Telaah Eksekutif, Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis di Kota Bandung

Page 1

PENDAHULUAN

P

ada tahun 2016, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung mencapai 80,13. Angka tersebut menunjukkan kualitas manusia di Kota Bandung sudah tinggi. Pencapaian tersebut ditopang salah satunya oleh kondisi kesehatan seperti semakin meningkatnya upaya pelayanan kesehatan dari sisi fasilitas kesehatan, sumber daya manusia yang ada di Dinas Kesehatan dan berbagai sosialisasi tentang pentingnya pencegahan dan deteksi dini berbagai penyakit.

Pemerintah Kota Bandung saat ini memiliki inovasi seperti adanya sejumlah puskesmas 24 jam, program Layad Rawat dan ambulans motor yang juga turut memberikan andil bagi peningkatan kesadaran warga terhadap kesehatan. Dari sisi kualitas pelayanan di RSUD Kota Bandung terus mengalami peningkatan yaitu tengah berupaya menjadi Rumah Sakit Kelas B. Kota Bandung juga tengah membangun Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) bertaraf internasional yang ditargetkan rampung tahun 2018.


Di samping tingginya kualitas manusia dan berbagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan, Kota Bandung masih mempunyai pekerjaan rumah untuk membebaskan warganya dari ancaman penyakit TB. Dengan populasi sebanyak 2,4 juta jiwa, jumlah kasus TB di Kota Bandung pada tahun 2015 mencapai 7.267 kasus yang merupakan jumlah kasus tertinggi kedua di Jawa Barat.

Berdasarkan data dari Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes, pada 2016 Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/ CNR) yaitu 358 per 100.000 penduduk. Jumlah pasien TB terdaftar dan diobati pada tahun 2015 yaitu 7.267 pasien dengan kondisi 1.351 orang sembuh, 4.417 melakukan pengobatan lengkap, 136 orang meninggal, 77 orang gagal, 747 orang default dan 539 orang pindah. Adapun angka keberhasilan pengobatan yaitu 79,37% (P2P, 2015). Komitmen Pemerintah Perencanaan Daerah

Data Dinas Kesehatan menunjukkan sebaran kasus TB terjadi di semua kecamatan. Dalam setahun terakhir, temuan kasus TB resisten Obat atau TB MDR (Multi Drug Resistant) telah menyebar hingga 29 Kecamatan dan terdapat lebih dari lima kasus terjadi di 13 Kecamatan. Timbulnya kasus TB MDR merupakan masalah besar kesehatan masyarakat di berbagai negara karena pengobatannya lebih sulit, mahal, efek samping yang kompleks dan angka kesembuhan relatif rendah.

Kota

dalam

Pemerintah Kota Bandung telah berkomitmen dalam penanggulangan TB, sebagaimana tertuang dalam dokumen RPJMD 2013-2018, pada misi pertama yaitu mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan religius dengan sasaran mewujudkan masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Hal ini senada dengan mandat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang memandatkan urusan kesehatan sebagai urusan kongkuren pelayanan dasar yang wajib dijalankan yang berkaitan dengan urusan sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk meningkatkan upaya penanggulangan TB secara massif, saat ini Pemerintah Kota Bandung sedang menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan TB yang melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam penyusunan strateginya.

Sumber : Koalisi masyarakat peduli TB Bandung

2


Masalah penanggulangan TB Pertama, belum adanya regulasi dan kebijakan operasional penanggulangan Tuberkulosis di Kota Bandung yang berpengaruh terhadap terbatasnya anggaran dalam melakukan upaya Program Penanggulangan Tuberkulosis. Penyusunan RAD TB sedang dilakukan, dan perlu diintegrasikan dengan Renstra maupun Renja SKPD. Untuk memperkuat penanggulangan TB, RAD yang sedang disusun perlu segera disahkan dalam bentuk Peraturan Walikota ataupun Peraturan Daerah. Kedua, terbatasnya anggaran penanggulangan TB. Alokasi anggaran kesehatan semakin meningkat dalam kurun tiga tahun terakhir yaitu pada 2017, anggaran kesehatan dialokasikan sebesar Rp 705.851.899.445,- atau 10,30% dari total belanja APBD Rp 6.855.932.292.456,-. Dua tahun sebelumnya, persentase kesehatan sebesar 7,56% (2015) dan 9,30% (2016) dari total APBD. Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) Tahun Anggaran 2017, anggaran untuk kegiatan Pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan sebesar Rp 1.000.799.000,-. Anggaran ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp 788.724.600,-. Di luar anggaran tersebut, Pemkot Bandung juga mengalokasikan penanggulangan TB pada Badan layanan Umum Daerah (BLUD). Peningkatan anggaran perlu ditingkatkan agar bisa mengatasi permasalahan seperti belum semua puskesmas memiliki laboratorium. Tabel 1. Anggaran Kesehatan tahun 2015 – 2017 (APDB)

 APBD

2015 6.553.368.797.049

2016

2017

7.214.820.553.022 6.855.932.292.456

Urusan Kesehatan

495.215.481.997

670.687.912.627

705.851.899.445

Dinas Kesehatan

289.699.101.963

381.119.239.524

426.360.015.226

4.351.149.885

788.724.600

1.000.799.000

Pencegahan Penanggulangan Penyakit Menular

Tahun 2015, dari 7.267 pasien terdapat 747 orang putus berobat (default) atau berkisar pada 10%. Merujuk pada Pedoman Nasional Pengendalian TB (Kemenkes, 2014) angka default tidak boleh lebih dari 10% karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang tinggi dimasa yang akan datang. Peningkatan anggaran diperlukan untuk mengatasi agar tidak semakin meningkatnya angka putus berobat dengan inisiasi adanya program seperti pelatihan kepada keluarga pasien, kader TB, relawan dan Pengawas Menelan Obat (PMO). Ketiga, masih kurangnya kuantitas tenaga kesehatan yang berkaitan dengan penanggulangan TB. Saat ini, Dinas Kesehatan hanya memiliki satu orang Pengelola program TB Paru atau Wakil Supervisor (Wasor) yang bertugas membawahi fasilitas pelayanan kesehatan (75 puskesmas, 31 RS, dan 5 Lapas). Minimnya jumlah Wasor ini belum terpenuhinya standar ketenagakerjaan sumber daya TB di Dinkes sesuai dengan Permenkes No. 67 Tahun 2016. Keempat, Belum adanya perlindungan jaminan kesejahteraan bagi penderita TB, kader TB, Relawan dan PMO. Berdasarkan paparan Dinkes Kota Bandung, mayoritas pasien TB berasal dari kalangan ekonomi tidak mampu. Dampak penyakit TB menurunkan produktifitas bekerja, sementara beban ekonomi semakin berat karena kebutuhan biaya operasional ke fasyankes (biaya pengobatan gratis) dan biaya tanggungan hidup keluarga sehari-hari terus meningkat. Adapun kebutuhan biaya rata-rata pasien TB reguler yaitu Rp 25.380.000,- dan pasien TB MDR sebesar Rp 119.700.00,- Sebagai perbandingan, tahun 2016 terdapat 201 penderita TB MDR di Kota Bandung maka akumulasi kebutuhan biaya yang diperlukan adalah Rp 24,06 Miliar. Dalam beberapa kasus, ditemukan pekerja yang menderita TB di-PHK dari tempat kerjanya. Selain bantuan ekonomi, penderita TB juga membutuhkan perlindungan dari tempat kerjanya, pendampingan bagi yang belum memiliki jaminan kesehatan, fasilitasi program rumah tidak layak huni dan bantuan peningkatan nutrisi.

3


3. Menambah jumlah pengelola program TB (Wasor) terlatih di Dinas Kesehatan 4. Menyediakan dukungan dan perlindungan ter- hadap Pasien TB dan TB MDR dalam hal kebu tuhan biaya pasien, kelayakan tempat tinggal dan jaminan atas pekerjaan. 5. Pelatihan dan penerapan strategi DOTS bagi Kepada Pemerintah Daerah 1. Mendorong segera ditetapkannya RAD Rumah sakit dan dokter swasta dengan sasa Penanggulangan TB dan adanya Kebijakan ran prioritas yang berada di wilayah prevalen si TB tinggi Daerah berupa Peraturan Walikota. 2. Meningkatkan Anggaran Penanggulangan TB 6. Melibatkan Forum CSR/TJSL dalam penanggu dalam APBD Perubahan 2017 dan APBD 2018 langan TB berbasis kewilayahan. meningkatkan anggaran penanggulangan TB Kepada DPRD dengan fokus kenaikan pada program/kegiatan: a. Tata laksana pelayanan TB di Layanan; 1. Melakukan monev terhadap kegiatan b. Perlindungan terhadap pasien TB ekonomi penanggulangan penyakit TB. lemah dalam hal kebutuhan biaya pasien, 2. Mendorong Pemerintah untuk melakukan kelayakan tempat tinggal dan jaminan kebijakan standarisasi penanganan TB di pasien atas pekerjaan; kalangan perusahaan swasta. c. Peningkatan kapasitas dan pendampingan 3. Mendukung usulan Pemerintah Kota pasien TB dan TB MDR bagi kader TB, Bandung terkait kenaikan alokasi anggaran relawan dan PMO; untuk penanggulangan TB. d. Penambahan tenaga pengelola program TB (Wasor) di Dinas Kesehatan; e. Implementasi DOTS di fasyankes swasta (RS, klinik dan dokter praktek swasta); f. Peningkatan anggaran pada program/ ke giatan spesifik penanggulangan TB secara proporsional. Rekomendasi Dari kondisi dan temuan di atas, rekomendasi penanggulangan TB yang diusulkan sebagai bahan kebijakan kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Kota Bandung adalah sebagai berikut:

Disusun Oleh:

Koalisi Bandung Hantam TB: LSM Terus Berjuang (TERJANG), Forum Warga Peduli AIDS, Yayasan GrahaPrima Karya Sejahtera (GRAPIKS), Komunitas Masyarakat Peduli TB AMANAH, PD‘Aisyiyah Kota Bandung, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA),Gerakan Remaja Anti HIV AIDS (GRAHA), TB Care’Aisyiyah Bandung, PKPU Human Initiative, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia(KAMMI), Forum RW Kel Isola, Masyarakat Peduli Posyandu Indonesia (MPPI) dan BEM Politeknik Kesehatan Kemenkes

Sumber : Koalisi masyarakat peduli TB Bandung

The Global Health Bureau, Office of Health, Infectious Disease and Nutrition (HIDN), USA agency for International Development (USAID), secara finansial mendukung telaah eksekutif ini melalui Challenge TB berdasarkan ketentuan Perjanjian No. AID-OAA-A-14-00029. Telaah eksekutif ini terwujud atas dukungan rakyat Amerika melalui USAID. Isi menjadi tanggung jawab Challenge TB dan tidak mencerminkan visi USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.