muda 2020
Salam Redaksi
Terima kasih saya sampaikan kepada berbagai pihak yang telah terlibat dalam pembuatan majalah, khususnya kepada seluruh Anggota Pena Budaya 2020 yang berhasil menyusun majalah ini hingga tahap penyelesaian, serta kepada akang teteh Pena Budaya yang telah membimbing kami selama proses penyusunan.
Insan juara pun pernah gagal, sama seperti apa yang kami lakukan. Untuk itu, jangan biarkan rasa cemas menyerang secara berlebihan. Apa yang sedang kita kerjakan adalah sebuah pencapaian, maka berbanggalah karena telah memberikan yang maksimal. Melalui majalah ini, kami persembahkan dengan penuh tanggung jawab, sesuatu yang telah kami selesaikan. Dinamika kami menyebutnya. Sebuah perubahan yang nantinya akan disebut sebagai suatu kemajuan. Perubahan yang tanpa sadar, tetapi memberikan dampak besar bagi kehidupan mendatang. Mengubah cara manusia bermasyarakat, atau bahkan hingga ke tahap terdasar, seperti peduli terhadap sekitar. Melalui majalah ini, tanamkanlah juga bahwa berkembang merupakan sebuah proses, proses menuju kemajuan. Aku dan kamu adalah generasi masa depan yang akan mewujudkan. Menciptakan kemajuan, membiasakan diri akan perubahan. -Sella
SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Umum Allif Pradana
Pimpinan Redaksi Sella Mutiara
Redaktur
Azmah Sholihah Erwin Renanda Saputra Husni Rachmayani Nur Ilahi Tatiana Ramadhina
..... ..... ..... ..... .....
Reporter
Bismoko Nizaar Astarya Fadel Imam Muttakin Fajar Hikmatiar M. Roby Septiyan Maulida Ratna Dewi Nurul Hanifah Raihan Rizkuloh Gantiar Putra Riana Nurhasanah Trisa Siti Nurcholisa
Layouter dan Ilustrator
Nur Ahmad Hafidh Hamdani Nur Rizky Aulia WIbowo
Fotografer
Anisa Kholifatul Jannah M. Fadhlan Rusyda Shabrina Salsaabilla Zaahidah Aufaa Ahdillah
DAFTAR ISI
belajar, jangan rebahan
fun holiday!
06
Ekonomi Jatinangor di Masa Pandemi
08
Mari Kita Akrab
12
Kemenangan Kamala Harris Bagai Angin Segar Emansipasi Wanita
15
Buku Bajakan dan Mahasiswa
18
Pernyataan Macron Berujung Boikot
20
Istirahatlah Kata-Kata
22
Emha Ainun Nadjib dalam Keberadaan Bangsa
26
Joko Pinurbo dan Dapur Puisinya
28
“Start Up�, Generasi Milenial dan Kemiskinan Struktural
Kabar Lokal
Ekonomi Jatinangor
di Masa Pandemi
A
pabila mengingat Jatinangor di kala pandemi, rasanya tidak akan jauh dari rasa rindu pada kampus kebanggaan. Mulai dari duduk-duduk di Bangku Biru yang dipayungi dengan pepohonan rindang FIB, bercengkerama bersama teman di kantin Pakilun, atau hanya sekadar menikmati makan siang di Shokudo. Begitu banyak kenangan yang ditorehkan bersama hingga membuat nilai sentimenal yang begitu tinggi. Berbicara tentang nilai sentimental di Jatinangor, tentu saja tidak terbatas di lingkungan kampus. Tempat makan favorit, warung yang sering kita kunjungi, bahkan tempat hiburan yang tidak luput dari rasa rindu. Begitu pun sebaliknya, mereka juga pasti merasa kehilangan karena banyak mahasiswa yang memilih untuk pulang ke kampung halamannya, seperti salah satu bisnis yang ‘tertampar’ dengan adanya pandemi, yaitu jasa penyewaan/rental PlayStation Tournoi. Kami berhasil melakukan wawancara dengan salah satu pelaku bisnis tersebut di kediamannya. A Rangga, begitu sapaan akrab orang-orang terhadap pemilik rental PlayStation 4 Tournoi yang terletak di Jl. Kolonel Ahmad Syam No. 90. Pria berkacamata dengan perawakan tinggi dan murah senyum ini berasal dari Bekasi dan sempat berkuliah di Jurusan Peternakan, Universitas Padjadjaran angkatan 2005. Beliau merintis bisnis ini sejak tahun 2018 yang mengawalinya dengan modal dua mesin, tetapi kini mampu menambahkannya menjadi enam mesin. Membahas sedikit sejarah tentang Tournoi, tepat sebelum kelulusan, A Rangga dibelikan rumah oleh orang tuanya di Jatinangor. Tak lama, setelahnya beliau memutuskan untuk menjadi pekerja kantoran. Sementara itu, tahun 2018, dengan berlandaskan
6
Foto: NZR keisengan dan hobinya, beliau merintis Tournoi dan juga kos-kosan yang terletak di belakang rumahnya. Memiliki bisnis seperti ini dengan target pasarnya adalah mahasiswa, tentu saja membuat perekonomian A Rangga menjadi goyah di kala pandemi. Menurut penuturannya, bisnis rental yang dimilikinya sempat diliburkan selama satu minggu pada awal masa PSBB di Jatinangor. Namun, faktor ekonomi yang begitu menuntut membuatnya harus tetap membuka usaha demi menghidupi keluarga. Untung saja masih terdapat kos-kosan sebayak empat pintu yang masih dapat menopang perekonomian hidupnya. Melihat laporan keuangan, rasanya seperti melihat rapor yang penuh dengan angka merah. A Rangga memperkirakan penurunan omzet sekitar 50-70%. Mau tidak mau, beliau harus beradaptasi dengan keadaan. Akhirnya, kami tertarik mengajukan pertanyaan. “Kan sekarang apa-apa harus online ya, A. Kalau rental seperti ini bagaimana?� “Wah, kalau saya kemarin sampai harus jual 2 mesin via marketplace online A, untungnya laku dengan harga yang cukup tinggi karena ternyata orangorang yang harus bekerja dari rumah memerlukan
hiburan sejenis PlayStation 4, bahkan harganya sempat ‘meroket’ pada masa awal-awal PSBB.” Jawab A Rangga. “Bagaimana dengan kos-kosan?” “Karena di tempat saya bisa per bulan, banyak mahasiswa yang akhirnya memilih untuk tidak kos lagi, untungnya masih ada 1 orang yang menempati kamar.” Betul saja, tak lama setelah percakapan itu, terlihat seorang mahasiswa penghuni indekos yang pamit keluar untuk menunaikan ibadah salat Maghrib. Nasib baik baginya karena tidak memiliki terlalu banyak kompetitor di sekitar lingkungan usahanya, bahkan orang dari Rancaekek rela berkendara ke Jatinangor hanya untuk mengunjungi usahanya. Selain itu, tempat usaha dagangnya pun merupakan kepunyaan pribadi sehingga menjadi nilai plus bagi beliau karena tidak perlu mengeluarkan kocek untuk membayar uang sewa setiap bulannya. Beliau juga berkata bahwa pendapatannya pada bulan Ramadhan menurun drastis apabila dibandingkan dengan tahun lalu. Biasanya, usaha rentalnya biasa dipenuhi oleh mahasiswa yang menunggu waktu berbuka, mulai dari siang hari sampai sesaat menunju waktu sahur. Terdapat pula sebuah prinsip yang dimiliki oleh A Rangga dalam menjalankan sebuah usaha, yaitu komitmennya untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan. Beliau tetap membeli permainan/gim terbaru walaupun harganya terbilang mahal. Contohnya, untuk FIFA 21 beliau harus merogoh kocek sekitar Rp850.000 dan Rp360.000 untuk PES 21 Season Update, padahal pendapatan beliau belum stabil seperti biasanya. Beliau berharap, ketika para mahasiswa kembali ke Jatinangor, mereka sudah disuguhi dengan permainan teranyar. Meskipun untuk saat ini, A Rangga hanya mampu menghela napas dan berharap bahwa pandemi akan segera berakhir sehingga keadaan akan kembali normal seperti sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat ditarik sebuah benang merah yang akan menjelaskan perekonomian di Jatinangor yang sangat
memprihatinkan. Segala jenis sektor usaha terkena dampak dari pandemi yang tidak berkesudahan. Lalu, kami juga sempat mendapati bahwa barangbarang yang dijual di warung sudah kadaluwarsa dan tidak layak pakai, mungkin karena banyaknya barang yang masuk, tetapi gagal untuk dijual kembali. Jatinangor pada malam hari juga bukanlah seperti Jatinangor yang kita kenal sebelumnya. Suasana jalan raya yang sepi, tempat makan dan nongkrong juga terlihat kosong. Sekarang, Jatinangor menjadi seperti kota mati yang ditinggal penghuninya. Tiada harap lain untuk negeri ini selain lekas pulih dari pandemi. Ada harapan-harapan yang sempat hilang, kesempatan-kesempatan yang harus dibuang, dan keinginan-keinginan yang harus dikesampingkan di tahun ini. Begitu banyak hal yang harus dibanting setirnya karena pandemi virus yang mewabah. Semua harapan, kesempatan, dan keinginan semoga lekas terwujud di tahun depan. Jangan ditunda lagi, semuanya harus segera pulih. (NZR/Sapiens)
Foto: NZR
7
MARI KITA AKRAB
Mari Kita Akrab atau yang biasa disingkat Makitab adalah salah satu acara tahunan yang dilaksanakan untuk memperakrab mahasiswa baru Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran, tahun 2020. Makitab 2020 bertemakan "Abhinaya Anantara" yang berarti "Kegembiraan Tanpa Jarak.� Acara ini terdiri dari berbagai macam perlombaan yang bisa diikuti oleh mahasiswa baru FIB, seperti Among Us Competition, Tiktok Challenge, Kahoot, Quiz di Instagram, nominasi peserta terlucu, terunik, dan teraktif. Selain itu, ditampilkan juga video penampilan dari sepuluh prodi yang ada di FIB, mulai dari Sastra Indonesia, Sastra Inggris, Sastra Perancis, Sastra Jepang, Sastra Jerman, Sastra Rusia, Sastra Arab, Sastra Sunda, Sejarah, sampai Budaya dan Bahasa Tiongkok. Selain sebagai acara tahunan, Makitab juga dilaksanakan dalam rangka memenuhi tugas akhir beberapa perwakilan jurusan di FIB yang tergabung dalam sekolah kaderisasi milik BEM Gama FIB, Universitas Padjadjaran, tahun 2020. Ada dua kategori panitia yang tergabung dalam melaksanakan acara ini, yaitu anggota 8
dari sekolah kaderisasi dan panitia di luar keanggotaan sekolah kaderisasi yang diambil melalui open recruitment panitia Makitab dengan tim pelaksananya adalah anggota dari sekolah kaderisasi. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Blue Stage atau aula PSBJ (Pusat Studi Bahasa Jepang) yang dijadikan tempat keberlangsungannya acara, Makitab yang berlangsung tahun ini, tanggal 21 November 2020, dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings dan dihadiri oleh lebih dari 200 partisipan yang terdiri dari mahasiswa baru FIB, beberapa pengurus sekolah kaderisasi, dan juga guest star yang diminta untuk memeriahkan acara tersebut, seperti Nabilla Aprila Siswara yang merupakan Putri Padjadjaran 2020, Dina Aeni dari Departemen Seni BEM Gama FIB, dan juga Dzaky Luthfi yang merupakan ketua BEM Gama FIB 2020. Sebelum memasuki malam puncak Makitab 2020, pada tanggal 17 November 2020 telah dilaksanakan game online Among Us Competition yang kemudian dimenangkan oleh Christian Jason dari prodi Sastra Jepang
Frekuentatif
Foto: Trisa
dan Muhammad Akmal Siddiq dari prodi Sejarah di ronde pertama, juga Yasfa Nabilah dan Andi Muhammad yang keduanya berasal dari prodi Sastra Jerman di ronde kedua. Quiz yang juga diadakan sebelum malam puncak Makitab di akun Instagram milik Makitab (@makitabfib2020) dimenangkan oleh Karina Nurhasanah dari prodi Sastra Prancis dan Ilman Algifari dari prodi Bahasa dan Budaya Tiongkok. Video persembahan dari prodi Bahasa dan Budaya Tiongkok pun menjadi yang pertama ditampilkan, kemudian dilanjutkan dengan prodi Sastra Indonesia, dan Sastra Arab. Lalu, ditayangkan pula video persembahan dari perwakilan Departemen Seni BEM Gama FIB, Dina Aeni. Putri Padjadjaran 2020, Nabilla Aprila Siswara yang turut hadir dalam acara tersebut juga menceritakan pengalamannya ketika menjadi Putri Padjadjaran 2020 untuk memotivasi para peserta. Acara dilanjut dengan penampilan video dari prodi Sastra Sunda, Sastra Jerman, Sejarah, Sastra Inggris, Sastra Jepang, Sastra Rusia, dan ditutup dengan video penampilan dari prodi Sastra
Perancis. Prodi Bahasa dan Budaya Tiongkok berhasil memenangkan kejuaraan dalam Tiktok Challenge sebagai juara satu dengan wakilnya Ilman Alghifari, sedangkan posisi kedua diraih oleh Khairuna Adani Bustomi dari prodi Sastra Sunda, dan Mochammad Mikhail Indrasyah dari prodi Sastra Perancis sebagai juara tiga. Tidak berhenti sampai situ, dalam acara tersebut juga diadakan perlombaan Kahoot yang diikuti oleh para peserta Makitab 2020. Sastra Indonesia menempati posisi pertama dalam perlombaan ini dengan wakilnya Harumi Bulan Sauminov, Fadia Alayya Elriandiza dari prodi Sastra Jerman sebagai juara kedua, dan Nisrina Fauziah Pandanwangi dari prodi Sastra Inggris sebagai juara ketiga. Hal lain yang menarik dari acara ini adalah para peserta yang diharuskan menggunakan pakaian tidur sebagai dresscode, ditambah atribut bebas lainnya seperti bando, topi, kacamata, dan sebagainya untuk menarik penampilan. Alhasil, penampilan para peserta makitab sangat beragam, lucu, juga unik. Atilla dari Sastra Jerman terpilih sebagai peserta terlucu, 9
Ruth Kristina Londa dari prodi Sastra Jepang terpilih sebagai peserta terunik, dan peserta teraktif dinobatkan kepada Aziz dari prodi Sastra Rusia. Di balik keberhasilan para panitia dalam melaksanakan acara tersebut, Imbron dari prodi Sejarah sebagai salah satu panitia dari acara tersebut mengaku mengalami beberapa kendala, seperti kurangnya koordinasi antara satu panitia dengan panitia lainnya. Hal ini terkait dengan kondisi saat ini yang segalanya serba online, rapat panitia yang dilaksanakan untuk mempersiapkan malam puncak Makitab menjadi kurang efektif. Selain itu, koneksi internet yang tidak stabil juga menjadi kendala yang dirasakan oleh beberapa panitia dan peserta saat berlangsungnya acara. Berpindah dari Zoom ke Youtube secara berulang menjadi permasalahan yang diutarakan peserta ketika diminta untuk mengisi google form berisi absensi dan kritik sebagai evaluasi acara. Namun, ini sudah menjadi pertimbangan para panitia. Ketika video penampilan dari semua prodi di FIB dimuat di dalam Zoom Meetings, maka akan terjadi sebuah kendala lain, yaitu masalah keterlambatan pemutaran. Hal itulah yang membuat para panitia memutuskan untuk menampilkan video penampilan di kanal Youtube MAKITAB FIB 2020, sedangkan acaranya berlangsung di aplikasi Zoom Meeting. Acara yang telah sukses dilaksanakan berkat kerja keras para panitia dan partisipasi dari mahasiswa baru FIB ini meninggalkan kesan tersendiri bagi peserta yang mengikutinya. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan dari beberapa peserta yang mengikuti acara ini. "Seru banget bisa ketemu sama temen-temen 10
baru yang unik dan asik, acaranya menarik pokoknya. Kapan-kapan adain lagi dong!” Ungkap Fahira Siti Aminah yang merupakan mahasiswa Sejarah ketika ditanya kesannya setelah mengikuti runtutan malam puncak Makitab 2020. "Seruuu ternyata, acaranya menarik, ada dresscode uniknya jadi menghibur", kata Regina Amanda dari prodi Sastra Jerman. Terakhir, Vania dari prodi Bahasa dan Budaya Tiongkok mengatakan "Selama acara makitab kemarin, yang pastinya rame, ya. Ya meskipun kita ga kenal satu sama lain karena dari prodi yg berbeda-beda, tapi respect banget soalnya pada saling support setiap prodi lainnya dan aktif juga. Kebayang sih kalau acara offline kaya gimana, pasti rame banget lah pokoknya. Terus salut buat panitianya juga yang sabar dan terus berusaha nyiapin yang terbaik, meskipun lagi di tengah pandemi kaya gini. Pokoknya satu buat acara makitab kemarin "活动 进行 很好!" (Acara berjalan sangat baik!). Overall the best!" Mendengar berbagai kesan yang diungkapkan para peserta membuat acara ini benarbener terkesan ramai. Untuk membuat kenangan yang bisa disaksikan ulang, panitia acara tersebut pun berinisiatif untuk menyimpan videonya di Youtube. Maka dari itu, bagi teman-teman yang tidak mengikuti Makitab dan ingin menyaksikannya, kalian tidak usah khawatir. Kini, acara Makitab 2020 bisa disaksikan ulang di kanal Youtube MAKITAB FIB 2020 dalam video yang berjudul "LIVE STREAMING MALAM PUNCAK MAKITAB FIB 2020" dengan durasi 2 jam 43 menit 39 detik yang sudah ditonton oleh lebih dari 1.700 orang serta mendapat 81 like. (Trisa/Sapiens)
Buana terus bergejolak, perlahan-lahan, hingga hanya waktu yang mampu menentukan segala-galanya.
Selagi dunia sedang tak baik-baik saja, semoga mimpimu tetap terajut dengan baik.
Foto: Zhdhauff | Puisi: TR
14
Mondial
Kemenangan
Kamala Harris bagai Angin Segar Emansipasi Wanita K
amala Devi Harris atau yang lebih dikenal dengan nama Kamala Harris membuka lembaran baru dalam sejarah pada Sabtu malam dengan sebuah pidato penghormatan. Dengan naik ke jabatan tertinggi kedua di Amerika Serikat (AS), Harris (56), menjadi wanita pertama yang terpilih sebagai wakil presiden. Hal ini membuat banyak wanita berlinang air mata ketika mereka menyaksikan pidato Harris dari masing-masing mobil mereka yang berkumpul di tempat parkir pusat konvensi di Wilmington, Delaware. Harris memulai pidatonya dengan penghormatan atas warisan almarhum anggota kongres dan aktivis hak-hak sipil, John Lewis. “Melindungi demokrasi kita membutuhkan perjuangan,” kata Harris. “Itu membutuhkan pengorbanan, tapi ada kegembiraan di dalamnya dan ada kemajuan karena kami, rakyat, memiliki kekuatan untuk membangun masa depan yang lebih baik. ”
12
Harris siap untuk menjadi wanita dengan peringkat tertinggi dalam sejarah pemerintahan Amerika. Peristiwa ini menandai sebuah karier politik yang luar biasa karena telah mematahkan batasan ras dan gender di hampir setiap kesempatan. Saat menjadi seorang jaksa, dia naik menjadi jaksa agung wanita kulit hitam pertama di California. Ketika dia terpilih menjadi senat pada tahun 2016, dia menjadi perempuan kulit hitam kedua dalam sejarah yang bertugas di majelis tersebut. Dalam sambutannya, Harris memberikan penghormatan kepada wanita di seluruh negeri. Harris secara khusus menghormati kontribusi perempuan kulit hitam dalam perjuangan untuk hak pilih, kesetaraan, dan hak-hak sipil. Menurutnya, mereka adalah para pemimpin yang sering kali diabaikan, tetapi mereka dapat membuktikan bahwa mereka adalah tulang punggung demokrasi. Saat menjadi calon presiden, Harris sering berbicara tentang masa kecilnya yang dihabiskan untuk menghadiri pawai hak-hak sipil bersama orang tuanya yang merupakan mahasiswa di University of California, Berkeley. Ketika protes meletus setelah polisi membunuh George Floyd pada musim panas, Harris bergabung dengan aktivis di jalanan untuk menuntut diakhirinya kebrutalan polisi dan ketidakadilan rasial. Saat Joe Biden mencari calon wakil presiden, tekanan untuk memilih seorang perempuan kulit hitam sebagai pengakuan tidak hanya atas dasar menyelamatkan kampanye kepresidenannya— yang diakui Biden dalam sambutannya pada Sabtu malam— , tetapi juga dampaknya bagi partai secara keseluruhan. Pada akhirnya narasi mulai terbentuk bahwa Harris adalah pilihan yang agak konvensional, seorang senator dan saingan Partai Demokrat yang membawa keseimbangan generasi, ideologis, dan rasial pada Partai Demokrat. Namun, Harris dengan
tegas mengatakan bahwa kehadirannya di atas panggung adalah bukti bahwa Biden memiliki keberanian untuk mematahkan salah satu penghalang paling substansial yang ada di AS dan memilih seorang wanita sebagai wakil presidennya. Kehadiran Harris dalam tubuh Partai Demokrat tidak hanya menjadi cerminan dari masa depan demografis bangsa, tetapi juga penolakan terhadap seorang presiden yang kerap kali menyalahkan imigran dan berulang kali menyerang wanita dan orang-orang berkulit hitam. Dalam momen refleksi, Harris bercerita tentang ibunya, Shyamala Gopalan Harris, yang meninggalkan rumahnya di India pada usia 19 tahun menuju California pada tahun 1958. “Mungkin dia tidak begitu membayangkan momen ini,” kata Harris. “Tapi dia sangat percaya pada Amerika di mana momen seperti ini mungkin terjadi.” Dalam wawancara dan perjalanan kampanye, Harris sering menyebut tentang kisah ibunya. Harris membagikan nasihat dari seorang wanita yang dia gambarkan bertubuh kecil tetapi selalu kuat ketika berada di hadapannya.(Fadel/AZH)
Foto: koran.tempo.co
“
Meskipun saya mungkin wanita pertama di kantor ini, saya tidak akan menjadi yang terakhir karena setiap gadis kecil yang menonton malam ini melihat bahwa ini adalah negara yang penuh peluang.
13
AMERTA
M
ahasiswa pasti tidak asing dengan yang namanya tugas. Sesuatu yang sering diberikan dosen dan sering bikin panik karena tenggatnya (apalagi kalau dikerjakan mepet tenggat). Dalam pengerjaannya seringkali membutuhkan banyak buku sebagai rujukan. Biasanya untuk dapat buku, mahasiswa adu cepat pinjam ke perpustakaan atau pinjam ke teman yang baik atau kalau punya uang lebih, bisa beli dan membacanya kapan saja. Selain itu, kadang mahasiswa sering cari pdf-nya di Google. Cara terakhir lebih sering dilakukan saat kuliah daring karena akses ke perpustakaan yang dibatasi bahkan ditutup, mau pinjam teman tapi rumah teman jauh, mau beli tapi lebih memilih berhemat, ditambah rasa malas. Hal yang miris adalah pdf yang tersebar di Google, kebanyakan adalah pdf ilegal alias bajakan. Penggunaan buku bajakan di kalangan mahasiswa adalah hal yang sudah diketahui orang banyak karena di masyarakat pun buku bajakan subur di mana-mana, baik dalam bentuk buku cetak maupun pdf. Hal tersebut sangatlah miris, terlebih yang terjadi di kalangan mahasiswa yang katanya kalangan intelektual. Bagaimana mungkin kumpulan intelek tidak menghargai kerja keras seorang penulis dan melanggar undang-undang. Pembajakan buku tidak terjadi begitu saja, ada alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Pertama adalah harga buku asli yang katanya mahal, sedangkan buku bajakan dapat dibeli dengan harga murah bahkan gratis karena tidak dikenai pajak dan kualitasnya pun buruk (ada juga beberapa buku bajakan yang kualitasnya mirip buku aslinya). Kedua, ada peraturan mengenai pelarangan pencetakan buku bajakan tapi tidak diindahkan, bukti-
nya masih banyak berdiri percetakan dan toko buku bajakan, bahkan di toko online yang mudah diakses siapa saja. Ketiga, banyak buku yang sudah tidak terbit tapi masih sangat dibutuhkan. Keempat, ternyata kesadaran baca masyarakat itu tinggi tetapi tidak dibarengi dengan kesadaran literasi sehingga masyarakat tidak peduli dengan pembajakan buku, bahkan cenderung menyetujuinya dengan membeli dan membacanya. Kalau begitu, pembajakan buku haruslah dihentikan? Betul, memang harus dihentikan. Namun, banyak aspek yang harus diperhatikan. Saat pembajakan dihentikan, masyarakat (mahasiswa termasuk di dalamnya) harus mendapatkan akses buku bacaan orisinil yang lebih mudah, termasuk juga buku yang sulit ditemukan dan yang sudah tidak terbit lagi. Untuk memudahkan akses terhadap buku bacaan pemerintah bisa memanfaatkan perpustakaan di setiap tempat untuk diperbaiki fasilitasnya dan yang lebih memudahkan lagi adalah pembuatan perpustakaan digital yang lengkap koleksinya. Penerbit dan penjual buku bajakan juga harus diberikan solusi lain bila ingin menghentikan pembajakan, misalnya dibuat kerja sama dengan penerbit besar atau lebih baik lagi dibuatkan koperasi untuk mereka agar bisa menjual buku orisinil. Hal terpenting adalah peningkatan kesadaran masyarakat untuk tidak membeli buku bajakan lagi dengan cara kampanye penghentian buku bajakan yang bisa dilakukan oleh siapa saja dan menggunakan media apa saja. Lantas mahasiswa yang katanya intelek, sudah punya kesadaran untuk tidak menggunakan buku bajakan kah? (MRS/Bagral)
15
Akankah?
Kini jarak menjadi penentu Ketika seharusnya ia tiada Menunggu hingga tiba saatnya Ketika bersama ialah keharusan, setiap kali menghadap-Nya Tanpa jarak, tanpa resah Apa kelak kita dapat kembali bertemu?
Di Kemudian Hari
Di kemudian hari, Risau dan cemas tak akan lagi mengiringi Sebelum ia terjadi, Semoga asa ‘kan selalu menyertai.
Foto: Millennia Puisi: TR
24
Emmanuel Macron
x
PERNYATAAN MACRON BERUJUNG BOIKOT Beberapa waktu yang lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menjadi sorotan dunia karena pernyataannya mengenai penerbitan kembali karikatur Nabi Muhammad. Pernyataan Macron dianggap menyinggung umat Islam hingga memicu aksi boikot terhadap produk Prancis yang dilakukan oleh sejumlah negara terutama negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Permasalahan ini berawal dari sebuah majalah Prancis, yakni majalah Charlie Hebdo, yang memutuskan untuk memublikasikan kembali karikatur Nabi Muhammad satu hari sebelum persidangan terhadap 14 orang tersangka terorisme pada tahun 2015. Hal ini mengakibatkan penyerangan terhadap dua orang yang berada di luar kantor surat kabar Charlie Hebdo, oleh seorang pemuda berusia 18 tahun pada tanggal 26 September 2020. Sebelumnya, pada tanggal 16 Oktober 2020, seorang guru di Prancis bernama Samuel Paty juga dibunuh oleh remaja berusia 18 tahun asal Chechnya yang tinggal di kota Evreux, Normandia. Paty dibunuh karena tindakannya yang menunjukkan gambar karikatur Nabi Muhammad yang telah diterbitkan oleh majalah Charlie Hebdo kepada murid-murid di kelas kebebasan berpendapat dan menjadikannya sebagai bahan diskusi kelas. Tindakan Paty tidak dapat dibenarkan karena tindakan tersebut merupakan tindakan yang dilarang dalam ajaran Islam. Sejumlah negara muslim mengecam aksi yang dilakukan oleh Samuel Paty karena dianggap menistakan umat Islam.
18
MONDIAL Macron merespon permasalahan yang terjadi dengan mengeluarkan pernyataan bahwa ia menyampaikan pembelaan penuh terhadap kebebasan berbicara dan nilai-nilai sekuler yang berlaku di Prancis. Dikutip dari BBC pada sebuah upacara, Macron memuji aksi Samuel Paty dan bersumpah untuk melanjutkan perjuangan kebebasan berpendapat, perjuangan untuk mempertahankan republik tersebut. Negara-negara Islam mengutuk pernyataan Macron dan karikatur Nabi Muhammad tersebut, negara-negara Islam kemudian menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis. Beberapa di antaranya adalah Turki, Arab Saudi, Yordania, Kuwait, dan Qatar. Gelombang protes juga dilancarkan di Irak, Suriah, Libya, Jalur Gaza, dan Bangladesh yang diikuti oleh puluhan ribu demonstran. Mereka membakar patung Macron. Usai kasus pembunuhan Samuel Paty, tepatnya pada tanggal 29 Oktober 2020, terjadi penusukan tiga warga negara Prancis di Gereja Basilika Notre-Dame di Nice, Prancis. Serangan tersebut diduga dilakukan oleh Brahim Aioussaoi, seorang pemuda asal Tunisia sebagai reaksi atas penerbitan karikatur Nabi Muhammad. Dua hari kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 2020, serangan kembali terjadi. Serangan tersebut menyasar seorang Pastor Ortodoks Yunani. Macron menanggapi peristiwa tersebut sebagai serangan teror Islam. Lalu bagaimana reaksi dari Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbanyak? Indonesia juga turut mengecam pernyataan dari Macron. Presiden Indonesia Joko Widodo, atau yang dikenal dengan nama Jokowi, menyatakan Indonesia mengecam Macron sekaligus mengecam tindakan kekerasan yang terjadi di kota Nice, Prancis. Jokowi mengatakan bahwa pernyataan Macron dapat memicu perpecahan antar umat beragama di dunia yang saat ini membutuhkan persatuan untuk menghadapi pandemi COVID-19.
Jokowi juga mengungkapkan bahwa mengaitkan agama dengan tindakan terorisme adalah sebuah kesalahan besar. Ia menegaskan, terorisme tidak ada hubungannya dengan agama manapun. Selain mengecam Macron, masyarakat Indonesia juga melakukan unjuk rasa di depan Kedutaan Besar Prancis yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Banyak dari pengunjuk rasa yang membawa poster karikatur dengan menampilkan Macron sebagai setan disertai dengan kalimat ‘Macron adalah teroris yang sebenarnya’. Mereka meminta Macron menarik kembali pernyataannya mengenai muslim, serta menyerukan boikot terhadap produk Prancis. Protes dalam skala kecil juga dilakukan di beberapa kota, yaitu Surabaya, Makassar, dan Bandung. Hal-hal unik juga dilakukan sebagai bentuk kecaman terhadap Prancis, seperti apa yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Para pendemo mengecam Macron dengan cara memakan makaroni bersama-sama. Mereka menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan pelesetan terhadap nama Macron dan diubah menjadi makaroni sebagai bentuk kecaman. Selain itu, sekelompok ibu-ibu di Sumatera Utara juga melakukan aksi protes terhadap Macron di depan Masjid Al-Jihad Medan dengan membawa poster wajah Macron. Gambar tersebut dilindas dan diinjak. Tidak sedikit di antara pengguna jalan turun dari kendaraannya untuk sekadar menginjak poster tersebut. Kelompok ibu-ibu tersebut juga membawa beberapa produk Prancis untuk dirusak. Toko di beberapa wilayah di Indonesia juga sudah memboikot dan tidak lagi memperjualbelikan produk Prancis sebagai bentuk protes mereka hingga Macron menarik kembali kata-katanya dan meminta maaf kepada umat Islam. (NH/ AZH)
19
Kesusastraan
Istirahatlah
Judul film : Istirahatlah Kata-Kata Sutradara : Yosep Anggi Noen Produser : Yulia Evina Bhara, Yosep Anggi Noen Penulis : Yosep Anggi Noen Pemeran Utama : Gunawan Maryanto dan Marissa Anita Produksi : Yayasan Muara, Limaenam Film, Partisipasi Indonesia, KawanKawan Film Durasi : 98 Menit Tanggal Rilis : 19 Januari 2017 Istirahatlah Kata-Kata merupakan film biopik Indonesia yang dirilis pada awal 2017. Film ini bercerita tentang perjuangan dalam pelarian penyair sekaligus aktivis Wiji Thukul pada ujung era Orde Baru. Ditulis dan disutradarai oleh Yosep Anggi Noen, film ini memperoleh berbagai macam penghargaan pada beberapa ajang seperti, Usmar Ismail Award, Festival Film Indonesia dan Jogja-NETPAC Asian Film
20
Festival. Film ini secara harafiah memang mengajak penontonnya untuk mengistirahatkan telinga dari kata-kata. Dalam film ini, sang sutradara mengajak untuk menggali ketokohan seorang Wiji Thukul lewat pendekatan visual, emosi, dan bunyi yang minim akan dialog. Bagi kebanyakan orang yang terbiasa dengan suguhan film beralur deksriptif dan penuh dialog, mungkin akan merasa bosan dengan narasi yang dibawakan oleh film ini. Namun, film ini memiliki keterkaitan emosi antara para tokoh di dalam film dengan penonton yang bisa saling bertaut. Meskipun dikemas dengan konflik yang berat dan serius, problematika yang dialami oleh tokoh dalam film ini cukup umum. Yaitu, bagaimana pelarian seseorang yang buron dari kejaran penguasa atas tuduhan subversif. Seorang istri yang berusaha untuk menjadi wanita kuat menjaga dua anak dalam kondisi jauh dari suami. Penderitaan dalam sunyi yang dialami kedua anaknya karena mengalami kesepian tanpa dapat merasakan kehadiran seorang ayah. Film ini memang benar-benar mengajak untuk beristirahat. Mengajak untuk merasakan emosi para tokoh hanya dengan narasi sunyi yang minim dialog. Diperankan oleh Gunawan Maryanto, Wiji harus mengalami ketidakberdayaan sebagai seorang lelaki yang berada jauh dari rumah. Bayangan keluarga yang hidup di bawah ancaman dan interogasi negara karena keberadaannya. Fragmen pelariannya yang kerap bertemu aparat militer dalam beberapa momentum, menimbulkan kekhawatiran dan efek dramatik kecemasan atas ancaman terbongkarnya penyamaran Wiji. Sedangkan Sipon, istri Wiji, yang diperankan
h Kata-Kata Marissa Anita, memainkan perannya sebagai wanita kuat. Rasa kesepian, cemas, takut, lelah, difitnah, dan dilecehkan silih berganti dialami Sipon selama ditinggalkan berbulan-bulan oleh Wiji. Sutrada Yosep Anggi Noen, menggambarkan Sipon yang terus-menerus menguatkan diri selama tidak ada Wiji disampingnya. Sementara ketika Wiji datang, Sipon menumpah ruahkan emosinya dengan menangis karena sudah terlalu lama menjadi kuat. Secara garis besar, dalam film ini kita dapat mengenali sosok Wiji Thukul melalui sajak-sajaknya yang banyak dibacakan di sepanjang film. Bahkan, judul film ini diambil dari kalimat pertama yang diucapkan Wiji di dalam film. Sutradara seperti meminta kita untuk menyelami lagi masa-masa represivitas dan pembungkaman oleh rezim Orde Baru yang otoriter pada masa itu. Lewat puisipuisinya, kita dapat tahu jika Wiji bukan hanya sedang bercerita, tetapi juga sedang melakukan perlawanan. Film ini juga menjadi pemicu agar kita dapat sedikit lebih mengenali sosok Wiji sebagai seorang aktivis yang menjadi korban pelanggaran HAM. Isu-isu ini kerap hanya diperbincangkan secara terbatas karena minimnya kepedulian oleh masyarakat umum. Mengangkatnya menjadi budaya populer seperti film, setidaknya mengajak untuk menolak lupa atas isu yang hanya kerap menjadi bahan kampanye kepresidenan untuk meraih simpati dan mendulang suara tanpa ada tindak lanjut setelahnya. Penggambaran Wiji secara deskriptif tidak dijelaskan secara gamblang dalam film. Hanya diceritakan bahwa Wiji adalah seorang aktivis yang melakukan perlawanan lewat puisi-puisinya yang kini memilih hidup dalam pelarian. Hal itu diperkirakan imbas dari pemilihan garis waktu dan kejadian oleh sutradara yang memilih bercerita hanya sejak Wiji menjadi buron pada 1996. Selebihnya, kita diminta untuk mencari sendiri informasi tentang Wiji. Yosep Anggi Noen memvisualisasikan cinta Wiji dan Sipon dengan apik. Wiji yang lari ke Pontianak, Kalimantan Barat, terpisah jarak 972 kilometer jauhnya dari Sipon yang berada di Solo, Jawa Tengah. Namun, sosok dan bayangan Sipon tak pernah lepas dari kepala Wiji. Dialog dan kedekatan personal antara Wiji dan Sipon sukses dibangun secara apik oleh Gunawan dan Marissa yang mampu memadukan emosi kedua tokoh dalam satu layar yang sama. Secara keseluruhan, film ini mampu mencuri perhatian. Pemilihan pendekatan dengan kesan senyap memberikan warna baru di tengah tren biopik di Indonesia yang biasanya dipenuhi drama di sepanjang film. Dari segi pesan, film ini dapat diartikan sebagai sarana untuk mengaktifkan ingatan Kembali atas apa yang terjadi pada Wiji Thukul sebagai korban pelanggaran HAM. Seperti yang kita tahu, perjuangan dan perlawan Wiji terhadap rezim otoriter Orde Baru membuahkan hasil setelah dilengserkannya Soeharto pada Mei 1998. Namun, sebelum dapat melihat keruntuhan Orde Baru, sebulan sebelumnya Wiji dinyatakan hilang, atau dihilangkan lebih tepatnya. (Faazou/ TR)
21
foto :
cakn un.c om
FIGUR
B
EMHA AINUN NADJIB DALAM KEBERADAAN BANGSA
“
Jangan memasuki suatu sistem yang membuat anda melampiaskan diri. Tapi, dekat-dekatlah dengan sahabat yang membuat anda mengendalikan diri. Karena Islam itu mengendalikan, bukan melampiaskan. Hidup itu harus bisa ngegas dan ngerem. -Emha Ainun Nadjib
egitulah gambaran sosok Emha Ainun Nadjib. Beliau menyampaikan kabar langit dengan bahasa bumi. Tidak hanya berdakwah, Cak Nun bahkan telah berkembang, menjelma semacam corong perdamaian melalui maiyahnya. Nasihat yang diberikannya memiliki nilai kearifan, yang berarti pengetahuan yang melahirkan kebijaksanaan. Salah satu kebijaksanaan Cak Nun yang ingin saya kutip ialah, “Jangan menunggu orang lain berbaik-baik denganku, sibukanlah dirimu berbuat baik bagi orang lain karena di situlah letak kemuliaan.� Kalian sadar ga sih? Kalau sebenarnya di Indonesia itu banyak banget orang-orang berpengaruh baik dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, dan lain sebagainya yang kurang dilihat dan dihargai jasanya. Entah karena apa orang-orang yang berpengaruh ini jasanya seolah tenggelam begitu saja. Khususnya, di mata generasi milenial nih. Karena kebanyakan anak milenial lebih terfokus dengan tokoh-tokoh influencer di media sosial. Padahal banyak sekali tokoh-tokoh berjasa yang patut diapresiasi karya dan usahanya. Beliau Cak Nun merupakan tokoh yang bisa dibilang underrated. Mungkin bagi kamu yang pecinta sastra dan budaya tidak asing dengan nama ini. Pada zaman ini, tak sedikit masyarakat yang tergerus akan kebohongan para rezim penguasa. Mereka terdoktrin akan suapan racun dari media ilmu pengetahuan yang dipolitisir oleh para oknum pemangku kekuasaan. Lebih 22
�
dari itu, media massa saat ini bahkan hanya disuguhi hoax yang menimbulkan derivasi nilainilai kehidupan. Ilmu pengetahuan yang diselimuti kepalsuan menimbulkan banyak pertanyaan. Dengan ini, Cak Nun mengajak kita untuk mengubah kebingungan tersebut menjadi sebuah kenikmatan. Emha Ainun Nadjib, atau yang dikenal dengan sebutan Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur. Pada 27 Mei 1953, ia adalah seorang tokoh intelektual, seniman, budayawan, penyair, dan pemikir. Gagasannya banyak ia tuangkan melalui tulisan. Beliau merupakan sosok pahlawan tak tampak yang selalu membagikan kebahagiannya untuk dinikmati banyak kalangan. Sosoknya masih perlu diperkenalkan kepada jangkauan yang lebih luas. Keberadaannya dinilai sangat berpengaruh terhadap sebuah keharmonisan yang terdapat dalam keberagaman Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, segala kegiatan yang dilakukannya semasa muda mampu mempersatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tentram dalam perbedaan. Beliau memberikan perdamaian terhadap konflikkonflik yang pernah terjadi di Indonesia, seperti pada pertikaian antara Madura dan Dayak. Kontribusi positifnya dilakukan tanpa mengharapkan sebuah aksi timbal balik. Pada masa orde baru, Cak Nun merasa sangat jenuh akan kepemimpinan Soeharto yang menyebabkan sebuah krisis moneter. Ia kemudian menghimpun kekuatan untuk menumpas rezim Soeharto dengan melibatkan beberapa tokoh
Kyai. Tidak hanya itu, ketika terjadi kerusuhan 98 yang berujung pada pembantaian etnis Cina, beliau juga memberikan pengertian kepada masyarakat pribumi untuk tidak lagi membuat kerusuhan. Pengertian itu disampaikan dan diterima dengan baik oleh masyarakat pribumi. Saat kerusuhan 98 terjadi, Cak Nun berkeliling ke pelosok negeri dan memberikan wejangan untuk selalu menjaga iklim keharmonisan bangsa Indonesia. Sudah ratusan kali beliau bersama Kyai Kanjeng berkeliling Indonesia untuk memberikan kebahagiaan dan menyalurkan rasa kemanusiaan kepada para jamaahnya. Beliau dan rekannya berkeliling tanpa mengharapkan suatu imbalan. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan apa yang terjadi saat ini, menganggap dirinya pahlawan bangsa, tetapi mengharapkan keuntungan dari apa yang sedang mereka lakukan. Salah satu peran Cak Nun yang sangat penting ialah ketika terjadi penggulingan Soeharto. Cak Nun menghubungi Soeharto dan memintanya untuk hengkang dari kursi jabatannya, yang tak lama disetujui langsung oleh Soeharto. Namun ironisnya, jasanya tidak ditulis bahkan dihapus dari Sejarah. Terdapat sebuah penyesalan yang terpendam dalam diri Cak Nun. Ia menilai bahwa ketika kepemimpinan Soeharto, hanya ang Presiden dan keluarganya lah yang melakukan korupsi. Namun setelah dilengserkannya Soeharto, para petinggi lainnya justru memanfaatkan kondisi tersebut dengan korupsi berjamaah. Padahal, Cak Nun dan rekan Kyainya sudah menyiapkan kursi pemerintah yang akan diisi oleh orang-orang pilihannya. Namun ironis, hal tersebut berhasil dicegah oleh segelintir oknum lain yang berada di seberang sisinya. Di sinilah nampak realitas dari sebuah reformasi yang berhasil dikorupsi. Selama 67 tahun hidupnya Cak Nun sudah melahirkan banyak karya di antaranya adalah: Sajak-sajak Sepanjang Jalan yang keluar pada tahun 1977, Cahaya Maha Cahaya pada tahun 1988, Syair Lautan Jilbab pada tahun 1989, serta Suluk Pesisiran pada tahun 1990. Selain karya-karya ini, Cak Nun juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina pada tahun 1980, International Writing Program di Universitas Lowa Amerika Serikat pada tahun 1984, Festival Penyair Internasional di
foto: caknun.com
Rotterdam, Belanda pada tahun 1984, serta sebuah festival di Berlin Barat, Jerman yaitu festival Horizonte pada tahun 1985. Meskipun tidak mengenyam pendidikan, Cak Nun justru lebih memahami hakikat dari ilmu dibandingkan sebagian orang berpendidikan formal yang tidak memahami substansi maupun hakikat dari ilmu itu sendiri. Inilah yang membuat mereka terpelintir dalam sebuah lembah kegagalan. Terdapat sebuah penuturan Cak Nun yang berhasil menyentil para pembacanya, “Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses, yang dituntut oleh Tuhan adalah kita berjuang tanpa henti sampai titik darah penghabisan. Kita tidak disuruh panen. Kita disuruh menanam. Karena itu, jangan pernah berhenti menanam.� Dapat dilihat dengan jelas, bahawa substansi yang disampaikan Cak Nun selalu menggunakan bahasa bumi yang mudah dipahami. Nasihatnya selalu disampaikan dengan cara yang bersahabat dan penuh totalitas, sehingga berhasil merangkul jamaah untuk mengikuti maiyahnya. Sudah sepatutnya bagi kaum milenial untuk lebih mengenal sosok Cak Nun, seseorang yang pantas dijadikan ibrah dalam menyelami kerasnya ombak kehidupan. Beliau menyebarkan banyak kebaikan serta mengenalkan rasanya syahdu sebuah kehidupan. Ia mempersilakan siapa pun yang berjumpa dengannya untuk membasuh badan Ruhani dan melepas dahaga batin. Ia menemani kita, memberi sebuah jeda dari kerumitan tiada akhir dan menyuguhkan sebuah kesederhanaan. (MRD/Bagral) (Sumber: Buku dengan judul, “Hidup itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem.�) 23
Potret
/Tak Ada yang Abadi/ Fotografer: Kaje
Walau hayat sudah lalu-lalang sedemikian lama, Dan tempat berpijak kian tak bersahabat Akankah semata-mata Harus takluk, begitu saja? Hanya satu hal; Tak ada yang abadi Begitu pula, dengan derita.
Tapi aku tak melarangmu ‘tuk berserah pada nasib
/Kita Pernah Menggugat/ Gelora itu pernah membara Bertaruh segala demi gapai kebebasan Semoga energi itu ‘kan selalu ada Mengiringi setiap jiwa Hingga akhir, nanti. Fotografer: MF
/Juang Ini Abadi/ Terabadikan peluh dan perih Mereka yang abadi dalam kisah penuh tumpah darah Akankah semuanya kini usai? Semoga ia senantiasa Sebab sesungguhnya, juang ini abadi. Puisi oleh: TR Fotografer: MF
Joko Pinurbo dan Dapur Puisinya Identitas Buku Judul
: Bermain Kata, Beribadah Puisi
Penulis
: Joko Pinurbo
Penerbit
: DIVA Press
Editor
: Tia Setiadi
Harga buku : Rp75.000 (khusus pulau Jawa) Tahun terbit : 2019
“Bermain Kata, Beribadah Puisi” adalah sebuah buku yang menguak isi dapur kecil Joko Pinurbo. Di dalamnya, ia menghidangkan banyak resep, bumbu, dan peralatan memasak untuk sajak-sajaknya. Joko Pinurbo sendiri merupakan salah satu penulis puisi yang berhasil memberikan nafas baru bagi kesusastraan Indonesia, khususnya puisi. Dalam menciptakan puisinya, Jokpin menggunakan diksi-diksi sederhana yang mudah dipahami, tetapi syarat akan makna di dalamnya. Pada tiap sudut ruangan dapur puisi Jokpin, pembaca akan diajak mencicipi aroma-aroma
26
khas, seperti berbagai rasa asam, manis, pahit, dan asin. Dalam meracik sajaknya, Jokpin memasukkan bumbu-bumbu sederhana yang diambil dari kehidupan di sekitarnya, misalnya sebuah celana pria yang menghasilkan puisi “Celana”, kegiatan rutinitas mandi sehari-hari sehingga tercipta puisi “Di Sebuah Mandi” pada tahun 2000, dan masih banyak lagi sajaksajak yang diadaptasi dari hal-hal kecil dan sepele yang terkadang luput dari penglihatan manusia. Puisi-puisi tersebut kemudian digodok sampai matang, hingga ia benar-benar memiliki “nyawa”, dan sampai ia siap untuk di-
KESUSASTRAAN
konsumsi banyak orang. Jokpin dalam buku ini banyak bercerita tentang proses kreatif dalam menulis puisi. Ia banyak menyingkap persoalannya dalam menulis, seperti inspirasi-inspirasi menulis yang ia dapat dari para sastrawan terdahulu, yaitu Sapardi Djoko Damono, Iwan Simatupang, dan Budi Darma yang diyakininya memperparah kegilaannya terhadap karya sastra, khususnya puisi. Selain itu, penyair yang dikenal dengan sebutan pencipta “Celana” ini juga mengungkapkan kiat-kiat dalam menulis puisi, di antaranya ialah Nganga Sunyi: Membaca Puisi di Atas Puisi, Puisi Bukan Sekadar Curhat, Menulis dan Menyunting Puisi (terdapat pada halaman 80-96, dalam buku “Bermain Kata, Beribadah Puisi”). Secara umum, buku yang menjadi dapur gagasan sang penulis ini mengungkapkan perbincangan Jokpin dalam berbagai kesempatan. Mulai dari urusannya yang belum beres dengan puisi, sang penyair yang membersamai kata- kata sederhana yang menciptakan sebuah narasi, hingga dua subjudul lainnya yang dapat kita intip pada halaman 106-139 dalam buku tersebut. Ada beberapa percakapan hasil wawancara Jokpin dengan Hasan Aspahani (2007), perbincangan dengan Soni Triantoro (2017) yang diterbitkan oleh whiteboardjournal, dan obrolan dengan Maria, serta dialog dengan Sabiq Carebesth pada tahun 2019 lalu. Dialog-
dialog yang dimasukkan ke dalam buku “Bermain Kata, Beribadah Puisi” menghadirkan kehidupan bagi tulisan-tulisan dalam buku tersebut, juga membuat pembaca seolah-olah turut diajak dalam obrolan itu. Buku ini sangat cocok dibaca oleh para pencinta karya sastra, khususnya penggila puisi. Kita akan diajak menelusuri ruang permainan kata-kata di sini. Pada akhir buku ini, disajikan sebuah epilog dengan subjudul: Perjamuan Puisi, yakni kita dapat membaca dan mengoleksi sajak-sajak milik Jokpin. Sebuah buku yang dikemas dengan sangat lengkap dan menarik, mulai dari pemikiran, proses penciptaan, hingga menghasilkan sajak-sajak indah dan matang yang siap untuk dihidangkan kepada para pembaca. Dalam buku ini, Jokpin tak segan memberikan kiat-kiat berupa bumbu rahasia bagi pembaca yang ingin menggilai puisi bersamanya. Jika ada yang perlu dikritik dalam buku ini, barangkali alangkah lebih baiknya jika dijelaskan asal muasal artikel-artikel yang tercantum di dalamnya, dan bila perlu disertakan pula tautan-tautan artikel tersebut supaya kita dapat membacanya. Terlebih lagi jika dapat membaca komentar-komentar pembaca lain pada artikel tersebut nampaknya akan sangat seru dan menarik, bukan? Jadi, mari menunaikan ibadah puisi! (RNH/ TR)
27
Mimbar
“Start-Up”, D Generasi Milenial, dan Kemiskinan Struktural
rama Korea berjudul “Start-Up” boleh jadi merupakan salah satu tontonan yang paling diminati saat ini. Bagaimana tidak, berbagai jenis media sosial, seperti Twitter dan Instagram, dipenuhi dengan potongan-potongan adegan atau bahkan pembicaraan mengenai drama tersebut. Hal inilah yang membuat saya tertarik dan memutuskan untuk menikmati drama satu ini. Dan seperti apa yang saya harapkan, hanya dengan dua episode pertama, drama ini berhasil memotret suatu permasalahan, yang sebetulnya menjadi dinamika berkelanjutan di seluruh penjuru dunia, yaitu kemiskinan struktural. Sebagai orang awam, saya mengira bahwa setiap produk hiburan, terlepas dari sedikit banyaknya, memang mengambil latar berdasarkan apa yang terjadi di dunia nyata. Dalam drama “Start-Up”, entah Anda berada dalam sisi Han Jipyeong ataupun Nam Do-san, tidak dapat dipungkiri bahwa keduanya mengambil plot mengenai bagaimana roda kehidupan manusia berjalan di bawah sistem kapitalisme. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana tokoh seperti Won In-jae dan Cha Ahhyun, kakak dan ibu dari Seo Dal-mi yang begitu dipaksa untuk menghamba pada uang. Cha Ah-hyun bahkan lebih memilih bercerai dengan suaminya, Seo Chung-myung hanya karena suaminya ingin mendirikan bisnis baru dan keluar dari pekerjaan tetapnya selama ini. Alihalih mendukung dengan penuh cinta, istrinya justru menghujat Chung-myung dan menginginkan sebuah perceraian. Alasan yang digunakannya pun hanya sebatas kekhawatiran jika suaminya akan jatuh miskin dan menelantarkan anakanak mereka. Saya pun sering mendengar
Foto: South China Morning Post
28
bahwa menikah memang tidak cukup hanya dengan cinta. “Memangnya cinta bisa dimakan anak-anak dan istrimu?� Kira-kira begitu. Mengenai kemiskinan struktural, tidak banyak orang yang memiliki nasib baik seperti apa yang dimiliki oleh Han Jipyeong, yang dengan kebetulan bertemu dengan Choi Won-deok, nenek dari Seo Dal-mi, dan akhirnya memutuskan untuk mulai melakukan investasi menggunakan dana dari rekeningnya yang ia dapatkan dari usahanya berjualan corndog. Selain itu, berapa banyak pula orang-orang pintar yang bernasib kurang baik seperti Nam Do-san, yang merupakan juara Olimpiade Matematika termuda se-Korea, tetapi tidak mampu untuk menaikkan taraf hidupnya. Sebuah penelitian dari Georgetown Center on Education and the Workforce (CEW) mengatakan bahwa anak yang terlahir dengan kelas hidup yang tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk sukses dibandingkan dengan mereka yang terlahir dengan kelas yang lebih rendah. Jika seandainya Cha Ah-hyun tidak menikah dengan pengusaha kaya, bukan sebuah kepastian bahwa hidup yang dijalani oleh Won In-jae dan Ibunya akan bergelimang harta dan kemewahan seperti apa yang mereka rasakan dalam drama tersebut. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sayangnya, untuk saat ini kita tidak mampu berdelusi semacam itu. Membayangkan generasi milenial saat ini akan sepintar Han Ji-pyeong atau Nam Do-san saja sudah terlalu tinggi. Lagi pula bagaimana bisa jika HDI (Human Development Indeks), atau indeks pengukur harapan hidup, tingkat literasi, pendidikan, dan standar hidup Indonesia tahun 2019 saja masih berada pada peringkat ke-111 dari
130 negara. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Korea Selatan yang berada pada posisi ke-22 bersama dengan negara laknatullah, Israel. Dengan HDI yang rendah seperti ini, sepertinya bonus demografi pada tahun 2030 tidak terlihat seperti sesuatu yang menjanjikan. Namun, kita harus tetap menanamkan sifat optimis seperti apa yang selama ini dilakukan oleh presiden kita, Bapak Joko Widodo. Mari berharap bahwa dengan adanya UU Omnibus Law, HDI yang saat ini dinilai sangat rendah akan meningkat seiring berjalannya waktu. Namun, bukan berarti kemiskinan struktural ini adalah sesuatu yang tidak dapat diubah. Tidak sedikit juga orangorang yang berada di kelas bawah berhasil untuk menaikkan taraf hidupnya. Saya yakin bahwa Seo Dal-mi dan Nam Dosan—terlepas dari situasi ekonomi yang mereka alami—akan menjadi dua orang yang sukses dalam serial ini. Tentu saja saya juga meyakini bahwa kelak mereka akan diangkat sebagai Staf Khusus Generasi Milenial Presiden Korea Selatan. (RGP/AZH)
Foto: South China Morning Post
29
Pena Budaya Muda 2020 Pimpinan Redaksi Sella Mutiara
Redaktur Tatiana Ramadhina
Redaktur Azmah Sholihah
Reporter Bismoko Nizaar A.
Reporter M. Roby Septiyan
Reporter Maulida Ratna Dewi
Reporter Riana Nurhasanah
Ilustrator & Layouter Nur Ahmad Hafidh H.
Fotografer Anisa Kholifatul J.
Fotografer M. Fadhlan Rusyda
Redaktur Erwin Renanda S.
Reporter Fadel Imam M.
Reporter Nurul Hanifah
Ilustrator & Layouter Nur Rizky Aulia W.
Fotografer Shabrina Salsaabilla
Redaktur Husni Rachmayani N.I.
Reporter Fajar Hikmatiar
Reporter Raihan Rizkuloh G. P.
Reporter Trisa Siti Nurcholisa
Fotografer Zaahidah Aufaa A.
muda 2020 @ penabudaya penabudaya. com