Manual Agroforestri

Page 1


Januari 2013

MANUAL AGROFORESTRI

MANUAL AGROFORESTRI

i


Januari 2013

MANUAL AGROFORESTRI

KATA PENGANTAR

Semakin luasnya lahan kritis terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Lahan-lahan kritis di luar kawasan hutan antara lain tersebar di lahan-lahan masyarakat. Kondisi semacam ini menyebabkan perlu segera dilakukannya upaya rehabilitasi lahan kritis yang dapat menjamin keberlanjutan serta memberikan variasi hasil bagi masyarakat. Salah satu teknik yang dapat diterapkan adalah penanaman dengan pola agroforestri. Pola penanaman agroforestri sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, dan terbukti memberi kontribusi nyata bagi penghidupan masyarakat. Hal ini yang menyebabkan tetap dipertahankannya pola agroforestri. Seiring dengan perkembangan teknik budidaya tanaman, maka berkembang pula teknik penanaman melalui pola agroforestri tersebut, seperti lahirnya kombinasi tanaman kayu keras sebagai tanaman pokok yang dipadukan dengan tanaman pertanian, tanaman bawah, hewan ternak, ikan, hingga lebah. Kemajuan perkembangan pola ini tentu berdampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan perbaikan ekologi. Agar diperoleh arahan yang jelas dalam mengimplementasikan penanaman melalui pola agroforestri, maka perlu disediakan sebuah manual yang mengupas tentang pemahaman agroforestri itu sendiri. Oleh sebab itu disusunlah sebuah manual agroforestri yang diharapkan bermanfaat bagi para petani di perdesaan. Dalam manual ini disajikan pengertian, manfaat, jenis, contoh-contoh praktek agroforestri di beberapa tempat di Indonesia. Manual ini juga menyajikan cara sederhana tahapan penanaman lahan dengan pola agroforestri. Manual “Agroforestri� ini merupakan bagian dari Seri Manual Perlindungan dan Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air yang mengacu pada prinsip ke 2, 5, 6, dan 10 pada Prinsip Perlindungan dan Rehabilitasi DTA Secara Vegetatif. Semoga manual ini bermanfaat khususnya dalam pemberdayaan masyarakat dan usaha-usaha penyadaran dan penyelamatan lingkungan.

Penyusun,

ii


Januari 2013

MANUAL AGROFORESTRI

DAFTAR ISI Kata Pengantar .......................................................................................................................... ii Daftar Isi ................................................................................................................................... iii Daftar Tabel .............................................................................................................................. v Daftar Gambar .......................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................................... 1 BAB II Konsep Agroforestri ..................................................................................................... 2 2.1 Definisi agroforestri .............................................................................................. 2 2.2 Ciri-ciri agroforestri .............................................................................................. 2 2.3 Komponen agroforestri ..............................................................................................

2

2.4 Sistem agroforestri ...............................................................................................

3

2.5 Manfaat agroforestri ............................................................................................

7

2.6 Keunggulan agroforestri ....................................................................................... 7 2.7 Ruang Lingkup Agroforestri ..................................................................................

8

2.8 Sasaran agroforestri ............................................................................................. 10 BAB III Praktek Agroforestri di Indonesia ............................................................................. 11 3.1 Agroforestri di Sumatra ..................................................................................... 11 3.2 Agroforstri di Jawa ............................................................................................. 11 3.3 Agroforestri di Kalimantan ................................................................................ 12 3.4 Agroforestri di Sulawesi .................................................................................... 12 3.5 Agroforestri di Bali ............................................................................................. 13 3.6 Agroforestri di Nusa Tenggara Barat ............................................................... 13 iii


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

BAB IV Membangun Tanaman Agroforestri ......................................................................... 15 4.1 Jenis Tanaman Agroforestri ................................................................................. 15 4.2 Implementasi Agroforestri .................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 24

iv


Januari 2013

MANUAL AGROFORESTRI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tanaman Kayu-kayuan ............................................................................................... 15 Tabel 2. Tanaman Serbaguna/MPTS ......................................................................................... 15 Tabel 3. Tanaman tumpangsari ................................................................................................ 16 Tabel 4. Jenis tanaman tumpangsari yang tidak dianjurkan ........................................................ 16 Tabel 5. Tanaman di bawah Tegakan ........................................................................................ 17

v


Januari 2013

MANUAL AGROFORESTRI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi Sistem Penggunaan Lahan .................................................................... 3 Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan) ................................................................ 4 Gambar 3. Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu Utara, Sulawesi Selatan ......... 6 Gambar 4. Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri komplek ................................. 6 Gambar 5. Keanekaragaman hayati dari sebuah sistem agroforestri .................................... 8 Gambar 6. Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah), silvofishery (kanan) .......................... 9 Gambar 7. Pola empang parit (atas) dan komplangan (bawah) .............................................. 10

vi


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim (setahun) pada sebidang tanah yang sama sudah sejak lama dilakukan oleh petani (termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam ini dapat dilihat pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek seperti ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan karena ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Konservasi hutan alam menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan meningkatnya luas hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakitakan oleh peningkatan jumlah penduduk. Agroforesri menjadi salah satu jawaban dari permasalahan yang dihadapi sekarang ini, yaitu berkaitan dengan ekologi dan ekonomi. Dengan agroforestri masyarakat mendapatkan pemasukkan karena dengan sistem agroforestri memungkinkan masyarakat atau petani menanam tanaman pertanian sebagai tanaman sela. Selain juga ikut melindungi ekologi, karena dalam penggunaan lahan diharuskan menanam pohon sebagai tanaman pokok.

1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan manual agroforesri ini adalah untuk menyebarkan informasi mengenai agroforestri sebagai salah satu sistem pengelolaan lahan yang turut memikirkan permasalahan ekologi dan ekonomi. Selain itu juga memberikan pemahaman tentang sistem agroforestri yang berkembang di Indonesia.

1


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

BAB II Konsep Agroforestri 2.1 Definisi agroforestri Dalam bahasa Indonesia agroforestri dikenal dengan istilah wanatani.

Banyak istilah

agroforestri telah didefiniskan oleh berbagai pihak baik lembaga penelitian maupun para peneliti agroforestri. Namun dari berbagai istilah yang ada, pada dasarnya dapat disarikan bahwa agroforestri adalah sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

2.2 Ciri-ciri agroforestri Beberapa ciri penting agroforestri antara lain : (1) Biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih yaitu tanaman semusim dan tahunan dan paling tidak satu di antaranya adalah tumbuhan berkayu dan atau terdapat juga hewan ternak, (2) Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun, (3) waktu pelaksanaannya dapat secara bersamaan atau bergilir dalam suatu periode (4) Ada interaksi ekologi dan ekonomi antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu dan interaksi sosial, (5) Memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan, dll., (6) Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh, dll.

2.3 Komponen agroforestri Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan perdesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluangpeluang yang ada untuk kesejahteraan manusia, oleh karena itu manusia selalu merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan, manusia melakukan interaksi dengan komponen-komponen agroforestri lainnya, yaitu : 2


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

lingkungan abiotis (air, tanah, iklim, topografi, dan mineral), lingkungan biotis (tumbuhan berkayu, tumbuhan tidak berkayu, dan binatang), dan lingkungan budaya. Terkait dengan penggunaan lahan, maka secara sederhana sistem penggunaan lahan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) Hutan alami, (2) Hutan buatan, dan (3) Pertanian. Selanjutnya agroforestri itu sendiri menjadi bagian dari sistem penggunaan lahan hutan buatan sebagaimana disajikan pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Klasifikasi Sistem Penggunaan Lahan

2.4 Sistem agroforestri Dari berbagai macam bentuk kegiatan agroforestri, pada dasarnya dapat dibagi kedalam dua sistem, yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri komplek/agroforest. a.

Agroforestri Sederhana

Agroforestri sederhana adalah perpaduan antara tanaman pohon (kelapa, karet, cengkeh, jati, sengon, dadap, petai cina, dll.) dan tanaman semusim (jagung, padi, sayur-mayur, rerumputan, pisang, kopi, coklat, dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang sama yang biasa 3


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

diterapkan dalam sistem tumpangsari, misalnya: (1) palawija dan jati, (2) kelapa dan padi sawah, (3) kelapa dan palawija, (4) kopi dan dadap, (5) nanas dan sengon, (6) cokelat dan jati putih, dll. Jenis-jenis pohon yang ditanam sangat beragam, yaitu : (a) Pohon bernilai ekonomi tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, mahoni, dll.), (b) Pohon bernilai ekonomi rendah (dadap, lamtoro, kaliandra, gamal). Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada : (a) Tanaman pangan (padi gogo, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu), (b) Sayuran, (c) Rerumputan, dan lain-lain.

Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan) Pada sistem pertanian, agroforestri sederhana diterapkan dengan cara menanam pepohonan secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Bentuk agroforestri sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpangsari, yang merupakan sistem versi Indonesia yang diwajibkan di areal hutan jati di Jawa. Sistem ini dikembangkan dalam program perhutanan sosial Perum Perhutani. Dalam sistem agroforestri sederhana ini pepohonan adalah khusus jenis penghasil kayu dan bukan milik masyarakat 4


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

dimana tanaman palawija milik masyarakat ditumpangsarikan dengan tanaman jati. Setelah pohon dewasa tidak ada lagi pemaduan. b. Agroforestri komplek/Agroforest Agroforestri komplek adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai agroforest (ICRAF, 1996). Kebun agroforest dibangun pada lahan-lahan yang sebelumnya dibabati kemudian ditanami dan diperkaya. Pada sistem agroforest, pepohanan dimiliki petani dan pada tahap tanaman pepohonan dewasa, petani tetap memadukan bermacam tanaman lain yang bermanfaat. Semua agroforest memiliki satu ciri tetap, yaitu tidak ada produksi bahan makanan pokok (beras, ubi kayu, dll.). di samping itu sejumlah besar keanekaragaman flora dan fauna asal hutan alam tetap berkembang. Berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, sistem agroforestri kompleks ini dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Kebun atau pekarangan berbasis pohon (home garden) yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan (2) Agroforest yang biasanya disebut ‘hutan’ yang letaknya jauh dari tempat tinggal (De Foresta, 2000), Berbagai model sistem agroforest yang dijumpai di Indonesia antara lain : -

Sumatera Utara Kalimantan Barat (Sistem Tembawang) Kalimantan Timur (Sistem Lembo) Lombok dan Sulwaesi Utara Pulau Seram dan Maluku Sumatera Barat (Sisetm Parak)

: agroforest berbasis pohon kemenyan : perpaduan tengkawang dan pohon buah/kayu : agroforest buah-buahan dan berbasis rotan : agroforest berbasis pohon aren : perpaduan pohon kenari, buah, pala, cengkeh : durian, bayur, suren, kopi, kayu manis, pala

5


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

Gambar 3. Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Gambar 4. Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri komplek

6


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

2.5 Manfaat agroforestri Manfaat praktek penggunaan lahan dengan sistem agroforestri yaitu: (1) kombinasi tanaman yang terdiri dari dua strata atau lebih dapat menutup tanah dan mengurangi erosi serta pemanfaatan sinar matahari lebih maksimal, (2) mencegah perluasan tanah terdegradasi, (3) memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan, (4) Optimalisasi pemanfaatan lahan sehingga mendapatkan bentuk hutan yang serba guna, (5) menghasilkan serasah sehingga bisa menambahkan bahan organik tanah, dll.

2.6 Keunggulan agroforestri 1.

Produktivitas (Productivity) Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa penanaman sistem agroforestri memiliki keuntungan jika dilihat dari aspek pasar, yaitu jika salah satu komoditi mengalami harga pasar yang kurang baik, maka masih terdapat komoditi lain yang mungkin memiliki harga pasar yang masih baik.

2.

Diversitas (Diversity) Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

7


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

Gambar 5. Keanekaragaman hayati dari sebuah sistem agroforestri

3.

Kemandirian (Self-regulation) Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil serta sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar.

4.

Stabilitas (Stability) Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas dan kesinambungan pendapatan petani.

2.7 Ruang Lingkup Agroforestri Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen penting, yaitu : kehutanan, pertanian, dan peternakan. Dari ketiga komponen tersebut, nampaknya bidang kehutanan menjadi komponen 8


MANUAL AGROFORESTRI

utama untuk kombinasi gabungan dengan komponen lain.

Januari 2013

Kombinasi gabungan tersebut

menghasilkan beberapa bentuk agroforestri sebagai berikut : (1) agrosilvikultur (kombinasi pertanian dan kehutanan), (2) silvopastura (kombinasi kehutanan dan peternakan), (3) agrosilvopastura (kombinasi pertanian, kehutanan, dan peternakan), (4) silvofishery (kombinasi kehutanan dan perikanan, (5) apiculture (kombinasi kehutanan dan lebah), (6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat sutera).

Gambar 6. Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah), silvofishery (kanan)

Pada wilayah pesisir, khususnya pada areal mangrove, maka dapat menerapkan sistem agroforestri bentuk agrsilvofishery/wanamina. Silvofishery tersebut adalah salah satu bentuk pemanfaatan mangrove dengan kombinasi komoditas perikanan. Yang dapat dikembangkan dalam silvofishery antara lain : ikan bersirip ( ikan kakap, kerapu, bandeng, baronang), Crustase (udang, kepiting, rajungan),

kerang-kerangan (kerang hijau, kerang bakau). Pada prinsipnya

penanaman mangrove dengan sistem wanamina dilakukan dengan cara pembuatan tambak/kolam dan saluran air untuk membudidayakan sumberdaya ikan (ikan, udang, dll.) sehingga terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya ikan (mina). Secara umum terdapat 3 pola dalam sistem wanamina, yaitu : 1.

Wanamina pola empang parit : pada pola empang parit, lahan untuk hutan mangrove dan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air

2.

Wanamina pola empang parit yang disempurnakan : lahan untuk hutan mangrove dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah

9


MANUAL AGROFORESTRI

3.

Januari 2013

Wanamina dengan pola komplangan : lahan untuk hutan mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang.

Gambar 7. Pola empang parit (atas) dan komplangan (bawah)

2.8 Sasaran agroforestri Sasaran agroforestri antara lain : (1) menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan, (2) memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar, (3) meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif, dan diversifikasi produk bahan mentah kehutanan maupun pertanian, (4) memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan khususnya pada daerah di mana banyak dijumpai masyarakat miskin, (5) memelihara hingga memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (antara lain : mencegah erosi, perlindungan keanekaragaman hayati, perbaikan tanah, pengelolaan sumber air secara lebih baik). 10


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

BAB III Praktek Agroforestri di Indonesia 3.1 Agroforestri di Sumatra 

Sistem Parak : Kebun pepohonan campuran di Maninjau, Sumatera Barat merupakan system agroforestry yang sangat mengesankan, berisi perpaduan tanaman pohon komersil dan non komersil.

Komponen kebun pepohonan campuran terdiri dari

tanaman semusim, tanaman tahunan (durian, bayur, surian, kayu manis, pala, kopi), pohon lain dan perdu, hewan. Sistem agroforestri Maninjau sangat erat hubungannya dengan sistem sosial tertentu. 

Repong Damar, sistem agroforestri damar mata kucing yang banyak dikembangkan di daerah Krui, Kabupaten Lampung Barat. Damar mata kucing adalah getah dari pohon meranti (Shorea javanica) yang dihasilkan dari sistem agrforestri repong damar. Produk-produk lain adalah buah-buahan, sayur-mayur, dan produk hortikultura yang lain, seperti langsat, duku, nangka, durian, aren, kopi, lada, bamboo, dan rotan.



Beberapa kombinasi jenis tanaman agroforestri di Riau yang ada antara lain: (1) rambutan, jambu, nangka, dan kelapa, (2) akasia dan randu, (3) sengon, rambutan, kemiri, ketela, kacang tanah, dan kedelai.

3.2 Agroforstri di Jawa 

Di Jawa Barat dan Banten, sistem agroforestri yang dikenal masyarakat terdiri dari 2 (dua) macam yaitu : - Pola tumpangsari (di dalam kawasan hutan) berupa : pola

tumpangsari berisi

tanaman pokok, tanaman sela, tanaman pengisi dan tanaman tumpangsari berupa palawija (padi, jagung) dan tanaman semusim lainnya berupa kacang -kacangan, sayuran dan tanaman obat-obatan (empon-empon) yang tahan naungan. - Agroforestri pada lahan milik, berisi tanaman penghasil kayu, buah-buahan dan tanaman lainnya berupa pisang serta tanaman semusim berupa umbi-umbian, padi, jagung, kacang-kacangan dan tanaman obat-obatan. Komposisi jenis yang umum ditemui di Jawa Barat dan Banten adalah kombinasi dari tanaman sengon sebagai 11


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

tanaman pokok, dan ubi kayu, padi gogo, cengkeh, kelapa, pisang, teh, jagung, kopi, dan nangka sebagai tanaman pengisi. 

Di Jawa Timur, secara umum komposisi jenis tanaman agroforestri: (1) kopi, lamtoro, pisang, kelapa, dan bambu, (2) sengon, lamtoro, dan kopi, (3) lamtoro, kopi, cengkeh, sengon, kelapa, waru, nangka,

Perum Perhutani telah dikembangkan sistem agroforestri: (1) damar, pinus, dan pohpohan, (2) jati dan porang (iles- iles), (3) pinus, gamal, vanili, (4) jati dan garut, (5) jati dan ganyong, (6) kaliandra, kapuk randu, dan lebah madu, (7) sistem empang parit, (8) jati, mahoni, pohon buah-buahan, tanaman pangan, dan tanaman pakan ternak.

3.3 Agroforestri di Kalimantan 

Sistem Tembawang di Kalimantan Barat, adalah suatu bentuk kebun hutan yang berasal dari sistem perladangan berpindah, sehingga merupakan suatu bagian dari tradisi, kebudayaan dan kebiasaan masyarakat dayak.

Sistem limbo, adalah areal kebun tradisional masyarakat dayak di Kalimantan Timur, dimana terdapat berbagai jenis tanaman kayu bermanfaat, baik yang belum dibudidayakan, setengah

dibudidayakan dan dibudidayakan, didominasi oleh jenis

pohon dari suku penghasil buah-buahan, dikombinasikan dengan tanaman-tanaman bermanfaat

lainnya

atau

hewan.

Klasifikasi

lembo

didasarkan

pada

keberadaannya: lembo lading, lembo lamin, lembo rumah, dan lembo jalan.

lokasi Hasil

beragam: pangan, kayu pertukangan, kayu bakar, rotan, obat-obatan, racun, bahan pewarna, dll,

3.4 Agroforestri di Sulawesi 

Sulawesi Tenggara, mengkombinasikan tanaman : (1) kelapa, langsat, dan kopi, (2) cengkeh, kapuk, dan jambu mete, (3) jambu mete, kapuk dan lada, (4) padi lahan kering, jagung, talas, pisang, jambu mete, dan kopi, (5) padi gogo, ketela pohon, kedelai, jagung, kacang tanah, kelapa, kopi, cokelat, jambu mete dan kapuk randu, (6) coklat, kopi, gamal, nilam, lada 12


MANUAL AGROFORESTRI



Sulawesi

Januari 2013

Selatan, mengkombinasikan : (1) tanaman murbei, palawija (kacang,

jagung, kedelai), padi, kaliandra, sengon, dan lamtoro, (2) Kemiri dan tanaman pertanian.

3.5 Agroforestri di Bali Beberapa bentuk agroforestri yang dilakukan petani Bali, yaitu : Kelapa, pisang, singkong, dan talas; kelapa, rumput, dan pisang; kelapa, cengkeh, dan panili; cengkeh, pisang, nangka, dukuh, dan, sawo; kopi pisang dadap dan lamtoro; kelapa dan coklat, srikaya dan singkong, srikaya dan rumput, lamtoro gamal jeruk kacang tanah dan jagung, akasia lamtoro jagung, ayam, dan sapi.

3.6 Agroforestri di Nusa Tenggara Barat Beberapa model agroforestri yang dilakukan : (1) ladang berpindah dimana tidak hanya ada tanaman semusim tetapi ada tanaman kerasnya, disebut juga Uma atau Oma, (2) Sistem pemberaan dengan pohon dan semak, (3) tumpangsari, (4) pekarangan, (5) hutan di atas daerah persawahan, (6) kebun campuran, dimana pohon dan semak dicampur dengan tanaman pangan dan makanan ternak, (7) turi di pematang sawah, (8) Mamar: bisa diklasifikasikan ke dalam mamar kering dan mamar basah, tergantung ada tidaknya mata air, atau mamar pisang dan mamar kelapa tergantung dominasi tanaman ini (terutama di Timor), (9) integrasi kayu

bangunan dalam kebun, (10) pakan ternak,

peternakan di padang penggembalaan, (11) Loka tua: tempat orang memelihara tanaman penghasil nira (Arenga pinnata) dimana dikombinasikan pula dengan tanaman pangan di bawahnya, (12) Pemeliharaan/penangkapan kepiting, udang di daerah bakau, (13) Sistem pagar hidup yang berfungsi ganda sebagai pengaman kebun dan sebagai sumber pakan ternak, (14) Okaluri: batas lahan ditanami dengan tanaman serbaguna, (15) Omang wike: hutan keluarga tradisional di Sumba, (16) Kone: hutan keluarga tradisional di Timor, (17) Rau: sistem pertanian lahan kering menetap dengan pohon penutup yang tersebar untuk meningkatkan kapasitas penangkapan air, (18) Terasering tradisional dengan tanaman hidup seperti ubi kayu, pakan ternak, pisang dipadukan dengan tanaman berkayu atau

13


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

semak, (19) Ngerau: sistem pertanian menetap di pinggir hutan dengan mengusahakan tanaman semusim.

14


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

BAB IV Membangun Tanaman Agroforestri Membangun tanaman dengan pola agroforestri dapat dilakukan pada lahan-lahan datar hingga kemiringan < 40% dengan beberapa pilihan jenis tanaman, sedangkan pada lahan dengan kemiringan > 40% dianjurkan menggunakan vegetasi permanen. Untuk memulai membangun, maka pada tahap awal perlu dikenal jenis-jenis apa yang akan dikembangkan melalui pola agroforestri tersebut sebagaimana diuraikan sebagai berikut :

4.1 Jenis Tanaman Agroforestri Tabel 1. Tanaman Kayu-kayuan No.

Nama Daerah

Nama Ilmiah

1.

Mangium

Acacia mangium

2.

Pulai

Alstonia scholaris

3.

Rasamala

Altingia excelsa

4.

Jabon

Anthocephalus cadamba

5.

Mindi

Azadirahcta indica

6.

Johar

Cassia siamena

7.

Sengon buto

Enterolobium cyclocarpum

8.

Puspa

Schima walichi

9.

Meranti

Shorea sp

10.

Suren

Toona sureni

11.

Jati putih

Gmelina arborea

Tabel 2. Tanaman Serbaguna/MPTS No.

Nama Daerah

Nama Ilmiah

1.

Sagu

Metroxylon sagu

2.

Kemiri

Aleuritas molucana

3.

Sukun

Artocarpus altilis

4.

Melinjo

Gnetum gnemon 15


MANUAL AGROFORESTRI

5.

Jambu mete

Anacardium ocidentale

6.

Aren

Arenga pinata

7.

Dukuh

Lansium domesticum

8.

Durian

Durio zibethinus

9.

Petai besar

Parkia speciosa

10.

Matoa

Pometia pinata

Januari 2013

Tabel 3. Tanaman tumpangsari No.

Nama Daerah

Nama Ilmiah

1.

Kacang tanah

Arachis hypogea

2.

Bayam

Amaranthus sp

3.

Padi gogo

Oryza sativa

4.

Kacang hijau

Vigna radiate

5.

Jagung

Zea mays

6.

Terung

Solanum menlongena

7.

Kacang panjang

Vigna sinensis

8.

Sorghum

Sorghum bicolor

9.

Semangka

Citrullus lanatus

10.

Mentimun

Cucumis sativus

Tabel 4. Jenis tanaman tumpangsari yang tidak dianjurkan No.

Nama Daerah

Nama Ilmiah

1.

Ketela pohon

Manihot utilisima sp

2.

Pisang buah

Musa paradisiacal

3.

Tebu

Sacharum officinarum

4.

Rumput gajah

Penisetum purpueum

5.

Sereh wangi

Androphogon sp

16


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

d. Tanaman di bawah Tegakan Jenis tanaman bawah tegakan adalah jenis-jenis tanaman yang tahan naungan dalam pertumbuhannya.

Tabel 5. Tanaman di bawah Tegakan No.

Nama Daerah

Nama Ilmiah

Kegunaan

1

2

3

4

1.

Jaringao

Acorus calamus

Obat-obatan

2.

Iles-iles

Amorphalus variabilis

Obat-obatan

3.

Sirih

Piper betel

Obat-obatan

4.

Kumis kucing

Orthosipon aristatus

Obat-obatan

5.

Suweg

Amorphalus companulates

Pangan

6.

Talas

Colocasia esculenta

Pangan

7.

Gadung

Dioscorea hispida

Pangan

8.

Sentro

Centrosema pubescens

Pakan ternak

9.

Jalakan

Desmodium grroides

Pakan ternak

10.

Rumput hamil

Panicum maximum

Pakan ternak

Pembuatan tanaman dengan pola agroforestri dapat dibangun pada lahan dengan kondisi penutupan vegetasi jarang atau terbuka. a.

Agroforestri pada Lahan Bervegetasi Jarang Penanaman pengkayaan merupakan salah satu wujud pelaksanaan sistem agroforestri, khususnya agroforestri komplek bentuk pekarangan/kebun di mana penanaman dilakukan pada kebun-kebun atau pekarangan masyarakat yang berdasarkan identifikasi kondisi semula memiliki vegetasi jenis pohon jarang (sekitar 2-5 individu setiap plot ukuran 10 m x 10 m). Pada kondisi ini maka perlu dipilih jenis tanaman yang tahan naungan.

b.

Agroforestri pada Lahan Terbuka Kondisi yang umum dijumpai pada lahan terbuka adalah tumbuhnya alang-alang. Usaha penanggulangan alang-alang dapat dilakukan secara kimiawi maupun biologi.

Namun 17


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

penanganan biologi sangat dianjurkan karena relatif murah, ramah lingkungan, dan memberikan hasil yang optimal. Pertumbuhan alang-alang dapat ditekan secara biologi dengan memberikan perlakuan tingkat naungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat naungan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan alang-alang (Purnomosidhi, et al., 1998) sebagai berikut: 

Naungan 90% : pertumbuhan alang-alang dapat dikendalikan dalam waktu 4 bulan



Naungan 50% : pertumbuhan alang-alang dapat dikendalikan dalam waktu 8 bulan



Naungan 25% : tidak

dapat

mengendalikan

pertumbuhan

alang-alang,

hanya

menurunkan viabilitas rhizomanya Penggunaan pohon sebagai naungan untuk mengendalikan alang-alang merupakan metode yang murah. Jenis-jenis pohon yang dipilih sebagai naungan sebaiknya pohon yang cepat tumbuh, menghasilkan banyak serasah, mempunyai kanopi yang rapat, relatif tahan terhadap alelopati dan tahan terhadap api. Pola agroforestri yang biasa digunakan untuk mengendalikan alang-alang antara lain agroforestri tanaman kayu, karet, lada, kakao, dan kopi.

Beberapa jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan alang-alang dapat

dikelompokkan berdasarkan tujuan sebagai berikut :

1. Tanaman pagar Jenis tanaman pagar yang tumbuh baik di lahan alang-alang antara lain : kaliandra (Calliandra calothyrsus), gamal (Gliricidia sepiumi), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), turi (Sesbania sesban), Senna spectabilis. Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman pagar pada lahan alang-alang adalah : (1) tahan terhadap kebakaran, (2) memiliki kanopi yang lurus dan rapat sehingga dapat menutupi bidang olah selama bera, (3) tahan intensitas pemangkasan yang tinggi, (4) mengikat nitrogen atau daunnya kaya nitrogen dan fosfor, (5) menghasilkan banyak serasah, (6) memiliki perakaran yang dalam, (7) dapat ditanam dari benih, (8) dapat beradaptasi dengan iklim dan tanah setempat, (9) tersedia bahan tanam, dan (10) menghasilkan pakan dan kayu bakar.

2. Tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang Jenis tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang antara lain : kacang asu (Calopogonium mucunoides), Ki besin (Centrosema pubescens), koro 18


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

benguk (Mucuna pruriens), kacang oci (Phaseolus carcaratus), kacang ruji (Pueraria spp), Stylosanthes guyanensis, campuran species. Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang adalah : (1) penambat nitrogen, (2) beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim setempat, (3) toleran terhadap pengaruh alelopati alang-alang, (4) mudah dan cepat tumbuh secara alami, (5) tahan terhadap hama dan penyakit, (6) merambat danmampu menghambat pertumbuhan alangalang, (7) penghasil pakan ternak dan kayu bakar, (8) benihnya mudah tersedia.

3. Jenis tanaman buah tumbuh baik di lahan alang-alang Jenis tanaman buah yang tumbuh baik di lahan alang-alang antara lain : kemiri (Aleurites moluccana), jambu mete (Anacardium occidentale), kelapa (Cocos nucifera), karet (Hevea brasiliensis), mangga (Mangifera indica), pisang (Musa spp.), jambu biji (Psidium guajava), nangka (Artocarpus heterophyllus), kenari (Canarium ovatum), kapuk (Ceiba pentandra), jeruk (Citrus spp), manggis (Garcinia mangostana), sawo manila (Manilkara zapota), kecapi (Sandoricum koetjape), kedondong (Spondia purpurea), juwet (Syzyqium cumini), dan asam (Tamarindus indica). 4. Jenis tanaman kayu tumbuh baik di lahan alang-alang Jenis tanaman kayu-kayuan yang berhasil tumbuh baik di lahan alang-alang antara lain : akasia (Acacia mangium), akasia (Acacia auriculiformis), bambu (Bambusa spp), gamal (Gliricidia sepium), jati putih (Gmelina arborea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), laban/bitti (Vitex pubescens). Sifat yang diharapkan dari jenis tanaman kayu pada lahan alang-alang adalah : (1) tumbuh cepat, (2) tajuk lebar dan rapat, (3) tahan kebakaran (kulit kayu tebal, bertunas setelah kebakaran, biji tumbuh kembali setelah kebakaran), dan (4) beradaptasi dengan tanah dan iklim setempat. Di samping pemilihan jenis tanaman yang sesuai untuk menanggulangi alang-alang, mengingat sebagian besar lahan khususnya di luar Jawa memiliki pH rendah, maka perlu diketahui juga beberapa contoh tanaman yang toleran pada tingkat kemasaman tanah tinggi, antara lain :

19


MANUAL AGROFORESTRI

 Tanaman palawija

: kacang tanah, kacang tunggak, gude

 Tanaman keras

: kopi, teh, kelapa sawit, karet

Januari 2013

 Pohon buah-buahan : rambutan, nangka, durian, cempedak, dukuh, manggis, jambu air, jambu air, jambu biji, jambu mete, sirsak, mangga, petai, jengkol.  Penghasil kayu

: sungkai, pulai, sengon laut, mahoni, mangium, jati putih (gmelina)

 Tanaman pagar

: lamtoro, gamal, petaian, flemingia

 Tanaman legume

: orok-orok, callopo, centro, pueraria, dll.

4.2 Implementasi Agroforestri Implementsi sistem agroforestri dalam kegiatan penanaman di perdesaan dapat dilakukan sebagai berikut : 

Penanaman secara umum dilakukan pada dua kondisi penutupan vegetasi, yaitu lahan berpenutupan vegetasi jarang dan lahan terbuka.

Pada lahan berpenutupan jarang, maka penanaman dilakukan dalam rangka pengkayaan tanaman dimana pada lahan masyarakat penanaman pengkayaan dapat dilakukan dalam bentuk : (a) penanaman sisipan pada suatu tegakan yang sudah ada atau (b) penanaman sebagai batas lahan (periksa Manual Teknik Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman). Jumlah populasi bibit yang ditanam sekitar 200 batang/ha. Dengan demikian agroforestri yang diterapkan merupakan sistem agroforestri komplek dalam bentuk pengkayaan kebun/pekarangan.

Pada lahan terbuka/berpenutupan vegetasi terbuka maka penanaman dilakukan dalam bentuk rehabilitasi penuh.

Untuk tanaman kayu-kayuan dan MPTS dapat menerapkan

jarak tanam 5 m x 5 m, sehngga jumlah populasi yang dibutuhkan adalah 400 batang/ha. Pada kondisi lahan terbuka ini dapat diterapkan sistem agroforestri sederhana, dimana di antara tanaman kayu-kayuan dan MPTS dapat ditumpangsarikan dengan tanaman semusim.

20


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

Jika ingin dilakukan kombinasi antara tanaman pohon dan kakao/kopi, maka dapat diterapkan jarak tanam 6 m x 6 m ataupun 5 m x 5 m untuk tanaman pohon dan MPTS, sedangkan kakao/kopi dapat ditanam di antara tanaman pohon tersebut.

Kondisi lahan bervegetasi jarang dan terbuka tersebut dapat memiliki kondisi kekritisan lahan mulai dari potensial kritis hingga kritis, kondisi topografi datar maupun miring, serta berada di bagian hulu, hilir hingga pesisir.

Pada lahan bagian hulu dan hilir, maka dipilih jenis tanaman kayu-kayuan dan MPTS untuk tanah kering yang dipadukan dengan tanaman semusim dengan bentuk agroforestri (1) agrosilvikultur (kombinasi pertanian dan kehutanan), (2) silvopastura (kombinasi kehutanan dan peternakan), (3) agrosilvopastura (kombinasi pertanian, kehutanan, dan peternakan), (4) silvofishery (kombinasi kehutanan dan perikanan, (5) apiculture (kombinasi kehutanan dan lebah), atau (6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat sutera). Adapun pada bagian pesisir khususnya areal mangrove, maka dipilih jenis-jenis tanaman mangrove seperti Rhizophora sp (bakau) yang dipadukan dengan kegiatan perikanan (silvofishery/wanamina).

Penanaman pengkayaan memerlukan jenis yang tahan naungan

Penanaman pada lahan terbuka memerlukan jenis yang memerlukan cahaya penuh

Kesalahan pemilihan jenis untuk penanaman pada kedua kondisi penutupan vegetasi tersebut, akan berakibat pada kegagalan pertumbuhan tanaman.

Pemilihan tanaman kakao dan kopi sebagai tanaman sisipan merupakan salah satu pemilihan yang tepat karena kedua jenis tersebut memerlukan naungan ringan dalam perumbuhannya untuk menghasilkan produksi yang optimal

Sistem penanaman pertama dapat merupakan upaya pengendalian alang-alang

Tanaman yang bisa memberikan penaungan ditanam lebih dahulu dari tanaman yang tahan atau yang perlu naungan

Tanaman yang mampu menyuburkan tanah ditanam sebelum tanaman yang perlu kondisi tanah yang lebih baik

Tanaman yang memerlukan cahaya penuh tidak ditanam dimana tanaman lain akan menaunginya sebelum mereka dewasa

Pohon yang berukuran sedang atau besar akan memerlukan ruangan untuk tumbuh 21


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

Contoh implementasi pembangunan tanaman dengan menerapkan pola agroforestri disajikan sebagai berikut : a. Pola agroforestri tanaman kayu  Sengon (Paraserianthes falcataria) Pada tahap awal petani membuka lahan alang-alang secara kimiawi atau mekanis (membajak). Selanjutnya lahan ditanami sengon dengan jarak tanam 2 m x 4 m. Pada Tahun I di antara tanaman sengon ditanami padi gogo, Tahun II - IV ditanami ketela. Tahun V-VIII naungan tajuk sengon berkisar dari 28% kemudian menurun hingga 18%.

Pada

intensitas ini, alang-alang dapat ditekan pertumbuhannya, tetapi masih mampu untuk tumbuh kembali jika mendapat kecukupan cahaya.  Petaian (Peltophorum dasyrrachis) P. dasyrrachis yang ditanam di antara alang-alang dapat menghambat pertumbuhan alangalang.  Gamal (Gliricidia sepium) Gamal termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat digunakan untuk mengendalikan alang-alang. Di samping itu kayunya juga dapat digunakan sebagai bahan arang kayu. b. Pola agroforestri karet Karet biasanya ditanam oleh petani dengan jarak tanam 4 m x 5 m (500 tanaman/ha). Pada umur sekitar 7 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah kurang dari 20%. Pada Tahun I - III, biasanya petani menanam ketela pohon di antara barisan tanaman karet. Setelah Tahun III, dimana percabangan tanaman karet telah terbentuk, tanaman pangan dan alang-alang mulai tidak bisa tumbuh. c. Sistem agroforestri lada/kopi Untuk memulai penanaman lada/kopi, petani menanam tanaman penaung yaitu Gliricidia sepium atau Erythrina orientalis lebih dahulu. Tanaman penaung yang juga berfungsi sebagai tanaman perambat, ditanam dengan jarak 2 x 2 m2. Setelah tumbuh dengan baik (1-2 tahun) lada dan kopi baru ditanam. Lada ditanam di dekat tanaman penaung sedangkan kopi ditanam 22


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

di tengah luasan 4 m2. Selama menunggu tanaman penaung tumbuh dengan baik, biasanya petani menanam tanaman pangan seperti padi, jagung atau tanaman pangan yang lain. Selain itu, di dalam sistem ini biasa ditemukan pula tanaman buah dan tanaman lain seperti pete (Parkia spesiosa), jengkol (Phitecellobium dulce), durian (Durio zibethinus), duku (Lansium domisticum) dan kapuk (Ceiba pentandra) yang tumbuh secara acak yang berfungsi sebagai penaung dan batas kepemilikan lahan. Pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah masih berkisar antara 45-50%, tetapi pada umur 10 tahun intensitas cahaya yang sampai dipermukaan tanah hanya 20%.

23


MANUAL AGROFORESTRI

Januari 2013

Daftar Pustaka Arifin, H. Susilo. et al. 2003. Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Edi Purwanto, 2003. Managing Way Seputih and Way Sekampung River Basin for Wildlife and Watershed Conservation; where the synergy between wildlife and watershed conservation co-exist. Technical Report. Good Governance in Water Resource Management, European Union, (IND/RELEX/2000/2104), Lampung. Edi Purwanto, 1999. Erosion, Sediment Delivery and Soil Conservation in an Upland Agricultural Catchment in West Java, Indonesia. A hydrological approach in a socioeconomic context. PhD Thesis, Free University, Amsterdam. Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestri. Lecture Note 5. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Hairiah K et al. 2003. Sistem Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Http://kjf-distanhutbun.blogspot.com/2011/10/jenis-tanaman-agroforestry.html Tjitrosemito S and M Soerjani. 1991. Alang-alang grassland and land management aspects. In M Sambas Sabarnurdin et al. (ed). Forestation of alang-alang (Imperata cylindrica Beauv. var Koenigii Benth) grassland : lesson from South Kalimantan. p. 10-36. Purnomosidhi P, van Noordwijk M and S Rahayu. 1998. Shade-based Imperata control in the establishment of agroforestri system (field survey report). Sardjono, M. Agung et al. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor. Suprayogo, Didik et al. 2003. Peran Agroforstri pada Skala Plot : Analisis agroforestri sebagai kunci keberhasilan atau kegagalan pemanfaatan lahan. World Agroforestry Center (ICRAF). Bogor.

24


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.