bakal mempertanyakan kenapa Haris kena pukul, MG bakal teriak-teriak ?woy, Haris kena pukul?. Emang sih kelihatannya simpel ?cuman? teriak, tapi teriakan ?sakti?dengan bumbu ?oplah cantik?bisa bikin massa kampus ricuh. Dusta Ganesha atau Dusgan contohnya, akun yang awalnya anonim ini sempat bikin ricuh kampus dengan ciri khas tendang sana-sini. Tapi fungsi media bukan hanya bikin ricuh doang dengan pengolahan yang ?manis?media dapat menggerakkan massa bahkan dapat menciptakan pseudo-truth di masyarakat. Kemampuan literasi dan penggunaan media emang penting, dengan kemampuan tersebut elo bisa bikin pengaruh yang luas ke khalayak ramai apalagi kalo elo minat main di dunia politik di mana ?penampilan?elo di media lebih penting daripada siapa dan apa ?tujuan?elo.

Gabung MG kuy, biar elo bisa bikin pengaruh gede termasuk pengaruh ke jumlah gebetan.


Novu Syndicate Oleh: Samuel Gerald Marpaung

Antara raga, karsa, dan perubahan Dimulai dari tulisan, seorang sindikat dapat mengabadikan pengetahuannya agar bermanfaat. Setidaknya kepada diri sendiri, karena untuk mengajar orang lain merupakan hal yang membutuhkan banyak pengalaman. Itulah yang didapat jika kalian mahasiswa yang penasaran mendatangi sekre majalah ganesha dimana ada poster che guevara di dindingnya. Bagi yang bertanya, untuk apa ada poster tersebut? Entahlah, mungkin untuk menunjukkan keradikalan dari MG. Atau memang tidak ada yang ingat untuk mencopotnya? Memahami unit ini adalah perkara yang sulit, karena kerumitan dari permasalahan yang ada. Tidak ada jawaban yang benar untuk mendefiniskan apa itu MG-KSSEP, tetapi stigma yang ada menurut saya cukup, yaitu MG adalah unit media propaganda. Anehnya, aksi memang jarang ditekankan pada periode ini, karena memang kebijakan setiap ketua MG berbeda. Mungkin hasil tulisan saudara-saudara saya sebelumnya


Tuj uan ga j el as, pr oker t ak punya, st r ukt ur or ganisasi t ak j al an, bahkan AD/ ARTt ak ada. Ini or ganisasi macamapa? Juml ah anggot a j uga sangat minim. ?Bahkan pada saat aku t ingkat dua, seangkat anku hanya ada t iga or ang, dan sat u or angnya pun hil ang ent ah kemana. Tiga t ahun angkat an diat asku t idak ada anggot a MG sama sekal i, yang ada hanya swast a t ingkat l ima, enam, bahkan t uj uh yang akan l ul us?, ucap Ur uqul , Ket ua MG- KSSEP2011? ?2012. Mendengar hal it u akupun t er sent ak, separ ah it ukah keadaan MGdul u? Par ahnya l agi, set iap gant i ket ua, nil ai MGyang dibawa bisa saj a ber gant i 180 der aj at . Ket uanya sekar ang t er kenal ber masal ah, dan sial nya t er kadang nama MGt er t ut upi ol eh war na Of ek yang sangat mencol ok. Cont ohnya saj a, ada t emanku yang t idak t ahu MGj ust r u mal ah t ahu Of ek. Kal au begit u, yang aku j al ani sekar ang ini kader unit MGat au kader Of ek ya? Hahaks. ? Yudha


Kader isasi Per son alia Rasa kepemilikan adalah sesuatu yang penting di sebuah organisasi. Tetapi di majalah ganesha, rasa kepemilikan cenderung muncul saat ca-sindikat sudah menemukan jati dirinya di unit ini. Majalah Ganesha tidak memeratakan kemampuan anggotanya, tetapi tolak ukur anggota MG adalah ketika manusia tersebut dapat beraksi, baik dari tulisan, tindakan, maupun pemikiran. Anggapannya pun, sebagai unit yang anggotanya sedikit, proses kaderisasi memfokuskan pada personalisasi, tanpa menghilangkan ciri khas Majalah Ganesha yang berhasrat untuk menulis.

To live is n ot t o br eat h bu t it is act ? ?J.J Rou sseau M an u sia Bar u Novus pada judul ini, berarti baru pada bahasa latin. Kemudian sindikat dalam pengertian di KBBI berarti banyak, dapat berarti organisasi yang memasok berita (gambar, artikel, dan sebagainya) kepada penerbit surat kabar, majalah, dan sebagainya pada waktu yang bersamaan dan bahan yang sama pula untuk disiarkan m au pu n perkumpulan orang jahat dengan berbagai keahlian. Silahkan ditentukan sendiri, tetapi naifnya seorang manusia, kami masih mendefinisikan diri kami sebagai orang yang baik. Apa yang dilakukan oleh MG pun untuk memberikan warna dalam keberagaman organisasi di kampus tercinta ini. Namun, fokusnya memang berbeda, karena MG lebih nyaman untuk mengkaji permasalahan-permasalahan yang ada diluar lingkup kampus gajah. Apa yang baru adalah keberadaan kami, sebagai kader yang (semoga) akan memperbaharui MG, sehingga demi Tuhan, bimbinglah kami agar dapat bermanfaat bagi sesama.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.