MADE (BUKAN) MURID BODOH Penulis: Imroatun Nafi'ah Sinopsis: Mengajar itu menantang. Lebih menantang ketika harus menghadapi seorang
Made yang menghakimi dirinya sebagai murid yang bodoh. Made ingin menjadi seperti orang lain. Berhasilkah ia? Bagaimana caraku sebagai guru membantunya?
Selasa itu aku merasa sangat bersemangat. Itu adalah kali pertamaku mengajar dua kelas sekaligus di waktu yang sama. Menurutku mengajar dengan jumlah murid yang banyak adalah sebuah tantangan yang sangat menarik. Belum lagi tantangan yang berikutnya adalah mengajar bahasa Inggris yang dihindari oleh sebagian besar murid. Beruntungnya hari itu aku ditemani seorang partner yang baru. Istilahnya pair teaching. Mungkin saja hari itu akan sangat menyenangkan pikirku. Setelah tiga puluh menit berlalu, aku merasa sukses mengontrol kelas besar itu. Seluruh siswa terlihat aktif dan antusias terhadap materi yang kuberikan. Sebagai hadiah untuk partisipasi aktif mereka.kuberikan permainan hasil kreasiku sendiri. Kunamai permainan itu Crazy Sentence. Tawa mereka langsung bergemuruh begitu mendengar nama permainan itu. Kujelaskan aturan permainan tersebut dengan sejelas-jelasnya. Mereka mengangguk angguk mengerti. Mulailah satu persatu dari mereka menuliskan sebuah kata di papan tulis. Semuanya berjalan lancar hingga tiba giliran seorang murid yang dipanggil-panggil oleh temannya Made. Bukan salahku jika tidak terlalu mengenalnya. Dia bukan murid kelasku. Dia murid dikelas Ms. Putri yang saat ini sudah tidak mengajar lagi. Kulihat dia kesulitan menemukan sebuah kata kerja. Kudekati dia dan kutanya kata kerja apa saja yang dia ketahui. Made hanya menggeleng. Kutarik dia ke pinggir kelas. Kuminta partnerku untuk mengambil alih permainan yang kubuat itu. “Made, kamu tahu tidak apa itu kata kerja?" tanyaku bersabar. Dia hanya menggeleng dan menundukkan kepala. Sesekali dia meringis ke arah teman-temannya. Dari gerak tubuhnya kutahu dia sepertinya bosan ditanyai seperti ini. Mungkin ini bukan kali pertamanya ditanyai seperti ini. Melihat dia sepertinya tidak akan merespon akhirnya kuminta dia untuk duduk. Aku berpikir susah juga kalau harus menghandle murid seperti dia. Tapi entah mengapa hatiku berperang dengan pikiranku. Akhirnya keinginan hatiku lah yang memenangkan peperangan itu. Kuminta partnerku untuk mengambil alih kelas, sedangkan aku sendiri langsung mendekati tempat duduk
@menginspirasiID
Penulis: Imroatun Nafi’ah
ŠMenginspirasi (2014)