ARTYPO - Newsletter

Page 1

“Gombrich’s conclusion goes without saying. According to him, all art is basically “conceptual”! Every representation, even the most realistic, is influenced by the conceptual schema, by the vocabulary, by the preconceptions that a painter has about painting, by the tradition in which he was raised, the technique he has acquired.” (Thinking Art : hal.24)

TEORI IMITASI

Teori Imitasi bersifat terbatas dalam membahas karya seni tertentu. Sebuah contoh lukisan karya Piet Mondrian dapat menunjukkan bahwa teori imitasi tidak cukup untuk menjelaskan secara total suatu karya seni. Lukisan Mondrian tidaklah meniru suatu realitas.

Plato menganggap idea yang dimiliki manusia adalah tertinggi. Menurutnya, idea merupakan sesuatu yang tetap dan tidak berubah (Bertnens1979:13). Bagi Plato, seorang tukang lebih mulia dibandingkan dengan seniman/penyair. Hal ini disebabkan karena tukang mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra, misalnya meja atau kursi. Sedangkan, seorang seniman/penyair hanya meniru kenyataan yang dapat disentuh panca indra (seperti yang dihasilkan oleh tukang). Seniman/penyair dianggap menjiplak dari jiplakan. Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep Idea tersebut, Plato sangat memandang ren-dah seniman dan penyair. Jika Plato memandang rendah para seniman, Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuatu yang dapat meninggikan akal budi. Aristoteles memandang seni sebagai katharsis, penyucian terhadap jiwa.

Gombrich menyatakan bahwa setiap karya seni pada dasarnya memliki konsep. Karya seni yang dihasilkan seniman bukan semata-mata hanya tiruan

MASALAH TEORI IMITASI

dari realitas, melainkan terdapat sisi subjek (yaitu seniman) yang turut berpengaruh dalam penciptaan karya seni tersebut. Seniman memulai penciptaan karya dengan skema konseptual berdasarkan cara pandang yang berbeda-beda. Gombrich memberikan contoh-contoh yang relevan untuk mendukung argumennya. Salah satunya adalah lukisan pemandangan Derwentwater, satu

lukisan dilukis oleh pelukis anonim Inggris pada jaman Romantik, sedangkan lukisan lainnya dilukis oleh pelukis Cina Chiang Yee pada tahun 1936. Kedua pelukis tersebut sama-sama melukis pemandangan Derwentwater, namun hasil dari lukisan mereka ternyata berbeda satu sama lain.

Teori imitasi berhubungan dengan konsep “mimesis”. Dalam bahasa Yunani, mimesis berarti “imitasi”, “representasi” atau “copy”.

edisi 01 / may 2014

TEORI IMITASI DAN EKSPRESI DALAM ESTETIKA TRADISIONAL

MAGRITTE

karyanya berdasarkan cara “What Magritte suggests pandang dan persepsi here is that artists invariably mereka masing-masing. Sebagai contoh, lukisan create realities that are autonomous and follow their karya Margritte, yaitu sebuah own rules.This notion of lukisan pipa yang disertai autonomy, as we shall see, kata-kata “Ceci n’est pas is central to formalism and une pipe” (Ini bukan pipa). modernism.” Magritte memberi teks yang (Thinking Art : hal.24) berbeda makna dengan objek yang dilukis bukanlah untuk menyalahkan reMenurut Magritte, seorang presentasi dari benda seniman dapat menciptakan sebenarnya. Tetapi, dunia otonom dan membuat Maggritte memandang aturan mereka sendiri. bahwa lukisannya memang Maksudnya adalah setiap bukanlah sebuah pipa, seniman memiliki “cara melainkan hanya berupa pandang” masing-masing gambar pipa yang nyatanya dalam memahami suatu rememang tidak dapat dihisap. alitas. Sehingga dalam suatu karya seni, seorang seniman senantiasa menciptakan

IN THIS ISSUE

TEORI IMITASI DAN EKSPRESI DALAM ESTETIKA TRADISIONAL • •

TEORI IMITASI MASALAH TEORI IMITASI

KONSEP DESAIN GRAFIS YANG IDEAL

GOODMAN Menurut Goodman, tidak ada perspektif yang pasti untuk merepresentasikan alam secara akurat. Goodman berpendapat bahwa representasi merupakan sesuatu yang bersifat simbolik.

“According to Goodman, even the so-called “science of perspective” does not Lead to an accurate representation of nature: there is no “normal” or “reliable perspective” available, which, seen from all angles, could reproduce reality and its three-dimensionality objectively. How someone sees an object in perspective depends on someone’s vision, the light,his position in relation to the object, etc. In short, perspective is variable.” (Thinking Art : hal.25)

PENGARUH «ISME» DESAIN MODERN • • •

MUSIKALITAS TIPOGRAFI

• Bauhaus dan Pengaruhnya Ciri Pengaruh New York School • Swiss Style dan Pengaruhnya •

Asal Usul Tipografi Awal Berkembangnya Tipografi Memusikkan Tipografi, Mempuitiskan Visual

Giacometti dianggap “naïf” karena dia selalu berusaha untuk membuat karya seni yang sama persis dengan realitas, padahal dia mengerjakan karya tersebut dengan cara yang berbedabeda dan berubah-ubah, serta tidak dapat sama persis dengan realitas. Jika dilihat dari perspektif tertentu, maka realitas pun akan berubah. Karya Giacometti dianggap menarik karena disatu sisi karyanya dapat dengan mudah mematahkan teori imitasi, sedangkan di sisi lain

mengacu pada kompleksitas persepsi. Untuk dapat melihat model secara keseluruhan, Giacometti menjauhkan model dari pandangannya. Jika model berada semakin jauh, maka detailnya akan semakin hilang dan bentuk model tersebut juga semakin mengecil. Cara ini membuat Giacometti menemukan metode baru dalam representasi dan pada saat yang sama, dia telah menciptakan suatu style yang unik.

Giacometti PENERBIT ARTYPO GROUP PELINDUNG DOSEN PENANGGUNG JAWAB NIDYA PRIMA PUTRI TEAM REDAKSI MARKETING ARTYPO GROUP

ALAMAT REDAKSI JL. PUSAKA KENCANA BLOK A8 NO 27 KENCANA LOKA BSD - 15318 EMAIL REDAKSI CONTACT.ARTYPO@GMAIL.COM WEBSITE REDAKSI WWW.ARTYPOMAG.COM KETUA PELAKSANA PRODUKSI NIDYA PRIMA PUTRI

1


CC-theory

c

c

Benedetto Croce (1866–1952) dalam bukunya yang berjudul “Estetica” (dipubilkasikan pada tahun 1902), secara eksplisit mengemukakan teorinya tentang ekspresi dari sudut pandang seniman. Di sisi lain Robin George Collingwood (1889–1943) juga mengembangkan teori ekspresi dalam bukunya yang berjudul “Principles of Art” (dipublikasikan pada tahun 1937). Karena teori mereka memiliki kesamaan, maka teori ini disebut sebagai CC Theory Sanggahan Terhadap CC - Theory

Gadamer berpendapat bahwa terdapat 2 point yang salah tentang hermeutika. Hermeneutika telah salah mengatakan bahwa ada perbedaan yang jelas antara ilmu pengetahuan dan realitas, antara penafsiran dan karya. Berdasarkan point 1, penafsiran dapat “By maintaining that the work of art already berdiri sendiri dengan individualitas penafsir. Jadi selama mengikuti metode exists in the mind of the artist, yang benar, dapat memungkinkan semua the theory gives license to those who orang untuk mencapai penafsiran yang pretend they have a work of art in their mind but never provide any proof benar. Gadamer mengatakan bahwa tidak ada for it. In these cases, rather than artists restricting the medium of their thoughts to a pembagian yang tegas antara pengetahuan dan realitas, karena pemahaman/interpretasi purely internal use, we are faced with akan diserap kedalam realitas dimana kita individuals apparently lacking any medium akan mengalami dan melihatnya. of thought altogether.” Menurut Gadamer, penafsiran karya seni (Thinking Art : hal. 47) tidak terfokus kepada seniman saja, tetapi lebih ke perpaduan dari pengalaman Semua seni baik itu seni visual ataupun hidup seniman dengan pengalaman hidup seni musik, sastra, dan lain-lain, seharusnya audience. Pengalaman hidup, kepribadian direalisasikan. Imajinasi jarang muncul secara detail / jelas, individu, waktu dan latar berlakang audience, akan turut mempengaruhi cara sehingga perlu diantisipasi dengan cara penafsirannya terhadap karya seni. merealisasikannya ke dalam wujud karya Gadamer membuat kita sadar akan fakta yang nyata. bahwa point of view seseorang selalu berubah dan ditentukan secara historis, dimana karya seni tersebut ditafsirkan Pandangan Hans-Georg Gadamer secara terus menerus dan beragam. Teori CC dapat memberikan lisensi kepada mereka yang berpura-pura memiliki karya seni di dalam pikirannya dan tidak pernah memberikan karya nyata untuk membuktikannya.

(1900–2002)

Teori CC termasuk ke dalam hermeneutika, karena teori CC membedah pandangan detail tentang penafsiran suatu karya.

TEORI ekspresi

Teori ekspresi merupakan teori dalam filsafat seni yang menekankan pada sisi ekspresi. Teori ekspresi bertentangan dengan teori imitasi. Leo Tolstoy (1828–1910)

Pertama, Tolstoy berpendapat bahwa seni adalah murni dari sebuah emosi. Dalam teori ini Tolstoy membuat perbandingan antara sains dan seni. Sains lebih mengarah pada sesuatu yang rasional, dan argumentasi yang logis, sedangkan seni lebih mengekspresikan suatu pengertian, dengan mentransfer kebenaran dari pengetahuan alam, menjadi sesuatu yang berkaitan emosi dan intuisi. Kedua, Tolstoy mengatakan bahwa fungsi seni adalah “menginfeksi” audience, sehingga antara seniman dan audience memiliki perasaan yang sama. Ketiga adalah menyangkut masalah etika. Dengan “menginfeksi” perasaan audience, seni harus berkontribusi terhadap peningkatan moral masyarakat. (Thingking Art : hal 39-41) Menurut teori CC, karya seni ada di dalam pikiran seniman dan tidak terletak pada benda-benda fisik. Jika pandangan ini diikuti dengan konsisten, maka akan banyak karya seni justru kehilangan statusnya sebagai karya seni. Di dalam beberapa genre seni, ada persinggungan antara kreativitas, pada satu sisi, dan bentuk serta prosedur sebagai teknik pada sisi lain. Tidak semua karya seni melibatkan emosi dalam batin, sebagai contoh: misalnya arsitek dengan karya arsitektur bangunannya. Apakah suatu bangunan bisa disebut merupakan ekspresi perasaan sedih, gembira atau bahagia? Beberapa seniman terkenal jusvtru sering menolak bahwa ada emosi dalam batinnya ketika menciptakan karya seni.

Filsafat seni Seni murni adalah seni yang mampu “menginfeksi” audience, sehingga apa yang yang dirasakan seniman juga dirasakan oleh audience. Seniman <-> Audience (pesan/maksud seniman dapat diterima secara persis oleh audience) Dalam teori ekspresi, karya seni dalam bentuk fisik dianggap tidak penting. Namun yang penting adalah pemikiran, ide dan ktonsep seniman serta bagaimana audience dapat merasakan apa yang dirasakan seniman. Berdasarkan teori ekspresi, suatu seni dikatakan bagus, jika pesan atau ekspresi yang ingin disampaikan seniman sama dengan pesan yang diterima oleh audience

seni berdasarkan teori ekspresi 2

Karya seni berada pada jiwa atau pikiran seniman. Seni merupakan ekspresi dari intuisi (Croce) atau imajinasi (Collingwood), dimana intuisi dan imajinasi berlangsung secara bersamaan. Karya seni yang telah ada di dalam pikiran seniman tidak harus direalisasikan ke dalam bentuk fisik / benda material. Karya seni sejati hanya dapat diakses oleh audience sejauh mereka melakukan re-experiences (Croce) atau penciptaan kembali (Collingwood) ekspresi dari seniman. (Thinking Art : Hal. 42-43)


PENGARUH BEBERAPA ‘ISME’ DESAIN MODERn

Sebelum berangkat lebih jauh, kita perlu menyamakan persepsi mengenai arti istilah modern. Dalam artikel ini, modern bukanlah masa kini melainkan sebuah periode dalam kebudayaan Barat yang dimulai sejak Renaissance pada abad ke-15 dan mencapai puncaknya pada masa revolusi industri abad ke - 18. Menurut banyak pendapat, mulai ditutup pada sekitar tahun lima puluh sampai enam puluhan. Ciri utama kebudayaan modern Barat adalah dominannya rasio, sains, dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa semangat zaman pada era modern adalah rasionalitas yang ditandai oleh berpalingnya orang Barat dan kepercayaan, mitos, tradisi ke logika rasional dan fakta ilmiah. Periode sepanjang lima abad itulah yang telah menghasilkan berbagai perubahan dan penemuan dalam bidang mulai dan filsafat, sains, teknologi, seni, desain dan industri sampai ke bentuk masyarakat modern yang kita kenal pada masa sekarang. Indonesia yang terletak di belahan Timur dunia pun merupakan tempat yang tidak luput dan pengaruh modernitas Barat akibat terjadinya proses globalisasi.

A

Dalam dunia seni rupa Barat, periode Modern Art dimulai pada akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh aliran impresionisme. Modern Art atau seni rupa modern adalah periode seni rupa Barat yang mengenal abstraksi atau konseptualisasi dan meninggalkan dominasi realisme di masa sebelumnya. Desain modern merupakan sebuah periode desain yang dimulai pada awal abad ke - 20 di saat kebudayaan modern Barat mulai mencapai abad mesin pascarevolusi industri dan dilatarbelakangi oleh beberapa aliran Modern Art khususnya v (1913), Dada (1915) dan De Stijl (1917). Desain modern dimulai sejak aliran Art Deco (1918) dan yang paling menonjol sebetulnya adalah Bauhaus (1919). Selanjutnya, muncul ‘isme’ New York School tahun dua puluhan disusul Swiss Style tahun lima puluhan. Beberapa aspek paham desain modem yang disebutkan tadi masuk ke dunia pendidikan dan praktek desain di Indonesia. Untuk itu, perlu dibahas beberapa pengaruh paham atau ‘isme’ desain Barat modem tersebut pada konsepsi desain kita

MEMPERTANYAKAN KONSEPSI KITA TENTANG DESAIN GRAFIS YANG IDEAL Tidak ada satu desainer pun yang dengan sengaja ingin membuat karya yang buruk karena ia pasti memiliki sense dan taste tentang bagaimana desain yang ideal, Namun, kita semua tahu bahwa sense atau taste tentang desain yang ideal itu bukan ilham yang sekonyong-konyong turun dan langit melainkan sama dengan konsepsi desain milik sang desainer. Bedanya, sense bersifat intuitif dan tidak sadar sedangkan konsepsi bersifat logis dan sadar. Sense dan taste memang sering menjadi ‘senjata’ andalan desainer untuk menyelesaikan problem desain. Akan tetapi, perlu diingat bahwa ‘senjata’ itu sebetulnya berasal dan konsepsi tertentu yang setelah sekian lama dipelajari dengan sadar akhirnya mulai mengendap dalam pikiran bawah sadar. ‘Konsepsi bawah sadar’ itulah yang penulis maksud sama dengan sense atau taste. Desainer yang sudah ‘jadi’ jarang memikirkan lagi seluruh konsepnya secara sadar setiap kali ia bekerja karena memang sudah melewati semacam proses ‘pengendapan’ yang membuatnya memiliki sense dan taste. Namun, pernahkah sang desainer kini mempertanyakan asal-usul sense dan taste-nya? Konsepsi desain Barat apa saja yang sudah mempengaruhinya? Itu bukan pertanyaan yang mengadaada melainkan hal wajar untuk dijelaskan seorang desainer atas konsepsi desain miliknya. Tanpa pertanyaan kritis seperti tadi, mungkin tidak akan pernah ada

konsepsi desain yang dapat dijelaskan secara sadar melainkan hanya ada sense atau taste. Belum lagi jika kita menghubungkan hal ini dengan metode pendidikan desain. Adakah yang tahu cara mengajarkan sesuatu yang intuitif, samarsamar, dan tidak dapat dijelaskan itu ke orang lain?

menyadari bahwa dirinya sebetulnya cuma terpengaruh. Belum lagi perdebatan antara sang pengajar dengan pengajar lainnya yang tanpa sadar terpengaruh New York School Ceritanya akan lain jika keduanya menyadari status masing-masing sebagai orang yang sama-sama kena pengaruh. Intinya bukan pada apa dan seberapa ‘benar’ taste masing-masing tetapi pada apa yang Taste juga dapat membuat orang mudah mempengaruhi sehingga taste-nya menjadi menerima desain tertentu dan menolak sedemikian rupa. Menyadari pengaruh yang lain tanpa sadar. “Saya tidak tahu suatu ‘isme’ sebenarnya membantu untuk kenapa suka sekali melihat desain anu” mengungkap ‘jati diri desain’ kita. Bukankah adalah ungkapan umum yang membuktikan itu hal yang menguntungkan? hal itu. Desainer yang tanpa sadar memiliki taste yang terpengaruh kuat Swiss Style2 Sebagai komunitas desain gratis di akan lebih sulit menerima desain berkonsep Indonesia, kita pasti ingin mengembangkan Vernacular karena jauh berbeda karakternya. wacana dan identitas grafis sendiri yang Jika desainer itu berpraktek profesional, suatu saat akan setara dengan Barat mungkin tidak terlalu masalah karena ia seperti yang sudah dilakukan Jepang. hanya berurusan dengan satu atau dua ldentitas itu tidak dapat tercapai jika hanya klien pada saat bersamaan. Mungkin ia memindahkan lalu menaruh gambar hanya menderita rasa jengkel jika sang klien ukiran tradisional karena siapa pun dapat tak dapat menerima taste-nya. Masalah melakukan itu. Kita masih perlu berproses menjadi lebih luas jika sang desainer dan berdialog Iebih jauh lagi. Namun, berperan sebagai pengajar. Ia tanpa sadar mungkinkah hal itu dapat dilakukan jika cenderung menekankan satu paham kita tidak sadar akan pengaruh-pengaruh misalnya Swiss Style tadi kepada puluhan desain Barat pada konsepsi desain kita? mahasiswa yang punya bakat, minat, dan Jangan-jangan kita bukannya menggali kecenderungan berbeda-beda. Maka, identitas sendiri malahan dengan senang yang mungkin terjadi adalah suasana kelas hati, sukarela, dan tanpa sadar menjadi yang dogmatis. Pekerjaan mahasiswa yang ‘agen-agen isme’ New York School misalnya. tidak ala Swiss Style sama saja dengan Selama belum menyadari apa dan siapa tidak ideal. Namun, sang pengajar tidak saja yang mempengaruhi desain kita,

mungkin saja kita Cuma jadi pengekor. Namun perlu ditekankan sekali lagi, sadar sama sekali bukan anti melainkan mampu melihat dengan lebih netral, kritis, dan analitis. Kesadaran memungkinkan kita untuk menganalisis berbagai aspek dan paham atau ‘isme’ tertentu yang mempengaruhi sense dan taste masingmasing, Analisis sadar atas sense dan taste desain merupakan modal bagi semacam dialog desain yang mutlak diperlukan jika kita ingin menggali identitas desain grafis lokal. Bagaimana sebuah dialog dapat berlangsung jika para pesertanya cuma bicara sense dan taste yang tidak dapat dijelaskan dan subyektif itu? Subyektivitas memang defacto sumber kekayaan dan keanekaragaman dalam desain grafis namun harus dapat dijelaskan jika ingin dibawa ke dalam sebuah dialog. Akhirnya, kita akan mulai membahas pengaruh desain Barat pada wacana pendidikan maupun profesi desain grafis di tanah air. Pembahasan akan disusun secara kronologis disertai gambaran mengenai kecenderungan suatu masa dalam kebudayaan Barat tanpa maksud untuk menjadi semacam karangan sejarah atau analisis kebudayaan karena penulis bukanlah ahlinya. Cara penyusunan tersebut hanyalah untuk memahami situasi dan semangat zaman yang mempengaruhi tiap paham desain pada eranya masing-masing

3


CATATAN TENTANG DESIGN MODERN Desain gratis Amerika Serikat dengan New York School dan Commercial Art penlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya cukup besar mengingat literatur desain gratis di negara kita umumnya berbahasa Inggris dan seringkali berasal dan kalangan mereka. Pengaruh mereka tidak hanya sampai pada tataran visual namun juga sampai ke wilayah paradigmatic sehingga sebagian kalangan desain kita ada yang menganggap desain gratis sebagai Commercial Art. Commercial Art pernah diperdebatkan sebagai nama resmi profesi desain gratis pada konferensi ICOGRADA (International Council of Graphic Design Associations) tahun 1964 antara wakil dan Amerika Serikat Will Burtin dengan wakil-wakil lain dan Eropa. Sebelumnya, editor senior majalah Graphic Design dan Jepang, Masaru Katsumi sudah menolak terlebih dulu dengan menyatakan bahwa akar profesi desain gratis adalah seni cetak.Yang lebih ironis, jika kita membandingkan Commercial Art dengan profesi desain grafis di tanah kelahirannya, yakni Eropa. Di Eropa,desain gratis ternyata tidak hanya berkisar pada kegiatan komersial seperti Rusia yang menerapkan desain Constructivism dalam propaganda politik. Jadi, sebenarnya sampai saat mi belum pernah ada konsensus internasional mana pun yang menerima Commercial Art sebagai istilah resmi profesi desain gratis. Namun, perlu disadari pula bahwa pengaruh-pengaruh dari desain Modern Akhir atau Late Modernism tahun enam puluhan sampai delapan puluhan yang masuk ke Indonesia juga banyak diisi oleh desain gratis Amerika Serikat lewat tokoh-tokoh seperti Waltor Landor (pemilik Landor Associates yang mengerjakan proyek redesain logo Garuda Indonesia,) Herb Lubalin, Milton Glaser (Push Pin Studio), dan Woody Pirtle (Pentagram Design) yang sening dijadikan referensi oleh desainer gratis lokal. Maka, pengaruh Desain Modern Akhir Amerika yang beraroma New York School dan Commercial Art itu tetap hadir di Indonesia.

>

swiss style dan pengaruhnya Ciri-ciri pengaruh Swiss International Style • • • • • • •

new york dan pengaruhnya Ciri-ciri pengaruh New York School • • • • • • •

Kecenderungan pada proyek-proyek perikianan dan gratis korporasi. Pengintegrasian berbagai teori atau metode marketing massal. Desain bersifat research-based dan ditujukan untuk menjual. Lebih mementingkan ide-ide yang bersifat ‘nakal’ atau witty ketimbang eksperimen gratis. Penerapan berbagai metode berpikir kreatifdalam mencari ide. Kecenderungan abstraksi (New, York School terkena pengaruh New Bauhaus). Kecenderungan pada lay-out dan lypografi yang fungsional.

Pada periode tahun dua puluh sampai lima puluhan, desain grafis Amerika Serikat didominasi The New York School of Advertising dengan metode “The Big Idea” yang sangat menonjol. Mereka sering menyebut desain grafis sebagai Commercial Art karena paham dan pekerjaan mereka yang berkisar pada dunia perdagangan komersial. Kalangan desain grafis dan New York (East Coast) yang dipengaruhi New Bauhaus dalam beberapa aspek ini memberi warna kental pada desain gratis dan perikianan modern seluruh Amerika Serikat setelah pengaruhnya sampai ke daerah Pantai Barat (West Coast). Di sisi lain, New York School juga memancarkan

4

semacam aura akan profesi desain yang ‘berkelas tinggi’ dan mahal. Hal itu merupakan cermin kondisi Amerika Serikat yang bangkit dar krisis ekonomi pasca perang dunia lewat cara industri kapitalis. Industri yang mencapai sukses finansial mengganjar desainernya dengan sukses yang sama Pengaruh New York School di Indonesia masuk lewat literatur, perusahaan perikianan, dan pendidikan desain yang mengacu pada periklanan. Tokoh-tokohnya Raymond Loewy, Bradbury Thompson, Paul Rand, Will Burtin, Gene Frederico (East Coast), Lester Beall, Saul Bass (West Coast).

Kecenderungan pada proyek-proyek industri, corporate, dan information graphics. Penekanan pada desain yang fungsional, rasional, dan metode yang sistematis. Penerapan teori Semiotik Visual (triadik Charles Morris: semantik, sintaktik, dan pragmatik). Kecenderungan abstraksi, khususnya pada logo. Penggunaan grid system secara ketat. Kecenderungan pada jenis huruf Sans Serif yang awalnya diklaim bersifat ‘universal’ dan netral (mulai dan Akzidens Grotesk, Haas Grotesk, Helvetica sampai Univers). Penekanan pada legibility, clarity dan menolak visual chaos.

Paham terakhir era modern tahun lima puluhan adalah International Typography Style atau Swiss International Style dan Swiss yang banyak dipengaruhi aspek rasionalitas desain Bauhaus. Hampir sama seperti pendahulunya tadi, para desainer dan pengajar dan Swiss juga mengklaim telah menemukan bahasa visual yang universal dan diperkuat argumen-argumen ilmiah. Awalnya, paham ini hanya berkutat.di seputar Eropa namun akhirnya berskala internasional setelah masuk dan diterima di Amerika Serikat kemudian disebarkan ke berbagai penjuru dunia lewat korporasi besar. Gaya Swiss International Style kerap menjadi pakem standar untuk corporate graphics dan information graphics. Swiss Style juga memberi kesan profesi desain sebagai intelek dan ‘tinggi’ seperti dikutip Katherine McCoy dan Massimo Vignelli: “Cara kerja yang rasional dan sistematis itulah yang membedakan profesi desainer dan pengrajin.” Pengaruh Swiss Style masuk Indonesia lewat literatur-literatur desain, beberapa institusi pendidikan desain dan corporate identity para PMA (Penanam Modal Asing) asal Eropa dan Amerika Serikat pada era pembangunan Orde Baru. Tokoh-tokoh Swiss Style adalah Emil Ruder, Max Bill, Karl Gerstner, Herbert Matter, Armin Hoffman, Josef Muller-Brockman (Swiss) Massimo Vignelli (Amerika Serikat).

v

ig nelli


u

bauhaus dan pengaruhnya

Bauhaus adalah sebuah institusi pendidikan di Jerman yang meletakkan dasar-dasar konsep desain dan tipografi barat modern. Lewat filosofinya, Bauhaus berusaha menggabungkan antara seni, kerajinan, dan desain dengan sains dan teknologi serta menolak pembedaan antara seni murni dan seni terapan. Suatu karya desain dapat bernilai estetis dan ilmiah. Desain yang memenuhi prinsip-prinsip Bauhaus, karena sudah dibebaskan dan berbagai ornamen yang bernuansa ‘sentimen borjuis’, diklaim bersifat universal, rasional, dan komunikatif untuk sernua sasaran. Pada masa perang dunia II, para pendiri Bauhaus yang dikejar oleh Nazi berimigrasi dan membuka New Bauhaus di Chicago, Amerika Serikat. Di tempat baru itu, mereka berbaur dengan komunitas desain Amerika dan memberi pengaruh kuat pada karakter visual tokoh desain modern seperti Paul Rand dan Saul Bass. Prinsip dasar desain Bauhaus banyak diadopsi ke dalam silabus pendidikan dasar desain grafis di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Tokoh-tokohnya adalah Laszlo Moholy-Nagy, Herbert Bayer, Wassily Kandinsky, dan Josef Albers

pengaruh POST-MODERN

Ciri-ciri pengaruh Bauhaus • • • • • • •

Penggunaan modul geometris sebagai struktur sebuah gambar, lay-out atau desain. Penggunaan golden section, grid berbagai sarana matematis lainnya untuk mencapai proporsi yang ideal Penerapan prinsip-prinsip dasar seni rupa Penerapan teori warna secara rasional Penerapan abstraksi (Bauhaus sendiri sangat dipengaruhi beberapa aliran Modern Art). Penekanan pada prinsip legibility, clarity, dan hirarki typografI Penekanan pada desain yang metodologis dan rasional/fungsional.

Produksi

Pra Modern 10.000 SM - 1450

Modern 1960 - 1450

Post Modern 1960 - ?

u

Post-Modern menurut Charles Jencks, seorang kritikus arsitektur dan analis kebudayaan Barat, adalah periode yang dimulai sekitar tahun enam puluhan saat orang Barat mulai bereaksi atas berbagai aspek budaya modern. Era itu ditandai oleh munculnya berbagai ‘isme’ arsitektur, seni, desain, filsafat, dan berbagai gerakan kebudayaan. Namun, hal yang kompleks itu tidak akan kita bicarakan karena kita hanya mencari gambaran situasi zaman. Pengamat kebudayaan Mudji Sutrisno pernah mengatakan bahwa salah satu faktär munculnya gejala Post-Modernitas antara lain kekecewaan orang Barat atas kebudayaan modern karena ia bukan cuma gagal untuk menghasilkan kebahagiaan manusia di muka bumi, malah menambahnya dengan perang (Perang Dunia I, II, dan perang Vietnam terjadi di ufuk era kebudayaan Barat modern.) Perang tersebut didukung rasionalitas sains dalam bentuk berbagai teknologi persenjataan modern (bom atom pertama adalah aplikasi dan fisika laboratorium.) Untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang konteks desain gratis Barat dengan perubahan zamannya, berikut ini tabel perubahan budaya Barat dan era Pra-Modern sampai Post-Modern menurut Charles Jeneks.

Masyarakat

Ruang/waktu

Orientasi

Kebudayaan

Revolusi Neolitik

Suku/feodal

Bersiklus

Kampung/kota/ kerajaan

Aristokrat

Pekerjaan Tangan, agrikultur

Kelas ningrat, pendeta, tentara

Perubahan lambat

Agraria

Terintegrasi

Sporadis

Buruh kasar

Pemisahan ruang waktu

Tertutup/terintegrasi

Budaya nenek moyang

Revolusi industri

Kapitalisme

Linier

Nasionalisme

Ala Borjuis

Pabrikan, produksi massal

Borjuis/kelas menengah atas

Bergerak maju, bertahap

Rasionalisme bisnis

Budaya massal versi kelas penguasa

Sentralistik

Pekerja

Pemampatan ruangwaktu

Eksekutif

Abad mesin

Revolusi Informasi

Sosiaalism

Bersiklus dan linier

Post - Nasionalisme

Citarasa berbagai budaya

Cognitariat Kelas antara tengahpekerja

Perubahan cepat

Multinasional, plural, ekletik

Banyak genre, berbasis pengetahuan

Pekerja Kantor

Peleburan ruang waktu Inkklusif

Kantoran, produksi komponen Desentralistik

Abad tanda - tanda

Berbagai genre desain era Modern Akhir dan (atau) Post-Modem Barat yang mulai muncul tahun enam puluh sampai tujuh puluhan merefleksikan beberapa perubahan budaya yang disebutkan di atas. Umumnya gerakan desain masa ini berskala kecil sesuai kecenderungan untuk meninggalkan budaya massal era modern. Berbagai genre desain Modem Akhir dan (atau) Post- Modem selanjutnya dapat meluas setelah akhirnya sering dimanfaatkan dunia perdagangan komersial yang mulai menerapkan metode atau teori segmented marketing (ingat teori positioning). Namun pada awalnya, desain grafis Modem Akhir dan (atau) Post-Modern adalah semacam protes atau pemberontakan terhadap berbagai aspek rasionalitas desain Modem dalam kadar yang beragam,. mulai dan yang lunak sampai ekstrim. Desain grafis era ini juga memulai sebuah kecenderungan untuk memanfaatkan teknik-teknik yang telah dimungkinkan oleh berbagai teknologi reproduksi baru. Pencetus gerakan desain yang sporadis dan sangat plural ini bukanlah gerakan-gerakan desain berskala besar seperti pada masa modem melainkan perorangan atau kelompok kedil yang boleh disebut ‘pendobrak’ atau avant-garde. Dan merekalah kemudian muncul isme, paham, kecenderungan, aspirasi, ide atau istilah baru yang kita kenal saat ini.

5


paham post modernisme

w

New Wave

ein

Maksud dan istilah ini adalah kecenderungan atau semangat untuk bereksplorasi dan bereksperimen gratis lewat medium atau teknik baru yang disediakan oleh teknologi. Dimulai oleh seorang desainer asal Basel, Swiss tempat kelahiran Swiss International Style yaitu Wolfgang Weingart pada tahun enam puluhan akhir. Di Swiss pada era sebelum Weingart, jarang sekali teknik mempengaruhi metode, konsep, dan keputusan desain seorang desainer yang umumnya sangat sistematis dan rasional. Weingart menjebol ‘dogma’ Desain Modern para seniornya dengan berani benimprovisasi namun tetap memperhitungkan mereka dengan mampu menerapkan prinsipprinsip semiotik visual yang menjadi tradisi desain Swiss. Intelektualitas yang dimiliki Weingart membuatnya mampu mengintegrasikan eksperimennya yang ‘nyeleneh’ itu ke dalam teori semiotik visual. Di Amerika Senikat, kecenderungan new wave diteruskan oleh bekas murid Weingart asal California, yakni April Greiman dan Dan Friedman sekitar tahun delapan puluhan, kemuian oleh fonthouse Emigre yang dimotori Rudy Vanderlans dan Suzana Licko pada era sembilan puluhan.

}} ~ Vernacularism

Istilah yang dipinjam dan bidang arsitektur ini maksudnya adalah kecenderungan atau semangat untuk menampilkan bahasa visual khas atau non-standar dan kultur atau sub-kultur tertentu seperti punk, surfer, skate boarder, street atau jalanan dan sebagainya. Vernacularism ini juga merupakan suatu bentuk protes terhadap kecenderungan Desain Modem “satu desain untuk semua” atau universalisme desain. Selain itu, beberapa desainer vernacular menekankan intuisi dan emosi, berlawanan dengan rasionalitas Desaid Modern. Gaya bahasa visual yang vernacular ini diusung oleh desainer-desainer seperti Jamie Reid, Neville Brody (English Punk) sampai David Carson (Surfer).

gart

Eclecticism

Revivalism atau Retro (Retrospective)

Eklektik berarti gabungan yang kelihatan paling bagus dan berbagai sumber, sistem atau gaya yang berbeda-beda. Jadi, eclecticism adalah paham, semangat atau kecenderungan untuk membuat desain yang bersifat eklektik. Eclecticism semakin dimungkinkan sejak tersedianya teknologi reproduksi mulai dan mekanikal sampai digital sehingga akhirnya sering ditampilkan dalam desain gratis barat era Modern Akhir. Namun, kecenderungan mi pemah dicibir kaum modernis seperti Massimo Vigneli sebagai mentalitas desain cut and paste yang buta konteks sejarah.

Arti istilah retro adalah kembali ke masa silam. Semangat revivalism membuat sebagian desain gratis Modern Akhir seperti gaya Phsycedelic milik kaum hippie dan flower generation Arnerika Serikat sering menampilkan gaya atau sistem dan masa sebelum era Modern. Mereka menampilkan karakter visual Art Nouveau sebagai wujud protes atas adanya perang Vietnam yang dianggap sebagai sisi gelap kebudayaan Modern. Maka, revivalism adalah semacam ekspresi pemberontakan generasi muda tahun enam puluh sampai tujuh puluhan atas bahasa visual generasi Modern pendahulu mereka yang didominasi typograjI dan lay-out yang rasional.

PRINSIP DESAIN DALAM TIPOGRAFI Tipografi merupakan sebuah seni sebagaimana sebuah kompisisi musik dan syair puisi yang dapat menggugah indera pendengaran melalui nada-nada dan kata-kata, maka tipografi pun dapat menyentuh perasaan manusia melalui stimuli yang terjadi pada indera penglihatan mata. Sebagaimana desainer menyusun bentuk-bentuk karakter abjad, pengaturan spasi antar baris, leading antara kata dengan kata dan huruf per huruf. Permainan komposisi dan proporsi kata-kata atau teks yang diolah secara tipografis dapat menciptakan irama pembacaan yang beraneka ragam sehingga diperoleh hasil interpretasi yang lebih mengena. Dipengaruhi oleh literatur teoritis kaum poststrukturalis, Katherine McCoy, desainer dan juga pengajar di Cranbrook, USA, menolak pembagian tradisional antara membaca dan melihat dan desainer seharusnya berperan aktif memadukan kedua pengalaman itu di mana sebuah gambar dapat dibaca sementara kata-kata tertulis dapat menjadi obyek visual. Bertolak dan pemahaman sesuatu yang dilihat dapat dialami bagai sebuah bacaan, dan sesuatu yang dibaca bagaikan sebuah gambaran, maka dengan mengintegrasikan indera pendengaran, dapat ditambahkan pula dalam tulisan mi, sesuatu yang terlihat, baik sebagai bacaan maupun gambaran, di desain sedemikian rupa sehingga membeni getaran seolah-olah mendengar dan dalam hati sebagai basil dan sebuah proses interpretasi dan pencerapan. Sebagaimana benar adanya penggalan pepatah yang mengatakan, “ dan mata turun ke hati”, efek tipografi tidaklah sekadar membuat sebuah desain berhenti berputar hanya dalam pikiran-pikiran, tetapi bagaimana dapat menyentuh ke dalam hati dan perasaan, yang mungkin selanjutnya dapat pula menggerakkan seseorang untuk bersikap dan mengambil tindakan. Wolfgang Weingart, pembawa wabah “New Wave Typography” menekankan pentingnya keterkaitan antara sintaktik, semantik, dan pragmatik dalam tipografi yang ia perlihatkan baik melalui karya-karyanya maupun metode pengajarannya di Basel, Swiss. Dalam pandangannya, semantik adalah maksud atau makna rujukan dan sebuah tanda. Secara sintaktik, bagaimana tanda itu terkomposisi agar tercapai kesatuan di antara elemen-elemen desain yang ada sehingga dapat dilihat, dibaca, dan dimengerti orang. Bagaimana mencapai ‘efek’ penenimaan dan tanda yang hedak disampaikan itulah yang merupakan area pragmatiknya. Bagi Weingart, saat mi pemahaman dimensi sintaktik tipografi sangat penting, karena di dalamnya terdapat hal-hal yang terjelajahi, kosakata visual yang menakjubkan, dan memiliki banyak cara efektif untuk mendesain kembali informasi. Tipografi merupakan relasi berbentuk segitiga antara ide desain, elemenelemen tipografis, dan teknik mencetak hasilnya.

6

Dari pembahasan itu, terdapat beberapa prinsip mendasar yang penting diketahui dalam perancangan tipografi. Melalui buku Tipografi dalam Desain Grafis, Danton Sihombing menjabarkan beberapa prinsip-prinsip tersebut. Menurutnya, proses perancangan dengan menggunakan huruf merupakan tahapan yang paling menentukan dalam solusi masalah tipografi. Pada tahap vital dalam proses kreatif sebuah perancangan tipografi, seorang desainer akan bertindak sebagai komunikator visual yang memiliki berbagai peluang mengontrol setiap keputusan kreatif yang kelak dapat memperkuat efektivitas dan efisiensi dan sebuah pesan yang akan disampaikan kepada khalayak penerima.

MUSIK TIPOG

Catatan design Post Modern Era desain grafis yang bernuansa protes ini tak mungkin ada tanpa diawali Desain Modem. Boleh dikatakan, Desain Modern adalah tempat berpijak bagi era desain grafis yang telah menyumbang keragaman visual luar biasa sampai sekarang in Sering dikatakan juga bahwa Desain Modem adalah ‘rules’ dan desain Post-Modern merupakan ‘breaking the rules.’ Namun, satu hal yang perlu dicatat adalah saat mi profesi desain grafis mulai disadari sebagai bagian sentral dan budaya visual manusia. Bahkan, beberapa kalangan desain Amerika Serikat yang sebelumnya sibuk dengan Commercial Art sudah menganggap desain grafis sebagai aktivitas budaya dan bukan lagi sekadar sarana atau alat prornosi. Salah satu komunitas desain grafis Barat masa kini seperti Adbusters’° mulai mempertanyakan tanggung jawab desain grafis dan kaca mata budaya lewat sebuah kalimat dalam manifesto First Thing First 2000 “Setelah sekian lama menjadi alat perdagangan komersil, sudahkah para desainer grafis menyadari pengaruh karyanya pada cara berpikir dan merasa masyarakat?”


Ingatan merupakan medium penyimpanan terbesar manusia sebagai tempat dialokasikannya ilmu pengetahuan yang diperoleh sepanjang hidupnya. Pemikiran serta pengetahuan manusia itu kemudian dituturkan turun-temurun dan mulut ke mulut melalui bahasa verbal. Di kala itu juga, manusia telah menyuarakan kata-kata terucap ke dalam lambanglambang, tanda-tanda atau bahasa visual. Pengetahuan tidak lagi hanya berdasarkan ingatan-ingatan perorangan, tetapi manusia telah menemukan medium penyimpanan barunya melalui gambar-gambar, simbol, dan lambang serta tanda-tandanya. Manusia kemudian menyempurnakan peradabannya itu sebagai medium baca dan belajar dan masa ke masa sampai sekarang ini hingga kita mengenal peradaban sejarah tulisan, sebagaimana perkembangan sejarah manusia itu sendiri.

ASAL-USUL TIPOGRAFi TIPOGRAFI KONTEMPORER

Melalui perkembangan desain grafis dewasa ini, tipografi semakin dirasakan penting dalam pengolahan komunikasi visual. Keistimewaan kekuatan visual sekaligus verbal yang ada pada huruf-huruf dirasakan manakala tipografi bukan lagi sekadar desain dan abjad dan pengaturannya dalam bidang. Hampir dalam semua komunikasi visual baik di jalan-jalan, ruangan-ruangan, media cetak maupun media elektronik digital, tipograti berkembang menjadi begitu mandiri selayaknya tulisan tangan pribadi tiap-tiap individu.

KALITAS GRAFi

Makin besarnya pemakaian komputer personal, perangkat lunak yang terus-menerus disempurnakan dan kecepatan mikroprosesor yang terus meningkat, maka memilih dan mengatur huruf dengan sebuah software grafis dirasa semakin mudah saja. Tinggal meng-install, pilih, dan aturlah huruf-huruf kesukaan Anda. Setelah selesai, cetak atau kirim secara digital pada partner kerja atau orang yang Anda sukai. Sifat tipografi kini menjadi begitu personal. Kalau dahulu kita hams tergantung dengan ketersediaan huruf pada mesin cetak, sekarang tidak lagi, asalkan kita menguasai perangkat lunak grafis, maka segala sesuatu rnenjadi begitu mudah, singkat, dan cepat, baik bagi yang amatiran hingga yang profesional. Narnun dibalik segala kemudahan itu, sesungguhnyalah tipografi menyimpan sebuah kekuatan komunikasi visual yang menanti untuk digali kembali ke akar dan dasar dalam mendesain sebuah komunikasi visual. Para tipografer, desainer dengan huruf, dan desainer grafts sendiri yang selalu terlibat dengan penanganan huruf sebaiknya menambahkan kepekaannya lagi pada tipografi dengan mengembangkan berbagai sentuhan-sentuhan altenatif lainnya bagi komunikasi visual.

TIPOGRAFI MUSIK PUISI

Tulisan dan eksperimentasi seorang tokoh penyair Futuris Italia bernama Filippo Tomasso Marinetti (1944-1876) telah mewujudkan dengan penuh semangat sejumlah alternatif kemungkinan komunikasi grafts. Marinetti memusatkan perhatiannya kepada potensi bahasa dan semua penjelajahwwan tipografinya ia lakukan untuk hal itu. Semangat kaum Futuris dan Dadais masa itu mencoba untuk mendobrak hampir segala aspek verbal dan visual dalam berkesenian. Semangat itu tampaknya terus-menerus berulang kali memberi cahaya inspirasi hingga saat ini. Perlu disadari bahwa tipografi rnempunyai keistimewaan pada verbal dan visual yang sama baik dan uniknya. Pada prinsipnya, tipografi memiliki hal-hal mendasar dalam mendesain seperti keseimbangan (balance), harmoni, irarna/ritme (rhythm), repetisi/pengulangan (repetition), arah gerak (movement), komposisi, proporsi, hierarki, dan kesatuan (unity). Contohnya dalam sebuah acara musik, alangkah baiknya bila poster acara dan undangan tidak didesain secara serampangan tanpa memperhatikan wama musik yang akan dibawakan nanti. Desain sampul sebuah kaset lagu sangatlah penting untuk menyuarakan secara visual karakter bermusik dan penyanyi album rekaman tersebut. Tipografi tidak adalah sebuah upaya seseorang dalam menyampaikan sebuah gagasan yang tidak hanya dinilai dan sekadar tingkat keterbacaannya, tetapi apa yang ditangkap audiensi melalui indera penglihatan untuk membawa mereka lebih dalam lagi memahami gagasan atau pesan yang disampaikan. Misalnya bagaimana sebuah lagu yang dinyanyikan dengan iringan musik khas tertentu dapat diterjemahkan ke dalam sebuah poster dengan bidang yang serba terbatas itu? Bagaimanakah caranya agar seseorang dapat mengkomunikasikan hal itu pada audiens lewat pencerapan indera penglihatan mata? Dalam hal itulah, seorang komunikator visual perlu mengkaji kembali secara mendalam unsur-unsur dan prinsip-prinsip desain yang harus ia kembangkan dalam membuat rancangan alternatif tipografi untuk memberi pengalaman dan pemaharnan visual baru kepada khalayak yang melihatnya. Selain itu, seringkali sebuah puisi pun dapat dirancang sedemikian rupa agar para pembaca dapat lebih apresiatif menikmatinya secara visual sebelum mendengarkan sang penyair bersuara, atau bila para pembaca itu hendak menyuarakannya sendiri, Ditinjau dan sisi ekstrimnya, puisi yang tertulis itu mampu hadir untuk dirinya sendiri tanpa pembacaan dan sang penyair. Syair-syair dalam puisi itu didesain agar mampu berbicara lewat rancangan tipografi yang atraktif, menstimuli secara visual mata yang melihat dan membawa alam pikiran pada kondisi tertentu yang diinginkan melalui bait-bait syair puisi tersebut.

TULISAN SEBAGAI AWAL BERKEMBANGNYA TIPOGRAFI Tipografi pada dasarnya mengakarkan dirinya pada perkembangan peradaban baca tulis. Bahasa tulis mempunyai posisi unik di antara bahasa verbal dan visual dan merupakan perkembangan mendasar dan bahasa gambar dan tanda yang dibunyikan berupa piktograf (simbol yang menggambarkan obyek) dan ideograf (simbol yang merepresentasikan gagasan yang lebih kompleks) serta fonograf (tanda atau huruf yang menandakan bunyi)’. Tulisan yang kita gunakan sekarang ini merupakan sistem alfabet yang disempurnakan oleh bangsa Romawi, yang mulanya diadaptasi dan alfabet Phoenician dan oleh bangsa Yunani dijadikan sistem alfabet dengan struktur anatomi huruf yang lebih teratur dengan penerapan bentuk-bentuk geometris. Jadi, pada hakikatnya tipografi adalah sebuah upaya menyampaikan gagasan berkenaan dengan huruf dan tulisan. Huruf dalam tulisan mempunyai nilai fungsi dan estetik yang dengan desain dan bahasa yang baik dan tepat, akan dapat melahirkan sebuah komunikasi yang interaktif antara penyampai pesan dan penerimanya. Tipografi atau desain rancangan huruf, dalam perjalanan sejarahnya, tidak pernah lepas dan pengaruh faktor kebudayaan dan kemajuan teknologi. Berangkat dan awalnya manual di atas berbagai permukaan seperti kulit, batu, kertas, mesin cetak Gutenberg, hingga teknologi digital seperti desktop publishing dan internet, dalam hal ini tipografi menyimpan catatan perjalarian sejarah tersendiri. Bagaimana sebuah huruf dan tulisan didesain menurut tuntutan dan kebutuhan zamannya masing-masing, hingga munculnya genre-genre desain huruf yang spesifik pada kurun waktu tempat tertentu serta ditujukan bagi khalayak tertentu, tipografi adalah subyek yang dengan setia mengikuti perubahanperubahan itu tanpa kehilangan esensi dan eksistensinya sendiri.

7


MEMUSIKKAN TIPOGRAFI Sebelum melangkah lebih lanjut ke dalam eksperimental dan eksplorasi tipografi, pastikan dahulu bahwa segala aturan-aturan konvensional yang berlaku telah benarbenar dipahami maksud dan tujuannya. Aturan-aturan itu terdiri dan bagaimana menghasilkan tingkat keterbacaan yang optimum seperti menghindari kombinasi jenis huruf yang terlalu mirip atau juga terlalu banyak variasi yang mengurangi kejelasan dalam membaca, manfaat huruf kapital dan kecil, penentuan ukuran huruf, tebal tipis, lebar rapat dan kombinasinya, spasi antarhuruf, kata, dan baris serta panjaganya kalimat, juga warna dan nada gelap terangnya. Lalu, perlu juga dipahami bagaimana tipografi desainer dapat menciptakan dan inenekankan tekstur, bentuk, dimensi kedalaman, arah, dan irama untuk menguatkan komunikasi visual dan desain tipografi yang dibuat. Desainer v mempelopori sebuah morfologi logis berdasarkan bahasa formal dan huruf. Menurut Weingart sendiri, segala macam hal berpotensi untuk dikaitkan dan menginspirasi tipografi dalam praktis. Dengan menggunakan kategori morfologi, beberapa faktor atau variabel tipografis dapat dipakai oleh desainer sebagai alat efektif untuk mengeksplorasi kemungkinan tipografis dan mencari altematif-alternatif baru. Sarana bagaimana bermain dan bereksplorasi dengan tipografi itu ibarat bermain musik, namun bukan hanya dimainkan sekenanya saja melainkan dengan berbagai improvisasi dan penuh semangat. Dengan semangat itu, kita akan mengalami kesenangan sejati dan berekspresi dengan tipografi sehingga mata dan pikiran kita terbuka untuk meniti jalan baru dalam memecahkan beragam persoalan tipografis

8

Dalam buku Experimental Typography, Rob Carter, seorang pengajar tipografi dan desain grafis di Virginia Commonwealth University, USA, menerapkan faktor atau variabel tipografis tersebut ke dalam emapt kategori Kategori itu sebagai berikut. TipogrĂĄfi berkaitan dengan pengolahan abjad huruf dan kata-kata, seperti huruf kapital, huruf kecil, serif sans ser/ script, eksentrik, miring, tipis, sedang, tebal, kurus-tinggi, gemuk-lebar, serta berbagai kombinasi kemungkinan lainnya. Form melibatkan pengubahan bentuk-bentuk asal tipografis yang sebelumnya, seperti gradasi linear/adial, distorsi, fragmentasi, diputar, dimiringkan, dilengkungkan, ditarik melar, diburamkan, elaborasi dengan penambahan atau pengurangan bentuk, pengolahan garis fisik dan huruf, diberi tekstur kasar atau halus, pemberian dimensi kedalaman atau volume, gelap-terang atau kontras warna, serta kemungkinan pengubahan bentuk Iainnya. Space menempatkan bagaimana elemen-elemen secara fisik berkaitan satu sama lainnya dalam sebuah halaman, seperti komposisi keseimbangan simetri/asimetri, arah vertikal, horizontal, diagonal, melingkar, pengolahan latar belakang, pengelompokan yang teratur aau tidak teratur, pengaturan jarak antarhuruf, kata dan bans kalimat, pengulanganpengulangan, irama dan rotasi. Support memasukkan elemen-elemen non tipografis yang menambah kualitas bentukbentuk tipografis, di mana elemen dasar seperti garis, bentuk geometris, simbol, bahkan gambar dapat kita tambahkan.

Penerapan variabel tipografis itu bukan dimaksudkan sebagai satu-satunya posibilitas yang mungkin terjadi dalam pengolahan tipografi, tetapi berdasarkan itulah setiap desainer komunikasi visual yang ingin memaksimalkan tipografi dalam desain-desainnya harus meningkatkan pengkajian posibilitas eksprimentasinya .melalui pengembangan wawasannya Eksperimental tipografis ini bukan saja berpeluang melihat ke masa depan, tetapi juga sebuah peluang untuk memasukkan unsur-unsur lokalitas kultur visual di sekeliling kita. Tesis Marshall McLuhan, seorang media guru, meramalkan bahwa masa depan merupakan kurun waktu berlambang gambar. Artinya, kalau kita yakin dengan ramalan itu, maka apa saja yang kita rasakan dan alami selalu mempunyai kemungkinan untuk kita komunikasikan lewat bahasa visual. Sintaksis antara verbal dan visual dalam tipografi memperlihatkan kemungkinan bagaimana tipografi dapat dimainkan seperti musik. Orkestra musik merupakan sebuah komposisi nadanada dan sekumpulan alat-alat musik, mulai dan yang paling tradisional hingga yang paling modem sekali pun. Semuanya tergantung bagaimana seorang komposer menata permainan musik yang ingin ia perdengarkan pada audiensinya. Komposer menciptakan mood dan memainkan perasaan pendengarnya lewat komposisi yang dimainkan. Ia menggiring aundiensi memasuki dunia yang Ia ciptakan lewat musiknya, diajaknya mereka bertualang ke dalam dentingan nada-nada yang kadang lembut memelas, kadang cepat-menghentak, dan ketika semuanya selesai, komposisi yang telah diriikmati itu membekas di dalam hati audiens. Nada-nada itu masih bermain-main di hati mereka .dan seolah masih terngiang di telinga Seorang desainer grafis yang bertindak sebagai tipografer ibarat seorang komposer musik dalam tipografi. Ia mempunyai pesan yang harus disampaikan pada audiensi. me-rebut hati mereka, membuat mereka mengikuti pesan itu, dan bertanggung jawab atas balk atau buruknya penerimaan pesan yang Ia komunikasikan itu. Desain tipografi adalah komposisi musiknya. Melalui itu, ia membawa audiensi memperhatikan pesan yang dikomunikasikan itu. Dia memilih huruf bukan sembarang huruf tetapi yang bentuk dan olahannya mampu membangkitkan keingintahuan pelihatnya serta menyusun kata per kata, seolah-olah itu adalah nada-nada yang ia lantunkan sendiri. Ketika pesan harus dikatakan dengan keras, ia akan menyampaikannya dengan keras, seperti dengan warna, ketebalan, atau mengubah bentuk dasarnya. Ia mengatur alur konsentrasi pembacanya dengan memperhatikan jarak, keseimbangan dalam komponen desain tipografinya. Dia juga melakukannya berdasarkan karakteristik audiens, dari kultur visual yang berkembang di sekelilingnya, musik dan lagu yang Ia dengar pada siaran radio, televisi, satelit, dan pesta, serta dan apa-apa yang ia baca mulai cerpen picisan sampai karya sastra peraih nobel, .yang kemudian ia serap dan persepsikan kembali

mempuitiskan visual


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.