U
tama
Tenda Perjuangan Menolak Pabrik Semen Selasa (17/6) pagi, jalan menuju desa itu begitu sunyi. Tak banyak aktivitas warga yang tampak. Pada rentang jarak sekitar empat kilometer dari jalan utama, hanya tiga sampai empat kerumunan petani yang tampak tengah beristirahat di tepi jalan tak beraspal. Mata kami sesekali mawas terhadap ge rak-gerik orang berseragam, atau yang tidak berseragam, namun terlihat asing. Kemawasan kami bu kan tanpa alasan mengingat tempat yang akan kami datangi adalah lokasi konflik antara warga Keca matan Gunem, Rembang, Jawa Tengah dengan PT Semen Indonesia yang pecah sehari sebelumnya. Aparat keamanan tampak berjaga memantau siapa saja yang masuk ke area tersebut. Oleh Ferdhi S Putra, M Afandi, dan Fatchur Rahman
6
S
enin (16/6) pagi, media sosial (med sos) riuh oleh informasi mengenai bentrok antara ibu-ibu dengan apa rat keamanan di sela acara bertema 'Doa Persiapan Pembangunan Pabrik Semen di Rembang'. Informasi yang beredar sim pang siur. Berbagai akun di medsos meng amini bahwa bentrokan tersebut benar ter jadi. Namun tidak demikian di media massa arus utama. Kabar itu seperti luput dari per hatian para jurnalis yang hadir di acara itu. Fakta tentang bentrokan tersebut nyaris tidak ada di media massa pada hari kejadian. Kabar itu hanya tersebar di medsos yang me nampilkan foto-foto kejadian di lapangan se bagai bukti. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun tak tahu apa yang se benarnya terjadi. Dalam cuitnya di Twitter pada 16 Juni 2014, Ganjar mengatakan, “Ra tusan SMS ke saya soal semen Rembang. Ada yg mengatakan terjadi bentrok. Ada yg bi lang tdk. Ada yg bs ksh info lapangan?” Sesampainya di lokasi, terlihat dua tenda yang tampaknya dipasang seadanya. Tenda itu didirikan Senin malam oleh warga seba gai respons lanjutan terhasap acara yang di gelar siang sebelumnya. Namanya tenda per juangan. Tenda beratap terpal biru itu ditem pati 80-100 warga, mayoritas perempuan, yang menolak pendirian pabrik semen. Mereka memutuskan untuk menduduki area tersebut dan mendirikan tenda daru rat hingga alat berat tambang ditarik keluar dari lokasi. Dengan kata lain, mereka akan berada di tenda tersebut hingga batas wak tu yang tidak ditentukan. Membantah Terkait dengan informasi bentrokan anta ra aparat dengan warga yang beredar di med sos, pihak keamanan membantah. Di sejum
Kombinasi Edisi ke-56 Juni 2014
lah media, polisi dan sejumlah pejabat dae rah menyatakan tak ada bentrokan dengan ibu-ibu. Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Rembang AKBP M Kurniawan, seperti diku tip humas.polri.go.id, menolak bahwa telah terjadi bentrokan antara pihak kepolisian de ngan ibu-ibu. Hal senada diungkapkan salah satu ang gota DPRD Rembang, A'ang Maskur. Selama mengikuti prosesi acara doa bersama terse but, ia mengaku tidak melihat adanya keri butan, terlebih bentrokan. Kami pun mencoba mengecek kesimpang siuran tersebut ke sejumlah pihak. Kepala keamanan sipil PT Semen Indonesia proyek Rembang Sutikno, berpendapat serupa. “Ti dak ada bentrokan, hanya ibu-ibu kami ping girkan karena menghalangi jalan masuk ta mu undangan,” ujarnya. Di pihak lain, warga mengakui ada tindak an represif aparat terhadap aksi damai ibuibu yang menolak pembangunan pabrik se men di daerahnya. Yani (25), salah satu war ga Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem me ngatakan bahwa ketika aksi damai berlang sung, beberapa polisi memeganginya agar ti dak menerobos barisan aparat yang sedang mengawal kedatangan tamu undangan. Selain Yani, beberapa rekannya pun men dapatkan perlakuan serupa. Ibu Murtini, mi salnya. Setelah bertahan dengan berbaring di tengah jalan, tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh beberapa polisi yang kemudian melem parkannya ke semak-semak. Akibatnya Mur tini jatuh pingsan dan segera ditolong oleh rekan-rekan lainnya. Tak hanya kaum perempuan yang mem peroleh perlakuan kasar aparat. Kaum pria yang ikut mengawal aksi mendapatkan per lakuan serupa, khususnya mereka yang ber peran sebagai dokumentator aksi. Sedikitnya
kombinasi
empat warga yang memegang kamera pere kam ditangkap aparat dan diinterogasi. Su silo, salah seorang warga yang ditangkap me ngatakan bahwa saat sedang merekam ak si aparat, ia diringkus dan langsung dibawa ke mobil patroli. Saat coba meneruskan pe rekaman dari dalam mobil, seorang polisi mengancamnya. “Matikan, mas, atau kame ranya saya banting!” Jumlah warga yang ditahan polisi ketika kejadian adalah tujuh orang, yang terdiri da ri enam laki-laki dan satu perempuan. Me reka ditahan tanpa alasan yang jelas, kecua li dituduh sebagai provokator, dan tidak me miliki kartu pers.
Klarifikasi Sulit Setelah berhasil mengumpulkan informa si dari warga, kami beranjak ke beberapa institusi guna meminta klarifikasi tentang apa yang terjadi di area sekitar tapak pab rik semen di Kecamatan Bulu, Rembang. Be berapa di antaranya adalah Perum Perhuta ni, PT Semen Gresik proyek Rembang, Pelak sana Tugas Bupati Rembang, Bappeda, Dinas ESDM wilayah Rembang, Badan Lingkung
an Hidup (BLH) wilayah Rembang dan Pol res Rembang. Tujuan pertama adalah Perhutani. Lem baga pemerintah ini dipilih karena dianggap bertanggungjawab dalam perluasan area pab rik semen di daerah tersebut. Perhutani dan PT Semen Indonesia telah menyepakati tu kar guling hutan untuk dijadikan areal tam bang seluas 57 Hektar. Itu kemudian menja di pintu masuk bagi PT Semen Indonesia un tuk membuka pertambangan di Bulu. Pihak Perhutani Mantingan yang diwakili Ismartoyo dari bagian Humas mengatakan bahwa tukar guling hutan tersebut bukanlah kebijakan mereka, melainkan kebijakan Ke menterian Kehutanan. Penelusuran berlanjut ke Kantor PT Se men Gresik proyek Rembang. Sebagai infor masi, sebelum berganti nama menjadi PT Se men Indonesia pada 2012, perusahaan ter sebut bernama PT Semen Gresik. Sementara Semen Indonesia Group adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menaungi bebe rapa perusahaan semen besar seperti PT Se men Gresik, PT Semen Tonasa, PT Semen Pa dang dan Thang Long Cement (Vietnam).
Ibu-ibu membawa poster berisi penolak an terhadap pabrik semen di Rembang.
Kombinasi Edisi ke-56 Juni 2014
7