Antara Semen dan Sumber Air? Media massa memang bukan merupakan sarana satu-satunya untuk berkomunikasi, tetapi posisinya telah menjadi semakin sentral dalam masyarakat yang anggotanya sudah semakin kurang berinteraksi secara langsung satu sama lain. Media massa hadir praktis sepanjang hari dalam kehidupan masyarakat. Media komunitas tumbuh subur di seluruh pelosok Nusantara, diantaranya dapat dilihat pada pertumbuhan radio komunitas, buletin komunitas dan meluasnya jejaring jurnalisme warga. Pertumbuhan tersebut mampu menghantarkan media komunitas sebagai media yang dapat mewakili kepentingan akar rumput dalam beberapa tema penting, baik ekonomi, sosial budaya, HAM, lingkungan dan Sumber Daya Alam. Dalam rangka memperkuat dan pengetahuan jejaring pegiat media komunitas, Combine Resource Institution pada tanggal 17-19 Januari 2014, mengadakan sebuah acara yang bertajuk “Workshop Fotografi, SMS Gateway, GPS dan Konvergensi Media untuk Penguatan Komunitas”. Acara ini dihadiri oleh beberapa komunitas, salah satunya adalah Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Organisasi ini mengusung isu kelestarian alam pegunungan Kendeng yang tersebar di beberapa kabupaten, yatu Pati, Blora dan Rembang. Pada tanggal 11-13 April 2014, CRI kembali menggelar kegiatan yang serupa, namun acara tersebut lebih dikhususkan pada penguatan pegiat media komunitas perempuan dengan mengusung tema “Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas, Perempuan Berdaya dengan Bermedia”. JMPPK Rembang kembali hadir menjadi salah satu pesertanya. Tepat pada awal Juni lalu, JMPPK Rembang memberikan perkembangannya bahwa akan melakukan beberapa kegiatan kampanye dan solidaritas perjuangan terhadap kelestarian pegunungan Kendeng. PT. Semen Indonesia berencana mendirikan pabrik semen di Rembang, saat
ini inverstor sudah mulai membangun akses jalan lokasi pendirian pabrik semen. Koordinator Jaringan Masyarakat Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang, Mingming Lukiarti, “menyatakan pendirian pabrik semen di karst Watu Putih Rembang akan mengancam lingkungan”. Perjuangan ini
ditunjukkan, Senin, tanggal 16 Juni 2014, Warga Desa sekitar lokasi rencana penambangan dan tapak pabrik semen Indonesia menduduki areal lokasi tersebut menjadi pilihan terakhir untuk menolak dan mensuarakan berbagai pelanggaran yang dilakukan PT. Semen Indonesia (SI) atas seluruh proses rencana penambangan dan pendirian pabrik di Rembang. Dalam rangka memberikan bentuk dukungan dan solidaritas, CRI (Media dan Suara Komunitas) berniat untuk melakukan kegiatan peliputan terhadap aksi tersebut.
Kegiatan peliputan ini bertujuan untuk: 1. Melakukan pendokumentasian perjuangan komunitas yang sedang berkonflik dengan korporasi pertambangan. 2. Sebagai tindakan dan bentuk advokasi serta solidaritas terhadap komunitas mitra Combine Resource Institution. 3. Sebagai bahan dan sumber data yang dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan komunitas. Di sisi lain, Tegaldowo adalah desa di kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini terkenal di daerah sekitarnya karena menjadi arus perlintasan desa-desa sekitarnya. Page | 1
Desa ini begitu sederhana, pasar tradisional di pagi hari menjadi keramaiannya. Terletak 37 kilometer dari pusat kota Rembang, daerah ini memiliki banyak pohon jati milik Perhutani di sepanjang jalan menuju desa. Tegaldowo terletak dekat perbatasan Kabupaten Rembang-Blora, dan berada di Pegunungan Botak. Penduduk tinggal di rumah-rumah joglo, dan hampir di setiap rumahnya memiliki ternak seperti sapi atau kambing. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Menurut data tahun 2008, jumlah penduduk yang buta huruf sebanyak 900 jiwa. Yang tidak tamat sekolah dasar 1637 jiwa, tidak tamat sekolah lanjutan tingkat menengah sebanyak 351 orang, dan tidak tamat sekolah lanjutan tingkat atas 41 jiwa. Tak banyak yang bisa mengenyam bangku pendidikan tinggi. Meski demikian, data untuk mereka yang tamat SD pada tahun 2008 sebanyak 2046 orang. Rendahnya lulusan pendidikan di sana erat kaitannya dengan tradisi menikah muda di desa ini 1. Foto: Combine
Kabupaten Rembang, memapar sebuah pegunungan, secara fisiografi pegunungan tersebut masuk ke dalam jajaran Antiklinorium Rembang – Madura (Bammelen, 1949) masyarakat lebih mengenal sebagai Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan Kendeng Utara tersebut merupakan hamparan perbukitan batukapur yang telah mengalami proses-proses alamiah dalam batasan ruang dan waktu geologi. Produk dari dinamika bumi yang berlangsung dari masa lalu hingga saat ini telah menghasilkan suatu fenomena alam yang unik. Kita mengenalnya dengan istilah Bentang Alam Karst. Fenomena bentang alam Karst Kendeng Utara tercermin melalui banyaknya bukit-bukit kapur kerucut, munculnya mata air-mata air pada rekahan batuan, mengalirnya sungai-sungai bawah tanah dengan lorong gua sebagai koridornya. Pegunungan ini tidak begitu terjal dengan ketinggian kurang dari 1000 meter dpl. Pegunungan Kendeng memiliki sumber mata air lebih dari 200 mata air dan beberapa sungai bawah tanah sehingga menopang sekitar 45% kebutuhan air masyarakat Pati dan sumber kehidupan masyarakat sekitar. Hampir 50% wilayah ini merupakan kawasan hutan yang meliputi hutan negara dan hutan rakyat. Kondisi tanah yang tandus, namun kaya akan mineral yaitu kapur menyebabkan pohon jati Blora memiliki keunggulan tersendiri. Bahkan sebuah sumber mencatat, nilai transaksi furniture mencapai Rp4,6 miliar dari 74 kios yang ada di sekitar Blora. Indonesia kini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil. Sektor konsumsi dan properti agaknya akan tumbuh. Terus meningkatnya pertambahan penduduk sebagai modal dasar adanya pertumbuhan dari sektor permintaan. Biro Pusat statistik mencatat, sektor 1
Id.wikipedia.org
Page | 2
Real Estate dan Jasa Perusahaan tahun lalu mengalami peningkatan sebesar (7,41%) pada triwulan. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai negara perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di Asia Tenggara. Pertambahan jumlah penduduk menjadikan geliat pertumbuhan ekonomi karena usia mereka membutuhkan hunian, sarana dan prasarana yang layak untuk kehidupannya. Sayangnya hal itu menabrak keinginan untuk tetap mempertahankan lahan terbuka, hijau dan kebutuhan sumber daya alamnya. Bahkan banyak cagar budaya akan tertabrak pula. Sebagai misal, pabrik semen. Butuh bahan dasar batuan kapur, tentu hal itu menyebabkan terjadinya eksplorasi dan eksploitasi besar-besaran akan sumber daya yang satu ini. Gunung Kendeng, di kawasan Semarang Jawa Tengah salah satu yang diincar oleh pabrik semen untuk diekploitasi meski banyak masyarakat sekitar menjerit lantaran adanya proyek itu. Senin, 16 Juni 2014, Di tengah hingar-bingar situasi politik dalam negeri menyongsong pemilihan Presiden Langsung 2014, penderitaan petani tak pernah surut. Penderitaan Petani seakan terus dilestarikan dengan ketimpangan penguasaan tanah dan konflik agraria yang mengancam keberlangsungan hidup petani. Adalah Para petani di desa Tegaldowo, Kecamatam gunem, Kabupaten Rembang, Jateng yang menolak penambangan karst dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia. Para petani warga Rembang yang menolak justru mendapatkan kekerasan, penangkapan dan intimidasi dari aparat kemanan yang selama ini memiliki jargon “melayani, mengayomi, melindungi rakyat�. Empat orang petani ditangkap serta ibu-ibu petani yang memblokade pabrik semen terluka akibat kekerasan dari aparat keamanan. Seperti yang dilansir tambang.co.id, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk menghentikan dan mencabut segala rencana dan izin penambangan Karst dan pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng. Iwan Nurdin, Sekretaris Jenderal (KPA) mengatakan, pegunungan Kendeng dinilai sebagai sumber mata air di kawasan karst Watuputih yang harus dilindungi demi sumber air untuk kegiatan pertanian petani di Gunem dan sumber kehidupan seluruh mahluk hidup di pegunungan Kendeng. Foto: JMPPK
Page | 3
Saat kami wawancarai kepala keamanan PT. Semen Indonenesia Sutikno mengatakan, “tidak ada alat berat yang keluar ataupun dikurangi, yang ada malahan penambahan alat berat di kawasan pabrik ini untuk mempercepat rencana pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia”. “Isu tersebar di warga Timbrangan dan Tegaldowo bahwa mundurnya beberapa alat berat yang mengeruk lahan pembangunan pabrik semen tidak benar”, imbuhnya. Bahkan Sutikno, menanyakan aksi tolak warga tidak mengantongi ijin dari kepolisian setempat. Dia juga memastikan jika secara hukum kemudian ditemukan pelanggaran pada pembangunan pabrik ini maka perusahaan siap untuk mempertanggungjawabkannya. Misalkan pembangunan harus dihentikan. "Kalau ada kekuatan legal hendaknya diputuskan secara legal," lanjut dia. Aparat TNI berjaga-jaga, di dampingi Danramil Jumadi yang berjaga disana di dekat tenda warga yang melakukan aksi tolak, dia mengatakan tidak tahu menahu diadakan acara pembukaan dan peletakan batu pertama dalam pembangunan pabrik semen yang dilakukan oleh pihak PT. Semen Indonesia yang direncanakan akan dihadiri oleh Bapak Menteri tetapi beliau berhalangan untuk hadir. Dia mengaku, acara yang diakan oleh SI tersebut adalah acara istighosah biasa yang mengundang stake holder di wilayah Rembang. Menurut salah satu warga, Informasi rencana pabrik semen juga tidak pernah diketahui warga dan melibatkan warga dalam musyawarah, sehingga pembangunan pabrik adalah pembangunan sepihak yang menganulir keberadaan petani dan warga desa. Sutikno menolak, “Rencana pendirian pabrik Semen Indonesia di wilayah Kecamatan Gunem dan Sale telah sesuai dengan struktur ruang dan pola ruang sebagaimana Perda No 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rembang”. Pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang ditargetkan rampung pada 2016 mendatang. Pabrik yang dirancang berkapasitas tiga juta ton semen per tahun itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan industri semen nasional. Direktur Utama Semen Indonesia (Persero) Tbk, Suharto Dwi Soetjipto menuturkan, proses perijinan serta pembebasan lahan sudah selesai. Sekarang akan dilakukan pengecoran bangunan. Rencana pada 16 Juni mendatang mulai pengerjaaan konstruksi. (suaramerdeka.com)
Page | 4
Warga melakukan aksi penolakan pembangunan semen gresik dengan tujuan untuk menolak pabrik semen dan pertambangannya, karena dengan adanya pabrik semen dan pertambangannya di desa kami merasa di rugikan dari banyak aspek kerugian, yaitu segi pertanian, tanaman tidak bisa tumbuh di karenakan sumber-sumber air akan hilang dikarenakan pegunungan ini akan di keruk. Maksud aksi ini warga menginginkan kegiatan di tapak pabrik itu di hentikan dan menginginkan alat berat itu ditarik mundur. Hak beribu-ribu petani Lasem, Pamotan, Sale, Gunem, Sulang, seluruh Rembang dan sebagian Blora akan terenggut. sumber mata air yang selama ini menghidupi mengaliri sawah-sawah, tegalan mereka akan musnah. Gunung watuputih adalah kawasan lindung geologi, kawasan karst yang terbentuk berjuta-juta tahun lalu pada jaman Pliosen. Tidak akan mampu manusia membentuknya lagi jika sudah rusak. Dokumen AMDAL diragukan oleh warga keberadaannya, karena warga tidak pernah mengetahui ada AMDAL terkait penambangan karst dan pendirian pabrik semen di Rembang. Gua-gua yang ada disekitar adalah tempat bermukimnya kelelawar yang jenisnya berfungsi sebagai pembantu penyerbukan tanaman dan pemakan hama. jika eksploitasi diteruskan maka akan mengganggu ekosistem, merusaknya membuat hewan-hewan sahabat petani itu lari bermigrasi, akibatnya adalah tanaman tidak bisa berbuah, rusak dan mati. Jumlah penduduk di Rembang berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Rembang (angka sementara) adalah 591.617 orang. Jadi kebutuhan rata-rata air perhari adalah 70.994.040 liter. Selain itu dari sosial kependudukan, mayoritas warga sekitar bermata pencaharian sebagai petani yang semestinya kehidupannya sangat tergantung pada sumber mata air untuk irigasi pertaniannya serta kebituhan sehari-hari. Tercatat 33% sebagai petani dan 43 % sebaga buruh tanah, sedangkan lapangan pekerjaan buruh pertambangan hanya menyerap kurang dari 6% jumlah penduduk. nilai tukar mata air kita juga harus memperhatikan nilai tukar lahan produktif yang akan terkena dampak akibat pembangunan dan penambangan pabrik semen. Dalam Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Rembang menyebutkan bahwa berdasarkan catatan pertumbuhan ekonomi tahun 2011 di Rembang adalah 4,4%. Sumbangan sektor pertanian adalah 44,75%, sektor perdagangan 17,38% dan paling kecil adalah sektor pertambangan sebesar 1,67%. Sumbangan sektor pertanian masih menempati nilai tertinggi, hampir mencapai 50%, ini berarti sumbangsih dari sektor pertanian sangat mempengaruhi perekonomian di Rembang. Bayangkan saja jika sektor pertanian mati, lantas apa yang akan Page | 5
terJadi pada kabupaten ini? Separuh dari Pendapatan Asli daerah akan hilang. Akan tetapi sebaliknya jika sektor pertambangan dihapuskan maka PAD hanya berkurang 1,67%, angka tersebut bisa ditutupi dari usaha ekonomi kerakyatan. Jika pemerintah mau memberdayakan warga eks karyawan tambang dalam kegiatan ekonomi kerakyatan sesuai dengan kemampuan dan sumber yang ada, maka angka 1,67% tersebut mudah saja dikejar, daripada harus mempertaruhkan sektor pertanian yang menyumbang 44,75%. Dari potensi yang ada, pemerintah harus jeli memperhatikan segala keperluan untuk memajukan usaha pertanian. (Sumber: JMPPK) Selama ini, dalam upaya untuk mempengaruhi opini masyarakat agar menyetujui/menerima kehadiran Pabrik Semen, baik pihak Pemerintahan setempat maupun pabrik semen, selalu menggunakan janji-janji �surgawi� mengenai kesejahteraan. Adanya pabrik semen nanti digambarkan akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Meski kesejahteraan yang dimaksud itu masih belum jelas. Namun jika dicermati, kesejahteraan itu kerap diindikasikan dari tenaga kerja yang akan direkrut/ditampung oleh Pabrik Semen jika pabrik ini nantinya sudah berdiri. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tidak lanjut dukungan dari aksi solidaritas CRI ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan media sosial yang di punyai CRI untuk pemberitaan kebenaran fakta yang terjadi dilapangan dan pendokumentasian secara menyeluruh baik video maupun foto dan data-data tulisan terkait isu penolakan warga atas penambangan SI di pegunungan Kendeng Utara di Rembang. Bias media yang dimaksud meliputi tiga prinsip dasar jurnalisme, yaitu, benar, berimbang, dan netral. Dengan isu-isu yang berkembang cepat di media sosial dan media online lainnya, kami ingin mengcounter isu-isu atau pemberitaan yang kabur, tidak benar yang tidak sesuai di lapangan secara berimbang. Tentu saja kami berusaha merumuskan dan menyepakati aturan-aturan untuk menjamin bahwa berita yang disampaikan utuh, berimbang, benar, dan dapat diverifikasi. Jika ada dua pihak yang sedang berkasus dalam hal ini pihak SI dan warga Rembang, kami harus memastikan bahwa mereka mendengarkan versi kasus itu dari kedua-dua belah pihak. Dengan begitu, kami mendapatkan tugas sejak awal untuk melacak dan mencek kebenaran fakta-fakta dilapangan untuk melakukan rilis laporan atau reportase atau pemberitaan secara benar dan berimbang melalui media sosial yang di kita punyai dan di unggah di website suarakomunitas. Dengan cara itu, diharapkan dapat mengabarkan kebenaran fakta yang terjadi dilapangan yang diambil dari kedua belah pihak yang berkonflik sehingga informasi yang tersebar untuk mengcounter kaburnya berita yang telah beredar di masyarakat umum. Sebenarnya pada saat ini, jejaring sosial atau dalam skala umum disebut dengan media sosial telah menjadi pilar utama dalam penyampaian informasi. Untuk itu perlu peran kita dalam menjaring informasi dan memanfaatkan media sosial. Kecepatannya dalam menyalurkan berita menjadi pilihan kita dunia di abad informasi ini. Media sosial dalam hal ini adalah suatu media berbasis web yang memiliki banyak pengguna di seluruh dunia, yang didominasi oleh facebook dan twitter. Page | 6
2.
Membuat acara festival seni budaya peduli lingkungan dan forum rembug warga serta aksi solidaritas dari berbagai elemen masyarakat untuk blokade di lokasi penambangan dan pembangunan pabrik SI di Rembang. CRI berencana akan mengakomodir acara festival budaya dan mengadakan forum rembug warga dengan mengangkat isu-isu pelestarian lingkungan dan aksi penolakan penambangan pegunungan karst Kendeng dikarenakan pertambangan akan merusak alam, mengancam sumber air dari kawasan karst yang kaya sumber air bawah tanah. Ini tentu mengancam kebutuhan air untuk kehidupan warga dan pertanian. Tujuan adalah sebagai berikut, a) Menggambarkan bagaimana korporasi global mencaplok sumber daya air dari komunitas tertentu yang memiliki kekuatan lokal lemah. b) Menggambarkan dinamika lokal dalam manajemen sumber daya alam. c) Merekomendasikan manajemen sumber daya alam berbasis kekuatan lokal yang diharapkan mampu melawan privatisasi SDA. Privatisasi sumber daya alam bisa terjadi di masyarakat yang sangat menggantungkan air sebagai sebuah sumber penghidupannya, dikarenakan lemahnya institusi lokal dihadapan dengan korporasi global dan birokrasi di tingkat desa sampai kabupaten yang metrialis-pragmatis mengambil alih penentuan keputusan beroprasinya korporasi. Sehingga dengan adanya acara ini diharapkan mendapat dukungan dari berbagai pihak dan kalangan peduli lingkungan untuk menguatkan kapasitas lokal sebagai bentuk solidaritas dan pelestarian lingkungan yang masyarakat lokalnya masih sangat tergantung pada alam tersebut.
Pengakuan Sukinah di Lokasi Penolakan Tapak Pabrik “Kami berharap Gubernur Jawa Tengah dapat mendatangi kami, melihat keadaan di sekitar dan dan warga disini, dan dapat membantu menyelesaikan masalah ini, kami menaruh harapan yang besar kepada Gubernur Jateng untuk bisa memberhentikan kegiatan di tapak pabrik di Desa kami karena warga sudah sangat resah sekali dengan mulai beroperasinya aktivitas alat-alat berat mengganggu aktivitas kami�, pungkas Sukinah. Saat ada peletakan abtu pertama tetapi dibungkus dengan istigosah, itu sudah merupakan kebohongan publik. Dengan aksi warga yang berjajar di pinggi-pinggir Page | 7
jalan yang sudah mulai masuk di pertigaan ini setelah ada kendaraan lewat warga ingin memblokir jalan, warga sudah mulai masuk ke tengah jalan begitu mulai masuk, aparat kepolisian juga ikut masuk sampai terjadi aksi dorong warga yang menolak dengan oknum polisi. Sukinah menuturkan, “Hingga terjadi penarikan oknum polisi terhadap warga yang melakukan aksi tolak, ada juga yang di lempar, saya sendiri berusaha menerobos dari sela kaki polisi, mencoba masuk dari sela kerumunan polisi, kemudian polisi mengatakan “ini provokator ini, ini harus dikeluarkan dari sini, dibawa saja!�, kata salah seorang oknum polisi. Kemudian saya di gotong sama tiga orang oknum polisi, dua orang menggotong, dari belakang ada 1 oknum polisi mencekik leher saya, hingga tenggorokan saya sakit sampai saya berteriak meminta tolong karena sakit saat di cekik. Hingga akhirnya, saya di taruk di pinggir semak yang banyak tanaman duri kumis kucing sambil di pegangi oleh dua oknum polisi. Setelah itu, saya di bawa ke mobil polisi, tetapi saya berusaha berontak sekuat tenaga untuk melawan namun saya tetap kalah tidak bisa berbuat apa-apa. Sesampainya jalan di mobil patroli, ternyata disitu sudah ada temen-teman tim dokumentasi yang sudah di cekal semua, ada 6 orang laki-laki, 1 perempuan itu saya sendiri. Hingga terjadi keributan dalam aksi ini ibu-ibu pada teriak katanya ada yang telanjang juga, saya tidak bisa melihat itu karena saya sudah di amankan oleh oknum polisi bersama teman-teman yang mendokumentasikan aksi tolak tersebut. Setelah itu, di kantor polisi saya berusaha ingin berontak ingin langsung turun kejalan melakukan aksi kembali di lapangan ingin melihat kondisi teman-teman yang juga melakukan aksi di lapangan, saya pamit dengan polisi penjaga tetapi tidak di bolehin, di bilangnya lapor saja sama Kasat Polresnya, padahal Kasat waktu itu tidak berada di tempat, penjaga polisi juga mengatakan saya tidak berani melawan atasan, bisa-bisa saya di hukum. Saya sudah mengajukan dua kali untuk mencoba ijin tetapi tidak diperbolehkan. Sampai akhirnya Gus Obet datang dan air untuk fasilitas wudlu juga datang untuk jamaah sholat dhuhur, setelah solat dhuhur, saya berusaha meminta ijin untuk sholat jamaah kembali pada polisi jaga sedangkan teman-teman sudah mengambil air wudlu. Minta ijin untuk sholat sangat susah saat berada di kantor polisi tetapi pada akhirnya di perbolehkan. Gus Obet meminta kepada kepolisian untuk melepas semua warga yang telah di tangkap termasuk warga yang mendokumentasikan aksi penolakan rencana pembangunan pabrik semen, dan saat itu juga semua warga sudah diperbolehkan kembali kerumahnya masingmasing. Menjelang magrib (16/6/14), keadaan udah gelap, kita mau menyalakan genset tidak boleh. Awalnya di sini tersisa 2 hingga 3 polisi dan ternyata disini sudah ada beberapa laki-laki, mungkin polisi sudah kontak-kontak dengan Polsek Bulu, datanglah mobil patroli saat malem itu masih dalam keadaan gelap, ada juga salah satu warga yang di tanya-tanya sama beberapa oknum polisi, dan warga lainnya menjalankan aktivitas di tenda. Ada kesaksian salah satu warga bahwa ada beberapa oknum polisi membawa mobil patroli menyoroti dengan menggunakan senter kearah tenda warga sambil bilang “jika ada penyusup nanti langsung di tembak aja�. Warga di desak oleh oknum polisi untuk segera pulang dan pergi dari tenda. Setelah warga laki-laki saja pulang, dan keadaan gelap gulita, ibu-ibu yang berada di tenda merasa agak ketakutan, dan saat itu bernisiatif untuk bertahilaln dan
Page | 8
berwiridan. Warga selalu di awasi polisi siang dan malam yang berada dalam tenda, warga menyembunyikan alat komunikasi karena takut akan di cekal kembali oleh oknum polisi. Gus obet datang bersama warga dari rumah dengan Pak Lurah juga, kemudian genset sudah bisa dinyalakan kembali dan tenda boleh didirikan, dan ketika itu perasaan warga menjadi lega. Saya ingin menghadang jalan, tetapi di pegangin dua oknum polisi di tarik ke pinggir jalan tetapi saya berkali-kali kembali lagi ke tengah jalan menghadang melakuakan aksi blokir, begitu juga polisi selalu mengahalang-halangi. Kemudian saya di pegangin 4 oknum polisi di jatuhkan di duri-duri tanaman di pinggir jalan, kemudian saya pingsan. Setelah siuman, saya di periksa oleh Ibu Dokter Esti dan dibawa pulang kerumah. Perjuangan warga adalah warga tidak suka dan tidak ingin adanya pabrik semen di bangun di desa ini. Karena anak cucu nanti tidak bisa menikmati air dan alam yang tersedia jika terjadi kerusakan yang di timbulkan oleh rencana pembangunan pabrik semen dan penambangan pegunungan Kendeng di Rembang. Saya tidak rela jika alam akan di rusak, karena lokasi tambang terlerak dekat di rumah saya. Nanti jika ada tambang, keadaan para petani nanti bagaimana nasibnya karena lahannya ditambang padahal lahan perhutani tersebut sebagai lahan bercocok tanam bagi warga atau hanya sekedar untuk mencari rumput sebagai pakan ternak. Ana cucu juga tidak akan bisa menikmati alam dan sumber daya yang terkandung di dalamnya jika akan di tambang karena akan merusak sumber-sumber air yang masih di gantungkan oleh warga, juga tanaman pagi ataupun lainnya juga akan terancam kekeringan dan mati. Warga tegaldowo bisa makan saat ini karena memang keahliannya hanya bercocok tanam saja. Warga mengadakan aksi tolak tambang dan rencana pembangunan pabrik semen di Rembang tidak di tanggapi, dan aksi yang kedua juga katanya warga yang melakukan aksi tersebut pihak Camat menjanjikan untuk mempertemukan antara warga dengan pihak Semen Indoensia tetapi saat ditunggu kedatangannya pihak semen tidak hadir. Dan aksi selanjutnya, di tempat yang sama, pemerintah kota dan DPRD tidak mau tanggungjawab. Sehingga satu-satunya jalan dengan melakukan aksi turun kejalan melakukan pemblokiran di wilayah rencana pembangunan pabrik semen. Aksi pemblokiran tidak ditunggangi pihak lain, tidak di provokatori dari warga wilayah lain, ini adalah aksi murni dari warga Tegaldowo yang letaknya berdekatan dengan lokasi tambang dan dianggap merugikan bagi warga karena akan mengancam kehidupannya. Warga yang melakukan aksi tolak di dominasi oleh ibu-ibu, oleh oknum polisi aksinya dianggap tidak sesuai prosedur karena tidak mengantongi ijin melakukan keramaian. Untuk itu, polisi membubarkan aksi tolak tersebut dengan menarik dan mendorong ibu-ibu yang berada di tengah jalan ke pinggir jalan. Sukinah dianggap oleh polisi sebagai koordinator lapangan (korlap) dalam aksi tersebut. Sukinah ditangkap dan di gelandang ke kantor polisi, yang sebelumnya dia sempat di injak kakinya dan di banting ke pinggir jalan oleh 3 oknum polisi. Karena situasinya sudah mulai kisruh saat polisi sudah melakukan tindakan represif terhadap pelaku aksi tolak oleh warga, akhirnya ibu-ibu dengan tanpa disadari melakukan aksi telanjang dan melempari celana dalam ke aparat polisi karena ibu-ibu merasa tidak berdaya dan hanya inilah satu-satunya melawan tindakan represif oknum polisi. Sukinah, berharap sekali agar Gubernur Jateng dapat datang kesini, karena kepribadiannya yang baik dan mungkin dapat menyelesaikan masalah mayarakat yang ingin menolak Page | 9
penambangan pegunungan Kendeng yang ada di Desanya dan merampas hak-hak warga, sehingga petani tidak bisa bekerja menanam padi dan tanaman lainnya yang menjadi mata pencaharaian utama. Apakah warga salah jika menolak penambangan, karena pegunungannya yang mereka gantungkan tersebut akan di tambang sehingga dampaknya akan merusak alam, goa dan sumber-sumber air bawah tanah. Dan bertani bagi warga, menjadi satu-satunya keahlian dan bertani mereka merasa tercukupi semua untuk kelangsungan hidupnya. Warga juga berharap, agar pabrik dapat di hentikan pembangunannya, alat berat yang di pakai untuk menambang dapat keluar dari desanya, mengingat banyak mata air bawah tanah dan banyak goa-goa yang di dalamnya mengeluarkan sumber mata air akan rusak dan hilang. Dan dampak lainnya adalah para petani akan kehilangan mata pencahariannya untuk bertani dan bercocok tanam, bertani merupakan pekerjaan yang lebih baik daripada hidup bekerja merantau di daerah lain.
Penyusun: Fatchur Rohman [Div. Media CRI] Tanggal 01/07/2014 Tim Investigasi: Fandi, Ferdi, & Fatchur
Page | 10