Bimbingan Konseling

Page 1

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK KONSELING (Teori Kognitif, Teori Humanistik, dan Kajian Keislaman) Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Fuji Astutik, M.Psi

Oleh: 1 2 3 4

Azzahro Khoirunnisa Rizki Ariska Yahya Indana Zulfa Nindya Puspita Sari

14150005 14150027 14150028 14150016

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Dalam kesempatan ini, kami mencoba untuk memperluas pengetahuan tentang materi Bimbingan Konseling beserta prakteknya. Segala kelancaran dalam penyelasaian tugas makalah ini, tidak lepas dari semangat dan motivasi yang kuat. Sehingga, kami ucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Fuji Astutik, M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan serta masukan kepada kami. 2. Orang tua kami yang selalu memberikan doa serta motivasi yang sangat penting bagi penulis sehingga tugas ini dapat selesai tepat waktunya. 3. Seluruh teman-teman PBA A angkatan tahun 2014 yang senantiasa memberikan semangat dan dukungannya. Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas makalah ini terdapat banyak kekurangan, baik penulisan maupun penyusunanya. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Sehingga bisa membantu kami dalam memaksimalkan penulisan kedepannya.

Malang, 12 November 2016

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2 DAFTAR ISI.............................................................................................................3 BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang.........................................................................................4 B. Rumusan Masalah....................................................................................4 C. Tujuan Penulisan......................................................................................5 BAB II: PEMBAHASAN A. Teknik Konseling Kognitif.......................................................................6 B. Teknik Konseling Humanistik .................................................................13 C. Teknik Konseling Kajian Islam................................................................17 BAB III: PENTUP A. Kesimpulan..............................................................................................31 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32

3


BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konseling adalah ilmu yang bersifat meltireferensial, karena menggunakan dan memanfaatkan rujukan atau sumbangan dari berbagai ilmu yang lain. Sumbangan tersebut tidak terbatas pada pembentukan dan pengembangan teori-teori konseling, tetapi juga pada praktek pelayanannya. Gibson dan Mitchell menegaskan bahwa untuk membahas konseling sebagai ilmu dapat dilakukan secara tepat melalui penggalian tentang “akar� dan munculnya konseling sebagai suatu profesi. Dijelaskan bahwa fundasi yang melahirkan konseling adalah bidang psikologi, sehingga lapangan psikologi telah banyak berkontribusi dalam membangun teori dan proses konseling, standarisasi, asesmen, teknik konseling kelompok dan individual, serta teori perkembangan karir dan pengambilan keputusan. Sebagai ilmu terapan, dalam praktek konseling dapat memanfaatkan teori-teori yang sudah ada sebagai acuan. Oleh karena itu, dasar teori yang kuat harus dimiliki sebagai seorang konselor atau praktisi psikologi konseling untuk menunjang aktifitasnya. Karena sebagai suatu layanan bantuan, seorang konselor harus berusaha untuk mengonseptualisasi proses konseling yang dilakukannya berdasar atas teori-teori yang telah dikembangkan, sehingga dapat lebih dipahami dan diimplementasikan secara tepat. Untuk itu kami pada kesempatan ini akan membahas tentang teori- teori yang digunakan dalam konseling antara konselor dan klien khususnya dihubungkan dalam bidang pendidikan. Pada makalah ini teori-teori konseling yang akan digunakan adalah menurut teori kognitif, humanistik dan ajaran Islam. B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang diatas maka dapat kami rumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana teknik konseling menurut teori kognitif ? 2. Bagaimana teknik konseling menurut teori humanistik ? 3. Bagaimana teknik konseling menurut kajian Agama Islam ?

C. TUJUAN PENULISAN

4


Tujuan penulisan ini diambil dari rumusan masalah diatas, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui teknik konseling menurut teori kognitif dan sesuatu yang berhubungan dengannya. 2. Untuk mengetahui teknik konseling menurut teori humanistik dan sesuatu yang berhubungan dengannya. 3. Untuk mengetahui teknik konseling menurut kajian Agama Islam dan sesuatu yang berhubungan dengannya.

5


BAB II PEMBAHASAN A. Teori Kognitif 1. REBT (Rational Emotive Behaviour Theraphy) Terapi perilaku emotif rasional/REBT (rational emotive behaviour theraphy) yang melekat kuat kepada asumsi kalau Albert Ellis, penggagasnya. Teori ini didasarkan kepada asumsi kalau manusia memiliki kapasitas untuk bertindak dengan cara-cara yang rasional maupun irasonal. Perilaku rasional dianggap efektif dan produktif sedangkan perilaku irasional dainggap menghasilkan ketidak bahagiaan dan ketidak produktifan.1 REBT atau Rational Emotive Behavior Theraphy adalah suatu rancangan terapeutik, dalam konseling atau psikoterapi. Pemakai rancangan ini mementingkan berpikir rasional sebagai tujuan terapeutik, menekankan modifikasi atau pengubah keyakinan irasional yang telah merusak berbagai konsekuensi emosional dan tingkah laku, atau ringkasnya, konseli didukung untuk menggantina ide tidak rasional dengan yang lebih rasional, berancangan pemecahan masalah dalam hidup. Manusia dipandang sebagai sasaran tuntutan biologis dan sosial yang kuat, berpotensi berbuat rasional. Dapat mencegah dan mengeluarkan diri dari kesulitan emosional melalui pemaksimalan pemikiran rasionalnya. Konstruk inti mengenai kepribadian digambarkan sebagai suasana psikologis yang terutama ditimbulkan pemikiran tidak logis, pikiran dan nalar bukanlah dua proses yang terpisah. Manusia terganjar dan terhukum oleh pemikiran atau bisik adri siri mereka sendiri. hakikat kecemasan dikonstruksikan sebagai pengeneralisasian berlebihan atau tuntutan terhadap suatu hal dapat membawa bahaya atau kesulitan.2 Ellis menganggap banyak jenis problem emosi mengakibatkan oleh irasionalitas dalam pola berpikirnya. Pola irasional ini bida dimulai sejak usia dini dan diperkuat oleh pribadipribadi signifikan dalam hidup seorang individu, selain juga oleh budaya dan lingkungan pergaulan

yang

lebih

luas.

Menurut

Ellis,

individu

dengan

problem

emosinya

mengembangkan sistem keyakinan yang mengarah pada verbalisasi implist atau percakapan-

1 Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hlm 220

2 Mappiare, Andi. 2011. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hlm 104

6


sendiri yang umumnya mengandung logika dan asumsi yang keliru. Simtom ini lalu bisa dilihat dari verbalisasi ekspilsitnya terkait cara individu tersebut merasa dan bertindak. Menurut Ellis prilaku seseorang khususnya konsekuensi emosi, senang, sedih frustasi bukan disebabkan secara langsung oleh pristiwa yang dialami oleh individu. Prasaan-prasaan itu diakibatkan oleh cara berpikir atau sitem kepercayaan seseorang. Peristiwa yang terjadi disekitar kita (seperti sikap orang lain) atau yang dialami individu (kegagalan melaksanakan tugas, misalnya) akan direaksi sesuai dengan system keyakinannya. Sistem keyakinan individu berkisar pada dua kemungkinan, yaitu rasional dam irasional. Menurut Ellis, orang yang berkeyakinan rasioanl akan mereaksi peristiwa-peristiwa yang dihadapi kemungkinan mampu melakukan sesuatu yang realistik. Sebaliknya, jika individu berkeyakinan irrasioanl dalam menghadapi berbagai peristiwa, akan mengalami hambatan emosional, seperti perasaan cemas, menganggap ada bahaya sedang mengancam dan pada akhirnya akan melakukan atau mereaksi peristiwa itu secara tidak realistis. Sistem keyakinan ini pada dasarnya diperoleh individu sejak kecil dari orang tua, masyarakat atau lingkungan dimana anak hidup. Mengapa anak tidak mampu berpikir rasioanal? Ellis mengungkapkan sebab-sebab individu tidak berpikir rasioanal sebagai berikut: 1. Anak tidak berpikir secara jelas tentang yang ada saat ini dan yang akan datang, anatara kenyataan dan imajinasi. 2. Anak tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain. 3. Orang tua dan masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irrasional dan diajarkan kepada anak melalui berbagai media. a. Perilaku Bermasalah Ellis mengidentifikasi 11 nilai atau ide yang berlaku universal di masyarakat darat dapat mengarahkan siapapun penganutnya kepada perilaku neurotik : 1) Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setiap orang di mana saya menjalin kontak.3 2) Saya yakin mestinya harus benar-benar kompeten, adekuat dan mencapai suatu tingkat penghargaan yang diakui seutuhnya. 3) Beberapa orang berwatak buruk, jahat atau kejam, karena itu mereka layak disalahkan dan dihukum. 4) Menjadi sebuah bencana besar Ketika suatu hal terjadi seperti yang tidak pernah saya inginkan. 3 Ibid.Robert, hlm 222

7


5) Ketidak bahagiaan disebabkan oleh situasi tertentu yang berada di luar kemampuan saya mengendalikannya. 6) Hal-hal berbahaya atau menakutkan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai potensi destruktifnya. 7) Lebih mudah menghindari kesulitan

dan

tanggung

jawab

tertentu

ketimbang

menghadapinya. 8) Saya mestinya bergantung pada beberapa hal dan orang lain dan mestinya memiliki orangorang yang sungguh bisa diandalkan untuk memerhatikan saya. 9) Pengalaman dan kejadian di masa lalu menentukan perilaku saya saat ini pengaruh masa lalu tidak pernah bisa dihapus. 10) Saya mestinya cukup kesal terhadap program dan gangguan yang ditimbulkan orang lain. Selalu terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem dan itu mestinya bisa ditemukan atau programnya tidak akan pernah selesai hingga tuntas. b. Tahapan Konseling George dan Cristiani (1984) mengungkapkan tahapan-tahapan REBT sebagai berikut: Tahap pertama, proses untuk menunjukkan pada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan yang irasioanal itu dengan ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang dialami. Tahap kedua, membantu klien bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesedihan klien untuk dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami oleh klien untuk melakukan diputing terhadap keyakinan klien yang irrasional. Tahap ketiga, membantu klien lebih “mendebatkan� gangguan yang tidak tepat atau irrasioanal yang dipertahankan selama ini menuju cara berpikir yang rasioanl. c. Peranan Konselor Untuk mencapai tujuan konseling sebagaimana yang dikemukakan di atas, konselor REBT memiliki peran yang sangat penting. Menurut REBT peran konselor adalah sebagai berikut: a) Konselor lebih edukatif-direktif kepada klien yaitu dengan banyak memberikan cerita dan penjelasan, khusus pada tahap awal. b) Mengkonfrontasikan nasalah klien secara langsung. c) Menggunakan pendekatan yang dapat memberikan semangat dan memperbaiki cara berfikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri. d) Dengan gigih dan berulang-ulang dalam menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien. e) Menyerukan klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya. 8


f) Menggunakan humor dan “menggojlok� sebagai jalan mengkonfrontasikan berfikir secara irrasioanl. d. Aplikasi Konseling REBT dapat diterapkan dalam berbagai macam konseling, termasuk di dalamnya adalah konseling individual, kelompok, terapi singkat, terapi keluarga, terapi seks, dan situasi kelas. Tentunya klien yang sangat cocok untuk REBT adalah klien yang mengalami kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neorotik, gangguan karakter, problem psikosomatik, gangguang makan, ketidak mampuan dalam hubungan interpersonal, dan problem perkawinan. Kesemuanya efektif dengan catatan tidak terlalu serius gangguannya. Sejalan

dengan

pandangannya,

REBT

ini

menggunakan

pendekatan

yang

komprehensif dan integrative, yaitu mencakup penggungan emotif, kognitif, dan behavioral. Ketiga aspek inilah yang hendak dirubah melalui REBT. Ellis mengakui bahwa REBT tidak diberikan kepada: 1) anak-anak, khususnya lagi yang mengakami autism, 2) gangguan mentak grade bawah. 3) skizofrenia jenis katatonik atau gangguan penarikan diri yang berat, dan 4) mania atau mania depresif.4 e. Tujuan Konseling Berangkat dari pandangannya tentang hakikat manusia, tujuan konseling menurut Elis pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional dengan jalan mengganti cara-cara berpikir yang irrasioanal. Dalam pandangan Ellis, cara berpikir yang irrasioanl itulah yang menjadi individu mengalami gangguan emosional dan karena itu cara-cara berpikirnya harus diubah menjadi yang lebih tepat yaitu cara berpikir yang rasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang system keyakinan atau cara berpikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam RET, yaitu: a) Pemahaman (insight) dicapai ketika klien memahami tentang prilaku penolakan diri yang

dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan

keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima yang lalu dan saat ini. b) Pemahaman terjadi ketika konselor atau terapis membantu klien untuk memahami bahwa apa yang mengganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irrasioanal terus yang dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya. c) Pemahaman dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan� keyakinan yang irrasional. 4 Latipun, Psikologi Konseing, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 80

9


Adapun tujuan konseling terutama adalah menghilangkan kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, ketidakyakinan diri, dan semacamnya. dan mencapai perilaku rasional, kebahagiaan, dan aktualisasi diri. Untuk itu, teknik pokok diawali dengan memakai teknik hubungan membina rapport diikuti mengajar, memberikan sugesti, melakukan persuasi, konfrontasi, preskripsi aktivitas melalui 3-D (diskusi, debat, dispunting). Kesemuanya dilakukan untuk menghentikan pemikiran irrasional konseli. Pemakaian tes dan alat asesmen adalah terbatas dengan fokus pada identifikasi pemikiran sekarang untuk menemukan irasionalitas. Tinjauan masa lalu konseli dilakukan secara minimal, yaitu untuk keperluan klarifikasi historis. Diagnosis dan prognosis sebagaimana alat asesmen, dipakai untuk membongkar ide irasional. Klientil adalah tidak terbatas, namun tercatat bahwa kasus psikotik tidak sepenuhnya dikelola.5 Tujuan REBT adalah mengurangi atau mengeliminasi perilaku irasional semacam ini. Untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan tersebut, klien harus belajar bahwa cara mereka berpikir, merasa dan bersikap merupakan satu kesatuan aksi yang terpadu. Pikiran dan emosi negatif dan merusak-diri harus dikenali agar klien sanggup mengarahkan pikiran dan emosinya menjadi logis, rasional dan konstruktif.6 Terapis REBT sering kali memberikan tantangan, provokasi dan penggalian keyakinan irasional klien. Di dalam relasi konseling, konselor dilihat sebagai guru dan klien sebagai siswa. Akibatnya, prosedur ini mencakup bukan hanya pengajaran dan aktivitas-aktivitas terkait seperti membaca atau penugasan, tetapi juga pertanyaan dan penantangan bahkan taktik-taktik konfrontasi, kontrak-kontrak, saran-saran dan persuasi. REBT bisa diaplikasikan bukan hanya untuk terapi individu tetapi juga kelompok seperti kelompok pertamuan maraton, konseling pernikahan dan terapi keluarga. REBT seringkali pendek saja pengaruhnya nomor efektif untuk menangani kasus gangguan serius. Klien biasanya memiliki sedikit kesulitan untuk mempelajari prinsip dan terminologi dasar REBT. Kendati para terapis REBT boleh menantang klien untuk menghadapi suatu problem, namun konfrontasi terhadap klien-klien minoritas tidak semestinya menyinggung isu-isu nilai dasar yang dianut dan latar belakang budaya yang dimiliki klien.7 5 Ibid, Mappiare, hal 106 6 Ibid, Robert, hlm. 224 7 Ibid, Robert, hal 225

10


Prosedur kenseling dan keaktifan konselor dilakukan dalam tahapan pengembangan hubungan, kelola kognisi, kelola emosi, dan kelola tindakan. Dalam mana konselor sangat aktif mengejar konseli.8 2.

RET (Rational Emotive Therapy) RET dikembangkan oleh seorang eksistensialis Albert Ellis pada tahu 1962. Sebagaimana

diketahui aliran ini dilatar belakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafsu, dan berkehandak.9 Salah satu filsuf yang sangat berpengaruh diantaranya Epictetus, yang beranggapan bahwa “what disturbs people’s minds is not events but their judgments on events”, yaitu manusia itu diganggu bukan oleh “sesuatu” tetapi oleh pandangannya yang mereka dapatkan dari sesuatu itu. RET memiliki beberapa nama, yaitu Rational Therapy, Rational Emotive Therapy, dan Cognitive Behavior Therapy. RET ini dalam teori-teori konseling dan psikoterapi dikelompokkan sebagai terapi kognitif-behavior. RET menolak pandangan aliran psikonalisis yang berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinya gangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seseorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya. a. Konsep dasar RET Konsep dasar RET yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut: a) Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun yang tidak, bersumber dari pemikiran itu. b) Manusia mempunyai potensi rasional dan irrasioanal. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional. c) Pemikiran irrasioanal bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya. d) pada diri manusia sering terjadi self-verbalization, yaitu mengatakan sesuatu terusmenerus kepada dirinya. 8 Ibid, Mappiare, hal 107 9 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 75

11


b. Tujuan Terapi (Konseling) RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri, seperti: benci, takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah sebagai akibat berpikir yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup serta rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai, dan kemampuan diri. c. Tahapan Terapi (Konseling) Adapun tahapan konseling RET, antara lain: a) Konselor berusaha menunjukkan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan keyakinan irrasional, dan menunjukkan bagaimana klien harus bersikap rasional dan mampu memisahkan keyakinan irrasional dengan rasional. b) Setelah klien menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irrasional, maka konselor menunjukkan pemikiran klien yang irrasioanal, serta klien berusaha mengubah kepada keyakinan menjadi rasional. c) Konselor berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irasionalnya, dan konselor berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan perusakan diri. d) Proses terakhir konseling adalah konselor berusaha menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupannya yang rasional dan menolak kehidupan yang irrasioanal dan fiktif.10 B. Teori Humanistik 1. Hakikat Manusia Berangkat dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Rogers menolak pandangan Freud, bahwa perilaku manusia cenderung tidak disadari irasional dan destruktif. Sebaliknya, Rogers beranggapan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri. Secara lebih lengkap hakikat manusia menurut Rogers adalah sebagai berikut : 1. Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri, hal ini dapat dipahami bahwa organisme akan mengaktualisasikan kemampuannya dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri. 2. Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang medan fenomenal dan individu itu mereaksi medan itu sebagaimana yang dipersepsi. Oleh karena itu, persepsi individu tentang medan fenomenal bersifat subjektif.

10 Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 75-77

12


3. Manusia pada dasarnya bermartabat dan berharga dan dia memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya. 4. Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya konstruktif tidak merusak dirinya. Asumsi-asumsi tentang manusia ini secara prinsipil menentukan tujuan dan prosedur konseling yang harus diperhatikan oleh konselor yang berpusat pada person. 2. Pendekatan Humanis Pendekatan humanis bukanlah suatu aliran terapi, dan bukan pula suatu teori tunggal yang sistematik. Pendektan ini merupakan pendekatan yang mencakup terapiterapi yang berlainan tetapi berlandaskan konsep dan asumsi tentang manusia. Konsep tentang humanis yang akan dibahas dalam hal ini adalah pendekatan client-centered. a. Pendektan Client-centered Berbicara pendekatan client-centered, maka kita mengenal carl Rogers yang mengembangkan client-centered untuk diaplikasikan pada kelompok, keluarga, masayarakat, dan terlebih kepada individu. Pendekatan ini dikembangkan atas anggapannya mengenai keterbatasan psikoanalisa. Rogers menyetakan bahwa manusia adalah pribadi-pribadi yang memiliki potensi untuk memecahkan permasalahannya sendiri.11 Willi (2009), mengatakan bahwa client-centered sering pula disebut psikoterapi non directive yang merupakan metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog dengan klien agar tercapai gambaran antara ideal self (diri ideal) dengan actual self (diri sebenarnya). Ciri-ciri pendekatan client-centered adalah : 1. Ditujukan kepada klien yang mampu memecahkan masalahanya agar tercapai kepribadian klien yang terpadu. 2. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan, bukan aspek intelektualnya. 3. Titik tolak konseling adalah menyesuaikan antara ideal self dan actual self. 4. Klien berperan paling aktif dalam proses konseling sedangkan konselor hanya bertindak pasif-reflektif (konselor bukan hanya diam tetapi membantu klien aktif memecahkan masalahnya.) 11 Ibid, Mappiere, hlm. 201

13


Untuk mamahami pendekatan client centered secara keseluruhan maka hal ini akan membahsa bagaimana pendekatan client centered memandang kepribadian manusia, peran dan funsi konselor, tujuan client-centered. b. Dinamika Kepribadian Pendekatan client-centered memandang kepribadian manusia secara positif. Rogers bahkan menekankan bahwa manusia dapat dipercaya karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif. Setiap individu memiliki kemampuan menuju keadaan psikologis yang sehat secara sadar dan terarah dari dalam dirinya. Karena lebih menonjolkan aspek self pada teorinya, pendekatan client-centered juga dianggap self theory. Untuk menjadi individu yang memeiliki self yang sehat, klien memerlukan penghargaan yang positif, kehangatan cinta, kepedulian, dan penerimaan. Self merupakan konsep mengenai dir dan hubungan diri dengan orang lain. Individu akan bertingkah laku selaras dengan konsep self yang dimilikinya. Selanjutnya, Rogers mengungkapkan bahwa dinamika kepribadian manusia adalah unik dan positif. Setiap individu memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan dirinya secara terarah dan konstruktif. Kecenderungan ini bersifat inheren dan telah ada sejak individu dilahirkan. Apabila individu memperoleh penghargaan positif dari lingkungannya, ia akan dapat berkembang secara positif. Hal ini menandakan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh pada pembentukan kepribadian individu. Individu yang telah terpenuhi kebutuhan afeksinya akan mampu berfungsi secara utuh yang dapat ditandai dengan keterbukaan terhadap pengalaman, percaya kepada orang lain, dan mengespresikan perasaan secara bebas, bertindak mandiri dan kreatif. Tidak semua individu dapat memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga munculah individu yang memiliki perilaku bermasalah. Menurut pandangan Hansen (2001), karakteristik perilaku individu yang bermasalah adalah apabila ia tidak mendapatkan penghargaan secara positif dari orang lain, ketidakselarasan antara pengalaman dan self, mengalami kecemasan karena ketidakkonsistenan konsep mengenai dirinya, defansif, dan penyesuain perilaku yang salah. c. Peran dan Fungsi Konselor

14


Menurut

Rogers, pada

hakikatnya

konselor

dalam

client-centered

lebih

menekankan aspek sikap daripada teknik konseling, sehingga yang lebih diutamakan dalam konseling adalah sikap konselor, sikap konselor inilah yang memfasilitasi perubahan pada diri klien. Konselor menjadikan dirinya sebagai instrument perubahan. Konselor bertindak sebagai fasilitator dan mengutamakan kesabaran dalam proses konselingnya. Konselor berfungsi membangun iklim konseling yang menunjang pertumbuhan klien. Iklim konseling yang menunjang akan menciptakan kebebasan dan keterbukaan pada klien untuk mengeksplorasikan masalahnya. Hal terpenting yang harus ada adalah seorang konselor bersedia untuk memasuki dunia klien dengan memberikan perhatian yang tulus, kepedulian, penerimaan, dan pengertian. Apabila ini dilakukan, klien diharapkan dapat menghilangkan pertahanan dan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang lebih tinggi,12 d.

Tujuan Client-Centered Tujuan dasar client-centered adalah menciptakan suasan konseling yang kondusif

untuk membantu klien menjadi pribadi yang dapat berfungsi secara utuh dan positif. Titik berat dari tujuan client-centered adalah menjadikan tingkah laku klien kongruen atau autentik (klien tidak lagi berpura-pura dalam kehidupannya). Klien yang tingkah lakunya bermasalah cenderung mengembangkan kepura-puraanya yang digunakan sebagai pertahanan terhadap hal-hal yang dirasanya mengancam. Kepura-puraan ini akan mengahambatnya tampil secara utuh dihadapan orang lain sehingga ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri. Melalui terapi client-centered ini diharapkan klien yang mengembangkan kepurapuraan tersebut dapat mencapai tujuan terapi, antara lain : 1) Keterbukaan pada pengalaman. 2) Kepercayaan diri sendiri. 3) Menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku.

12 Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Hal 81

15


4) Bersikap lebih matang dan teraktualisasi. Hal penting lainnya yang ingin dicapai client-centered adalah menjadikan klien sebagai pribadi yang fully function (berfungsi sepenuhnya). Dalam latipun yang dimaksud dengan fully function person sebagai berikut : 1) Klien terbuka terhadap pengalamannya dan keluar dari kebiasaan defensifnya. 2) Seluruh pengalamannya dapat disadari sebagai sebuah kenyataan. 3) Tindakan dan pengalamn yang dinyatakan akurat sebagaimana pengalamn yang sebenarnya. 4) Struktur self-nya kongruensi dengan pengalamannya. 5) Struktur self-nya dapat berubah secara fleksibel sejalan dengan pengalamn baru. 6) Klien memiliki penglaman self regard. 7) Klien dapat bertingkah laku kreatif untuk beradaptasi terhadap peristiwa baru. 8) Dapat hidup dengan orang lain secara harmonis karena menghargai perbedaan individual. e. Teknik-Teknik Client-center Berbeda dengan pendektan konseling lainnya, client centered sama sekali tidak memiliki teknik-teknik yang khusus dirancang untuk menangani klien. Teknik yang digunakan lebih kepada sikap konselor yang menunjukan kehangatan dan penerimaan yang tulus sehingga klien dapat mengungkapakan masalahnya atas kesadarannya sendiri. Adakalanya seorang konselor juga harus mengomunikasikan penerimaan, kepedulian, dan pengertiannya kepada klien. Hal ini akan memperjelas kedudukan klien sebagai orang yang dapat dimengerti. Rogers (2005) mengemukakan beberapa sifat konselor yang dijadikan sebgai teknik dalam client-centered sebagai berikut : 1) Emphaty adalah kemampuan untuk sama-sama merasakan kondisi klien dan menyampaikn kembali perasaan tersebut. 2) Positive regard (acceptance) adalah menerima keadaan klien apa adanya secara netral.

16


3) Congruence, konselor menjadi pribadi yang terintegrasi antara apa yang dikatakan dan yang dilakukannya. 13 C. Bimbingan dan Konseling dalam Perspektif Islam Bimbingan dan konseling Islam merupakan bentuk bantuan klien untuk mencari solusi yang terbaik atas masalah yang dihadapinya dengan menggunakan cara-cara yang sesuia dengan ajaran islam. Islam sebagai pijakan konsep dasar yang menjadi landasan awal dari pelaksanaan bimbingan dan konseling (BK) perspektif Islam. BK merupakan salah satu rumpun disiplin ilmu psikologi, karena dalam proses penerapannya dibutuhkan pengaplikasian fungsi-fungsi utama ilmu psikologi. Secara umum disiplin ilmu psikologi yang selama ini berkembang memiliki tiga fungsi utama, yaitu menerangkan (explanation), memprediksi (prediction) dan mengontrol (controlling) perilaku manusia. Penerapan ketiga fungsi utama tersebut, umumnya dilakukan oleh para profesional (psikolog, psikiater, konselor, dokter,guru,dan sebagainya) dengan tujuan untuk menolong klien salah satu di antaranyayakniklien yang mengalami problematikapsikologis.14 Tujuan bimbingan dan Konseling islam adalah memberi bimbingan kepada klien atau siswa untuk memperbaiki diri baik kepribdian atau perilaku ke arah yang sesuai dengan ajaran islam, yaitu keselarasan hidup baik dengan Tuhan, diri-sendiri, orang lain dan masyarakat di lingkungan sekitarnya untuk kebahagiaan dunia akhirat. 1. Dinamika Kepribadian Menurut Psikologi Islami Kepribadian menurut psikologai Islami adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001). Aspek nafsiyah manusia memiliki tiga daya yaitu : (1) kalbu (fitrah ilahiyah) sebagai aspek supra- kesadaran manusia yang memiliki daya afeksi (emosi-rasa), (2) akal (fitrah insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kondisi cipta dan (3) nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau bawah kesadaran manusia yang memiliki daya konasi (karsa). Ketiga komponen ini berintegrasi untuk mewujudkan suatu tingkah laku. Kalbu memiliki kecenderungan kepada pembawa roh, nafs kepada jasad, sedangkan akal antara roh dan jasad. Dari sudut tingkatannya, kepribadian itu merupakan 13 Latipun. 2003. Psikologi Konseling (Edisi ketiga). Malang: UMM Press. Hal. 69 14 Fenti Hikmawati. 2004. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rajawali PERS,hal 117

17


integrasi dari aspek aspek supra-kesadaran Fitrah ketuhanan kesadaran (fitrah ketuhanan), kesadaran (fitrah kemanusiaan) dan pra atau bawah kesadaran (fitrah kebinatangan). Sedangkan dari sudut fungsinya, kepribadian merupakan integrasi daya dari daya afeksi (emosi), kognisi dan konasi yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara dan sebagainya) maupun tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dan sebagainya). Kepribadian sesungguhnya merupakan produk dari interaksi diantara ketiga komponen tersebut, hanya saja ada salah satu diantaranya yang lebih mendominasi dari komponen yang lain. Dalam interaksi itu qalbu memiliki posisi dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian. Prinsip kerjanya cenderung kepada fitrah asal manusia, yaitu rindu akan kehadiran Tuhan dan kesucian jiwa. Aktualitas qalbu sangat ditentukan oleh sistem kendalinya. Sistem kendali yang dimaksud adalah dhomir yang dibimbing oleh Fitrah Almunazzalah (Al-Quran dan Sunnah). Apabila sistem kendali ini berfungsi sebagaimana mestinya, maka kepribadian manusia sesuai dengan amanat yang telah diberikan oleh Allah di dalam perjanjian. Namun, apabila ia tidak berfungsi maka kepribadian manusia akan dikendalikan oleh komponen lain yang lebih rendah kedudukannya. Sedangkan akal prinsip kerjanya adalah mengerjakan hal-hal realitis dan rasionalistik. Oleh sebab itu, maka tugas utama akal adalah mengikat dan menahan hawa nafsu. Apabila tugas utama ini terlaksana maka akan mampu untuk mengaktualisasikan sifat bawaan tertingginya, namun jika tidak maka akan dimanfaatkan oleh nafsu. Sementara nafsu prinsip kerjanya hanya mengejar kenikmatan duniawi dan ingin mengumbar nafsu-nafsu impulsifnya. Apabila sistem kendali qalbu dan akan melemahkan, maka nafsu mampu mengaktualkan sifat bawaannya, tetapi apabila sistem kendali qalbu dan akan tetap berfungsi, maka daya nafsu melemah. Nafsu sendiri memiliki daya tarik yang sangat kuat dibanding dengan kedua sistem fitrah nafsani yang lainnya. Kekuatan tersebut disebabkan oleh bantuan dan bisikan setan serta tipuan tipuan impulsif lainnya. Sifat nafsu adalah mengarah pada amarah yang buruk. Namun apabila ia diberi rahmat oleh Allah maka ia menjadi daya yang positif yaitu kemauan (iradah) dan kemampuan (qudrah) yang tinggi derajatnya. 1. Kepribadian Ammarah (Nafs al-Ammarah) Kepribadian ini adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat dasar dan mengajar pada prinsip-prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ia mendominasi peran qalbu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga ia 18


merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Firman Allah SWT: (53) ‫وما أبرئ نفسي إن النفس لمّارة بالّسوء إّل ماريحم رّبي إّن رّبي غفور ّريحيم‬ “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi maha penyayanng” (QS Yusuf (12) : 53). Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan bawah sadar manusia. Barangsiapa yang berkepribadian ini, maka sesungguhnya ia tidak lagi memiliki identitas manusia, sebab sifat-sifat humanitasnya telah hilang. Manusia yang berkepribadian ammarah tidak saja dapat merusak diri sendiri, tapi juga merusak diri orang lain. Keberadaannya ditentukan oleh dua daya, yaitu : (1) syahwat yang selalu menginginkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu dan campur tangan urusan orang lain, dan sebagainya, (2) daya ghadah yang selalu menginginkan tamak, serakah, mencekal berkelahi, ingin menguasai orang lain, keras kepala, sombong, angkuh dan sebagainya. Jadi orientasi kepribadian ammarah adalah mengikuti sifat binatang. Kepribadian ammarah dapat beranjak ke kepribadian yang baik apabila telah diberi rahman oleh Allah SWT. Hal tersebut diperlukan latihan atau riyadhoh khusus untuk menekan daya nafsu dari hawa, seperti dengan berpuasa, sholat berdoa dan sebagainya. 2. Kepribadian Lawwamah (Nafs al-Lawwamah) Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya qalbu, lalu ia bangkit untuk memperbaiki kebimbangan antara dua hal. Dalam upayanya itu kadangkadang tumbuh perbuatan yang buruk yang disebutkan oleh watak gelapnya, namun kemudian ia diingatkan oleh nur Ilahi, sehingga ia mencela perbuatannya dan selanjutnya ia bertaubat dan beristighfar. Hal itu dapat dipahami bahwa kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah. Firman Allah SWT : (2) ‫و ل أقسم بالّنفس اّلولوامة‬

“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)” (QS AlQiyamah (75) : 2)

19


Kepribadian lawwamah merupakan kepribadian yang didominasi oleh akal. Sebagai komponen yang memiliki sifat insaniah, akan mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistik yang membawa manusia pada tingkat kesadaran. Apabila sistem kendalinya berfungsi, maka ia mampu mencapai puncaknya seperti berpaham rasionalisme. Rasionalisme banyak dikembangkan oleh kaum humanis yang mengorientasikan pola pikir saat pikirnya pada kekuatan "serba" manusia, sehingga sifatnya antroposentris. Akal apabila telah diberi percikan nur qalbu maka fungsinya menjadi baik. Ia dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk menuju Tuhan. Al Ghazali sendiri meskipun sangat

mengutamakan pendekatan cita rasa (zawq), namun ia masih menggunakan

kemampuan akal. Sedangkan menurut Ibnu Sina, akal mampu mencapai yang pemahaman yang abstrak dan akal juga mampu menerima limpahan pengetahuan dari Tuhan. Oleh karena kedudukan yang tidak stabil ini, maka Ibnu Qayyim al-Jauziyyah membagi kepribadian lawwamah menjadi dua bagian yaitu : (1) kepribadian lawwamah malumah, yaitu kepribadian yang yang bodoh dan zalim, (2) kepribadian lawwamah ghayr malumah, yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaiki nya. 3. Kepribadian Muthmainnah (Nafs Al-Muthmainnah) Kepribadian muthmainah adalah kepribadian yang telah diberi kesempurnaan nur qalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen qalbu untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran, sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga ia dipanggil oleh Alla SWT. Firman Allah SWT : (28) ‫( ارجعي إلى رّب ك راضيهة ّمرضّية‬27) ‫يا ايتها النفس المطمئة‬

.2

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kembali kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya" ( QS Al-Fajr (89) : 27-28). Kepribadian muthmainnah merupakan kepribadian atas sadar atau supra kesadaran manusia, dengan orientasi kepribadian ini adalah teosentris. Dikatakan demikian sebab kepribadian ini merasa tenang dalam menerima keyakinan fitrah. Keyakinan fitrah adalah keyakinan yang dihujamkan pada roh manusia di alam arwah dan kemudian dilegitimasi oleh wahyu ilahi. Penerimaan ini tidak bimbang apalagi ragu-ragu seperti yang dialami oleh kepribadian lawwamah, tetapi penuh keyakinan. Oleh sebab itu, ia terbiasa

20


menggunakan daya cita rasa (zawq) dan mata batin dalam menerima sesuatu, sehingga ia merasa yakin dan tenang. Al Ghazali menyatakan bahwa daya qalbu yang mendominasi kepribadian muthmainnah mampu mencapai pengetahuan ma'rifat melalui daya cita rasa (zawq) dan rasa terbukanya tabir misteri yang menghalangi penglihatan batin manusia. Sedangkan Ibnu Khaldun menyatakan dalam "muqaddimat" bahwa roh qalbu itu disinggahi oleh akal. Roh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amar, sebab secara substansial berpotensi demikian. Ia kadang-kadang tidak mampu mencapai pengetahuan itu disebabkan adanya penghalang (hijab) di badan dan indra. Apabila penghalang itu hilang, maka ia mampu menembus pengetahuan tersebut. Dengan kekuatan dan kesucian daya qalbu maka manusia mampu memperoleh pengetahuan Wahyu dan Ilham dari Tuhan. Wahyu diberikan pada para nabi, sedangkan ilham diberikan kepada manusia suci biasa. Kebenaran pengetahuan ini bersifat Supra rasional, sehingga bisa jadi ia tidak mau kamu diterima oleh akal. Pengetahuan yang ditangkap oleh akal seharusnya dapat pula ditangkap oleh qalbu, sebab qolbu sebagian dayanya ada yang digunakan untuk berakal. Namun sebaliknya, pengetahuan yang diterima oleh akal qalbu belum tentu dapat diterima oleh qalbu beum tentu dapat diterima oleh akal, sebab kemampuan akal ditolak berada di bawahnya15. 3. Pendekatan Bimbingan dan Konseling Menurut Islam Secara garis besar dalam konseling dibedakan menjadi tiga macam pendekatan, yaitu: 1. Konseling direktif (directive counseling), merupakan pendekatan konseling dengan peran konselor yang lebih aktif, lebih banyak memberikan pengarahan, saran-saran, dan pemecahan masalah. 2. Konseling nondirektif (non directive counseling), merupakan pendekatan koseling dengan peranan konseling yang tidak dominan, klien berperan lebih aktif. Peranan konselor disini hanya menciptakan situasi, hubungan baik, mendorong klien untuk menyatakan masalahnya, mendiagnosis, menganalisis, melakukan sintetis, umtuk kemudian mencari alternatif atau kemungkinan pemecahalan masalah yang dihadapinya. 3. Konseling elektrik (elektrik counseling), pendekatan ini berada ditengah-tengah atau bisa dikatakan campuran antara kounseling direktif dengan non direktif. Pendekatan ini memberikan keleluasaan kepada klien untuk melakukan identifikasi, pemahaman, 15 Ibid. Fenti. Hlm 142

21


analisis, sintesis, dan kesimpulan terhadapa masalah, tetapi konselor juga memberikan arahan-arahan, penyimpulan serta bantuan pemecahan apabila dilakukan oleh klien. Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya, yang berkaitan dengan klien dan konselor. Pribadi Muslim yang berpijak pada fondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi Muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip rukun iman dalam ajaran Islam. Jika konselor memiliki prinsip “Rukun Iman”, maka pelaksanaan bimbingan dan konsleing tentu akan mengarahkan konseli kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. 1. Memiliki mission statement yang jelas, yaitu “Dua Kalimat Syahadat” 2. Memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan, yaitu “Shalat 5 waktu”. 3. Memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa” Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan konselor Muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi konseli yang melakukan bimbingan dan konseling. Pernyataan ini diperkuat oleh ayat Al- Qur’an surat Ali- Imron [3]: 104. (104 : ‫ولتكن منكم امة يدعون إلى الخير ويامرون بالمعروف و ينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون )العمران‬ “ dan hendaklah ada diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” Pada ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat ketuhanan, manusia disebut “Homo Divians” yaitu makhluk yang berketuhanan, berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya

22


senantiasa melaksanakan kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal yang mempunyai daya tarik kepadanya. Pada diri konseli juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu kearah agamnya, dalam hal ini Agama Islam. Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konseling dan terapi dimana filosofinya didasarkan atas ayat-ayat Al- Qur’an dan Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling, dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah, dan jalan hidup yang dirdhoi Allah SWT16. 4. Metode Bimbingan dan Konseling Menurut Islam Secara umum, metode yang dapat digunakan dalam bimbingan dan konseling Islami ada tiga, yaitu: 1. Metode- Direktif Metode direktif adalah metode terapeutik dalam proses pelayanan dan konseling. Metode tersebut konselor mengambil posisi aktif dalam merangsang dan mengarahkan klien dalam pemecahan masalahnya. Pendekatan metode direktif dalam proses bimbingan bersifat langsung dan terkesan otoriter. Oleh karena itu, kemungkinan uuntuk mencapai keberhasilan yang tinggi hanya bisa diperoleh kalau ini benar-benar dilakukan oleh konselor yang ahli. Penggunaan pendekatan metode direktif dalam proses konseling menuntut konsentrasi bersifat aktif dan lebih dinamis, klien bersifat pasif dan statis. Contoh teknik yang termasuk kedalam metode ini adalah ceramah, nasihat, dan lain-lain. 2. Metode- nondirektif Metode nondirektif disebut juga metide client centered (metode yang terpusat pada klien), dengan metode ini klien menjadi titik pusat pelayanan. Klien diberi kesempatan seluasluasnya dan sebebas-bebasnya untuk mengutarakan isi hati dan pikirannya. Peranan konselor terbatas pada upaya untuk merangsang, membuka penghalang kebebasan dan memberikan keberanian untuk mengemukakan masalah yang dihadapi oleh klien, kemudian menyimpulkannya. Apabila konselor menghadapi remaja yang introfer tentunya metode ini akan sukar untuk dilaksanakan. Karena remaja yang introfer adalah remaja yang tertutup tidak mau bercerita banyak tentang apa yang yang diamalinya. Tentu 16 Ibid. Fenti. Hlm. 124

23


konselor harus jeli melihat keadaan ini, dan tidak dalam setiap situasi dan kondisi metode ini dapat digunakan. 3. Metode- elektik Metode elektik adalah metode yang memadukan antara metode didektif dan nondidektif. Istilah elektif berarti memilih yang terbaik dari metode yang ada, sehingga merupakan sesuatu keterpaduan. Dengan metode elektif, konselor dalam melakukan pendekatan bimbingan dan konseling tidak hanya terfokus pada suatu metode saja. Akan tetapi,bisa memiliki fleksibilitas dalam menggunakan metode, karena masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Fleksibilitas perlu dilakukan konselor karena dalam kondisi dan situasi tertentu, dalam masalah dan kesulitan yang berbeda, konselor perlu memadukan metode direktif dan nondirektif itu, demi efektifitas dan efesiensi dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling Islami. Sungguh pun demikian pemilihan metode tersebut harus tetap didasarkan atas keahlian konselor dalam menggunkannya, sehingga dengan demikian pelayanan yang tepat dan benar dapat dilakukan17. 5. Teknik Bimbingan dan Konseling Menurut Islam Cara-cara atau teknik yang digunakan dalam bimbingan konseling Islam untuk membantu klien diantaranya menggunakan teknik lahiriah dan teknik batiniah. Teknik-teknik secara lahiriah dapat dilihat oleh mata, dapat disentuh dengan kulit peraba atau tangan dan di dengar oleh lisan. Diantara teknik lahiriah ialah dengan sentuhan seperti terapi pijat pada klien yang stres untuk menenangkan mereka, dengan lisan diantaranya dengan do’a dan dzikir untuk menimbulkan efek ketenangan batin dan terkabulnya segala maksud dan harapan, juga dapat berupa nasihat secara lisan, atau pemberian wejangan, materi-materi yang diperlukan untuk menyelesaikan problem klien, dengan perkataan yang baik, lembut dan memberi ketenanganan serta memiliki efek psikologis yang membekas pada pribadi klien untuk senantiasa diingatnya dan dijalankan dengan usaha yang sungguh- sungguh dan konsisten agar kegiatan bimbingan menunjukkan keberhasilan. Pada psikoterapi sering digunakan media pendukung seperti air terapi yang telah diberi doa, power atau kekuatan energi dan lainnya. Teknik-teknik betiniah merupakan cara yang tidak dapat dilihat atau didengar oleh panca indera, namun berada di dalamhati, diantaranya ; kesungguhan dan tekad yang kuat membaja, do’a di dalam hati, keyakinan yang teguh yang merupakan kekuatan yang besar didalam jiwa manusia, dengan keyakinan yang kuat seseorang dapat merangsang 17 Ibid. Fenti. Hlm. 128

24


stimulus-stimulus otak bawah sadar utuk bekerja secara alami membawa orang tersebut ke arah yanag dicta-citakannya, keyakinan yang disertai keimanan dan ketauhidan yang benar akan memberi efek yang membekas dalam jiwa seperti terapi dengan dzikir qolbi atau dzikir yang senantiasa didawamkan dibaca di dalam hati akan menghasilkan ketenangan yang luar biasa dan memperkuat atau memperbaharui keimanan dan ketauhidan sertaakan memancarkan perilaku yang terpuji sebagai fadilah dari dzikrullah tersebut. Teknik bimbingan dan konseling yang terbaik ialah denga menggunakan kedua cara tersebut, pada lahiriah dan pada batiniyah. Bimbingan secara lahiriah dengan cara nasehat atau penenrangan yang baik dapat dibantu dengan dzikir dan do’a-do’a dan dilengkapi dengan bimbingan batiniah, dengan senantiasa menginat Allah, memperkuat keyakinan kepada Allah, serta doa dan harapan di dalam hati yang disertai kesungguhan dan ketawakalan kepada Allah, akan menghasilkan efek-efek menyembuhkan penyakit atau masalah khususnya penyakit kejiwaan atau penyakit hati.18 6. Contoh Rasulullah dalam Memberikan Bimbingan dan Konseling Berikut adalah contoh Rasulullah Saw. Terkait dengan memberikan bimbingan dan konseling kepada umatnya, yakni di antaranya dengan cara : 1. Menarik Hati dengan Ungkapan Lembut Rasulullah Saw. Apabila berinteraksi dan berkomunikasi selalu menghargai keadaan komunikan, baik usia ataupun status sosial. Beliau memberikan gelar panggilan kepada Ibnu Abbas dengan sebutan Gulam ( anak yang baru menginjak dewasa, sudah ada dorongan syahwat ). Rasulullah Saw. Memanggil anak-anak Ja’far, putra pamannya, melalui ungkapan “ panggilkanlah kepadaku anak-anak saudaraku “ beliaupun menanyakan kesehatan mereka kepada ibunya melalui ungkapan berikut : (‫ما لى أرى اجسام بني أخى ضارعة تصيبهم الحاجة ؟ )مسلم‬ “ Mengapa kulihat tubuh anak-anak saudaraku kurus-kurus, seperti anak-anak yang penyakitan ?” 19Rasulullah melihat anak-anak yang kurus, tidak langsung menanyakan secara ekonomi, tetapi diungkapkan dengan kata-kata “ seperti yang sedang sakit”. 2. Bersikap preventif 18 http://emmawerdayani.com/search/teknik-konseling-dalam-kajian-islam diakses pada pukul 11.23 wib

19 Muslim No. 4070 Juz 11 : 197 dalam Al-Hadits

25


‫مروا أبنا ءكم بالصل ة لسبع سنينواضربوهم عليها لعشر سنين وفرقوا بينهمفي المضاجع وإذا أنكح‬ ‫أحدكم عبده أو أجيره فل ينظرن الى شيئ من عورتته فإن ما أسفل من سرته الى ركبتيه من عورته‬ (‫)أبو داود‬ “Perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk sholat bila menginjak umur 7 tahun dan jika meninggalkannya pukullah mereka pada tempat-tempat yang tidak membahayakan dan tidak meninggalkan bekas. Ketika berumur 10 tahun, pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya masing-masing. Apabila seseorang menikahkan budaknya atau pelayannya janganlah ia melihat sesuatu dari auratnya, karena sesungguhnya bagian bawah pusar sampai lututnya termasuk auratnya “.20 3. Tidak melakukan kekerasan fisik ‫ ما ضرب رسول ا )ص( شيئا قط بيده ول امرأ ة ول خادما إل أن يجاهد في سبيل ا‬: ‫عن عا ئشة قالت‬ ) ‫) مسلم‬ Aisyah berkata, “ tidaklah pernah Rasulullah saw. Memukul dengan tangannya, baik terhadap istrinya maupun pelayannya, kecuali dalam berperang di jalan Allah.” 21 4. Tidak memanjakan ( ‫انفق على عيالك من طولك ول ترفع عنهم عصاك أدبا وأخففهم في ا) احمد‬ “ berikanlah nafkah anak- anakmu dari kemampuanmu, jika kamu angkat tongkatmu untuk mendidik mereka, tanamkanlah dalam diri mereka rasa takut kepada Allah .”(HR. Ahmad dalam Al- hadist) 5. Menguji terlebih dahulu ketika menasihati anak ‫نعم الرجل عبد ا لو كان يصلى من الليل‬ “ sebaik-baik lelaki adalah Abdullah, seandainya dia mengerjakan sholat malam .” 22

Memberikan kabar gembira kepada yang terkena musibah ‫يا أم سعد أبشري و بشري أهلهم أن قتلهم ترافقوا في الجنة جميعا وقد شفيعوا في أهلهم جميعا قالتر‬ ‫ضينا يا رسول ا و منيبكي عليهم بعد هذا‬

“ Hai Ummu sa’ad ! bergembiralah dan sampaikanlah berita gembira kepada keluarga mereka,bahwa orang-orang yang telah gugur semuanya dihimpunkan semuanya ke dalam surga dan sesungguhnya mereka telah memohon agar diberi izin untuk memberi syafaat kepada keluarga mereka semuanya, “ maka Ummu sa’ad berkata, wahai Rasulullah kami rela dengan semuanya itu, dan siapa lagi yang akan menangisi mereka sesudah ini ? 23 20 Shohih Muslim no.714 juz II : 494 dalam Al-Hadits 21 Shohih Muslim no.4296 juz II :hal. 474 dalam Al- hadits.

22 Sunan At tirmidzi no.2434 juz 9 : hal 46 dalamAl- hadits 23 Sunan At Tirmidzi no. 2434 juz 9 : Hal 46 dalam Al-hadits

26


6. Menganjurkan untuk melakukan yang mudah, dan yang paling dekat ‫يا غلم سم ا وكل بيمنيك وكل مما يليك فما زالت تلك طعمتي بعد‬ “ Wahai anak muda ! sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang ada di dekatmu.” 24 7. Bersikap rendah hati (tawadhu) (‫ل تظهر الشما ته ل خيك فيرحمه ا ويبتليك )الترمذي‬ “ Janganlah kamu perlihatkan kegembiraanmu kepada saudaramu karena musibah, karena bisa jadi Allah akan berbalik merahmatinya, dan menimpakan ujian-Nya kepada mu .” 25 8. Mengahrgai Anak-anak yang sedang bermain ‫عن أنس قال خدمت رسول ا صلى ا عليه وسلم يوما حتى إذا رأيت أني قد فر غاات مان خاادمته قلات يقياال ر ساو ل ااا‬ ‫صلى ا عليه وسلم فخرجت الى صبيان يلعبون قال فجئت أنظر إلى لعبهم قال فجاء رسول ا صلى ااا عليااه وساالم فساالم‬ ‫على الصبيان وهم يلعبون فدعاني رسول ا صلى ا عليه وسلم فبعثني إلى حا جة فذهبت فيهاا و جلاس رساول اا ص لى‬ (‫ أحمد‬: ‫ا عليه وسلم في ء حتى أتيته )رواه‬ Dari Anas r.a, ia berkata “pada suatu hari aku melayani Rasulullah Saw, setelah kurasakan bahwa tugasku telah selesai dan ku kira Beliau sedang istirahat siang, aku keluar menuju tempat anak-anak bermain, lalu aku datang menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian Rasulullah Saw. datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain, lalu Beliau memanggilku untuk satu keperluan, akupun segera pergi utnuk menunaikannya, sedang Belaiu duduk di bawah naungan pohon hingga aku kembali kepadanya.” 26

9. Bersikap Tertib antisipatif ‫إذا استجنح الليل اوقال كان جنح الليل فكفوا صبيانكم فإن الشيا طين تنتشر حينئذ فإذا ذهب ساعة من العشاء فخلوهم و أغلق‬ ‫بابك واذكر اسم ا فإن الشيطان ل يفتح بابا مغلقا و أطفي مصبا حك واذكر اسم ا و اوكسااقا ءك واذكاار اساام ااا و خماار‬ (‫إناءك و اذكر اسم ا ولو تعرض عليه شيئا )البخاري‬ Rasulullah Saw. bersabda, “apabila malam mulai gelap atau malam sudah tiba, sekaplah anak-anak kalian, karena sesungguhnya setan-setan saat sedang berkeliaran. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu isya’, maka lepaskanlah mereka, kuncilah pintu dan sebutlah 24 shohih Bukhori no. 4957 juz 16: hal. 470 dalam Al-hadits 25Sunan At Tirmidzi no 2434 juz 9 :Hal. 46 dalam al -hadits 26 Musnad Ahmad; No: 12552, juz 26: hal. 99 dalam Al-Hadits.

27


nama Allah, sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang terkunci, padamkanlah lampu kalian dan sebutlah nama Allah, ikatlah wadah minuman kalian meskipun hanya dengan melintangkan sesuatu di atasnya dan sebutlah nama Allah�. 27 Membantu peserta didik yang menghadapi kesulitan banyak teknik bimbingan dan konseling yang dapat dipergunakan. Menurut jumlah peserta didik yang dibantu dapat dibedakan antara teknik bimbingan kelompok dengan teknik bimbingan individual. Menurut sifat bantuan yang diberikan dapat dibedakan antara teknik pemberian informasi, teknik yang mendorong aktivitas tertentu dan teknik yang memberikan penyembuhan atau terapi. 1. Teknik pemberian informasi dapat memberikan informasi secara lisan maupun tulisan. 2. Bimbingan yang mendorong kegiatan umumnya dilakukan secara kelompok, dan berfungsi bukan saja memberi informasi, tetapi juga mendorong peserta didik untuk saling menyesuaikan diri, menyalurkan dorongan-dorongan mereka, dan sebagainya. Teknik-teknik ini meliputi kunjungan kelompok, orientasi, kegiatan club, organisasi siswa, diskusi kelompok, pertemuan konselor dengan guru atau orangtua, dan lain-lain. 3. Teknik bimbingan yang memberikan penyembuhan dapat diberikan secara individual seperti konseling dan psikoterapi individual dan dapat pula diberikan secara kelompok seperti konseling kelompok, sosiodrama dan psikodrama. Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang menjadi (on becaming ), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memilikipemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu, terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dan masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau diluar jangkauan kemampuan, maka akan 27 Shohih Bukhori No. 038 juz 11: hal 58 dalam Al-Hadits.

28


melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga memengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya : pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agrariske industri. Iklim lingkungan kehidupan yangkurang sehat, seperti ; maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alatkontrasepsi, minuman keras, dan obatobatan terlarang/ narkoba yang tak terkontrol, ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa sangat memengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli ( terutama pada usia remaja ) yang cenderung menyimpang dari kaidahkaidah moral (akhlak yang mulia), seperti : pelanggaran tata tertib sekolah/ madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,seperti : ganja, narkotika,ectasy, putau, dan sabusabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas. Penampilan perilaku remaja seperti yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pedidikan nasional, yaitu :28 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa Berakhlak mulia Memiliki pengetahuan dan keterampilan Memiliki kesehatan jasmani dan rohani Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri; serta Memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan ) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutuke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Hal ini ditegaskan oleh ayat al-Qur’an surat At-Tahrim : 66 ‫يأيهاالذين ءامنواقواأنفسكم وأهلكم نلراوقودها الناس والحجار ة عليها ملئكة غل ظ شداد ل يعصون اللله ما أمرهمويفعلون مااا‬ (6) ‫يؤمرون‬ 28 Dr.fenti hikmawati,m.si, Bimbingan dan Konseling, Rajawali pers, jakarta, 2014 hal 141

29


“ Wahai orang – orang yang beriman! Periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang�

30


BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Konseling adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang konselor untuk membantu klien menemukan jalan keluar dari permasalahannya. untuk itu bagi seorang konselor dibutuhkan dasar-dasar teori psikologi untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Tujuan mempelajari general teori psikologi dalam hal ini adalah untuk memudahkan seorang konselor dalam proses penanganan dan pemberian jalan keluar atas apa yang dihadapi oleh klien, pada makalah ini kami jelaskan teknik-teknik konseling menurut teori kognitif, humanistik, dan kajian Islam. Teori kognitif didasarkan kepada asumsi kalau manusia memiliki kapasitas untuk bertindak dengan cara-cara yang rasional maupun irasonal. Perilaku rasional dianggap efektif dan produktif sedangkan perilaku irasional dainggap menghasilkan ketidak bahagiaan dan ketidak produktif. Adapun menurut teori Humanistik melalui pendekatan client-centered memandang kepribadian manusia secara positif. Rogers bahkan menekankan bahwa manusia dapat dipercaya karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif. Setiap individu memiliki kemampuan menuju keadaan psikologis yang sehat secara sadar dan terarah dari dalam dirinya. Dan teknik konseling menurut kajian Islam terdiri dari 2 macam yaitu Dhohir dan bathin, sebagaimana Rasulullah menajadi panutan dalam segala sesuatu Umat Islam tak kerceuali dalam bidang bimbingan dan konseling.

31


DAFTAR PUSTAKA Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mappiare, Andi. 2011. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2007). Latipun, Psikologi Konseing, (Malang: UMM Press, 2003). Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Fenti Hikmawati. 2004. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rajawali PERS. http://emmawerdayani.com/search/teknik-konseling-dalam-kajian-islam diakses pada pukul 11.23 wib

32


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.